Tuesday, April 23, 2024

M E L A T I 26

 M E L A T I    26

(Tien Kumalasari)

 

 

Ramon terharu melihat wajah sang ayah yang tiba-tiba berubah, dari matahari panas menyengat menjadi redup seakan bayangan mega tipis menutupinya.

“Jadi aku akan punya cucu? Punya cucu?” gumamnya berkali-kali.

“Bapak senang?” tanya Raisa lirih.

“Tentu saja aku senang, sudah lama aku merindukannya. Anakku hanya satu, Ramon. Kalau Ramon tidak punya anak, maka aku tidak punya penerus yang akan melanjutkan usahaku.”

“Bapak akan punya. Dan ia akan menjadi penerus. Tapi bapak harus menjadi kakek yang membuatnya bangga. Bukan bangga karena kakeknya kaya raya, tapi bangga karena sang kakek adalah seseorang yang baik, penyayang, dan mulia.”

“Tentu saja, aku akan menjadi kebanggaan cucuku. Akan aku tinggalkan semuanya. Akan aku tebus semua kesalahanku. Aku tahu, aku sadar, aku akan memperbaikinya. Biarlah aku mengendapkan semua dosa di sini, atau di penjara, agar ketika aku keluar dan masih hidup, aku sudah menjadi manusia yang lain,” katanya dengan mata basah yang menerawang ke arah jauh.

“Ramon akan mencari pengacara yang baik, agar hukuman Bapak bisa diperingan.”

”Ramon, urus semua usahaku, hapus semua catatan hutang, dan jangan perbolehkan anak buahku menagihnya.”

“Benarkah?”

“Benar Ramon. Aku tahu, itu uang kotor, yang akan membuatku masuk ke dasar neraka. Biarkan mereka tak usah membayarnya.”

“Baiklah Pak, akan Ramon lakukan semua perintah Bapak.”

“Satu lagi, ambil di tempat penyimpanan uangku, brankas yang ada di kamarku, nanti aku beri tahu kode untuk membukanya. Ambil sebanyak limabelas juta. Itu uang dari gadis itu. Kembalikan. Aku tak mau menerimanya.”

“Maksud Bapak, Melati?”

“Ya, Melati. Dia gadis baik, aku merasa bersalah. Tak ada hutang ayahnya, Kabul hanya mengada-ada dan membuat catatan palsu.”

“Syukurlah. Melati gadis sederhana. Ibunya hanya seorang penjahit, dan dia bekerja diperusahaan katering. Pasti berat terbebani hutang fiktif itu.”

“Aku merasa berdosa. Ramon, ada lagi. Uang yang ada di brankas itu adalah perputaran hutang piutang. Berikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Aku tak mau lagi memegangnya. Uang kotor itu. Kalau catatannya masih ada, kembalikan kepada mereka yang telah menyetor pembayaran hutang. Cari, pasti ada catatannya. Aku akan makan dari hasil usaha dealer yang sudah ada."

Ramon mengangguk haru.

“Baiklah, Ramon akan mengurusnya, hari ini juga.”

“Antar pulang dulu Raisa, dia harus banyak istirahat. Kalau dia capek, anaknya juga akan ikut capek. Oh ya, berapa umur kandungan kamu?” tanyanya kemudian kepada Raisa.

“Baru enam minggu Pak.”

“Masih muda, kamu harus berhati-hati dalam menjaganya. Kalau dia lahir nanti, semoga aku bisa menungguinya.”

“Aamiin. Mohon doanya ya Pak.”

“Akan aku doakan, keselamatan dan kebahagiaan anak cucu dan menantuku. Sekarang pergilah, waktu bezoek sudah akan habis.”

Ramon meletakkan sekotak cemilan yang kemudian dibawa masuk oleh Harjo, sambil sesekali mengusap air matanya.

Ramon merangkul pundak sang istri, sambil melangkah ke arah mobilnya. Ada perasaan haru dan lega, karena sang ayah kemudian menyadari kesalahannya. Apakah kehadiran seorang cucu bisa merubah hati seseorang? Entahlah, yang jelas kejadian itu mereka alami dengan nyata.

***

Hari itu Ramon sangat sibuk. Ia memanggil semua anak buah Harjo yang ditugasi mengurusi hutang piutang. Ada lima orang yang mengetahui seluk beluk hutang piutang itu, dan bertugas menagihnya. Semua catatan diminta dan ditelitinya. Ada beberapa yang harus mencicil, dan Ramon geleng-geleng kepala. Sang ayah benar-benar malakukan kekejaman dalam memberikan hutang kepada yang membutuhkan. Bunganya sangat tinggi, dan anak buahnya menagih dengan menggunakan kekerasan.

“Hari ini, aku minta agar semua yang masih berhutang datang kemari, paling lambat dua hari. Hutang mereka akan dianggap lunas.”

Terdengar kelima orang itu berbisik-bisik, ada yang tidak setuju, pastinya, karena mereka hidup dari penghasilan haram itu. Tapi Ramon dengan bijak mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah hal kotor, dan harus disudahi sampai detik ini.

Mereka akan dipekerjakan di dealer, sebelum Ramon membuka usaha lain yang sudah dirancangnya, sepulang dari luar negri.

“Kalian tidak akan kehilangan penghasilan, dan kalian akan hidup bersih dari noda dan dosa. Menyakiti orang lain itu dosa. Dan dosa itu akan kalian tebus dengan hidup yang tidak akan merasa tenang. Kalian boleh memilih, tetap bersama tuan Harjo, atau akan mencari kehidupan sendiri, terserah kalian. Yang jelas, usaha hutang piutang akan selesai sejak hari ini.”

Dengan panjang lebar Ramon berbicara, dan berjanji tidak akan menghilangkan penghasilan mereka.

Ramon ada di rumah ayahnya, untuk menghitung dan mengembalikan uang kotor dan panas kepada yang berhak, dan sisanya akan didonasikan kepada orang yang membutuhkan. Tidak cukup sehari, tapi Ramon siap menjalaninya, untuk mengurangi dosa-dosa ayahnya.

***

Melati sedang beristirahat siang itu, ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Melati heran, untuk apa pak Samiaji menelponnya lagi.

“Waalaikumussalam,” jawabnya ketika Samiaji mengucapkan salam.

“Melati, apakah kamu sedang sibuk?”

“Saya sedang istirahat Pak,”

“Baiklah, syukur kalau tidak mengganggu. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu untuk kamu.”

“Ya Pak, apa itu?”

“Bahwa uang yang sudah kamu bayarkan kepada Harjo akan dikembalikan.”

“Benarkah? Dari mana Bapak tahu?”

“Ramon sudah ketemu ayahnya, dan ayahnya bilang bahwa uang kamu akan dikembalikan. Baru saja Ramon menelpon, dan uang itu nanti akan dibawa sendiri oleh Ramon.”

“Oh, syukurlah. Sebenarnya saya sudah tidak memikirkannya lagi.”

“Tidak apa-apa, itu uang kamu, karena sebenarnya ayahmu memang tidak pernah berhutang kepada Harjo.”

“Terima kasih banyak Pak, senang saya mendengarnya. Itu kan uang yang Bapak berikan kepada saya dulu itu.”

“Tadinya aku tidak mengerti bahwa kamu pergunakan uang itu untuk membayar hutang. Tapi Allah mengatur segalanya dengan sangat sempurna, bahwa yang melakukan hal baik akan mendapatkan kebaikan, dan yang jahat akan mendapat hukuman. Ramon bilang, Harjo sudah menyadari kesalahannya, gara-gara dia mendengar bahwa Ramon akan segera memberikan cucu untuknya.”

“Oh ya? Jadi Bapak juga akan punya cucu dong?”

“Benar. Sudah enam tahun Ramon menikah, baru sekarang istrinya dinyatakan hamil. Aku sangat bahagia, dan tentu saja Harjo juga merasakannya. Itu sebabnya kemudian dia menyadari semua kesalahannya.”

“Luar biasa ya Pak, kehadiran seorang cucu bisa merubah seseorang.”

“Tentu saja, aku bisa merasakannya, apalagi bagi yang sudah tahunan menunggu. Ya sudah Melati, aku tak berani mengganggu terlalu lama. Nanti saja kita berbincang lagi.”

***

Hari itu Daniel baru boleh duduk, dan bisa makan sendiri tanpa harus dilayani. Keadaannya sudah semakin baik, dan berharap segera diijinkan pulang, tapi dokter belum mengijinkannya, karena Daniel masih merasakan pusing.

Ketika dia sedang duduk itu, tiba-tiba Nugi datang bersama ibu Suri.

“Hei, Nugi. Bagaimana kamu bisa masuk kemari?”

Nugi segera merangkul Daniel.

“Aku kangen sama om Daniel,” rengeknya.

“Dia memaksa untuk datang kemari, katanya kangen. Aku sudah takut tadi, jangan-jangan tidak boleh masuk. Tapi penjaga membiarkannya. Mungkin dia mengira Nugi sudah berumur belasan tahun. Lihat saja, badannya segede ini,” kata Suri sambil mengacak rambut Nugi.

“Aku kan memang sudah besar.”

“Kamu itu tadi, kalau ketahuan penjaga bahwa kamu masih kecil, pasti nggak akan diperbolehkan masuk. Umurmu berapa, coba?”

“Nggak boleh tanya umur dong, yang penting Nugi sudah besar. Om Daniel masih sakit ya? Ini, lengannya masih diperban.”

“Sudah hampir sembuh kok.”

“Kok sudah boleh duduk. Sudah tidak pusing ya?”

“Masih sedikit. Tapi saya merasa sudah baik kok. Barangkali rawat jalan lebih baik.”

“Tapi nak Daniel harus sabar, menunggu apa kata dokter. Kalau memang sudah bisa rawat jalan pasti diijinkan pulang.”

“Iya Bu, doakan ya.”

“Om, ibu membawa ayam panggang untuk Om.”

“Oh ya? Senengnya. Tapi nanti kalau Nugi pulang, kue-kue yang di meja itu dibawa pulang saja ya.”

“Bukankah itu untuk nak Daniel? Bagaimana mungkin akan kami bawa pulang,” kata Suri.

“Terlalu banyak Bu, setiap yang datang, selalu membawa buah atau kue.”

“Oh iya, beberapa hari yang lalu, pak Tua juga memberi Nugi tiga butir jeruk, katanya dari om Daniel.”

“Iya, selalu banyak buah dan makanan, jadi nanti dibawa Nugi pulang saja ya.”

“Selamat siang,” tiba-tiba seseorang muncul.

Daniel mengerutkan keningnya.

“Nurin? Kamu datang lagi?”

“Kebetulan mau menjemput temanku yang tadinya opname di sini, lalu mampir. Ini siapa?”

“Saya Nugi.”

“Oh, Nugi, anak ganteng. Jadi kamu sudah punya anak Mas?” tanya Nurin sambil menatap Daniel.

“Iya. Ganteng kan, anakku?”

“Ya ampuun, sayang, kenalkan, aku ini tante Nurin. Panggil saja begitu.”

Nugi menutup mulutnya. Tapi ia senang dianggap anak oleh Daniel.

“Tante Nurin ya? Apakah tante pacarnya?”

Suri segera menarik Nugi agar menjauh.

“Nugi, nggak boleh begitu.”

“Tidak apa-apa Bu, namanya anak-anak. Oh ya Mas, aku hanya membawa sekaleng roti untuk Mas, lalu akan segera pamit, temanku menunggu.”

Daniel hanya mengangguk. Nurin bahkan lupa menyalami Suri walaupun dia sudah berbicang singkat dengan Nugi. Ia berlalu begitu saja.

“Om, kenapa om bohong?”

“Apa?”

“Tadi Om bilang bahwa Nugi anak Om, kan?”

“Bukan, om Daniel hanya bercanda.”

“Yang tadi pacarnya Om? Cantik ya, Nugi suka punya tante cantik.”

“Nugi ada-ada saja deh.”

Daniel hanya tertawa. Apa dia harus mengatakan bahwa pacarnya bukan itu, kepada seorang anak kecil?

“Tapi dia cantik sekali lhoh. Nugi suka.”

“Nanti masih ada yang lebih cantik lagi lhoh.”

“Siapa?”

“Mbaknya perawat, dia juga cantik," canda Daniel.

“Pacar Om, mbaknya perawat?”

Dan saat itu memang ada perawat masuk untuk membawa piring bekas makan yang sudah kosong. Ia tentu saja mendengar celoteh Nugi yang sedang duduk ditepi pembaringan, di samping Daniel.

Perawat itu menowel pipi Nugi, sebelum memindahkan nampan kotor dan membawanya keluar.

“Itu ya om? Masih cantik tante yang tadi.”

“Nugi, sudah. Kamu bicara yang enggak-enggak saja.”

“Nugi mau jeruk? Biar om kupasin.”

“Biar Nugi sendiri. Tangan Om masih sakit, mana bisa mengupas.”

“Nugi, tapi janjinya tidak lama lhoh, kan ibu mau belanja,” tegur Suri.

“Oh iya, ibu mau belanja, ya sudah, rotinya dibawa ya om, sama jeruknya.”

“Ya, baiklah, bawa saja semuanya.”

***

Nilam sedang mengelus perutnya yang terasa kencang-kencang, ketika tiba-tiba Nurin masuk begitu saja ke dalam rumah.

“Hei, kenapa kamu? Sudah mau melahirkan ya?”

“Bukan ah, biasa begini, kenceng-kenceng.”

“Oh, kirain mau melahirkan.”

“Ada apa nih, sore-sore datang kemari.”

“Eeh, nggak suka ya kalau aku datang kemari?”

“Bukan begitu, maksudku, apa ada sesuatu yang penting?”

“Nilam, jadi sebenarnya, mas Daniel itu sudah punya anak ya?”

“Apa?”

“Tadi aku mampir ke rumah sakit, dan mas Daniel sedang ditungguin oleh seorang anak. Ketika aku tanyakan, apa itu anaknya, dia bilang ‘iya’ tuh.”

Nilam tertawa.

“Kalau mas Daniel sudah punya anak, kamu nggak jadi suka ya?”

“Berat ya, punya suami tapi harus momong anak tiri?”

“Tergantung ….”

“Tergantung apanya?”

“Tergantung si ibu tiri sanggup apa enggak. Kalau sanggup ya jalani, kalau nggak sanggup ya tinggalin. Gitu aja kok repot.”

“Ih, Nilam, ngomongnya kok nggak serius gitu sih.”

“Lhoh, serius kok. Kamu keberatan, momong anak tiri?”

“Nggak asyik ah.”

“Ya sudah, jangan dipikirkan lagi, cari yang masih perjaka ting-ting kan ya banyak, jangan cari yang duda.”

“Tapi kok mas Daniel nggak pernah bilang sebelumnya kalau dia punya anak. Kamu juga nggak pernah cerita kan?”

“Kamu nggak nanya sih.”

“Sayang ya, dia punya anak.”

Nilam terkekeh. Dia tak ingin bersekutu dengan Daniel yang telah membohongi Nurin.

“Kamu kok malah tertawa?”

“Kamu serius, masih mengharapkan mas Daniel? Kamu cinta mati sama dia? Berani bersaing dengan gadis lain yang disukai mas Daniel?”

“Maksudmu Melati?”

Nilam mengangguk sambil tersenyum.

“Aku sudah pernah bertemu dia. Dia cantik kok, dan baik. Tidak salah kalau mas Daniel suka. Sebenarnya aku mau bersaing dengan dia. Toh mereka belum benar-benar menikah. Tapi masalah sudah punya anak itu ….”

Nurin menghela napas.

“Sebenarnya, mas Daniel belum punya anak kok.”

***

Besok lagi ya,

56 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  2. 🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 26 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga Bu Tien tetap
    sehat & smangaats.
    Salam Seroja...🌹😍
    🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  3. Hamdallah...cerbung Melati 26 telah tayang

    Taqaballahu Minna Wa Minkum

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda dan bahagia bersama Keluarga di Sala.
    Aamiin

    Melati kamu jangan rendah diri ya, krn semua orang mempunyai hak men cintai dan di cintai, maka perjuangkanlah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  4. Alhamdulillah....terimakasih Bunda...semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Tutus

      Delete
  5. Alhamdulillah Melati eps 26 sdh tayang.
    Terima kasih bu Tien.... Sehat terus dan terus sehat ya...
    Tetap ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  6. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,Daniel ayo kejar cintamu 🏃‍♂️🏃‍♂️🏃‍♂️
    Maturnuwun🌷🌻🙏🙏👍

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...
    Syukron nggih Mbak Tien ...akhirnya demi cucu ,p Hardjo Taubatan Nasuha ...🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah eposode 26 sudah tayag. wah Nilam tidak mau berbohong tentang Nugi..padahal Nurin sudah mau mundur kalau memang Daniel sudah pinya anak.. berarti cintanya tidak tulus. Semoga Daniel segera sembuh dan dimudahkan untuk bersanding dengan Melati. Aamiin. Salam sehat selalu katur bu Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah melati 26 sdh tayang ...wah gara gara mau dpt cucu pak Harjo berubah jadi baik ...
    Semoga ibu Tien selalu sehat, bahagia dan dalam lindungan Allah. Salam hangat dan aduhai bun..

    ReplyDelete
  10. Sugeng Dalu Mugi Mugi Tien tetep sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah... sehat2 sllu bunda Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Wiwik

      Delete
  12. Alhamdulillah tayang *MELATI* ke dua puluh enam
    Moga bunda Tien sehat selalu doaku
    Aamiin yaa Rabbal'alamiin

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien.
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Melati - 26 sdh hadir
    Teriima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat selalu.
    Aamiin Allahumma Aamiin

    Salam sehat dan Aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  15. Horeeeee......bos Harjo sudah berubah jadi baik. Semoga makin giat membantu yang memerlukan.
    Nurin tetap mengejar Daniel, tapi dapatkah dia mengubah perangai yang sudah menjadi sifatnya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  16. Gak asyik Nilam gak mau bersekongkol dg Danil. Terimakasih Bunda Tien...sehat selalu

    ReplyDelete

  17. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 26* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  18. Alhamdulillah, MELATI 26 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  19. Terima kasih bu Tien ... Melati ke 26 sdh tayang ... tambah seru ceritanya ... Smg bu Tien dan kelrg sehat & bahagia sll ... Wassalam .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiinm
      Matur nuwun ibu Enny

      Delete
  20. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk ....

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah,, jgn diceritakan kl Daniel blm punya anak,, biar Nurin jd g mau , hihi 😁

    Matur nuwun Bu Tien 🤗🥰🌿💖
    Sehat wal'afiat selalu ya
    Salam Aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
    Salam dan semoga selalu sehat dan tetep semangat

    ReplyDelete

M E L A T I 36

  M E L A T I    36 (Tien Kumalasari)   Daniel tertegun. Seperti mimpi ia menatap sosok yang berdiri di sampingnya, yang kemudian menyandark...