ADA CINTA DI BALIK RASA 41
(Tien Kumalasari)
Baskoro tertegun. Ia sangat mengenali Nugi, sebagai anak yang baik hati, dan wajahnya sangat mirip dengan dirinya. Ia sangat bahagia ketika Daniel membawanya datang kepadanya, yang berarti dialah memang darah dagingnya. Tapi mengapa sifat Nugi berubah? Mengapa menghindar saat ingin dipeluknya? Baskoro lupa. Daniel telah merubah penampilannya, dengan baju bersih yang pantas, dan jauh sekali bedanya dengan saat Nugi melihatnya setiap kali dirinya datang di depan sekolahnya.
“Nugi,” suara Baskoro bergetar, menahan gejolak perasaannya.
“Om Daniel, ini siapa?” Nugi tampak bingung. Baskoro bukan seperti pak tua yang dikenalnya.
Baskoro baru menyadari bahwa penampilannya memang lain. Dan itu membuat Nugi agak bingung.
“Nugi tidak mengenal pak tua?” tanya Baskoro.
“Pak Tua?” Nugi menatap laki-laki di depannya. Menatap berewokan yang ada di wajahnya.
“Ini Pak Tua?”
Daniel tertawa.
“Kamu lupa?”
“Ini Pak Tua?” tanyanya berkali-kali, tapi ia masih belum berani mendekat.
“Kamu selalu memberi pak tua ini roti, setiap kali aku datang di sekolahmu. Masih belum ingat? Roti pemberian kamu yang terakhir masih ada,” kata Baskoro yang kemudian berlari ke dalam rumah, yang ketika keluar masih membawa sepotong roti pemberian Nugi kemarin.
“Ini, roti dari Nugi kemarin.”
“Bukanlah Pak Tua sakit?”
“Ya, ibumu sudah menyuruh pak tua ini ke rumah sakit untuk berobat. Sekarang sudah sehat. Lihat. Pak tua sudah gagah, walau sedikit bungkuk.”
Nugi ingin mengatakan bahwa bajunya berbeda dengan biasanya, tapi sebelum ia membuka mulutnya, Baskoro sudah menerangkannya.
“Oh ya, kamu melihat pak tuamu ini berbeda? Pakaiannya sudah berubah rapi? Ini yang membuat kamu tidak mengenali pak tua lagi?”
Nugi mengangguk. Ia percaya bahwa yang di depannya adalah pak tua yang dikenalnya.
“Nugi, om Daniel kamu ini telah memberikan baju-baju yang bersih untuk pak tua. Membuat wangi tubuh pak tua yang semula bau karena jarang mandi.”
Nugi menoleh ke arah Daniel, dan melihat Daniel mengangguk sambil tersenyum.
“Itu benar. Mulai sekarang pak tua akan tinggal bersama om Daniel, di rumah ini.”
“Benarkah?”
“Benar, Nugi. Pak tua dipaksa untuk tinggal di sini, menemani om Daniel ini, agar bisa sering bertemu Nugi. Sekarang maukah kamu dipeluk pak tua?” kata Baskoro sambil merentangkan kembali ke dua tangannya.
Nugi mengangguk, kemudian menghambur ke arah Baskoro, yang memeluknya erat dengan mata berlinang-linang.
Ingin sekali Baskoro mengatakan, bahwa Nugi adalah darah dagingnya. Tapi ia sudah sepakat untuk menyembunyikan masalah itu di saat Nugi masih kanak-kanak. Jadi dia menahan keinginannya. Ia terus memeluknya dan tak tahan untuk menahan derasnya air mata.
Nugi tidak menolak. Entah siapa yang menyuruhnya, Nugi bahkan balas memeluk, kemudian mengusap air mata Baskoro yang membasahi pipinya, dengan jemari kecilnya.
“Mengapa Pak Tua menangis?”
“Pak tua senang, Nugi memeluk pak tua. Ini membuat pak tua bahagia.”
“Kalau senang, kenapa menangis?”
Baskoro melepaskan pelukan Nugi, mengusap sisa air matanya. Anak sekecil Nugi pasti belum mengerti, bahwa ada banyak arti dalam tetesan air mata. Air mata sedih, air mata bahagia, sama saja, namanya air mata.
“Rasa senang juga bisa membuat orang menangis, Nugi.”
“Oh, begitu ya?”
“Sekarang kan Nugi mau sekolah, berangkatlah, nanti kamu terlambat,” kata Baskoro yang akhirnya sadar bahwa Nugi harus pergi ke sekolah.
“Oh iya, Nugi membawa satu kotak nasi untuk Pak Tua,” kata Nugi sambil mengambil salah satu kotak yang ada di dalam tasnya. Yang satu berisi roti bekalnya, tapi yang satunya lagi berisi nasi yang dimintanya kepada sang ibu, untuk diberikannya kepada pak tua.
“Ini untuk pak tua?” tanya Baskoro sambil menerima kotak itu.
“Nugi minta pada ibu, agar membawakan nasi untuk Pak Tua.”
Mata Baskoro kembali berkaca-kaca.
“Terima kasih, Nugi.”
“Baiklah, pak, saya mengantarkan Nugi dulu, nanti saya kembali lagi. Pak Baskoro istirahat saja, jangan lupa minum obatnya,” kata Daniel sambil menggandeng tangan Nugi, untuk diantarkannya ke sekolah.
Baskoro mengangguk. Dalam hati dia berkata, bahwa apa yang diterimanya saat ini, adalah ampunan atas dosa-dosanya selama ini, karena ia selalu meminta ampunan itu disetiap doa dan sujudnya.
Sekarang dia tidak merasa sendiri. Ada darah dagingnya yang akan memberinya semangat untuk meraih kehidupan selanjutnya, yang semoga akan lebih baik dari sebelumnya. Ia juga mulai berpikir untuk melakukan sesuatu agar tidak menjadi beban bagi Daniel. Bukan menjadi peminta-minta, karena saat ia melakukannya, ia diliputi sebuah keputus asaan, dan merasa bahwa tak ada gunanya hidup layak, ketika tak ada sesuatupun yang bisa diharapkannya.
***
Daniel masih bertugas di rumah Marjono, karena Anjani belum tega melepaskan ayahnya untuk sendirian saja saat dia bekerja.
Mereka sudah berpindah di rumahnya yang baru, karena rumah lamanya sudah menjadi milik keluarga Raharjo.
Memang sih, Raharjo tidak buru-buru menyuruhnya berpindah, malah menyarankan agar tinggal saja di rumah itu selama Marjono suka, tapi Marjono merasa tidak enak, karena rumah itu bukan lagi miliknya.
Ia juga merasa sungkan, karena selama ini yang membayar biaya perawatan yang dilakukan Daniel adalah keluarga Raharjo, terutama Wijan. Karena itulah ia berbicara pada Anjani, agar tidak usah lagi mempergunakan tenaga Daniel, karena dirinya sudah merasa kuat dan bisa melayani diri sendiri.
“Bapak tidak usah khawatir. Memang sih, kita tidak bisa selamanya mempergunakan tenaga mas Daniel, karena dia kan karyawan rumah sakit. Tapi Anjani sedang berpikir untuk mencarikan pembantu rumah tangga saja.”
“Tapi kan bapakmu ini sudah baik-baik saja. Minum obatnya juga sudah berkurang, hanya untuk pagi dan sore saja. Itu berarti kamu masih bisa melakukannya. Memang agak berat sih, soalnya nak Daniel tiba-tiba sudah seperti keluarga kita sendiri.”
“Benar. Tapi masalahnya lagi, mas Daniel itu juga karyawan rumah sakit. Jadi sudah seharusnya kita menyerahkannya kembali ke sana. Masalah pembantu itu, maksud Anjani bukan hanya untuk melayani Bapak, tapi juga mengurus rumah juga, soalnya terkadang Anjani pulang lebih sore dari biasanya.”
“Ya sudah, terserah kamu saja. Lagian kalau dipikir-pikir tidak enak juga mengingat nak Daniel itu sebenarnya juga kakak nak Nilam.”
***
Wijan akhirnya setuju untuk membebas tugaskan Daniel dalam merawat Marjono, karena Marjono sudah semakin baik.
“Mungkin pak Marjono sungkan, karena ternyata mas Daniel adalah kakak Nilam,” kata Nilam pada Wijan.
“Mungkin perasaan seperti itu ada, tapi memang benar kan, sebenarnya pak Marjono sudah bisa melakukan apapun sendiri.”
Tiba-tiba terdengar dering telpon di meja Wijan, yang kemudian dijawabnya dengan wajah berseri.
“Ya, benar Bu, apa saja yang ibu Nilam inginkan. Yang jelas semuanya sesuai dengan konsep yang sudah kami jelaskan. Baiklah, tidak masalah soal biaya. Kami sudah setuju. Apa bu Lila ingin bicara sendiri dengan ibu Nilam? Baiklah kalau begitu. Terima kasih Bu.”
Wijan meletakkan ponselnya sambil tersenyum.
“Dari bu Lila. Ia yang akan mengatur berlangsungnya resepsi pernikahan kita.”
“Oh, kemarin sudah menelpon juga.”
“Dia menanyakan kalau ada tambahan yang masih kamu inginkan.”
“Tidak ada. Sebenarnya aku hanya ingin pernikahan yang sederhana, mengapa bapak menginginkan pesta meriah?”
“Bapak sangat bahagia atas pernikahan kita itu. Kita tidak usah menolaknya, nanti bapak akan kecewa. Ya kan?”
“Ya, baiklah. Aku kan hanya menantu, jadinya tinggal menurut saja.”
“Kamu itu anak bapak, tapi juga calon menantu bapak.”
Keduanya terkekeh geli, mengingat perjalanan cinta mereka.
“Aku tidak menyadari, bahwa sudah sejak masih kecil aku mencintaimu,” kata Wijan sambil menatap mesra Nilam, calon istrinya.
Mereka sedang santai di kantornya, setelah selesai mengerjakan tugasnya hari itu.
“Laki-laki biasanya kurang peka untuk menyadari perasaannya. Aku sudah merasa sakit ketika mas Wijan menolak aku,” sungut Nilam dengan mulut mengerucut.
“Nilam, maafkan kalau aku membuatmu sakit, bahkan menangis. Ketika itu aku belum menyadari perasaanku, dan bermaksud membuatmu tidak lagi berharap atas diriku. Ternyata aku salah.”
“Tidak salah kalau laki-laki menyukai Anjani, dia cantik, lembut, menawan. Tidak seperti aku, yang ceplas-ceplos, galak,” Nilam masih bersungut.
“Bukan begitu. Masalah cantik, kamu tidak kalah cantik. Masalah galak, terkadang laki-laki suka yang galak-galak lhoh.”
Nilam pura-pura tidak menatap Wijan yang duduk agak jauh di depannya. Memang meja kerjanya tidak begitu berdekatan.
“Tampaknya ada yang cemburu nih,” goda Wijan.
“Huhh, siapa cemburu?”
“Tuh, bibirnya saja manyun. Tapi aku suka itu. Kamu kalau manyun bertambah cantik kok. Tapi aku suka kalau kamu cemburu. Bukankah cemburu tandanya cinta?”
“Aku tidak cemburu.”
“Berarti tidak cinta dong. Cinta tanpa cemburu bagaikan sayur tanpa isi. Hanya kuah doang.”
Nilam tergelak. Membayangkan sayur tanpa isi.
“Bagaimana bisa dinamakan sayur kalau tanpa isi? Merebus air saja, gitu?”
“Salah ya, aku menggambarkannya. Harusnya apa dong?”
“Bagaikan sayur tanpa garam, atau sayur tanpa bumbu. Nggak bisa membuat perumpamaan saja .. sok pintar.”
“Aku memang nggak suka perumpamaan, aku suka yang nyata-nyata saja,” elak Wijan.
“Ngeles … “
Nilam kembali merengut, Wijan mendekat, ingin mencubit bibir manyunnya tapi Nilam menepiskannya.
“Kamu belum halal untuk menyentuh aku, tahu.”
“Bagaimana kalau sebagai adik dan kakak?”
“Jangan curang dengan mengalihkan status. Katanya suka yang nyata-nyata. Padahal nyatanya aku ini bukan adikmu.”
Wijan mengangkat kedua tangannya, pasrah.
“Baiklah, aku akan bersabar,” kata Wijan sambil ngeloyor pergi.
Nilam menyembunyikan senyumnya. Tentu senyum bahagia, karena semua mimpinya akan menjadi nyata.
***
Sore itu Anjani baru saja pulang dari bekerja. Ia mengajak bicara Daniel, tentang keadaan ayahnya yang sudah sangat sehat.
“Aku tahu, saatnya aku kembali ke tugas aku di rumah sakit.”
“Sebenarnya berat bagi kami, kata bapak, mas Daniel sudah dianggap sebagai keluarga.”
“Aku berterima kasih. Tapi mohon maaf kalau selama merawat bapak, aku melakukan kesalahan.”
“Tidak, mas Daniel bekerja sangat baik, menjaga bapak maksimal, dan itu sebabnya kami akan merasa kehilangan kalau mas Daniel tidak di sini lagi.”
Daniel menatap Anjani lekat-lekat. Ada perasaan aneh di hatinya. Ia ingin memarahi dirinya sendiri, karena perasaan aneh itu.
“Mengapa mas Daniel menatap aku seperti itu?”
“Oh … eh … apa?” tiba-tiba Daniel menjadi gugup.
“Mas Daniel menatapnya aneh deh, seperti belum pernah ketemu saja.”
“Ma … maaf, aku tuh merasa, kenapa mata mbak Anjani mirip sekali dengan mata Nilam,” Daniel mencoba mengelak.
“Oh, itu … banyak yang mengatakan begitu. Bahkan pada awalnya, Jatmiko juga menganggap mbak Nilam itu aku.”
Ketika nama Jatmiko disebut, Daniel segera menyadari, bahwa perasaan aneh yang dirasakannya akan sia-sia. Lagipula siapa dirinya, maka berani memiliki perasaan yang tidak-tidak kepada Anjani? Jatmiko begitu gagah, memiliki mobil yang mentereng, memiliki kedudukan yang membanggakan. Sedangkan dirinya? Hanya seorang mantri kesehatan. Mobil? Tidak ada, hanya motor yang membuatnya kepanasan kalau musim panas, dan kehujanan saat musim hujan.
“Heiiii, apa yang aku lamunkan? Kok semakin jauh begini? Pada awalnya kan aku tidak merasakan ini. Mengapa setelah saatnya meninggalkan keluarga ini jadi ada perasaan nakal seperti ini? Gila, aku sudah gila.” gumamnya dalam hati, sambil menatap ke arah lain.
“Mas Daniel kenapa?”
“Tidak, tidak apa-apa. Ini hari terakhir aku ada di sini, aku mau ketemu bapak, tadi belum sempat pamit karena bapak sedang tidur.”
“Mas Daniel kok bersikap seakan kita tidak akan pernah bertemu selamanya sih? Kalau mas Daniel ingin main kemari sewaktu-waktu, itu tidak masalah kan? Kalau perlu aku juga boleh kan, main ke rumah mas Daniel?”
Daniel tersenyum. Bukan perpisahan itu yang membuatnya aneh, tapi perasaan hati ini. Kata batinnya lagi.
“Oh ya, sudah mendapat undangan dari Nilam? Aduh, bodohnya aku ini, kan mbak Anjani sekantor dengan Nilam, kenapa aku bertanya?” kata Daniel yang bingung sendiri tentang apa yang dikatakannya.
Anjani tertawa.
“Sudah, bahkan nanti, aku dan Miko akan menjadi pengiring pengantinnya lho.”
Mendengar nama Jatmiko disebut lagi, apalagi menjadi pengiring pengantin berdua dengan Anjani, Daniel merasa ada jarum yang menusuk jantungnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSelamat jeng Iin.....
DeleteLancar jaya 4 orang yang muncul pada jam yang sama, jeng Iin, jeng Sari, saya dan Akung Latief Sragentina. Sugeng dalu para sutresna ACeDeeR karya bu Tien
ADUHAI, ADUHAI ADUHAI
Delete🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
ACeDeeR_41 sdh hadir.
Senangnya Baskoro bisa
memeluk Nugi darah
dagingnya, Nugi anak baik
membalas pelukan Baskoro
ayah biologisnya, mgkn ada
ikatan batin secara naluriah.
Daniel ternyata ada hati ke
Anjani...Cah ayu & baik hati
pastinya banyak yg naksir.
Wijan dan Nilam sdh
akan nikah, segera nyusul
Anjani dan Jatmiko yaa...
Alhamdulillah ...🤲
Matur nuwun Bu Tien
yang baik hati.
Sehat2 selalu dan
tetep smangaats nggih.
Salam aduhai...😍🤩
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
This comment has been removed by the author.
DeleteWaduh cepat banget bacanya, sampai ada sinopsisnya segala...👍
DeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah ACeDeeR_41 sdh hadir mengunjungi pembacanya.
Matur nuwun bu Tien...
Akhirnya Nugi mau memeluk "pak tua" dan memberikan nasi box kepada "pa tua", pak tua memeluk erat sambil menangus bahagia .......
Sementara Wijan dan Nilam persiapan menikah...
Yuk kita baca bareng, episode 41 malam ini.....
🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋
Matur nuwun mas Kakek
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteMatur nuwun mbakyu lam mugi tansah pinaringan sehat.
ReplyDeleteSalam taklim katur mas Tom
This comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun mas Djoko
Wa'alaikum salam dari mas Tom
Alhamdulillah , Terima kasih bunda semoga sehat walafiat nggeh
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat..pak Tua oh pak Tua.Maturnuwun
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSugeng ndalu Bunda Tien.
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..41 telah tayang.
Nugi pangling dengan pak tua krn berpakaian rapi
Baskoro setelah bertemu anak nya, semangat hidup nya tinggi 🌻😁😁💪
Alhamdullilah
Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien..
..Salam Ramadhan penuh berkah.
🤲❤
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah .... Hatur nuhun.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAlhamdulilah ACDR 41 sdh tayang. terima kasih bunda Tien Kumalasari, Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat, bahagia dan dilancarkan semua urusannya salam hangat dan aduhai bun
ReplyDeleteSungguh baik hati mas Daniel ... dan besok kita jagong manten
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.... terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
Deletealhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Nanik
DeleteWaduh Daniel malah naksir Anjani. Tolong bu Tien carikan pasangan untuk Daniel, orang baik kesepian.
ReplyDeleteUntuk sementara Baskoro dapat tenang, apa masih lanjut kisahnya ya..
Juga untuk Suri, apa sudah cukup puas jadi boss resto..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun
ReplyDeleteMbak Yaniiiiikkk
DeleteAlhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~41 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah Bu Tien... matursuwun
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu, 🤗🥰
Ditunggu pernikahan nya Anjani - Jatmiko , tp bgm perasaan Daniel selanjutnya ya ,,,wah buat penasaran , aduhaiii ,,,aduhai. 🤩😍
Aamiin Ya Allah
DeleteSami2 ibu Ika
Terima kasih mbu tien... ada perasaan apa lagi nich mas daniel...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteAlhamdulillah.. yg selalu ditunggu sudah hadir. Apakah cinta Daniel pada Anjani akan bersambut, kita tunggu... terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteSalam sehat juga dan aduhai deh
Terimakasih bunda tien
ReplyDeleteSami2 ibu Swissti
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan....aamiin.
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteSami2 ibu Reni
Walaah...kok Daniel akhirnya malah jatuh cinta sama Anjani...kasihan benar kalau ibu Tien tidak memunculkan tokoh baru sebagai pasangannya. 😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu...salam sehat.🙏🙏🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 Mas MERa
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteAduhaaii selalu
Sami2 ibu Sul
ReplyDeleteWah... kok jd rumit kenapa Danil naksir Anjani? Terimakasih Bunda Tien salam semangat dan sehat selalu dr arek Sby
ReplyDeleteSami2
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Nanik