M E L A T I 35
(Tien Kumalasari)
Daniel turun, ketika Nurin membuka pintu dan menarik lengannya pelan. Agak heran karena ini bukan rumahnya, tapi kepalanya yang berdenyut dan mata yang enggan dibuka membuatnya tak bisa menolak.
“Ini… rumahku?” katanya lemah, sedangkan badannya bergayut pada tubuh Nurin yang mungil, membuat sesekali Nurin melangkah dengan terhuyung-huyung.
“Iya, kelak ini juga menjadi rumah Mas. Aku sendirian di sini, orang tuaku tinggal agak jauh, karena sejak memegang perusahaan orang tua, aku memilih memiliki dan tinggal di rumah sendirian.
Sambil merangkul pinggang Daniel, Nurin membuka pintu, lalu langsung membawanya ke sebuah kamar.
Daniel mencium aroma wangi di kamar itu, dan merasakan tubuhnya terhempas di kasur yang empuk dan nyaman. Banyak yang ingin dia katakan, tapi mulutnya hanya mampu bergumam, sementara matanya setengah terpejam.
“Mas mau minum?”
“Melati ….” gumamnya lirih, membuat wajah Nurin menjadi muram.
“Mengapa hanya nama itu yang Mas sebut, sementara aku penuh perhatian terhadap Mas?” kesalnya sambil menarik selimut dan menyelimuti tubuh Daniel.
“Oh, tidak, Mas belum mencopot sepatu rupanya.”
Nurin duduk di pinggir ranjang, dan mencopot sepatu Daniel, lalu diletakkannya disebuah rak yang ada di situ.
“Mas mau minum? Aku buatkan ya, kopi, kopi susu, coklat susu, atau apa?”
“Melati, mengapa dia menolak cintaku?” gumamnya lirih, membuat wajah Nurin semakin muram.
“Aku sangat marah mendengar Mas menyebut namanya terus menerus. Kalau Melati memang menolak Mas, mengapa Mas terus mengejarnya? Apa lebihnya Melati? Cantiknya … cantik aku, pintarnya … pintar aku … derajatnya … tinggi aku, kekayaannya … apa Melati bisa menandingi aku? Gadis itu terlalu bodoh. Mengapa Mas memikirkannya?”
Tapi Daniel sudah terlelap, berapa banyakpun Nurin bicara, Daniel tak akan mendengarnya.
“Lihatlah aku Mas, bandingkan aku dengan Melati,” katanya lebih keras ketika melihat Daniel terdiam, dan lelap dalam tidurnya.”
Nurin tersenyum. Ia menyentuh bibir Daniel yang sedikit menganga, lalu turun dan masuk ke kamar mandi.
Ada senandung riang terdengar dari dalam kamar mandi itu, karena Nurin sedang menikmati kemenangannya. Ada banyak cara menundukkan Daniel. Menurutnya, Daniel adalah satu-satunya laki-laki yang tidak pernah terlihat tertarik pada dirinya. Sikap itu membuatnya penasaran. Nurin tak kekurangan laki-laki pilihan disekitarnya. Yang ganteng banyak, yang lebih kaya dan gaya, tak terhitung, dan mereka tak akan menolaknya, justru selalu mengejar-ngejarnya. Tapi ditolak oleh laki-laki sederhana yang tak memiliki sesuatu yang pantas dipamerkan, mobil mewah berderet-deret, atau sekotak berlian? Nurin tak bisa terima. Dengan segala cara dia harus mendapatkan Daniel. Harus.
Dendang nyaring masih terdengar dari dalam kamar mandi. Lalu tak lama kemudian Nurin keluar tanpa busana, hanya membalut tubuhnya dengan selembar handuk dari dada sampai paha. Nurin tersenyum. Mata Daniel terpejam rapat napasnya halus terdengar. Karenanya tak sedikitpun pameran tak pantas itu bisa menarik perhatiannya.
“Dasar laki-laki bodoh,” kesalnya. Tapi tidurnya Daniel memang dia yang membuat. Dulu ketika dia sakit parah, obatnya baru dibelinya separuh, karena dia merasa sudah sehat. Di dalam resep itu salah satunya tertulis obat tidur, karena waktu itu dia memang benar-benar tak bisa tidur. Dan kali ini resep obat tidur itu ditebusnya lagi. Dua butir sekaligus ditelan oleh Daniel yang setengah linglung.
Nurin tertawa lirih. Ia membuka almari dan mengambil pakaian tipis kesukaannya.
Ia tak perlu memoles wajahnya, itu tak perlu, karena ia akan segera pergi tidur. Selesai berpakaian, ia meneguk air putih yang selalu tersedia di botol minuman kemasan, yang diambilnya dari dalam almari pendingin.
Lalu Nurin melenggang dengan manis ke arah ranjang. Ia membuka kancing baju Daniel , lalu ia menarik selimut, dan masuk ke dalam selimut itu.
Nurin berdebar. Dia belum pernah tidur bersama seorang lalaki. Bagaimanapun itu membuatnya grogi. Ia meraih ponsel yang tadi diletakkannya di atas nakas. Lalu beberapa kali jepretan terdengar, ketika ia menyandarkan kepalanya di dada Daniel dengan berbagai gaya.
Ia membetulkan letak selimut, dan sebelah tangannya merangkul di dada bidang itu. Daniel bergeming. Tidurnya teramat pulas. Sama sekali ia tak sadar, bahwa ada yang menemaninya malam itu dalam satu ranjang, bahkan dibawah selimut yang sama.
***
Baskoro berjalan ke warung dengan perasaan gelisah. Semalam Daniel belum pulang ke rumah. Baru saja dia menelpon ke rumah sakit, tapi mereka juga kebingungan menunggu Daniel yang harusnya semalam bertugas. Begitu sampai di warung, anak buahnya sudah mempersiapkan segalanya sehingga Baskoro tinggal memberikan instruksi untuk menyelesaikan semuanya. Baskoro sedang tak ingin terlibat dalam masak memasak di pagi hari itu. Pikirannya sedang terfokus pada perginya Daniel. Toh anak buahnya sudah terlatih dan mengerti apa yang harus dilakukannya. Ia kemudian duduk menyendiri di sudut ruangan, mengotak atik ponselnya. Dihubunginya Nilam, yang justru seperti dirinya, sedang kebingungan.
Beberapa orang yang menitipkan dagangan, seperti telur pindang, tahu, dan lain-lain, diacuhkannya. Kalau harus membayar, Baskoro hanya menunjuk salah seorang yang dipercaya untuk membayarnya.
“Sebaiknya lapor polisi?” tanya Nilam ketika menelpon lagi untuk kesekian kalinya.
“Aku juga berpikir begitu. Kalau kamu mau melaporkannya, silakan saja. Tampaknya sesuatu terjadi padanya.”
Baskoro kembali termenung dengan kegelisahan yang tak bisa disembunyikannya.
“Pak, apakah Bapak sakit?” tanya salah seorang anak buahnya.
“Tidak, sedang … ah … ya, tak enak badan,” jawab Baskoro sekenanya.
“Sebaiknya Bapak pulang dulu saja, dan beristirahat beberapa saat.”
“Tak apa-apa, kalau aku tinggalkan sebentar?”
“Tidak apa-apa Pak, kami kan sudah biasa melakukannya.”
Baskoro mengangguk. Ia merasa, memang lebih baik pulang saja. Siapa tahu Daniel tiba-tiba pulang. Baskoro bangkit, kemudian melangkah pulang. Anak buahnya hanya menatap punggungnya dengan heran. Tak biasanya pak bos bersikap seperti itu.
***
Melati yang sebelumnya tak peduli pada Daniel, juga merasa gelisah semalaman. Itu sebabnya, sebelum berangkat bekerja ia memerlukan menelpon Nilam. Tapi jawaban Nilam membuatnya tiba-tiba merasa takut.
“Jadi semalam belum juga pulang?”
“Bahkan rumah sakit yang berkali-kali aku hubungi mengatakan bahwa mas Daniel tidak masuk malam tadi, padahal harusnya dia bertugas.”
“Ya Tuhan,” keluh Melati.
“Apa kalian bertengkar?” pertanyaan Nilam membuat Melati bingung.
“Bertengkar? Apa maksud bu Nilam?”
“Barangkali mas Daniel sedang kacau, karena bertengkar sama kamu.”
“Kami tidak pernah bertengkar. Kami hanya bersahabat. Dan selalu bersikap biasa setiap kali bertemu.”
“Kenapa kamu seperti menghindarinya siang kemarin ketika ada selamatan di rumah aku?”
“Oh, itu … bukan begitu … saya memang ada keperluan. Apa menurut bu Nilam, hal itu ada hubungannya dengan ketidak pulangan mas Daniel semalam?”
“Aku hanya sedang menduga-duga. Mas Daniel tidak pernah mengeluh setiap ada masalah. Semua persoalan selalu ditanggungnya sendiri. Jadi kejadian ini membuat aku kemudian bertanya-tanya, dan mereka-reka penyebabnya."
”Tidak mungkin karena saya,” kata Melati lirih. Tapi yang kemudian dibantahnya di dalam hatinya.
Mungkinkah karena penolakannya lalu membuat Daniel menghilang? Rasanya tak mungkin. Kemarin dia masih melihat Daniel datang berdua dengan Nurin, dan terlihat santai.
“Mel, kamu berangkat jam berapa?” tanya ibunya.
“Sekarang, Bu.”
“Melati,” ternyata Nilam masih ada di seberang sana, seperti belum selesai berbincang.
“Eh, ya Bu.”
“Kamu mau masuk bekerja?”
“Ya, sebentar lagi.”
“Maukah setelah pulang nanti kamu mampir ke rumahku? Naiklah taksi, biar aku yang membayarnya.”
“Oh, iya Bu, gampang. Kebetulan saya pulang agak sore hari ini.”
“Baiklah, aku tunggu ya Mel.”
“Iya Bu.”
”Siapa Mel?” tanya sang ibu ketika Melati sudah menyimpan ponselnya di dalam tas kerjanya.
“Mbak Nilam. Melati menelponnya, menanyakan, apakah mas Daniel sudah pulang semalam.”
“Ternyata sudah?”
“Belum. Semua orang sedang bingung.”
“Kok aneh ya Mel. Orang dewasa bisa hilang? Kalau anak kecil sih, bisa dimengerti. Tapi orang dewasa seperti nak Daniel?”
“Itu sebabnya semua orang pada bingung.”
“Semoga tidak terjadi apa-apa.”
“Aamiin. Sekarang Melati berangkat dulu saja ya Bu.”
“Ya sudah, berangkatlah, hati-hati ya.”
***
Daniel menggeliat perlahan. Kepalanya masih terasa sangat berat. Kelopak matanya juga sulit sekali dibuka. Samar didengarnya kicau burung bersahutan di luar sana, lalu seberkas sinar matahari masuk melalui kaca yang kordennya tidak tertutup.
Daniel memaksa kelopak matanya agar terbuka. Di pinggangnya, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Ada yang membuatnya terkejut. Ia terbaring di sebuah kamar yang asing. Lalu sebuah tangan mungil melingkar di pinggangnya. Daniel juga terkejut melihat pakaiannya sedikit terbuka.
“Apa ini?” Lalu ia melihat sesosok tubuh tergolek di sampingnya.
Daniel bangkit. Kesadaran muncul tiba-tiba. Ia menyingkapkan selimut, dan sosok di sampingnya bergerak seperti kelinci yang semula meringkuk lucu.
“Kamu?” Daniel berteriak begitu menyadari siapa yang tidur di sampingnya.
Nurin menggeliat, membuat Daniel menoleh ke arah samping karena Nurin berpakaian sangat minim.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Mas, kamu sudah bangun?”
“Apa yang kamu lakukan?” hardiknya semakin keras.
“Mengapa Mas bertanya begitu? Harusnya aku yang bertanya, apa yang telah Mas lakukan?”
“Apa maksudmu?”
Daniel melompat turun, membetulkan kancing bajunya, lalu mengambil sepatunya, kemudian mengenakannya dengan cepat.
‘Mas, kamu mau kemana?”
“Ini bukan rumah aku. Entah bagaimana kamu membawa aku kemari.”
“Mas telah menodai aku.”
Daniel terkejut. Kata-kata itu seperti sengatan listrik yang membuat tubuhnya bergetar.
“Apa?” teriakan Daniel bagai guruh yang datang saat kemarau.
“Mas harus bertanggung jawab.”
“Perempuan tak tahu malu! Aku tidak melakukan apa-apa. Aku harus tanggung jawab apa?”
Tiba-tiba Nurin menangis keras.
“Mas jangan meninggalkan aku, Mas harus bertanggung jawab. Kita harus menikah.”
“Menikah? Apa aku sudah gila? Menangislah sepuasmu, aku tidak peduli.”
Daniel keluar sambil membanting pintunya keras-keras, membuat Nurin sampai terlonjak kaget.
Ada seringai tersungging di bibirnya ketika melihat Daniel sudah pergi.
“Kamu mau lari kemana Mas? Kamu harus menikahi aku, dan setelah itu aku akan mencampakkan kamu. Kamu pikir aku suka pada laki-laki miskin seperti kamu? Aku hanya ingin, semua orang mengakui kehebatanku. Tak seorang laki-lakipun berani menolakku.”
Nurin terus saja menyeringai, sambil turun dari atas ranjang. Tak ada yang berubah pada tatanan di atas ranjang itu. Tak ada gerakan yang memporak porandakan alas kasur dan apa yang ada di sekelilingnya, karena memang tak terjadi apa-apa malam itu.
***
Daniel melangkah dengan gontai. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin. Rasa kesal, rasa kecewa, semuanya mengaduk aduk jiwanya. Penolakan Melati yang membuat dirinya harus menyebut nama Nurin untuk menjadi pasangannya, terus saja mengganggunya, membuat penyesalan yang terus menerus membuatnya kacau.
Daniel juga ingat, ketika melangkah, pikiran tak menentu, lalu langkahnya juga menjadi tak menentu. Ia lupa ada tugas di malam itu. Ia lupa di mana rumahnya. Lalu bagaimana dia bisa bangun di pagi hari di sebuah kamar yang asing? Lalu ada Nurin disampingnya? Lalu dia dituduh menodainya, dan harus bertanggung jawab? Daniel meraba seluruh tubuhnya, seperti tak ada yang berubah. Siapa … menodai siapa? Daniel kembali tersesat, ia sudah melewati rumahnya setelah berjalan hampir satu jam lamanya, tapi kakinya terus saja melangkah.
Ia terus mengingat-ingat. Ketika duduk sendirian dengan pikiran resah, lalu ada Nurin yang mengajaknya pergi, lalu Nurin memberinya obat, entah obat apa, lalu Daniel merasa sangat mengantuk, lalu dia turun dari mobil dalam keadaan setengah sadar, lalu ia terlelap. Jadi Nurin yang membawanya ke rumah itu. Daniel bahkan tidak tahu bahwa itu adalah rumah Nurin. Ia hanya tahu, ketika terbangun, ada Nurin tertidur di sampingnya, tangannya merangkul pinggangnya … dan ….
“Apa? Dia menuduhku menodainya? Dia sudah gila. Jelas-jelas dia menodai tubuhku dengan sentuhan tangannya. Meminta agar aku harus bertanggung jawab?” Daniel mengomel sepanjang jalan, sambil kakinya melangkah.
“Mas Daniel!!”
Teriakan itu mengejutkannya. Membuat langkahnya berhenti, lalu menatap seseorang yang berdiri di sampingnya, seperti sedang bermimpi.
***
Besok lagi ya.
🍀🌼🌹☘️🐱☘️🌹🌼🍀
ReplyDeleteAlhamdulillah MELATI_35 sudah tayang. Matur nuwun.
Ora mempan tipu daya Nurin.... Walau hanya pakai _*lingerie*_......
Dasar cewek _*nyah.... nyoh.....*_😡😡😡😡
🍀🌼🌹☘️🐱☘️🌹🌼🍀
Wk wk wk wk
DeleteUntung bukan saya yang ditipu daya :-)
Sami2 mas Kakek
DeletePak Albudyo kalau ditipu kayak gitu pasti nggak jadi ngantuk deh
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDelete🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 35 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku smoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🤩
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Di atas nulisnya Melati 34, kirain saya yg salah buka blog...🙏
DeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Sari
Udah dibetulin
❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah......
Melati_35 sdh tayang.
Matur sembah nuwun Mbak Tien,
Salam sehat, Salam ADUHAI
❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹
Sami2 jeng Djoko
DeleteSalam sehat dan aduhai
Hamdallah...cerbung Melati 35 telah tayang
ReplyDeleteTaqaballahu Minna Wa Minkum
Terima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Salam Jumat Berkah
Waduh..Nurina makin menjadi jadi.
Rupanya dia sdh berpengalaman 'menaklukan para pria'.
Dengan siasat licik, Daniel dapat tidur di rumah nya.
Biar Nilam, Wijan, Melati tahu, klu Daniel sdh menjadi 'milik' nya.
Ambyar...ambyar..😁😁
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Munthoni
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endah
DeleteAlhamdulillaah dah tayang makasih bunda salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke tiga puluh lima
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng In
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.... terima kasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteMatur nuwun jeng Tien sehat selalu nggih
ReplyDeleteNggih, mbak Yaniiik
DeleteMatur nuwun bunda, salam SeRoJa
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwik
DeleteSalam seroja juga
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah, MELATI 35 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih ibu Uchu
DeleteSalam sehat juga
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan bahagia selalu bersama keluarga..
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteSalam sehat juga
Maturnuwun bunda Tien, melati 35 sampun tayang ... halah nurin nurin ... kok pikiranmu jelek amat sih... apakah melati yg manggil manggil daniel ?
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai bunda Tien... semoga sehat selalu
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Sri
Alhamdulillah MELATI~35 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Alhamdulillah Melati - 35 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Ting
Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,tetap semangat💪👍
ReplyDeleteMaturnuwun🌷🌻🙏🙏
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Herry
Nurin memang sangat bodoh, dokter dan polisi sangat mudah membuktikan Daniel telah 'mengotori' dia apa tidak.
ReplyDeleteMungkin yang ketemu Daniel itu Melati..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Latief
Wow Nurin yg cantik kaya raya seorang pengusaha apapun serba ada
ReplyDeleteTp kok murahan yah
Tuh lihat aj Daniel ngeri lht sikapmu
Bisa2 Daniel gagal ajak dirimu jd pasangan pendamping pengantin Anjani loh
Udah selfi juga ma Daniel yg dlm posisi tidur nyenyak
Eealah kok yah bgtu gilanya
Wkwkwk
Gak spt Melati yg sederhana cantik juga dan lembut
Jelas siapa aj suka, coba tuh udah di suruh dtg drmh Nilam
Pasti deh di introgasi hubungan nya dgn Daniel
Tmbh kesel deh Nilam sama Nurin yg arogan
Kita tunggu aj deh bsk kelanjutannya
Sabar menanti deh
Moga bunda Tien ttp sehat selalu doaku
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng In
ADUHAI3 muncul lagi nih
Wiiih...Nurin smkn nekat ick.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Sami2 ibu Endah
DeleteTerima kasih bu Tien Kumalasari ... Melati ke 35 sudah tayang ... Bikin gemes aja sama kelakuan Nurin yg jahat itu , kayak perempuan nakal ...
ReplyDeleteSmg bu Tien & kelrg sll sehat dan bahagia ... Salam Aduhai .
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Enny
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 35* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Wedeye
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteNurin pintar apa bodoh ya ?
Sami2 ibu Sul
DeleteAlhamdulillaah, Daniel SDH sadar, semoga itu Melati,...tp ceritanya jd seru nih kl nurin buat onar .
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🙏🤗🥰
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Ika
Wah, bener2 tokoh antagonis nih Nurin, masa pernikahan untuk main2, minta dirujak pembaca bener ya...wkwk...siapa menodai siapa? 😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sdh mengaduk-aduk hati penggemar dengan untaian kata2nya. Semoga ibu sehat2 saja ya...🙏🙏🙏😘😘
Aamiin Ya Robbal'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Nana
Terimakasih... Bunda Tien... Semoga berbahagia bersama amancu serta sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Nanik
Melati menegur Daniel?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMIRa
DeleteAlhamdulillah, sehat selalu nggih Bu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Umi