M E L A T I 37
(Tien Kumalasari)
Daniel kembali masuk ke dalam kamar, meraih ponsel yang terletak di meja, wajah Nilam tersembul di layarnya. Daniel mengangkatnya dengan enggan.
“Ya, aku.”
“Mas, Mas ke mana saja?”
“Aku yakin perempuan itu sudah mengadu kepadamu,” kata Daniel kesal.
“Jadi Mas sudah mengakuinya? Ini masalah serius. Mas harus bertanggung jawab.”
“Apa maksudmu bertanggung jawab? Memangnya aku melakukan apa?”
“Mas Daniel, aku tidak percaya kalau Mas tidak mau mengakui perbuatan yang sudah Mas lakukan.”
“Nilam, jangan membuatku marah.”
“Aku melihat buktinya. Nurin sudah menunjukkannya padaku.”
“Bukti apa?” nada bicara Daniel mulai tinggi.
“Foto mas dan Nurin saat tidur bersama.”
Daniel menutup pembicaraan lalu membanting ponselnya di atas ranjang, kemudian bergegas ke kamar mandi. Tubuhnya lengket, wajahnya kusut. Ia akan mengguyurnya dengan air dingin berlama-lama.
Baskoro menyaksikan semuanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Yang dia tidak mengerti adalah, mengapa Daniel tiba-tiba seperti orang kebingungan sepulang dari rumah Nilam, sehingga tak bisa menolak ketika Nurin mengajaknya. Ia bahkan menurut saja ketika Nurin memberinya obat. Hal itu Daniel belum mengatakannya dengan jelas tentang alasannya mengapa dia menurut saja ketika Nurin memberinya obat.
Baskoro belum ingin kembali ke warung. Ia duduk di ruang makan dan menyiapkan nasi goreng, karena di kulkas tidak ada yang bisa dimasak kecuali telur dan sosis, jadi dia memasak nasi goreng saja supaya segera bisa dinikmati Daniel, yang tampak lemas. Pasti dia lapar.
Dan itu benar. Selesai berpakaian rapi, Daniel menuju ke ruang makan, duduk di depan Baskoro yang menunggunya.
“Bau nasi goreng,” gumamnya sambil membuka tudung saji.
“Saya masak baru saja, kebetulan saya belum belanja sayur untuk rumah, jadi hanya nasi goreng yang bisa dibuat,” terang Baskoro.
“Ini pasti enak. Dulu saya suka sekali makan nasi goreng,” katanya sambil menyendoknya ke dalam piring.
Daniel meraih kerupuk dan menggigitnya pelan. Ketika ia menyendok nasi gorengnya, wajahnya langsung berseri.
“Enak sekali. Ini mirip masakan Melati,” gumamnya sambil mengunyah makanannya.
“Melati? Nak Daniel pernah makan di sana?”
“Melati istri saya, almarhumah ….” katanya pelan.
“Dia pintar sekali memasak. Dia cantik dan lembut. Dia … dia … ah ya, aku tak bisa melupakannya. Dia tak pernah mengecewakan aku," lanjutnya.
Baskoro terdiam. Daniel belum sepenuhnya sadar apa yang dikatakannya.
“Dia … “
“Makanlah dulu, jangan mengingat hal yang menyedihkan. Pada suatu hari nanti pasti nak Daniel akan mendapatkan gantinya.”
“Siapa yang bisa menggantikannya? Dia tak tergantikan.”
“Jangan begitu. Pasti ada.”
“Ada, sepertinya ada, tapi dia menolak saya. Saya sakit dan terluka. Barangkali memang Melatiku tak tergantikan.”
Baskoro diam, ia juga ikut menikmati nasi goreng buatannya, yang disebut seenak masakan almarhumah istrinya. Padahal ia sudah sering membuatkan nasi goreng, dan Daniel tidak menyebut nama istrinya sekalipun.
“Nanti setelah makan, nak Daniel lebih baik tidur, untuk menenangkan diri. Saat ini nak Daniel tidak sedang baik-baik saja. Hal terbaik yang harus nak Daniel lakukan adalah tidur untuk menenangkan diri,” kata Baskoro.
Daniel mengangguk, lalu menghabiskan nasi gorengnya sampai bersih. Rupanya ia benar-benar kelaparan, bersamaan dengan hatinya yang gundah.
***
Wijan yang pulang untuk makan siang, terkejut mendengar penuturan istrinya tentang Daniel. Tak ada yang percaya kalau Daniel mampu melakukan perbuatan serendah itu. Tapi ketika melihat foto yang ditunjukkan istrinya Wijan benar-benar merasa syok.
“Nurin mengatakan apa?”
“Dia minta agar mas Daniel bertanggung jawab. Tapi Mas tahu tidak, mas Daniel seperti marah-marah. Tampaknya dia tak mau mengakuinya. Sebenarnya sih, kalau menjadikan Nurin sebagai iparku, aku juga nggak suka sih.”
"Aku jadi berpikir begini. Mengapa Nurin memotret saat tidur bersama mas Daniel? Sepantasnyalah dia malu melakukannya dong, sebagai seorang gadis baik-baik. Ya kan?” kata Wijan.
“Apa yang Mas pikirkan?”
“Tampaknya Nurin memang sengaja melakukannya.”
“Sengaja melakukan apa?”
“Sengaja agar peristiwa itu terjadi. Dan dia mengabadikannya dengan ponselnya. Mana ada orang bercinta sempat memotret diri mereka, kalau dia tidak berniat buruk?”
Nilam menutup mulutnya. Wijan bukan orang bodoh. Dia bisa berpikir secara realistis. Mengapa Nilam baru memikirkannya? Kalau Nurin sampai menunjukkan foto ketika bersama Daniel, berarti memang dia sengaja ingin memperdaya Daniel dengan membawa bukti foto tersebut.
“Benar-benar perempuan licik. Bagaimana mungkin seorang perempuan pemilik sebuah perusahaan bisa melakukan hal serendah itu?”
“Cinta mengalahkan segalanya.”
“Itu bukan cinta. Nurin hanya menurutkan ambisinya. Tapi … ya Tuhan, apa benar mas Daniel harus memperistrikan perempuan semacam itu? Aku bingung Mas.”
“Kita harus ketemu mas Daniel. Bisa jadi mas Daniel melakukannya tanpa sadar, atau karena pengaruh obat yang diberikan Nurin. Sungguh mengerikan sekali."
"Tampaknya dia marah ketika aku menelponnya. Kejadian itu mungkin dianggap memalukan. Dia tak suka aku menegurnya.”
“Biar aku nanti menemui dia. Semua harus jelas, tidak sekedar harus menuruti keinginan Nurin saja. Tapi aku tidak bisa sekarang. Aku harus kembali ke kantor karena sedang ada urusan.”
“Baiklah, Mas ke kantor saja dulu, nanti setelah pulang Mas baru menemui mas Daniel. Kejadian ini membuat aku benar-benar kacau.”
“Kamu harus tenang. Ingat, apa yang dirasakan seorang ibu, mempengaruhi produksi ASI yang harus kamu berikan untuk anak kita.”
“Baiklah, aku mengerti.”
***
Tapi ternyata Nurin tidak berhenti hanya menemui Nilam. Ia juga pergi ke kantor Melati, dan menangis terisak di sana. Hal itu membuat Melati bertambah terluka. Ia heran, mengapa Nurin harus mengatakan kejadian menjijikkan itu kepada dirinya. Agar hatinya panas? Sengaja menyakitinya? Tapi di hadapan Nurin, Melati berusaha tegar. Ia tak menampakkan reaksi yang pasti akan membuat Nurin senang. Begitu tenang dia, ketika dengan lembut mengeluarkan kata-kata menghibur.
“Mbak Nurin tidak usah bersedih. Saya yakin, mas Daniel mau bertanggung jawab. Saya banyak membaca cerita semacam itu, dan kebanyakan mereka berakhir bahagia, karena saling bisa mengerti.”
“Tapi ini kejadian nyata, mengapa kamu membandingkannya dengan sebuah cerita? Aku tak ingin mengusik mas Daniel dan bermaksud membiarkannya, serta menganggap ini semua sebuah kecelakaan. Tapi bagaimana kalau aku nanti hamil?”
Gemetar tangan Melati yang disembunyikannya di bawah meja. Keringat dingin membasah, dan sekuat tenaga dia menenangkan batinnya.
“Temui saja mas Daniel, mengapa Mbak menceritakannya kepada saya?”
“Melati, saya ketemu kamu baru beberapa kali, tapi rasanya kamu ini orang yang sangat baik. Aku tidak punya seorangpun tempat untuk mengadu, jadi aku pilih kamu untuk berkeluh. Ini bukan masalah kecil, bukan?”
“Tapi saya bisa apa? Lagi pula ini di kantor Mbak, maaf, bukan saya ingin mengusir Mbak, tapi rasanya kurang etis kalau disini kita membicarakan sebuah masalah pribadi.”
“Maksudmu … kamu menyuruh aku pergi?”
“Sekali lagi saya mohon maaf. Ini bukan rumah saya, jadi nggak enak rasanya kalau kita berbincang tentang hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan saya.”
Nurin berdiri, sambil meraih sebuah tissue untuk menghapus air mata di wajahnya.
“Aku pergi dulu. Aku yang harus minta maaf karena sudah mengganggu.”
Nurin berlalu, meninggalkan Melati yang terluka. Bukankah memang itu keinginan Nurin?
Ketika ia memasuki mobilnya kembali, gurat kesedihan yang tadi ditampakkannya sudah tak lagi tampak. Bibir tipisnya tersenyum manis. Ia sudah tahu Daniel menyukai Melati, tapi ia tak ingin Melati memilikinya. Ia segera memacu mobilnya setelah membuat kekacauan diantara keluarga Daniel dan juga pada gadis yang dicintainya.
***
Melati mengambil air dingin dari dalam kulkas, meneguknya segelas sampai habis, berharap bisa menenangkan hatinya. Pagi tadi dia sudah mendengar bahwa Daniel tidur di rumah Nurin. Siang hari ini Nurin datang dengan memperjelas apa yang dilakukan keduanya di rumah itu. Sesungguhnyalah bahwa hal itu membuat jiwanya terguncang. Daniel memang bukan apa-apanya, tapi sebuah tali yang entah apa namanya, telah mengikatnya menjadi perasaan yang kemudian disadarinya, bahwa itu adalah cinta, bagaimana mungkin ia bergeming mendengar apa yang telah dilakukan kecintaannya?
Sampai saatnya pulang, Melati masih belum berhasil menenangkan jiwanya. Terkadang bulir-bulir bening menetes begitu saja membasahi pipinya.
“Bagaimana caranya menenangkan hati ini?”
Tiba-tiba ponselnya berdering. Melati baru ingat kalau ia sudah berjanji akan mampir ke rumah Nilam. Ragu dia menjawabnya.
“Ya Bu Nilam?”
“Kamu sudah pulang? Bukankah kamu sudah berjanji akan ke rumah? Tinggalkan saja sepeda kamu di kantor, naik taksi ke rumah aku.”
“Tidak usah bu Nilam, saya naik sepeda saya saja.”
“Jangan, biar aku pesan taksinya, kamu menunggu di situ saja,” kata Nilam yang langsung menutup ponselnya.
Melati menghela napas panjang. Sebenarnya ia tak ingin ke rumah Nilam. Apakah Nilam sudah tahu apa yang dilakukan kakaknya? Ia keluar setelah menitipkan sepeda kayuhnya pada penjaga. Ia tak bisa menolak keinginan Nilam yang akan memesan taksi untuk menjemputnya.
“Kenapa sebenarnya bu Nilam ingin agar aku datang ke rumahnya?” gumamnya sambil menunggu taksi.
***
Nilam duduk di depan Melati yang sudah menunggunya di teras. Melati enggan masuk ke dalam, dan mengatakan bahwa di luar hawanya lebih segar.
“Setiap hari kamu pulang jam segini?”
“Iya, Bu Nilam.”
“Sebenarnya aku hanya ingin bertanya tentang sesuatu,” kata Nilam memulai pembicaraan.
Melati mengangkat wajahnya,
“Aku ingin tahu, sebenarnya hubungan kamu dengan mas Daniel.”
“Maksud bu Nilam apa?”
“Apa kalian pacaran?”
Melati menggelengkan kepalanya keras.
“Apa kamu menyukai kakakku?”
Apakah Melati harus menggeleng juga? Dan keraguan untuk bersikap itu membuat Nilam begitu yakin bahwa rasa suka dihati Melati itu memang ada.
“Melati, sesungguhnya … seandainya kamu bersedia menjadi iparku, aku pasti akan sangat berbahagia.”
Melati terbelalak menatap Nilam. Dirinya … akan diterima sebagai keluarga kaya ini seandainya …. yaah, seandainya … mengapa harus seandainya?
“Tapi ….”
Tapi Nilam tak segera melanjutkan kata-katanya. Barangkali Nilam tidak tahu bahwa Melati telah mengetahui apa yang dilakukan Daniel.
“Semuanya bukan mauku, dan aku yakin juga bukan kemauan mas Daniel. Aku hampir yakin, mas Daniel diberi obat perangsang.”
Dada Melati bergemuruh. Bukankan sesungguhnya dia sudah tahu apa yang terjadi?
“Kamu tidak bertanya sesuatu, Mel?”
Melati tersenyum tipis, berusaha menutupi sakit yang menggigit.
“Kejadian semalam?”
“Apa kamu tahu tentang sesuatu?”
“Mbak Nurin mampir ke kantor saya.”
“Dan dia mengatakan semuanya?”
Melati mengangguk. Nilam menangkap telaga bening yang mengambang di pelupuk mata gadis itu.
Nilam berdiri, beralih duduk di samping Melati, lalu meraih tangannya, dan meremasnya erat.
“Nurin benar-benar keterlaluan. Tapi aku tidak rela mas Daniel menikahi Nurin. Perempuan itu seperti gadis rendahan, tidak punya harga diri.”
“Apapun yang terjadi, itu sudah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa,” lirih Melati.
“Kami belum bertemu mas Daniel. Sepulang kantor, mas Wijan baru akan menemuinya. Melati, seandainya bisa, maukah kamu menerima cinta mas Daniel?”
“Apa?” Melati terkejut mendengarnya.
“Kami sangat menyukai kamu. Kamu adalah gadis yang santun dan baik.”
“Saya hanya gadis miskin.”
“Kamu gadis yang kaya raya. Berjiwa manis dan indah, kamu sangat didambakan mas Daniel.”
“Tidak mungkin.”
“Kamu tidak boleh merasa rendah diri. Keluarga kami tidak mengutamakan derajat dan kedudukan seseorang.”
“Dengan kejadian ini ….”
“Kamu tenang saja. Kami akan bicara dengan mas Daniel setelah ini.”
***
Melati kembali ke kantornya, karena sepedanya masih ada di sana. Kalau ia langsung pulang seperti tadi Nilam menyarankannya, besok dia akan ke kantor naik apa? Sepanjang jalan pikirannya selalu tertuju pada ucapan Nilam, yang mengatakan bahwa dia suka menjadi iparnya. Ya Tuhan, keadaan sudah menjadi begini, masih berharap menjadikan dia ipar? Nurin pasti menuntut pertanggung jawaban, seperti sekilas didengarnya tadi pagi, saat Nurin tiba-tiba datang ketika dia sedang berbincang dengan Daniel.
Tapi ketika ia melewati rumah Daniel, dan tanpa sengaja menoleh ke arah rumahnya, ia melihat mobil Nurin ada di sana. Ia juga melihat Daniel bergegas pergi, dan Nurin mengejarnya. Tapi apa yang didengarnya, membuat Melati sangat terkejut.
“Kalau Mas menolak, aku akan bunuh diri!!” itu sebuah teriakan, yang membuat langkah Daniel berhenti.
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteHoreeee
🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 37 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku smoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🤩
🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai deh
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteHoreee
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMelati_37 sudah hadir tepat waktu.
Terima kasih bu Tien.....
Salam SEROJA
DAN TETAP ADUHAI
Sami2 mas Kakek
DeleteHamdallah...cerbung Melati 37 telah tayang
ReplyDeleteTaqaballahu Minna Wa Minkum
Terima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Daniel baru saja kena jebakan Batman, bisa jadi dia tambah benci sama Nurin.
Bisa jadi pengiring manten nya dia batalin, bukan sama Nurin, tapi dia pilih Melati.
Nah...kawus Nurin...😁😁
Bisakah Bu Tien membuat Daniel menjadi pengiring temantin bersama Melati? Sedangkan Nurin biar sama saya saja, nanti biar saya buang ke Bengawan Solo.
DeleteCoba yang setuju silakan komeng.
DeleteMatur nuwun pak Albudyo, komen nya selalu lucu.. 😀
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 37* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke tiga puluh tujuh
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,ayo Daniel Melati saling jujur terbuka_ Egonya biar di bawa si Culas Nurin 💐👩❤️👨
ReplyDeleteMaturnuwun🌷🌻🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, salam sehat selalu 🤲
Sami2 pak Bams
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah MELATI~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat semangat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Wijan yang realistis. Kebanyakan orang menuruti emosi, sehingga sesuatu yang khayal dianggap nyata.
ReplyDeleteDengan bantuan Wijan kebenaran akan terwujud.
Nilam juga mendukung Melati, jadi Melati tidak perlu rendah diri. Ayo Melati, semangat.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillahepisode 37 sudah tayang. Wah Nurin si ular betina mengejar mangsanya sampai habis habisan. Semoga saja Daniel tidak mempedulikan ancaman bunuh dirinya. Do'a saya untuk Melati semoga menyatu dengan Daniel. aamiin. Salam sehat dan semangat berkarya katur bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat juga ibu Noor
DeleteMatur nuwun bu Tien...sugeng istirahat.
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteSugeng istirahat juga
Matur nuwun salam sehat
ReplyDeleteTadi sudah masuk kok ilang yaaa
ReplyDeleteLha nih dah ketemu mbak Yaniiiik
DeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSemoga Bu Tien & klg selalu sehat. Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Hadeeh Nurin bener2 deh perempuan murahan gak tau malu
ReplyDeleteKok mlh bikin terlihat murah skli kalau cerita ke setiap orang
Dikiranya org simpati kalee
Gak tanya makin jelas terbaca perempuan macam apa tuh
Sementara Melati dgn nahan sakit hati
Tp ttp terhormat sampai2 Nilam bilang lbh suka dan setujuh kalau kakaknya nikah sama Melati
Moga hati Melati juga akan terbuka
Setelah Daniel mengatakan yg sebenarnya sama Wijan
Yah hrs sabar deh nunggu lanjutannya
Moga bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat deh
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah, MELATI 37 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulilah melati 37 sudah tayang, maturnuwun bu Tien . Salam hangat dan aduhai ..semoga bu Tien sll sehat aamiin yra
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Nurin mau bunuh diri, sy tdk yakin hanya sandaran saja ,terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteSalam sehat juga
Nurin nurin ...bikin sebel aja... Mudah"an Daniel bersama melati makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
semoga selalu segat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun Anrikodk
Sami2 jeng Ning
ReplyDeleteSalam sehat dan jangan lupa bahagia
Alhamdulillah Melati - 37 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Tambah seru critanya...
ReplyDeleteMatur nuwun, Mbak Tien.
Sami2 ibu Purwani
DeleteAlhamdulillaah, sabar ya Melati,,, Nilam saja SDH setuju,,,
ReplyDeleteNurin kan duri yg sll ada dlm kehidupan,, sebentar lagi juga lenyap seiring waktu,, melalui Nilam segera diselesaikan, atau ada kejadian lain nah kita sabar nunggu kelanjutannya
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu 🤗🥰🌿💖
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Kok seri yang ini terasa pendek sekali ya...
ReplyDeletePembaca berhasil dihipnotis Mbak Tien...
Terimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MIRa
DeleteGemeees sama Nurin. Sabar ya Melati, smg nanti kamu yg akan jd pendamping Daniel di nikahan Anjani & Miko.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Sami2 ibu Endah
DeleteAamiin
Jadi kesel deh, kok Nurin segitunya ya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Tetap aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Nurin nekad sekali. Terimakasih bunda Tien sehat selalu dan berbahagia dg amancu
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Wealah...liciknya si Nurin tuh. Mana Daniel peduli? Orang mau bunuh diri gak perlu teriak-teriak kaliii...😉😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien yg sdh piawai mengaduk-aduk emosi pemnggemar, sehat selalu, ibu...🙏🙏🙏😘😘
Sami2 ibu Nana
ReplyDeleteAamiin doanya
Alhamdulillah dah baca... Perjuangkan cintamu pada melati mas Daniel ... Nurin tak tau mau dengan cara apapun
ReplyDeleteMakasih bunda salam sehat