Thursday, February 29, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 30

 ADA CINTA DI BALIK RASA  30

(Tien Kumalasari)

 

Kedua laki-laki yang sama-sama tampan itu rupanya juga baru saja tiba. Anjani melihat mereka saling pandang kemudian bersalaman sambil tersenyum ramah.

Anjani tertegun. Yang satu adalah laki-laki yang pernah menyatakan cintanya, tapi satunya lagi adalah laki-laki yang menempati hatinya dengan cara yang sangat istimewa, kalau belum boleh dikatakan cinta.

Karena perasaan yang sedikit membuatnya gelisah itu, maka membuat Anjani hanya terpaku di depan pintu.

“Anjani,” Wijan dan Jatmiko memanggilnya hampir bersamaan.

Anjani tersenyum, baru melangkah mendekati mereka.

“Kok bisa bareng?”

“Kami bukan kencan lhoh. Kebetulan saja datang bersama-sama.” kata Jatmiko menerangkan.

“Benar, kebetulan bisa datang bersama-sama.”

Anjani mengajaknya duduk di bangku.

“Bagaimana keadaan bapak?” tanya Jatmiko.

“Aku belum sempat cerita sama kamu. Siang tadi bapak sempat anfal, membuat aku ketakutan. Tapi kemudian dokter bisa mengatasinya. Sekarang dipindahkan ke ruang ICU.”

"Belum bisa pindah ke ruang rawat ya?”

“Menunggu keadaan membaik. Bagaimana wawancaranya?” tanya Anjani mengalihkan pembicaraan.

“Alhamdulillah, baik. Kemungkinan aku bisa mulai bekerja bulan depan.”

“Di Semarang?”

Wijan menangkap rasa kecewa tersirat di wajah Anjani. Apakah Anjani tak suka kalau harus berjauhan dari Jatmiko? Hal itu sangat mengganggu perasaannya.

“Tidak. Aku akan ditempatkan di sini.”

“Oh, syukurlah,” dan senyum di bibir Anjani merekah. Wijan tak berhenti menatapnya.

“Mas Wijan tidak bersama Nilam?” tanya Jatmiko kepada Wijan.

“Tidak. Rumah kami kan berbeda. Tadi sore sudah kemari bersama bapak,” jawab Wijan.

“Tahu begitu tadi aku samperin dia supaya kita bisa rame-rame di sini,” kata Jatmiko, yang membuat senyuman Anjani menipis. Rupanya Jatmiko tak bisa melepaskan perhatiannya kepada Nilam. Ada kisah yang rumit diantara keempat anak-anak muda itu. Cinta yang berbelit, perasaan yang terkadang membuat sakit, sementara semuanya belum jelas. Bisakah masing-masing melabuhkan perahu cinta mereka di muara yang mereka harapkan?

Beruntung mereka adalah orang-orang baik, setidaknya memiliki hati yang bersih, sehingga ketika rasa bersaing itu ada, tapi kebencian diantara mereka tak ada sama sekali. Cinta harus diperjuangkan, paling tidak, itulah yang ada di dalam hati Wijan dan Jatmiko.

Mereka berbincang sampai malam. Tapi ketika Anjani terlihat sangat mengantuk, Wijan memintanya agar tidur di kamar seperti malam sebelumnya.

“Kamu tidurlah, biar aku berjaga di sini,” kata Wijan.

“Bersama aku. Nanti kalau ada apa-apa, aku akan mengabari kamu.”

Anjani merasa sungkan. Masa dua orang laki-laki yang bukan apa-apanya, sudah harus berkorban sebesar itu. Menunggui orang sakit di rumah sakit bukan pekerjaan mudah. Kalaupun bisa tidur, mereka hanya beralaskan bangku-bangku yang dingin dan keras. Jauh bedanya kalau tidur di rumah.

“Tidak, kalian pulanglah. Tidak apa-apa aku menunggui bapak di sini. Ini adalah tugasku,” pintanya.

“Jangan bandel, Anjani. Kamu sudah tampak lelah. Pergilah tidur, sebelum kamu jatuh sakit dan tidak bisa merawat bapak dengan baik,” kata Jatmiko memaksa.

“Mas Miko benar. Tidurlah di kamar. Kami akan ada di sini,” sambung Wijan.

Kedua laki-laki yang menyayangi Anjani dengan rasa sayang yang berbeda itupun terus memaksa Anjani agar mau tidur di kamar, yang akhirnya membuat Anjani mengalah.

“Baiklah, bangunkan aku ketika kalian ingin pulang. Tidak nyaman tidur di tempat ini,” kata Anjani yang kemudian beranjak berdiri, lalu melangkah ke ruang rawat inap ayahnya.

Dan kedua laki-laki itupun masih berbincang, sampai kantuk mendera mereka, dan membuat mereka tertidur di atas bangku panjang yang ada di sekitar ruang tunggu itu.

***

Nugi sudah siap dengan seragam sekolahnya, ketika mencari-cari kakaknya dan tidak ketemu.

“Di mana mbak Nilam? Nanti aku terlambat ke sekolah,” gerutu Nugi sambil berjalan ke sana kemari. Membuka kamar Nilam, membuka kamar ibunya, menjenguk kamar mandi dan dapur.

“Heran, kemana sih Nilam?” Suri juga ikut bingung.

“Mbak Nilaaaaam,” teriak Nugi.

“Nilaaaam,” Suri ikutan berteriak.

“Aku di siniiii!” terdengar Nilam menjawab, dari tempat yang agak jauh.

“Di mana sih?”

“Di gudang.”

Suri heran, pagi-pagi Nilam masuk ke gudang. Ia segera menuju ke gudang, dan melihat Nilam sedang membersihkan sepeda kayuhnya, yang sudah lama tersimpan dan tidak pernah dipakai.

“Ya ampuuun, Nilam. Apa yang kamu lakukan dengan sepeda itu? Kamu mau bekerja naik sepeda? Jauh, tahu,” omel ibunya.

“Aku terlambat dong Mbak,” Nugi ikut-ikutan ngedumel.

Nilam berdiri, menyandarkan lagi sepeda yang baru saja dibersihkannya.

“Jam berapa sih?” tanyanya sambil keluar.

“Jam enam lebih. Nanti Nugi terlambat.”

“Ya sudah, ayo mbak antar dulu kamu ke sekolah,” kata Nilam sambil menggandeng tangan Nugi, yang kemudian ditepiskannya.

“Iih, tangan mbak Nilam kan kotor?!” seru Nugi.

Nilam tertawa, meraih tissue basah di dapur dan mengelus tangan Nugi yang tadi digandengnya.

“Tuh, sudah bersih, bawel!” omel Nilam.

Suri mengawasi Nilam yang mengantarkan Nugi ke sekolah. Ia heran, Nilam belum berganti pakaian kerja, padahal biasanya ketika mengantarkan Nugi, dia juga sudah rapi dan siap untuk berangkat ke kantor.

Ketika pulang dari mengantarkan Nugi, Nilam kembali masuk ke gudang.

“Nilam, apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau bekerja dengan mengendarai sepeda itu?”

“Tidak Bu, besok Minggu Nilam akan bersepeda bersama mas Wijan. Tapi sepeda Nilam gembos dan kotor.”

“Sudah, tinggalkan saja di situ, nanti ibu suruh anak warung untuk memompa atau menambalnya kalau ada yang bocor.”

“Sekalian dicuci ya Bu.”

“Ya, sudah. Pokoknya beres. Kamu belum ganti baju juga?”

“Nilam juga belum mandi,” katanya sambil memeletkan lidahnya, lalu berlari ke kamar mandi.

Suri geleng-geleng kepala, kemudian menyiapkan makan pagi untuk Nilam, sementara Nugi selalu sudah sarapan terlebih dulu sebelum berangkat.

***

Memasuki ruang kantornya, Nilam tidak menemukan Wijan di kursinya. Padahal dia sudah terlambat. Apakah Wijan masih menemani Anjani di rumah sakit, semalam? Dengan mulut mengerucut, Nilam mengeluarkan laptop dan mulai mengerjakan tugasnya.

Seorang OB yang masuk, meletakkan gelas minuman hangat di meja Nilam.

“Pak Wijan tidak ke kantor?” tanya OB itu.

“Belum datang, taruh saja minumnya di meja.”

“Padahal pak Raharjo sudah ada di ruangannya,” gumam OB itu sambil meletakkan gelas minuman di meja Wijan.

OB itu kemudian keluar, dan hampir bertubrukan dengan Wijan yang mau masuk ke dalam ruangan.

“Aduh, maaf Pak. Untung sudah tidak membawa gelas.”

“Kamu sih, nggak ngelihat ada aku di depan pintu.”

“Maaf Pak,” kata sang OB sambil berlalu.

“Eiit, tunggu dulu.”

OB itu berhenti.

“Tolong belikan aku sarapan ya.”

“Bapak mau dibelikan apa?”

“Yang ada sayur-sayurnya. Ah ya, pecel saja.”

“Pakai nasi?”

“Ya iya lah, namanya sarapan, masa nggak pakai nasi,” kata Wijan sambil mengeluarkan selembar uang dari dompetnya. Kemudian dia menoleh ke arah Nilam.

“Kamu juga mau?”

“Nggak, aku sudah sarapan.”

“Ya sudah, untuk aku saja,” kata Wijan kepada OB.

Ketika Wijan memasuki ruangan, dilihatnya Nilam sedang asyik menekuni laptop, tanpa memandang ke arahnya.

“Aku bangun kesiangan, jadi bapak berangkat duluan,” katanya tanpa ditanya.

“Semalam begadang?” tanya Nilam tanpa menatap ke arah kakaknya.

“Di rumah sakit, menemani Anjani.”

Nilam tidak berreaksi, ia sudah tahu bahwa itulah yang terjadi.

“Kasihan, dia sendirian. Tapi kemudian aku datang hampir bersamaan dengan mas Jatmiko. Kami tiduran di bangku, kemudian tertidur sampai hampir pagi,” keterangan yang semakin panjang itu didengar oleh Nilam, tapi dia masih tidak menyahut.

“Pekerjaanmu belum selesai?”

“Sudah aku periksa semuanya, kamu bisa melihatnya lagi,” kali ini Nilam menjawabnya.

Lalu keduanya terdiam, saling menekuni pekerjaan mereka.

“Nilam, besok Minggu jadi sepedaan ya,” tiba-tiba kata Wijan, dan itu membuat kemudian Nilam mengangkat wajahnya lalu menatap sang kakak dengan wajah berbinar. Wijan senang. Ia tahu Nilam sedang kesal pada dirinya, dan tentang bersepeda bareng itu ternyata bisa mencairkan hati adik yang disayanginya.

“Tadi pagi aku sudah membersihkan sepedaku.”

“Masih baguskah?”

“Masih, hanya karena lama tidak dipakai, jadi berdebu, dan bannya gembos, dua-duanya.”

“Harus dipompa atau ditambal dong, siapa tahu bocor?”

“Ibu akan menyuruh karyawannya mengurus sepeda itu.”

“Syukurlah.”

Nilam kembali menatap ke arah laptop, tapi wajahnya tidak sekaku sebelumnya. Wijan mengerti. Pembicaraan tentang Anjani selalu membuat Nilam menjadi muram. Wijan sedih melihat sang ‘adik’ sepertinya belum bisa melupakan luka hatinya akibat dirinya menolak cinta yang diungkapkannya.

Ia sedang berpikir, bagaimana cara membuat Nilam mengerti dan menerima bahwa dirinya mencintai Anjani seperti seorang laki-laki mencintai kekasihnya.

“Pada suatu hari nanti, kita akan jalan bersama, apa kamu mau?” kata Wijan lagi.

Nilam menghentikan kesibukannya, menatap Wijan tak mengerti.

“Maksudnya jalan bersama itu apa? Aku, dan mas Wijan?”

“Dan Anjani, dan Jatmiko … Bagaimana?”

Hmm, Anjani lagi, Jatmiko lagi. Apakah Wijan sudah tahu, bahwa mungkin saja Anjani dan Jatmiko saling jatuh cinta? Wijan maupun Nilam belum pernah mendengar salah satu diantara mereka mengutarakan tentang percintaan mereka. Jatmiko yang sering mendekatinya, lalu tetap saja penuh perhatian terhadap Anjani, hal-hal yang masih belum terjawab semuanya.

 “Pasti menyenangkan,” sambung Wijan, ketika Nilam tak berreaksi.

“Terserah mas Wijan saja. Bersepeda saja belum terlaksana, mau jalan-jalan rame-rame. Anjani pasti juga masih harus merawat ayahnya. Oh ya, aku mau bilang, berapa lama lagi kira-kira Anjani bisa bekerja di kantor kita?”

“Nanti kalau pak Marjono sudah baikan, artinya sudah bisa pulang ke rumah, kita bantu agar mereka mencari perawat yang bisa menjaga pak Marjono ketika Anjani sedang bekerja.”

“Oh, baguslah kalau begitu. Semoga pak Marjono segera membaik kesehatannya.”

“Aamiin.”

***

Siang hari itu Jatmiko menemani Anjani di rumah sakit, membuat Anjani merasa senang. Tak enak rasanya kalau Wijan yang terus-terusan menemani, mengingat Wijan kan harus bekerja, sementara Jatmiko belum begitu kelihatan sibuk. Paling-paling urusan dengan perusahaan Usman yang mungkin masih ada yang belum diselesaikannya.

“Apakah mas Wijan setiap hari kemari?”

“Lumayan merepotkan aku ini. Sebenarnya aku tak ingin semua orang jadi repot karena aku.”

“Tidak repot. Mengapa kamu menganggapnya begitu? Kalau repot, mas Wijan pasti tak akan melakukannya. Tampaknya lagi mas Wijan mempunyai perhatian khusus terhadapmu.”

“Apa?”

“Aku melihatnya dari cara dia bersikap, dan cara dia menatap kamu.”

“Bagaimana menurutmu?” tanya Anjani memancing.

“Kalau kamu bahagia, aku juga pasti akan bahagia.”

Anjani menghela napas. Itu bukan jawaban yang diharapkannya. Ia berharap Jatmiko cemburu, tapi tak terlihat tanda-tanda itu. Benarkah Jatmiko tak memiliki perasaan apapun terhadapnya selain berkawan?

Ya sudahlah, akhirnya Anjani tak ingin memikirkan tentang perasaan  siapa dan bagaimana. Ia harus fokus pada sakit ayahnya, yang pastinya membutuhkan perhatian yang lebih.

***

Nugi sudah harus pulang, tapi langganan ojol yang biasanya menjemput tak kunjung datang. Memang sih, hari itu Nugi pulang lebih awal. Karenanya ia harus menunggu. Ia masih berada di depan gerbang sekolah, sambil melihat keluar, barangkali jemputannya sudah datang.

Ketika ia menunggu itu, seorang laki-laki tua melintas. Laki-laki tua itu berjalan sambil terbungkuk-bungkuk, barangkali karena memang sudah uzur sehingga tidak bisa berjalan tegak.

Merasa ada yang menatapnya, laki-laki tua itu menoleh. Lama sekali ia menatap Nugi. Ada sesuatu yang membuatnya berdebar. Wajah Nugi.

“Aku seperti melihat wajahku sendiri saat kecil,” gumam laki-laki itu, sambil terus menatap Nugi.

Nugi tiba-tiba merasa iba. Ia masih punya sepotong roti bekal yang dibawa, dan belum sempat dimakannya. Ia keluar dari gerbang, dan mendekat.

“Pak tua, mau roti?” kata Nugi sambil mengulurkan roti yang diambil dari dalam tasnya.

Laki-laki tua itu memang Baskoro yang sudah bebas dari penjara. Karena tak memiliki apapun, ia menjalani hidupnya atas belas kasihan orang, kalau tak mau dibilang mengemis.

“Ambillah,” kata Nugi.

Dengan gemetar Baskoro menerima roti itu, sambil terus menatap Nugi.

“Siapa … namamu?”

“Nugi. Namaku Anugerah, dipanggil Nugi.”

“Kamu sekolah di sini?”

Nugi mengangguk.

“Nugi!!” tiba-tiba terdengan suara memanggil. Nugi melihat ibunya turun dari taksi.

“Ibu, mengapa ibu yang menjemput?”

“Tukang ojol menelpon ibu, katanya tidak bisa menjemput karena sakit. Kamu bicara sama siapa?”

“Itu, ada pak tua, Nugi beri dia roti.”

Nugi menatap ke arah pak tua, tapi kemudian dia melangkah pergi dengan tergesa-gesa.

***

Besok lagi ya.

70 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete

  2. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 30 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. 🍓🫐🍓🫐🍓🫐🍓🫐
    Alhamdulillah 🙏🌸🦋
    ACeDeeR_30 sdh hadir.
    Suwun nggih Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga sehat2 selalu
    bersama kelg tercinta.
    Salam aduhai...😍🤩
    🍓🫐🍓🫐🍓🫐🍓🫐

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ACeDeeR 30 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    Salam sayang dari Jogja
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~30 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  7. Terimakasih Bu Tien, 🙏
    Salam dari jogja.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat.Anugrah terindah tetap welas asih 👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  9. Nah berkencan dua pasangan, pasti lebih seru. Biar Miko makin dekat dengan Nilam, Wijan dengan Anjani.
    Ternyata Suri yang bertemu Baskoro dengan lantaran Nugi. Semoga tidak ada niat jahat Baskoro.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah sudah tayang. Ternyata Baskoro ketemu anaknya, tapi dia belum tahu pastinya. Akankah nanti Surti membuka rahasia siapa Nugi? Tunggu yang mengarang cerita. Matur nuwun bu Tien , semoga sehat dan selalu berkarya. Aamiin

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah, matur nuwun sampun tayang epsd ke 30 , salam sehat sll dan tetep semangat inggih mbakyu Tienkumalasari sayang, salam dari Semarang

    ReplyDelete
  12. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun pak Herry

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien acdr 30 telah tayang
    Semoga bu tien selalu sehat2 & senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillaah makasih bunda sehat selalu

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah , Terima kasih bubda Tien semoga sehat walafiat dan selalu berbahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  16. Waduuuuuh baskoro mau mengobak abrik ketenangan kel nilam dan ibu suri

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien..
    Sehat selalu nggih..
    🤲

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  19. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Salamah

    ReplyDelete
  20. Penasaran dng kisah cinta Anjani, Nilam, Miko, Nilam. Aduhai
    Mtr nwn Bu Tiwn, sehat sll.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ..
    🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dari Yk....

    ReplyDelete
  23. Akhirnya.. Nugi ketemu bapaknya.. terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai selalu, ditunggu lanjutannya besok...

    ReplyDelete
  24. Terimakasih... Bunda Tien sehat selalu semakin akting

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah,
    Akankah bersama lg Suri dg Baskoro, ?!,
    Wah seru nih.... 🤩🤩🤩

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah..terimakasih bunda Tien...

    ReplyDelete
  28. Maturnuwun Bu Tien... Selalu menunggu cerita njenengan setiap harinya... Sehat terus nggih bu

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam aehat selalu

    ReplyDelete
  30. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Sami2 ibu Ting

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA sdh tayang...
    Terima kasih Bunda Tien ... salam sehat selalu 🙏💪🥰

    ReplyDelete
  32. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...