ADA CINTA DI BALIK RASA 40
(Tien Kumalasari)
Setengah berlari Suri memburu Nugi, dan menarik tangannya.
“Apa kamu mau merebut anakku?” Suri tiba-tiba saja menghardik dengan keras.
Nugi meronta ketika ibunya mencengkeram lengannya.
“Ibu, dia hanya ingin memberi Nugi sebutir jeruk,” kata Nugi sambil menunjukkan jeruk kepada ibunya.
Suri mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Taksi sudah menunggu, ayo pulang.”
“Bu, badan pak tua itu sangat panas. Dia sakit. Tadi dia terjatuh, Nugi kasihan padanya. Tolong dia ibu, beri dia obat,” kata Nugi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Baskoro, yang terduduk lemas di tanah.
Suri menatap Baskoro. Sungguh ia ketakutan kalau sampai Baskoro mengambil anaknya. Tapi apakah Baskoro sudah tahu bahwa Nugi adalah darah dagingnya? Ditatapnya Nugi, yang wajahnya sangat mirip Baskoro. Tapi Suri sangat mencintai Nugi, dan takut kehilangannya.
“Pergilah ke dokter, ini ada uang sedikit,” kata Suri sambil memberikan beberapa lembar uang ratusan. Baskoro ingin menolaknya, tapi Suri langsung memasukkannya ke dalam saku, kemudian berlalu, membuat Baskoro tak bisa mengucapkan apapun.
Lalu Suri meminta tolong satpam agar membawa Baskoro naik masuk ke dalam taksi.
“Tolong Pak, antarkan pak tua ini ke dalam taksi,” katanya kepada satpam.
Lalu Suri mendekati taksi, dan berpesan agar membawa Baskoro ke rumah sakit terdekat. Suri memberikan selembar uang ratusan ribu kepada pengemudi taksi.
“Tidak usah, biarkan aku … “ Baskoro menolak ketika satpam membantunya berdiri dan membawanya ke arah taksi.
“Pak, jangan membantah. Ibu itu sudah berbaik hati untuk membawa bapak ke rumah sakit,” katanya sambil terus memaksa Baskoro, sehinga masuk ke dalam taksi. Baskoro terpaksa menurut. Sebungkus roti pemberian Nugi masih digenggamnya erat. Bukan karena ingat bahwa dirinya lapar, tapi ia tak ingin menyia-nyiakan pemberian dari seorang anak yang wajahnya sangat mirip dengannya. Ia menyandarkan tubuhnya yang tampak letih, dan sedikit menggigil karena demam.
“Tolong juga, antarkan ke dalam sampai perawat menerimanya, ya Pak,” pesan Suri lagi kepada pengemudi taksi.
“Baiklah Bu.”
Suri merasa lega ketika taksi itu membawa Baskoro pergi. Sebenarnya Suri tak sampai hati melihat Baskoro seperti itu, tapi ia takut Baskoro akan mengambil anaknya ketika kelak mengetahui siapa Nugi sebenarnya.
“Apakah dia akan sembuh?” tanya Nugi sambil menatap taksi yang membawa ‘pak tua’ pergi.
“Tentu saja Nugi, taksi itu sudah ibu pesan agar membawa ‘pak tua’ itu ke rumah sakit. Di sana ada dokter yang akan memberinya obat.”
“Kasihan. Mengapa pak tua sampai sakit?”
“Mungkin karena lelah, atau makan makanan yang kurang sehat.”
“Maukah besok ibu memberikan bekal nasi dan lauk untuk Nugi? Nugi akan memberikannya kepada pak tua itu.”
“Baiklah, tapi Nugi jangan terlalu dekat dengan pak tua itu.”
“Memangnya kenapa?”
“Bukan apa-apa. Bukankah pak tua sedang sakit? Ibu khawatir kamu ketularan.”
Ketika taksi yang dipanggil Suri sudah datang, Suri segera mengajak Nugi masuk ke dalamnya. Suri berjanji akan mengawasi Nugi lebih ketat.
***
Tapi ketika Suri menceritakan masalah itu kepada Nilam pada sore harinya, Nilam mengatakan bahwa lebih baik Baskoro diberi tahu.
“Apa? Bagaimana kalau dia membawa Nugi? Aku tidak mau kehilangan Nugi, kamu tahu kan?” ujar Suri sedih.
“Bu, Nilam tahu. Tadinya Nilam juga merasa seperti apa yang dirasakan ibu. Tapi kata mas Daniel, kita tidak bisa selamanya bersembunyi. Baskoro harus tahu bahwa Nugi adalah anaknya.”
“Nilam, tidakkah terpikirkan oleh kamu, bagaimana kalau Nugi tahu. Masalah lahirnya Nugi ini sangat rumit. Bukankah begitu? Bagaimana kalau Nugi juga tahu, bagaimana dia bisa terlahir dari seorang wanita, yang … maaf … melakukan hal yang tidak terpuji? Kamu ingin membuat dia terluka? Nugi akan bingung, karena tahunya dia adalah anakku.”
“Bagaimana kalau kita hanya memberi tahu Baskoro saja, dan melarang dia membocorkan rahasia kehadiran Nugi di dunia ini?”
Suri berpikir sejenak. Memang tidak bisa selamanya dia menyembunyikan sesuatu. Apapun yang disembunyikan, pada suatu hari pasti akan terkuak.
“Nilam dan mas Daniel sedang berusaha mencari Baskoro, untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Sayang sekali kalau dia pergi setelah ibu bertemu dengannya. Pasti susah menemukannya.”
“Tadi ibu menyuruhnya membawa Baskoro ke rumah sakit. Apa mungkin dia harus dirawat? Kalau dia di rawat, pasti mudah kita mencarinya. Tapi kalau tidak, pergi kemana lagi dia, tak ada yang tahu.”
”Nilam akan minta mas Daniel untuk mengecek ke rumah sakit. Di mana tukang taksi itu membawanya?”
“Ibu berpesan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Jadi pasti ke rumah sakit di mana kamu dulu di rawat. Hanya rumah sakit itu yang terdekat dengan sekolah Nugi.”
“Bagus kalau begitu. Mas Daniel pasti bisa menanyakannya.”
Nilam mengambil ponselnya, dan menelpon Daniel.
***
Malam itu juga Daniel pergi ke rumah sakit. Tapi ternyata Baskoro tidak dirawat. Ia menolak untuk dirawat, langsung meminta pulang setelah membeli obatnya.
Daniel membaca catatan alamat yang diberikan Baskoro. Apakah Baskoro memiliki rumah? Daniel akan mencoba mencarinya.
Tapi belum jauh dia menjalankan sepeda motornya, dia melihat seseorang meringkuk di emperan toko. Hari sudah malam, remang lampu jalanan tak begitu bisa menerangi wajah orang itu. Daniel menghentikan sepeda motornya, lalu turun dan mencekati orang itu.
“Pak Baskoro?” ia memanggil asal-asalan. Tanpa di sangka, orang itu mengangkat kepalanya.
Daniel belum pernah melihat apalagi bertemu muka dengan Baskoro. Nilam pernah menggambarkannya, sebagai seorang laki-laki setengah tua yang berewokan di wajahnya. Laki-laki itu duduk, menatap Daniel heran. Bagaimana ada orang yang mengenali namanya?
“Pak Baskoro kan?” Daniel mencoba meyakinkan.
“Anda siapa?”
“Saya Daniel. Kakaknya Nilam … kakaknya Hasti ….”
Baskoro terkejut. Hasti punya kakak? Tentu saja ia mengenal Hasti. Gadis yang mengejar-ngejarnya ketika itu lalu kemudian hamil karena ulahnya. Sebelum meninggal Rusmi mengatakan, bahwa ia harus mencari darah dagingnya. Apakah Daniel datang untuk memberi tahu di mana anaknya?
“Oh, maaf. Saya belum pernah mengenal Anda,” katanya lirih.
Dari sinar lampu yang temaram, Daniel bisa melihat wajahnya yang pucat.
“Bapak sakit?”
“Tadi siang, sudah ke rumah sakit, sudah dapat obatnya, sudah mendingan. Bagaimana Anda bisa mengenali saya?”
“Saya sedang mencari Bapak.”
“Ada apa?” Baskoro berdebar. Kalau itu tentang anaknya, ia akan merasa senang sekali. Ia harus punya sesuatu yang bisa membuatnya bertahan hidup.
“Bapak ingin tahu di mana anak yang dilahirkan Hasti?”
Mata redup itu berbinar. Mulutnya bergerak-gerak tanpa mengucapkan apapun. Hatinya tergetar, bibirnya ikut gemetar.
“Kalau Bapak ingin tahu, ikutlah saya,” kata Daniel yang merasa iba melihat keadaan laki-laki papa yang tergeletak di pinggiran toko. Sementara dia adalah ayah dari keponakannya.
“Ikut … ke mana?”
“Ke rumah saya dulu, Bapak sedang sakit. Udara di luar tidak baik bagi kesehatan Bapak.”
“Saya sudah biasa tidur begini.”
“Tolong jangan membantah, nanti saya akan katakan semuanya.”
Dan janji Daniel ini kemudian membuat Baskoro mau mengikutinya pulang.
***
Daniel mengajak Baskoro pulang. Obat yang diminumnya, dan makanan yang sudah dibelinya setelah keluar dari rumah sakit, membuat tubuhnya semakin kuat. Agak sungkan menerima uang yang diberikan Suri, tapi Suri tidak memberikan kesempatan untuk menolaknya. Lalu ia membelikannya obat, dan makanan.
Baskoro duduk di sebuah kursi setelah Daniel mempersilakannya.
Daniel membuatkan minuman hangat, lalu memberikan baju bersih agar Baskoro mau menggantikan bajunya yang lusuh.
“Pakailah Pak, saya punya beberapa baju yang tidak saya pakai.”
“Tap … pi…” Baskoro ragu-ragu menerimanya.
“Tolong terimalah. Ganti baju Bapak setelah Bapak membersihkan diri di kamar mandi. Minumlah dulu, lalu saya antarkan Bapak ke kamar mandi.”
Baskoro melihat ke sekeliling. Rumahnya sederhana tapi bersih. Tak terlihat ada orang lain di rumah itu, karena Daniel sepertinya membuat sendiri minuman hangat yang diberikannya. Apakah anak kandungnya ada di rumah ini?
“Saya hidup sendirian. Kalau Bapak mau, Bapak boleh tinggal di sini.”
“Tidak, saya tidak ingin merepotkan. Saya hanya ingin bertemu anak saya.”
“Nanti Bapak pasti bertemu. Tapi ini sudah malam, sebaiknya Bapak tinggal di sini dulu. Ada sebuah kamar kosong di situ.”
“Saya tidak mau merepotkan.”
“Saya tidak repot. Senang sekali kalau Bapak mau menemani saya di sini.”
“Tinggal di sini, terus?”
“Selama Bapak suka, tinggallan di sini. Oh ya, saya membaca alamat Bapak di rumah sakit. Bapak masih punya rumah?”
“Tidak. Itu hanya alamat lama, rumah kontrakan saya yang dulu saya tinggali bersama … ah, sudahlah. Saya tidak ingin berkeluh. Yang jelas saya tidak punya rumah.”
“Baiklah, kalau begitu tinggallah di sini.”
“Tapi ….”
”Kalau Bapak tidak mau tinggal, saya tidak akan mengatakan di mana putra Bapak berada.”
Baskoro menatap Daniel, mencari kesungguhan pada sinar matanya. Ancaman itu membuatnya menurut.
“Benarkah Anda tahu di mana anak saya?”
“Tentu saja saya tahu. Bapak lupa, kalau Hasti itu adik saya?
“Oh, iya. Baiklah.”
“Kalau Bapak mau, besok saya akan mengantarkan Bapak menemui putra Bapak. Dia anak laki-laki yang ganteng dan pintar.”
Mata Baskoro bersinar. Dia benar-benar punya anak?
“Bagaimana?”
“Baiklah, saya mau.”
“Sekarang minumlah dulu, lalu bersihkan tubuh Bapak di kamar mandi, dan gantikan baju Bapak dengan yang saya berikan ini. Saya akan menyiapkan makan malam, lalu Bapak boleh tidur.”
***
Pagi itu Nugi sudah rapi, sudah sarapan, dan siap masuk sekolah. Hari masih sangat pagi, Nugi duduk di depan sambil menunggu Nilam mengantarkannya.
Ia sudah mengingatkan ibunya, agar membawakannya bekal nasi yang akan diberikannya kepada pak tua.
Suri memberikan dua kotak makan ke arah depan.
“Ini bekal untuk Nugi, yang ini berikan pada pak tua ya.”
“Lauknya apa ini Bu?”
“Pokoknya enak, kamu tidak usah khawatir."
“Pasti pak tua itu sudah sembuh bukan? Apakah pak tua juga harus menginap di rumah sakit? Kalau menginap, bagaimana Nugi memberikan nasi ini? Pasti dia tidak akan datang ke sekolah Nugi.”
“Tidak. Pak tua tidak dirawat di rumah sakit,” kata Suri yang sudah mendengar berita itu dari Daniel.
“Mana mbak Nilam? Nugi mau berangkat sekarang.”
“Ini masih pagi. Tidak usah tergesa-gesa.”
Tiba-tiba sebuah sepeda motor memasuki halaman.
“Itu kan om Daniel?”
Sepeda motor itu berhenti, Daniel turun dan melangkah mendekati Nugi. Nugi mencium tangannya dan kelihatan senang.
“Hari masih pagi, kok Nugi sudah rapi?”
“Supaya tidak tergesa-gesa nanti di sekolah. Bisa main terlebih dulu,” kata Nugi seenaknya.
“O, gitu. Baiklah, ayo om Daniel antar ya.”
“Benar?” Nugi sangat gembira.
“Benar dong.”
“Ibu, aku ke sekolah sama om Daniel ya?” tanya Nugi kepada ibunya yang masih berdiri di pintu.
“Ya, pergilah, jangan nakal ya.”
Nugi berlari ke arah sepeda motor. Daniel mengikutinya setelah berpamit pada Suri.
Ternyata memang sudah diatur semuanya oleh Suri dan Daniel. Ketika Daniel ingin mengajak Baskoro ke rumah, untuk mempertemukan Nugi dan ayahnya, Suri keberatan. Nanti akan kebanyakan cerita bohong yang harus dikatakannya, mengingat sebelumnya Suri tidak tampak mengenal pak tua, kenapa tiba-tiba pak tua datang ke rumah. Jadi lebih baik Daniel mengajak Nugi ke rumahnya saja.
“Tapi ingat ya mas Daniel, jangan katakan apapun pada Nugi bahwa Baskoro adalah ayahnya. Untuk sekarang ini, lebih baik Nugi tidak tahu apa-apa tentang orang tuanya yang sesungguhnya. Dan satu lagi, jangan biarkan Baskoro membawanya.”
“Baiklah Bu, kan semalam kita sudah membicarakannya.”
“Aku percaya padamu,” kata Suri yang bagaimanapun merasa berdebar-debar.
***
Baskoro menunggu di depan rumah dengan gelisah. Ia sudah rapi, bersih dan wangi. Daniel memberikan beberapa baju yang masih bagus untuk Baskoro.
“Maaf ya Pak, memang baju-baju ini bekas saya pakai, tapi ini baru sekali dua kali saya pakai. Lain kali saya akan beli yang baru untuk Bapak.”
“Tidak usah Nak, ini sudah sangat baik, terima kasih karena telah membuat penampilanku lebih pantas.”
Baskoro berdiri, ketika mendengar suara sepeda motor memasuki halaman. Ia bergegas mendekat, ingin segera melihat anak kecil yang ada di boncengan Daniel.
Begitu melihat, Baskoro berteriak.
“Nugi?” pekiknya, sambil kedua tangannya terulur, bermaksud memeluknya.
Tapi melihat Baskoro, Nugi yang sudah turun dari motor, mundur beberapa langkah.
***
Besok lagi ya.
🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah ACeDeeR_40 sdh hadir mengunjungi pembacanya.
Matur nuwun bu Tien...
Nugi mundur selangkah pada saat Baskoro ingin memeluknya.......
Takut jika Nugi ketularan sakit ssi pesan ibu Suri...
Yuk kita baca bareng, episode 40 malam ini.....
🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋🦗🦋
Matur nuwun mas Kakek
Delete💚🍀💚🍀💚🍀💚🍀
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
ACeDeeR_40 sdh hadir.
Akhirnya Baskoro
dipertemukan dgn Nugi,
gimana ya perasaannya,
terharu pastinya, menambah
smangats hidup Baskoro
jadinya.Baskoro bilang ga ya
ke Nugi kalo dia bapak
kandungnya, padahal Suri
pesan ke Daniel supaya
jangan bilang2 dulu.
Bikin penisirin, tunggu
lanjutannya aja deh,
semoga ada solusi
yang happy ending.. 😊
Suwun nggih Bu Tienkuuh.
Selalu bikin pemirsa terhanyut,
mengikuti alur critanya.
Smoga Bu Tien sehat2 slalu
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍💞
💚🍀💚🍀💚🍀💚🍀
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai deh
Alhamdulillah
ReplyDeleteADUHAI jeng In
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteSugeng ndalu Bunda Tien.
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..40 telah tayang.
Suri ketakutan, klu sampai Baskoro tahu Nugi adalah darah daging nya.
Alhamdullilah
Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien..
..Salam Ramadhan penuh berkah.
🤲❤
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Ada Cinta Dibalik Rasa 40 telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah.semoga di Ranadhan ini Bunda selalu sehat wal a'fiat.Karya yang Indah 👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah ACDR 40 sdh tayang... terima kasih bunda Tien Kumalasari, Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat, bahagia dan dilancarkan semua urusannya salam hangat dan aduhai bun
ReplyDeleteSungguh baik hati bu suri dan daniel.. .
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Alhamdulillah ... trimakasih bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteSungguh suatu jln cerita yg mentakjubkan.
ReplyDelete❤️💛❤️😍
Terima kasih, ibu Rosie
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bund
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah.... terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Ya lebih baik memang Baskoro tinggal di rumah Daniel. Sudah dipertemukan dengan Nugi...dag dig dug nih...tanda-tanda tamat semakin dekat.😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien terus berkarya di awal bulan puasa ini. Swmoga sehat selalu.🙏
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Lho
ReplyDeleteSiapa itu?
Kan ibu pesan hati hati bila ketemu orang asing, siapa tahu dia mau menjadikan kamu peminta minta yang hasilnya harus diberikan pada nya.
Nah
Ketakutan, keraguan itu ada, tidak semudah yang dibayangkan ternyata, cinta kasih ibu Suri dan 'kak' Nilam ternyata lebih tertanam dalam hati, tak mau beranjak dan niat berpisah, itu yang ada dibenak Nugi.
Biar kenyamanan itu yang dinikmati selama ini, tetap ada pada Nugi, ternyata Nugi takut kehilangan juga.
Lha Baskoro malah nerocos, ngaku ngaku bapaké Nugi tambah takut, minta cepat cepat diantar ke sekolah.
Nggak pakai mampir mampir.
Sampai lupa ngasih bekal.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada cinta dibalik rasa yang empat puluh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Selamat menjalankan ibadah puasa dibulan suci ini.
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Nanang
Salam crigis
🙏
DeleteOalah Bas, mau dikirimi bekal aja mesthi harus pakai seragam dulu
ADUHAI
Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~40 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien atas tayangan acdr 40
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien... salam sehat.
ReplyDeleteAlhamdulillah, knp Nugi... kok jd takut
ReplyDeleteItu ayah mu loh...
Matur nuwun Bu Tien
Salam sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
Sami2 ibu Ratna
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 Mas MERa
DeleteTerimakasih... Bunda Tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal alamiin
DeleteMatur nueun ibu Nanik
Alhamdulillah, semoga Bu Tien selalu sehat. Aamiin
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal alamiin
DeleteMatur nueun ibu Umi
Loh...komenku tadi malam tidak published. Apa signal yang buruk ya..
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹