BUNGA UNTUK IBUKU 16
(Tien Kumalasari)
Baskoro berteriak-teriak, karena Rusmi memukulnya bukan hanya sekali.
“Aduh, sakit tahu.”
“Biarin. Kamu jangan sekali-sekali mengganggu anakku, awas ya.”
“Nggak, bukan aku yang mengganggu. Anakmu yang mengganggu,” kata Baskoro yang langsung melompat ke atas ranjang ketika mereka sudah masuk ke dalam kamar. Tapi Rusmi tetap mengejarnya dengan gemas.
“Apa kamu bilang? Anakku mengganggu kamu?”
“Iya, sumpah.”
“Bagaimana dia mengganggu?”
“Biasa lah, senyum-senyum, begitu.”
“Ge er. Memangnya senyuman itu mengganggu?”
“Iya lah, dulu kamu mengganggu aku juga dengan senyuman, kan?”
“Ngawur!!”
Baskoro terbahak ketika Rusmi ingin memukulnya lagi.
“Mengapa jadi begini? Katanya kangen. Dan begitu kesempatan ada, kamu malah mengamuk tidak karuan.”
“Kamu sih, mengganggu anakku.”
“Tapi anakmu memang cantik. Masa nggak suka anaknya dibilang cantik?”
“Kamu harus tahu ya, anakku itu masih kuliah, dan tidak mengenal laki-laki, apalagi laki-laki seperti kamu.”
“Masa? Menurutku dia sudah matang kok.”
“Ngaco ah!”
“Aku ini laki-laki. Tahu dong mana perempuan yang masih mentah dan yang sudah berpengalaman.”
Rusmi terdiam. Perkataan Baskoro membuatnya terkejut. Masa Hasti sudah berpengalaman? Dalam hal mengenal laki-laki? Selama ini Rusmi tak pernah memperhatikan anaknya. Dengan siapa dia bergaul, bagaimana bentuk pergaulan mereka dan seterusnya.
“Hei, mengapa melamun? Jauh-jauh datang kemari hanya untuk melamun?”
“Aku sedang memikirkan Hasti. Benarkah dia sudah berpengalaman?”
“Jangan pikirkan itu, Barangkali aku salah. Pikirkan saja acara kita berdua di tempat ini.”
“Aku juga ingin bicara tentang suami aku.”
“Kamu tidak usah memikirkannya. Lebih baik kita bersenang-senang.”
“Baiklah, aku percaya sama kamu.”
Dan setan-setan mulai lagi menggerayangi jiwa lemah dan iman yang goyah. Benarkah dosa itu nikmat?
***
Hasti sangat kesal. Saat makan malam ia tidak mau keluar. Ia sedang membayangkan laki-laki bercambang yang pastinya saat ini sedang bersama ibunya. Keterlaluan. Mengapa dia suka pada wanita yang lebih tua? Dalam hati Hasti berjanji akan merebutnya. Laki-laki itu sangat menawan, gagah dan memesona. Mengapa ia baru mengingatnya? Saat ke kantor ayahnya untuk sebuah keperluan, dia hanya melihatnya sekilas. Ia tersenyum memikat, demikian juga dirinya. Tapi kemudian Hasti melupakannya. Hanya saja sore tadi semuanya tampak berbeda. Ia seperti dewa dari kahyangan yang menawarkan cinta.
Hasti berdiri di depan kaca. Tentu saja dia lebih menarik dari ibunya yang sudah pernah melahirkan dua orang manusia.
“Apa susahnya merebut dia?”
Hasti tersenyum, lalu senyum itu menghilang ketika terdengar ketukan di pintu.
“Mbak Hasti, makan malam sudah siap.”
“Tidak, aku belum mau makan sekarang,” jawabnya tanpa membuka pintu, lalu ia merebahkan dirinya di ranjang. Ia lebih suka membayangkan hal-hal yang membuatnya mabuk. Dicumbui laki-laki yang sejak sore mengganggu pikirannya.
***
Bibik kembali ke ruang makan. Wijan dan Nilam masih menunggu.
“Mbak Hasti tidak makan sekarang. Mas Wijan dan Mbak Nilam makan saja duluan,” kata bibik.
“Asyik, lebih bagus makan tanpa dia,” sorak Nilam sambil menyendok nasinya.
“Nilam!” tegur Wijan sambil menatap tajam adik tirinya. Bagaimanapun dia tidak suka seseorang membenci saudaranya, apalagi saudara kandungnya.
“Mas Wijan aneh. Mbak Hasti membenci, tapi mas Wijan masih saja membelanya,” gerutunya dengan mulut manyun.
“Membenci itu menyiksa diri kita. Menyayangi itu membuat hidup kita nyaman.”
“Huh, kakek Wijan,” ejek Nilam.
“Kalau diberi tahu itu didengarkan, dan dirasakan. Apa yang mas Wijan katakan ini harus kamu ingat baik-baik. Suatu hari nanti kamu akan merasakan kebenarannya.”
“Hm,” Nilam mengangguk.
“Jangan hanya mengangguk.”
“Baiklah, akan Nilam rasakan, Masku yang baik.”
Wijan cemberut. Ia tahu Nilam belum sepenuhnya mengerti.
“Tiba-tiba aku ingat bapak. Bapak juga sering memberi petuah-petuah begitu. Sedang apa ya bapak saat ini?”
“Pasti sedang istirahat. Bapak banyak pekerjaan. Maksudnya, banyak yang harus dikerjakan.”
“Besok kalau aku sudah lulus, ingin sekali membantu bapak di perusahaan.”
“Bapak pasti senang.”
“Kata bapak, aku harus rajin belajar.”
“Hm, itu pasti.”
“Aku kangen bapak. Maukah nanti mas Wijan menelpon bapak? Aku juga ingin bicara sama bapak.”
“Iya, nanti setelah makan aku akan menelpon bapak.”
***
Malam sudah larut ketika Rusmi pulang ke rumah. Tubuhnya tampak letih dan kusut. Ia ingin segera mandi dan membersihkan diri. Tapi sebelum masuk ke kamarnya, Hasti menyapanya.
“Ibu baru pulang?”
“Iya, capek sekali.”
“Ibu bersama dia sejak sore tadi?”
Rusmi urung membuka pintu kamarnya.
“Bersama dia, siapa?”
“Laki-laki bernama Baskoro itu.”
“Ada urusan dengan dia. Memangnya kenapa?”
“Urusan apa? Bisnis? Atau … urusan … apa?” tanya Hasti dengan senyuman mengejek.
“Apa maksudmu? Urusan penting, kamu tidak perlu menanyakannya.”
“Apa dia punya istri?”
“Hei, mengapa kamu menanyakan itu?”
“Dia laki-laki menarik lhoh,” kata Hasti enteng, membuat mata Rusmi melotot marah.
“Hasti, kamu tidak pantas mengatakan itu,” katanya kesal, sambil membuka pintu kamarnya, lalu kembali menutupnya.
Ada perasaan tak senang mendengar teguran Hasti. Apakah dia cemburu? Atau karena merasa bahwa seorang gadis seusia Hasti belum pantas mengatakan kekagumannya kepada seorang pria?
Rusmi mengangkat bahunya. Ia akan mengingatkan Baskoro agar tidak pernah sekalipun mendekati anaknya.
***
Sementara itu, Suri marah karena Baskoro membangunkannya di tengah malam, sementara dirinya sudah terlelap.
“Jam berapa sih ini? Kenapa baru pulang?”
“Kamu tidak tahu pekerjaan suami kamu ya? Kalau pulang terlambat itu pasti lembur. Setiap kali terus-terusan bertanya,” omel Baskoro yang terus nyelonong masuk ke rumah.
Suri mengunci kembali pintunya, dan mengikuti suaminya ke dalam kamar.
“Lembur sampai tengah malam begini? Lihat, bajumu kusut.”
“Aku ini kepala gudang. Banyak barang, dan terkadang harus membantu mengangkat barang-barang itu.”
“Sampai kusut begini,” omelnya terus menerus sambil memunguti baju Baskoro yang dilepas begitu saja dan dibiarkannya berserakan di lantai.
“Hei, kenapa ada merah-merah di baju putih kamu ini, Mas?”
“Merah-merah apa?”
“Apa ini lipstik?”
“Lipstik apa?”
“Ini kan warna lipstik.”
“Jangan ngawur. Barang-barang dengan bungkus berwarna merah itu ada. Mungkin ada yang melunturi pakaian aku.”
“Baunya juga wangi.”
“Diamlah, Suri. Aku ini lelah dan ingin segera beristirahat. Sebel mendengar omelan kamu.”
“Tunggu aku ambilkan baju ganti kamu dulu.”
“Aku mau mandi dulu.”
“Bagus, mandilah, baumu sungguh tidak enak,” gerutu Suri sambil memasukkan baju-baju kotor ke dalam keranjang.
Ketika mengangkat hem putih yang berbekas merah seperti lipstik itu, Suri mencium bau wangi yang membuatnya curiga. Suri pernah mencium wangi yang sama, dan saat itu Baskoro menjawab bahwa ada tukang menjual parfum masuk ke kantornya. Apakah di tengah malam juga ada penjual parfum memasuki kantor? Baunya masih sangat menyengat, berbaur dengan bau keringat.
“Hei, mengapa kamu mencium-cium bajuku?” tiba-tiba Baskoro sudah keluar dari kamar mandi, hanya mengikat tubuhnya dengan selembar handuk. Tubuh kokohnya sangat menonjol. Tapi Suri tidak tertarik. Rasa curiga menghilangkan semua selera.
“Suri tak menjawab. Ia mengangkat keranjang dan bermaksud membawanya keluar. Tapi Baskoro menariknya. Rupanya ia tahu sang istri sedang mencurigainya, dan sekarang ingin membuat sang istri melupakan kecurigaan itu dengan memeluknya. Tapi Suri mendorongnya sampai Baskoro hampir terjatuh.
“Suri, apa yang kamu lakukan?” kesal Baskoro.
Suri tak menjawab. Ia langsung keluar kamar, meletakkan keranjang kotor di dapur, lalu kembali tidur, tapi bukan di kamar. Ia tidur di atas sofa, tak peduli ketika Baskoro membangunkannya. Betapapun diamnya Suri, betapapun nrimonya dia, tapi tak ada perempuan mau berbagi. Ia mencurigai suaminya bermain perempuan, lebih dari hari-hari yang telah lalu.
***
Pagi harinya, Suri tak banyak bicara. Ia hanya bicara ketika ditanya. Tapi ia tetap menyediakan minuman hangat dan sarapan bagi suaminya. Baju bernoda lipstik dan aroma wangi yang beberapa kali tercium dengan aroma yang sama, selalu mengganggunya. Sekarang ia merasa, sang suami memang berbohong. Dulu sering Baskoro terlambat pulang, tapi tak pernah selarut ini. Alasan lembur masih bisa diterima akal. Tapi lembur sampai larut malam, baru sekali ini terjadi. Perasaan seorang istri memang peka. Ada yang berbeda, ada yang membuatnya berpikir tentang sebuah perselingkuhan. Itukah sebabnya maka Baskoro tak pernah peduli tentang keinginannya semula, yaitu ingin memiliki anak? Pernah terpikirkan untuk memeriksakan diri ke dokter, tapi akhir-akhir ini Baskoro seperti tak peduli. Apakah dia sudah menemukan perempuan yang bisa mengandung anaknya?”
“Suri, mengapa sayur pagi ini rasanya hambar?” tanya Baskoro ketika menikmati sarapannya.
“Apa?” jawab Suri acuh tak acuh.
“Biasanya kamu masak enak. Pagi ini kok hambar, tidak ada rasanya.”
“Seterusnya akan begitu,” jawabnya tanpa menatap wajah suaminya.
“Apa maksudmu?”
“Seperti perasaanku. Hambar.”
“Apa yang kamu pikirkan?”
“Banyak.”
“Jangan berpikir yang tidak-tidak.”
“Yang aku pikirkan pasti ‘iya’,
Baskoro diam. Ia tak ingin berdebat pagi hari itu. Karenanya dia hanya diam. Hal itu membuat Suri semakin merasa pasti bahwa suaminya telah melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya. Ada tangis mengiris, yang ditahannya. Ia tak mau memperlihatkan kelemahan di depan suaminya.
Ia bahkan tetap diam ketika suaminya berangkat. Tak menjawab ketika ia berpamit. Baskoro tak bereaksi. Barangkali tak ada sesal kalau sampai Suri meninggalkannya. Ada perempuan yang menyukainya dan memanjakannya dengan uang yang tak henti-hentinya, dan sebentar lagi akan menjadi miliknya sepenuh hati.
Ketika sudah naik ke atas motornya, ponselnya berdering. Ada nomor tak dikenal. Ingin diabaikannya, tapi Baskoro penasaran. Karenanya segera diangkatnya panggilan itu.
“Hallo.”
“Hallo, mas Baskoro, selamat pagi.”
“Baskoro hampir terlonjak. Sapa yang begitu manis, dan suara yang begitu menggelitik, serasa dikenalnya.
“Hayo, siapa aku?”
“Apakah … kamu Hasti?”
“Duh senangnya, aku tidak dilupakan,” sorak Hasti dari seberang.
“Dari mana kamu tahu nomor kontak aku?”
“Nyuri di ponsel ibu.” jawabnya enteng, membuat Baskoro terbahak.
“Baiklah, ini aku mau berangkat ke kantor. Ada yang bisa aku bantu?”
“Ada dong.”
“Apa tuh?”
“Aku sakit, jadilah dokter.”
“Apa? Apa maksudnya?”
“Datanglah ke rumah, aku menunggu.”
“Wah, itu tidak gampang.”
“Takut ketahuan ibu? Nanti malam ibu ke kondangan bersama temannya. Jadi jangan khawatir.”
“Bukankah ada yang mengenali aku di rumah itu? Nggak enak dong. Wijanarko, yang pernah tertabrak olehku, pasti masih mengingatku.”
“Aku jadikan kamu dokter, jadi berpakaianlah seperti dokter. Kamu akan bebas masuk ke dalam.”
Baskoro diam, terpikir olehnya sebuah ide yang lucu. Tapi boleh juga. Baskoro mengatakan ‘siap’, kemudian bergegas ke kantor sambil tersenyum simpul. Ia tak mengira, Hasti lebih licik dan pintar dari ibunya. Pasti akan menyenangkan.
***
Siang hari itu Rusmi menemui Baskoro saat makan siang, mengajaknya makan seperti biasa. Tapi Baskoro tak berani pergi terlalu lama. Ia tahu pak Rangga selalu mengawasinya. Tak apa, kalau tak bertemu siang hari, kan malam harinya bisa bebas bersenang-senang?
“Tapi malam ini aku tak bisa pergi bersama kamu, Bas.”
“Kenapa?” Baskoro pura-pura tak tahu, karena Hasti sudah mengatakannya.
“Ada undangan temanku, aku harus menghadirinya.”
“Aduh, aku pasti akan kedinginan.”
“Kan ada istri kamu yang gemuk? Pasti dia lebih hangat daripada aku,” canda Rusmi, membuat Baskoro terbahak.
“Kamu kan tahu aku tak pernah berselera sama dia, apalagi setelah ketemu kamu.”
“Benarkah? Bagaimana kalau ada yang lain?”
“Kamu seperti anak muda saja. Apakah ini rasa cemburu?”
“Meskipun aku tidak muda, tidak bolehkah merasa cemburu?”
“Boleh, aku senang, karena cemburu itu tandanya cinta.”
“Seperti anak muda saja. Kita ini kan sudah tua Bas, tidak seharusnya begini-begini terus seperti maling.”
“Aku tahu, kan semuanya sudah diatur? Apa yang kamu khawatirkan?”
“Suamiku berdinas selama beberapa hari. Paling cepat tiga hari.”
“Apa kamu kangen?”
“Kangen dong, kangen uangnya.” Lalu keduanya terbahak-bahak.
***
Raharjo sedang beristirahat dan makan siang, ditemani Lusi, sekretarisnya, dan pak Bardi, sopirnya. Udara mendung, dan musim hujan tampaknya sudah mulai datang.
“Besok hari terakhir kita Lus, bukankah semuanya sudah selesai?” tanyanya kepada Lusi.
“Syukurlah, jadi sore harinya kita bisa pulang. Menyenangkan bisa pulang lebih cepat."
“Bukankah Bapak ingin membeli oleh-oleh untuk putra Bapak?” Bardi mengingatkan.
“Kamu benar Bar, Aku ingin membeli buah-buahan. Buah apa yang khas di kota ini?”
“Besok saya antarkan Bapak ke perkebunan buah-buahan. Kita bisa memetik sesuka hati kita.”
“Benarkah?”
“Lebih baik Bapak berangkat siang saja bersama pak Bardi, saya akan tinggal untuk berkemas,” kata Lusi.
“Kamu tak ingin ikut?”
“Saya kira mbak Lusi benar. Kita bisa berangkat awal, biar mbak Lusi membereskan semuanya. Kita akan ke luar kota, karena letak perkebunan itu di luar kota."
“Tapi kamu harus hati-hati Bardi, kalau hujan, jalanan licin.”
Baru saja Raharjo selesai bicara, hujan turun bagai tercurah dari langit.
“Lihat, hujan deras sekali. Apakah sebaiknya kita beli jajanan di toko saja?”
“Nggak asyik Pak, Bapak pasti senang nanti, bisa memetik buah sendiri. Saat ini sedang musim mangga dan di sana ada juga durian. Kemarin saya sudah mendapat informasi dari orang-orang di sekitar tempat ini.”
“Baiklah, terserah kamu saja. Sebentar, aku akan menelpon Wijan, apakah dia juga suka durian.”
Tapi sebenarnya apa yang ditawarkan sang ayahnya sudah ditolak oleh Wijan.
"Mengapa Bapak harus membelinya di sini? Di tempat kita banyak penjual mangga,, apalagi durian. Nggak usah Bapak susah-susah deh, apalagi tadi Bapak bilang kalau di situ lagi banyak hujan. Padahal di tempat kita belum lhoh."
"Tidak apa-apa, Jan. Kan lebih enak, makan mangga hasil petikan tangan bapak?" kata pak Raharjo sambil tertawa.
***
Besok lagi ya.
🍒🍓🍒🍓🍒🍓🍒🍓
ReplyDeleteAlhamdulillah BeUI_16
sudah tayang...
Tambah seru dan
bikin deg2an ajaah.
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat dan
smangaats nggih Bu
Salam Aduhai 🌹🦋
🍒🍓🍒🍓🍒🍓🍒🍓
Hadeeeh Baskoro tambah sesat aja, nambah lg bermain api dg Hasti...Setan2 tambah senang menggoda iman yg lemah...Dosa itu nikmat spt yg ditulis Bu Tien, Astaghfirullah...
DeleteBgmn nasih Pak Raharjo, semoga baik2 aja...Kasian org baik2 kalo dicelakakan nantinya...Tambah seru n bikin deg2an trs...
Salam hangat dan aduhsi buat jeng Sari
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteHanya akan membeli mangga saja pergi ke perkebunan, apalagi musim hujan. Banyak bahayanya loh pak... Apa tidak terasa, di rumah ada orang 'main benthik' .
DeleteBenar juga bahwa Hasti lebih gila dari ibunya. Tidak takut kalau sampai 'halim'.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin
DeleteSalam sehat dan aduhai pak Latief.
Alhamdulillah... Bunga Untuk Ibuku 16 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat, selalu Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai Aduhai selalu nggeh Bunda Tien
Sami2 pak Munthoni
DeleteMatur nuwun dan aduhai
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteSalam sehat bu Tien... matur nuwun
ReplyDeleteSami2 ibu Nien
DeleteSalam sehat dan aduhai
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteSalam hangat saking Solo
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 16 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah dah tayang.
ReplyDeleteMakasih bunda Tien semoga sehat selalu.
Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Isti
Aduhai
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSehat wal’afiat dan bahagia selalu bersama keluarga.. 🤲🏽🙏🏻❤️
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Salam dari Sala
Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
ReplyDeleteSami2 ibu Endah
DeleteAamiin atas doanya.
Salam hangat dari Solo
Alhamdulillah yg di tunggu2 BUI 16 tayang
ReplyDeleteADUHAI.. ADUHAI.
DeleteADUHAI... jeng In
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin
DeleteMatur nuwun obu Salamah.
Aduhai deh
Matur nuwun bu Tien, BeUI_16 sampun tayang.... Pengapunten hari ini gak bisa partisipasi.... Karena ada kesibukkan lain.
ReplyDeleteSami2 mas Kakek, nggak apa2 kok. Sehat selalu nggih
DeleteAlhamdullilah
ReplyDeleteBUI 16 telah hadir
Matursuwun bu Tien
Semoga sehat selalu
Aamiin
DeleteSami2 ibu Umi.
Aduhai deh
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien.🌹🌹🌹🌹🌹
Jangan pergi ya Pak Rahadjo ... jalanan licin takut mobilnya kecelakaan 😭😭😭
Matur nuwun jeng Susi
DeleteHehee...
Alhamdulillah Bunga Untuk Ibuku - 16 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu
Aamiin
Aamiin
DeleteTerima kasih ibu Ting, salam sehat aduhai dari Solo
Terima kasih Ibu Tien, semoga Ibu sast ini sehat sehat, dan tetap berkarya untuk kami yg senang cerita karya Ibu Tien....
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun pak Tugiman, apa kabar?
Alhamdulillah Maturnuwun..makin kedepan makin Aduhai alurnya..tetap sehat nggih Bunda
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry, salam hangat saking Solo
Alhamdulillah.... terimakasih Bunda.... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Tutus
Salam hangat
Matur nuwun bunda Bunga Untuk Ibuku 16 sudah tayang
ReplyDeleteSalam aduhaii dari Bojonegoro
Sami2 ibu Wiwik, salam hangat dan aduhai
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerima kasih Bunda, Bunga Untuk Ibu ep 16 sudah hadir, salam hangat dan tetap semangat Bunda dari Pasuruan
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteKapan ke Solo lagi
Terimakasih Bude Tien udah Tayang😍😘, sifat ibu Rusmi menurun ke Hasti, kena batunya jg nanti, Baskoro BS berpaling ke yg muda😂 suka kata2 bijak Wijan MLM ini "Suka kata2 Wijan malam ini, Membenci itu menyiksa diri kita, menyayangi itu membuat hidup kita nyaman❤️ sekali terimakasih bude Tien sehat2 selalu😘
ReplyDeleteSami2 ibu Ana
DeleteSalam aduhai deh
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Nanik, sudah membaca
DeleteAlhamdulillaah dah tayang jadi penasaran ibu dan anak sama" menyukai seseorang walah mantap Bu da makin seru nih cerita
ReplyDeleteTerima kasih ibu Engkas
DeleteFirasat ku kok gak enak ya bu Tien...???
ReplyDeleteSelalu ditunggu ceritanya...🥰🥰
Hehee.. kenapa ibu Wening. Semoga baik2 saja yaahh
DeleteAlhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~16 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin.
DeleteTerima kasih pak Djodhi
alhamdulillah... kebusukan demi kebusukan akan segera terbongkar... terima kasih Mbu Tien... sehat selalu bersama keluarga tercnta
ReplyDeleteTambah seru... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatir nuwun ibu Yati. Salam sehat
Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih pak Zimi. Salam hangat dari Solo
Mudah mudahan pak Rahardjo baik baik saja
ReplyDeleteMbak Yaniiiiiikkk..
DeleteTuhan selalu melindungi orang
ReplyDeleteLho
ReplyDeleteMalah ribut royokan, dadi konangan tå yå, Nilam denger nya jadi malah lebih jelas.
Masalah mereka. Lunas sudah pernyataan Wijan; biarkan keburukan itu akan menjelaskan sendiri
ADUHAI
Team sukses yang gagal.
Terimakasih Bu Tien
Bunga untuk ibukku yang ke enam belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin,
DeleteMatur nuwun pak Nanang, sudah mulai bercrigis ria
Aamiin,
DeleteMatur nuwun pak Nanang, sudah mulai bercrigis ria
Bagus...Suri mulai curiga suaminya selingkuh...kebusukan tidak bisa dipendam terus. Semoga cepat terkuak...😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏
Sami2 ibu Nana,
DeleteSalam sehat dan hangat dari Solo
Weleeh.... Hasti melebihi ibunya. Trs gmn nanti, jd penisirin.
ReplyDeleteSy jd deg2an tentang Pak Raharjo.
Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Aamiin
DeleteMaturnuwun ugi ibu Endahh
Tiap hari tambah seru ceritanya....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat teras njih Bu...aamiin...
Aamiin
DeleteMatit nuwun ibu Reni
Semoga pak Raharjo baik-baik saja. Terimakasih, bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Kpmariah
DeleteSalam sehat dan aduhai yaa
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
ReplyDeleteMatursuwun bunda Tien BUI 16 telah tayang...
ReplyDeleteCerita nya makin seru...
Smoga pak Raharjo baik baik saja
Hasti d Rusmi akan berebutan pd Baskoro😁
Harapanku pak Raharjo sempat menikmati masa tua bahagia bersama Wijan.
ReplyDeleteSemoga orang kayak Baskoro gak ada di dunia nyata, pengen takbejek2
ReplyDeleteTerimakasih... Bu Tien semoga sehat selalu
Kapan ke Sby lagi?
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yaa rabbal'alamiin
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal"afiat selalu🤗😍
Senangnya punya ayah yg penuh perhatian & anak yg meyayangi ❤️
Waduh Hasti parah ya ,, lanjut bu Tien,, bikin genes bacanya 🤩
Makasih mba Tien
ReplyDelete