BUNGA UNTUK IBUKU 19
(Tien Kumalasari)
Wijan terduduk lemas, sementara Nilam menatapnya heran.
“Hallo, Wijan, kamu masih di situ?” teriak pak Rangga dari seberang.
“Hal buruk apa? Tentang ayahku?” tanya Wijan lemah dan gemetar.
“Wijan, kamu harus kuat. Mobil yang dikendarai ayahmu terjungkal masuk ke dalam jurang.”
“Bapaaaak??” rintih Wijan semakin lemas.
“Mas, ada apa Mas?” Nilam menggoyang-goyangkan bahu kakaknya.
“Mobil itu akhirnya masuk ke sungai. Barno terlempar dengan luka-luka parah, tapi pak Raharjo belum diketemukan.”
Wijan tak mampu berkata-kata. Mulutnya terasa kelu, keringat dingin membasahi tubuhnya. Nilam memeluknya.
“Kenapa mas?”
Nilam merebut ponsel kakaknya.
“Halloow, ini siapa? Saya Nilam, anaknya bapak.”
“Oh, iya Nilam, saya pak Rangga, dari kantor. Ada berita bahwa bapak kecelakaan, mobilnya masuk ke jurang.”
“Apa? Bagaimana ayahku?” teriaknya bercampur tangis, sementara Wijan lemas bersandar pada dinding. Bibik yang mendengar kedua majikan mudanya berteriak-teriak, segera mendekat.
“Pak Raharjo belum diketemukan, sedang dilakukan pencarian. Kami berharap beliau selamat. Bilang pada ibu, karena saya tidak bisa menghubunginya. Kalian harus tabah dan berdoa ya, mudah-mudahan pak Raharjo segera diketemukan dalam keadaan selamat.”
Nilam menangis sejadi-jadinya, sambil memeluk Wijan. Keduanya bertangisan.
“Ada apa ini Mbak, ada apa Mas?”
“Bibik, bapak kecelakaan.”
“Apa? Apakah bapak terluka?”
“Bapak belum diketemukan. Mobilnya masuk jurang.”
“Ya Allah, Ya Robbi, selamatkanlah majikan hamba, beliau orang baik,” kata bibik yang kemudian juga mengucurkan air mata.
Diluar tiba-tiba turun hujan dengan lebatnya, seakan mengiringi tangis ketiga orang yang sedang meratapi nasib Raharjo.
“Di mana ibu? Bukankah tadi ada di rumah?”
Nilam berlari ke lantai atas, diluar kamar ibunya, terdengar suara-suara aneh. Nilam tidak bisa mendengar dengan jelas, itu suara apa. Lagipula suara hujan dan petir yang bergemuruh memekakkan telinga.
Nilam mengetuk kamar ibunya. Tak ada jawaban, suara aneh itu sayup terdengar. Gelegar guntur menyamarkan suara-suara itu.
“Ibuuuu,” Nilam berteriak keras sekali, dan semakin keras. Tak ada jawaban. Mungkin ibunya tak mendengar karena suara hujan dan guntur mengaburkan teriakan Nilam.
Nilam memutar pegangan pintu, ternyata tidak terkunci. Nilam membukanya lebar-lebar. Lampu dimatikan, sehingga suasana terlihat gelap.
“Ibuuu!” Nilam berteriak.
Samar dilihatnya ibunya ada di atas ranjang. Tapi ibunya tidak sendiri, ada orang lain.
“Ibuuuuu!!” Nilam berteriak keras sambil menyalakan lampu.
Dua sosok tubuh dengan penampilan tak pantas membuat Nilam terguncang.
“Ibuuu?”
Nilam berlari keluar sambil membanting pintu sekeras-kerasnya. Ia turun dan memeluk bibik sambil menangis memilukan.
“Mbak Nilam tenang ya. Tadi sudah bilang ibu kan?”
Nilam terus saja menangis, tak mampu berkata apa-apa kecuali menunjuk ke arah atas.
Wijan bangkit. Ia menuju garasi.
“Mas Wijan mau kemana?” teriak bibik.
Wijan tak menjawab. Nilam mengejarnya.
“Maaas, mau ke mana? Aku ikut!” teriak Nilam sambil mendekat.
“Jangan. Hujan sangat lebat.”
“Mas Wijan mau ke mana? Hujan lebat Mas, tunggu kalau sudah reda, kalau Mas Wijan mau pergi."
Tapi Wijan nekat menuntun sepedanya, keluar ke halaman.
“Aku ikuttt.”
Nilam terus mengejar, lalu nekat duduk di atas bocengan. Hujan mengguyur tubuh kedua anak muda itu. Tapi Wijan nekat mengayuh sepedanya.
Bibik berteriak-teriak, tapi tak ada yang bisa menahan keduanya. Mereka sudah hilang diantara derasnya hujan.
“Mas Satpaaam! Kejar mereka!!” teriak bibik.
Satpam itu kebingungan.
“Saya tidak membawa kendaraan.” teriaknya.
Bibik lari ke dalam, menangis sejadi-jadinya.
“Ada apa?” tiba-tiba Rusmi sudah ada di depannya, dengan pakaian berantakan dan rambut awut-awutan.
“Bu, mereka nekat pergi,” tangis bibik.
“Mereka siapa? Mana Nilam? Tiba-tiba dia membanting pintu kamarku.”
“Mas Wijan pergi, mbak Nilam ikut,” kata bibik dengan masih tersedu.
“Sebenarnya ada apa ini? Hujan sangat lebat, dan mereka pergi? Lalu kamu menangis seperti ini?”
“Ada berita kecelakaan dari kantor. Mobil bapak masuk jurang.”
“Apa?”
Bibik heran melihat nyonya majikannya kemudian membalikkan tubuhnya, lalu naik ke atas dan masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar, Baskoro tergolek di ranjang dengan tubuh tertutup selimut. Tadi ketika baru saja masuk, Rusmi mengamuk sejadi-jadinya ketika dia mengaku semalam datang atas undangan Hasti. Tapi dengan pintarnya Baskoro meluluhkan hati Rusmi, yang kemudian melupakan semuanya.
Sekarang ini, Rusmi memasuki kamarnya lalu berbaring di samping Baskoro.
“Ada apa? Kamu hajar gadis kecil kamu yang tidak tahu aturan itu?” kata Baskoro yang lupa bahwa dirinya sama sekali telah menerjang segala aturan dan tata krama, mengobrak abrik sebuah norma susila, menerjang segala tatanan demi nafsu iblis yang merajai hatinya.
“Semuanya sudah terjadi, sudah terjadi, Bas.” kata Rusmi sambil menggoyang-goyangkan tubuh Baskoro.
“Apa yang sudah terjadi?”
“Barno sudah berhasil. Tapi berita lengkapnya aku belum jelas, nanti aku akan menelpon mas Rangga.”
Wajah Baskoro berseri-seri.
“Kalau Barno selamat, kita harus memberikan uangnya, sesuai janji yang sudah kita berikan.”
“Tentu saja. Uang tidak jadi masalah, yang penting dia bisa melaksanakannya. Duh, Bas, aku bahagia sekali. Tidak lama lagi kita bisa melakukannya dengan leluasa. Kita bisa menikah dan bahagia. Kita akan berkecimpung harta karena bukankah aku sudah akan menjadi nyonya pengusaha yang kaya?”
Lalu terdengar tawa puas memenuhi ruangan kamar.
“Tapi satu yang harus kamu ingat Bas, jangan lagi kamu berani-berani mendekati Hasti. Kamu tahu, kamu telah merusaknya, dan itu membuat aku sakit.”
“Aku tahu, aku mengerti. Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi. Bukan aku yang mau kok.”
“Nyatanya kamu menurutinya.”
“Aku terpaksa, tak ingin mengecewakannya.”
“Dasar buaya!”
“Yang perlu kamu tahu Bu, maaf, aku harus mengatakannya, sepertinya aku pernah bilang, anakmu bukan gadis yang masih mentah, dia sudah berpengalaman, dan sudah sering melakukannya.”
Ada sedikit rasa luka di hati Rusmi, tapi luka itu terbalut oleh harapan tentang hidup bersama Baskoro dan menjadi seorang nyonya pengusaha. Bukankah itu menyenangkan? Apa yang dia inginkan pasti akan terlaksana.
Rusmi dan Baskoro menghabiskan malam itu, tanpa peduli anak-anaknya berada entah di mana.
***
Wijan terus mengayuh sepedanya. Nafasnya sudah terdengar empas-empis, tapi ia terus mengayuhnya. Hujan sudah berkurang, tapi gerimis masih deras mengguyur. Nilam menggigil kedinginan. Ia memeluk pinggang kakaknya.
Sepeda itu memasuki halaman kantor Raharjo. Ada satpam yang melihat kedatangannya, lalu melaporkannya ke dalam. Para karyawan sudah pulang, tapi pak Rangga masih ada di ruangannya. Ia terkejut mendengar laporan satpam bahwa dua anak muda bersepeda dan basah kuyup, sedang menuju ke kantornya. Pak Rangga bergegas keluar. Ia sedang bersiap untuk menyusul ke kota, dimana mobil Raharjo dikatakan menemui kecelakaan.
“Wijan!” teriak pak Rangga ketika melihat Wijan menyandarkan sepedanya di depan lobi. Ia bersama Nilam, dengan baju basah kuyup.
Pak Rangga menarik tangan Wijan dan Nilam untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Wijan, apa yang kamu lakukan, dengan membawa adik kamu dalam hujan yang demikian derasnya?”
“Bagaimana kabar ayah saya?” menggigil suara Wijan.
“Tunggu sebentar. Kalian harus berganti baju. Tidak mungkin terus mengenakan baju yang basah seperti ini,” kata pak Rangga sambil meraih ponselnya, berbicara entah dengan siapa, tapi dia mengucapkan tentang beberapa baju, laki-laki dan perempuan remaja.
Lalu pak Rangga memerintahkan kepada satpam untuk mencarikan minuman hangat.
Wijan dan Nilam terduduk di sofa. Pak Rangga membiarkannya. Tak apa sofanya akan basah karena baju keduanya.
“Bagaimana bapak saya?” lirih suara Wijan, tertelan rasa khawatir dan duka yang mendalam.
“Aku sedang menunggu berita selanjutnya. Sebentar lagi aku akan berangkat ke sana untuk mengetahui keadaan di lokasi yang lebih dekat.”
“Saya ikut,” lirih suara Wijan.
“Aku juga mau ikut,” isak Nilam, menggigil.
Satpam datang dengan membawa dua gelas teh panas, yang kemudian diletakkannya di hadapan kedua anak muda itu.
“Minumlah, agar kalian merasa lebih hangat.”
Keduanya menurut, karena mereka memang membutuhkan minuman hangat itu ketika tubuhnya kedinginan.
“Bolehkah saya ikut?”
“Saya juga ikut.”
“Apakah ibu kamu sudah mengetahui semuanya? Mengetahui juga bahwa kalian pergi kemari?”
Keduanya menggeleng. Air mata Nilam mengucur deras. Ia telah melihat ibunya berada di atas ranjang bersama laki-laki bercambang itu. Hatinya bagai dirajang oleh ratusan sembilu. Nilam merasa itu perbuatan tak pantas dan menjijikkan.
“Mengapa ibu tidak diberi tahu?”
Wijan menatap adiknya.
“Ibu sedang bersama laki-laki bercambang itu,” tak tahan Nilam mengatakannya dengan air mata bercucuran.
Mata pak Rangga terbelalak. Sekilas Raharjo pernah menyiratkan kecurigaannya tentang hubungan sang istri dan Baskoro, walau tidak secara terang-terangan. Pak Rangga belum mempercayai sepenuhnya, seperti Raharjo yang waktu itu masih ada dalam taraf curiga. Tapi mendengar apa yang dikatakan Nilam, pak Rangga sudah membayangkan bahwa laki-laki bercambang itu adalah Baskoro, siapa lagi?
“Aku melihatnya … aku melihatnya … “ tangis Nilam menjadi-jadi.
Peristiwa kecelakaan yang menimpa ayahnya sudah membuatnya sedih, ditambah dengan menyaksikan perbuatan ibunya. Nilam merasa sangat terpukul.
“Laki-laki bercambang … “ gumam pak Rangga.
“Kata mas Wijan, dia karyawan di kantor bapak.”
“Baskoro?”
Pintu diketuk dari luar. Satpam membawa bungkusan besar.
“Ini dari toko pakaian langganan kita.”
“Letakkan saja di situ. Kamu boleh pergi.”
Satpam mengangguk, kemudian berlalu.
“Wijan, dan kamu … ini adalah pakaian untuk kalian. Pergilah ke kamar mandi dan ganti pakaian kamu, untuk Nilam, dan Wijan boleh berganti di ruang sebelah,” perintah pak Rangga sambil membuka bungkusan, dan memilah-milah mana pakaian untuk laki-laki dan mana untuk perempuan.
***
Pak Rangga yang tak berhasil menelpon Rusmi, kemudian hanya menulis pesan, bahwa Wijan dan Nilam ada bersamanya, untuk pergi ke kantor cabang.
Sudah malam ketika Pak Rangga bersama Wijan dan Nilam sampai di sana. Tampak beberapa karyawan masih berbincang di sana, semuanya menunggu berita, tentang Raharjo yang belum juga diketemukan. Kemungkinan Raharjo terlempar ke sungai kemudian hanyut, memenuhi perkiraan hampir semua orang.
Polisi dan jajarannya sudah menyusuri sepanjang sungai yang airnya sedang meluap itu, dan belum menemukan hasil.
Wijan dan Nilam yang berada diantara mereka, tampak hanya terdiam. Sesekali mereka mengusap air mata yang meleleh di sepanjang pipinya.
Kemudian pak Rangga pergi ke rumah sakit, dimana Barno sedang dirawat. Wijan dan Nilam tak mau ketinggalan. Mereka bersama-sama menemui Barno, yang tangannya patah dan wajahnya penuh luka. Mungkin tergores onak dan duri yang ada di jurang itu. Beruntung bahwa dia selamat, sementara Raharjo entah bagaimana nasibnya. Dua orang polisi berjaga di luar pintu ruang rawat itu.
Barno yang saat itu masih sadar, menatap kedatangan pak Rangga dan kedua anak Raharjo dengan tatapan yang sulit dimengerti. Barangkali dia takut disalahkan, dan dianggap kurang berhati-hati, sampai melenyapkan nyawa majikannya, karena itulah yang pastinya terjadi.
“Bagaimana kamu bisa selamat Barno, ceritakan bagaimana kejadiannya,” kata pak Rangga.
“Saya sungguh mohon maaf, ini semua karena ketidak hati-hatian saya,” kata Barno pelan, tanpa berani menatap pak Rangga yang berdiri di sampingnya.
“Hujan sangat deras, dan jalanan licin. Pandangan saya kabur oleh derasnya hujan, lalu tiba-tiba di sebuah belokan, saya kehilangan kendali. Mobil meluncur kebawah begitu saja, dan entah bagaimana, saya terlempar keluar, sebelum mobil itu masuk ke dalam sungai,” katanya sambil menampakkan wajah sedih.
Pak Rangga tidak menjawab, tapi terdengar isak Wijan dan Nilam yang bergandengan tangan untuk saling menguatkan.
“Mas Wijan, mbak Nilam, saya minta maaf,” kata Barno dengan suara bergetar. Air mata Barno pun meleleh, tanpa mampu mengusapnya karena sebelah tangannya patah, dan yang sebelah lagi terhubung dengan botol infus yang tergantung di dekatnya.
“Wijan, Nilam, kamu harus sabar ya, semuanya sedang mencari keberadaan ayah kamu, berdoalah agar ayah kamu ditemukan dalam keadaan selamat,” itu kata pak Rangga yang diulang-ulang, ketika mengantarkan mereka pulang pada keesokan harinya. Pak Rangga terpaksa terus membujuk mereka yang semula tak mau pulang.
***
Karena kehujanan hampir sepanjang malam, saat pulang itu tubuh Nilam panas sekali. Rusmi yang melihat anaknya sakit, marah bukan alang kepalang. Dan kemarahan itu ditimpakannya kepada Wijan.
Wijan yang sedang sendirian di kamar, terkejut melihat ibu tirinya masuk sambil membanting pintu kamarnya.
“Dasar tidak bertanggung jawab. Bagaimana kamu membiarkan Nilam kehujanan dan sekarang dia jatuh sakit?” hardiknya.
Wijan heran karena sang ibu tiri tidak menanyakan nasib suaminya, malah marah-marah gara-gara Nilam sakit.
“Saya tidak mengajaknya, dia sendiri yang ikut.”
“Kamu kan bisa menolak? Dasar tak tahu diri. Kamu tahu kan, sekarang ayahmu sudah tidak ada? Jadi apalagi yang kamu pikirkan?”
Wijan terhenyak mendengar kata-katanya.
“Mereka sedang mencari bapak, katanya gemetar.”
“Mencari … itu mencari jasadnya. Mana mungkin orang bisa hidup saat terlempar dari mobil dan hanyut di sungai?”
“Ibu jangan berkata begitu, harusnya_”
“Jangan mengajari aku, lebih baik kamu pergi dari sini.”
Wijan merasa sakit, tapi ia tak sudi mengemis belas kasihan. Berada di rumah itu hanya akan disakiti setiap saat, apalagi ayahnya tidak ada, yang entah akan kembali atau tidak, dia tak mengerti. Ia segera berkemas, mengumpulkan barang-barang yang perlu dibawanya, kemudian ia melangkah keluar dari kamar. Ditengah pintu, kakak tirinya yang berdandan rapi dan cantik, menyilangkan tangannya dan menatapnya dengan pandangan iblis.
“Lebih baik kamu pergi, tempatmu bukan di sini.”
Wijan tak menjawab. Ia terus melangkah pergi, dan Hasti menatapnya tanpa belas.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteHarapan saya, pak Raharjo diketemukan dan ditolong seseorang. Bila sudah sembuh akan hidup bahagia bersama Wijan dan keluarga.
DeleteTentang si Sepasang Kebo biar nanti menerima balasannya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Harapan saya... apa ya.. hehee... terima kasih pak Latief
DeleteAamiin doanya
🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah BeUI_19
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat dan
smangaats nggih Bu
Salam Aduhai 🌷🦋
🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
Kasian Wijan, anak baik di sia2kan oleh ibu tiri dan kakak tirinya...
DeleteSemoga ada mukjizat, pak Raharjo selamat, ditemukan oleh orang kampung, dan dirawat sampai sembuh kembali...
Terima kasih perhatiannya jeng Sari
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTrmksh mb Tien, smg sht sll
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun Yangtie
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun mbak Tien
Sehat selalu..🙏
Maturnuwun ibu Nuning
DeleteAamiin doanya
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah Maturnuwun Bunda.
ReplyDeleteMatur nuwun ugi pak Herry
DeleteMatur nuwun bu Tien sugeng ndalu
ReplyDeleteSugeng dalu mas Djuniarto
DeleteAlhamdulillaah, mtrnwn mb Tien 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 jeng dokter
DeleteSalam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 19 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteTerima kasih pak Wedeye
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteMatur nuwun salam aduhai
ReplyDeleteMbak Yaniiiik
DeleteAduhai deh
Alhamdulillah
ReplyDeleteADUHAI jeng Inu
DeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Sami2 ibu Iundrastuti
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah Matur nuwun bu Tien, sdh mengaduk perasan jd tdk suka dg Rusmi, Hasti n Baskoro yg telah berbuat culas ke pak Rahardjo,,. Kasihan Wijan ,,
ReplyDeleteAduhaiii ,,🤗😍 Mantab
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien ,,
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat dan aduhai
Alhamdulillah sudah tayang, Terimakasih Bude, sediiih Wijan di usir😭😭😭
ReplyDeleteAlhamdulilah terima kasih bunda Tien, bunga utk ibuku sdh hadir... salam sehat dan aduhai bu Tien
ReplyDeleteOrang orang jahat rusmi hesti dan baskoro sedang berpesta merayakan keberhasilannya... wijan oh wijan semoga Allah melindungimu
Salam sehat dan aduhai obu Sri.
ReplyDeleteTerima kasih banyak
Sami2 ibu Ana
ReplyDeleteJangan sedih ya
Alhamdulillah Bunga Untuk Ibu 19 sdh tayang, matursuwun Bu Tien.
ReplyDeleteAlloh melindungi orang baik. P Raharjo, Wijan dan Nilam
Salam sehat & semangat selalu Bu Tien 😍
Sami2
DeleteTerima kasih ibu Umi
Tks bunda Tien..
ReplyDeleteCerbungnya sdh hadir..
Semoga pak Raharjo selamat dan ditemukan..
Kasihan Wijan anak semata wayangnya terusir dr rmhnya sendiri..
Sabaar menunggu bsk lg lanjutannya lbh seruu..
Sami2 ibu Hermina
DeleteTerima kasih sudah membaca
Alhamdulillah..... terimakasih Bunda, kasihan wijan yaa
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus.
DeleteTerima kasih perhatiannya
Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah, terimakasih bu Tien, salam sehat dari mBatul ☝
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteSalam hangat dari Solo
Terima kasih Bu Tien, ceritanya semakin seru, semoga Pa Raharjo bisa diketemukan dengan selamat.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Munthoni
Aduuh...kasihan banget mas Wijan...jalan suksesnya berat sekali...semoga pak Raharjo cepat ditemukan ya...🙏
ReplyDeleteSalam sehat, bu Tien...matur nuwun.🙏😘😀
Sami2
DeleteSalam sehat juga ibu Nana
Aku kok jadi dhek dhek sar yaaa ,,,,,,gmn nasib pak Rahardjo ,,,,jeng Tien tolong selamatkan pak Rahardjo yaaaa
ReplyDeleteAku malah deg deg pyur ki piye mbak Yanik
ReplyDeleteYa Alloh .. semoga pak Raharjo selamat .. biar bisa mengusir ke-3 bocah nakal ...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
ReplyDeleteTerima kasih perhatiannya
Alhamdulillah...cerbungnya dah tayang terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu..Wijan oh Wijan sungguh kasihan kau nak terusir dari rumahmu sendiri..
ReplyDeleteTerima kasih ibu Suprilina
DeleteAlhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~19 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Halaahh ... bacanya jadi enek, kasihan wijan, selamatkan BP raharjo
ReplyDeleteJangan eneg dong ibu Engkas
DeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSalam tahes ulales Dan tetap Aduhaiii 🙏❤️
Sami2 jeng Lina
DeleteSalam anoman obong
Ya Allah
ReplyDeleteTak bisa ber kata2
Hanya ikut sedih aj seh
Seiring berjalannya waktu fakta yg akan bicara
Bu Rusmi dgn tenang tanpa rasa sedih mengatakan bahwa pak Raharjo udah hilang
Trus lgsg mengusir Wijan dan Hasti ikut juga
Kerbau dan gudel sama bengisnya
Makin seru deh
Mksh bunda Tien yg telah bikin pembaca gemes deh
Yuuk ttp semangat dan ADUHAI
ADUHAI.. ADUHAI.. ADUHAI..
DeleteSemoga pak Raharjo di temukan dalam keadaan selamat dan sehat , dan akan menguak rencana jahat Rusmi dan Baskoro, terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mindjiati
DeleteTerima kasih perhatiannya
Terima kasih😘💕
ReplyDeleteMatur nuwun bundacTien..🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda..
Sami2 ibu Padmasari
DeleteAamiin atas doanya
Kasihan Wijan. Semoga Pak Raharjo segera ditemukan. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....aamiin.
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Waduh..rencana jahat Bu Rusmi dan Baskoro sdh terlaksana.
ReplyDeleteBu Rusmi bisa menyingkirkan Pak Raharjo dan mengusir Wijan.
Semoga Pak Raharjo selamat dan Wijan, gantian nanti nya bisa mengusir Bu Rusmi dari rumah mewah nya Pak Raharjo
Sugeng ndalu Bunda Tien, Salam sehat selalu nggeh
Sugeng dalu pak Munthoni, salam sehat
DeleteTerima kasih Bunda Tien . Salam Aduhai
ReplyDeleteSelamat malam n selamat istirahat..
Sami2 ibu Sriati
DeleteSalam aduhai deh
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasoh juga KP LOVER
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMaturnuwun pak Arif
Terima kasih bu Tien ... B U I ke 19 sdh tayang ... Kasihan Wijan diusir kebo dan gudel ... Smg pak Raharjo segera ditemukan dlm keadaan selamat ...
ReplyDeleteSmg bu Tien dan kelrg sll bahagia n sehat wal'afiat... Salam Aduhai .
Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Enny
Terimakasih mbak Tien,
ReplyDeleteCeritanya semakin seru, mudah2an pak Raharjo selamat dan kembali kerumah secara diam - diam. Rusmi dan Baskoro sangat kaget.
Aamiin
ReplyDeleteTerimakasih jeng Ting
Terima kasih ibu(bapak) Pungpa apa kabar?
ReplyDeleteSaya baik bu, panggil bapak juga boleh he he
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun, pak Siprawoto Sutedjo
DeleteAlhamdulillah bunda Tien...
ReplyDeleteEpisode yg mengharu biru
Semoga Wijan menemukan tempat utk bernaung..
Terima kasih ibu YYULIA
DeleteTerimakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat dan sehat selalu.
Aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteSalam hangat dati Solo
Episode mengandung bawang dadaku ikut sesak dg nasib Wijan . Bagaimana nasibmu Wijan? Terimakasih... Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteSalam hangat dari Solo, ibu Nanik