BUNGA UNTUK IBUKU 12
(Tien Kumalasari)
Rusmi terkejut ketika menyadari sang suami sudah berdiri di tengah-tengah pintu. Dengan menampakkan wajah sedih dia memegang pundak Wijan.
“Saking sayangnya pada kakaknya ini, Nilam selalu minta bonceng dia saat pergi dan pulang sekolah. Itu pasti karena Wijan sangat menyayanginya. Ya kan Jan?” katanya lembut kepada Wijan.
Raharjo tak menggubris apa yang dikatakan sang istri. Ia mendekati ranjang dimana Nilam berbaring, dengan tempelan lap basah di dahinya. Raharjo mengambilnya, mengganti dengan lap baru yang disediakan bibik di atas nakas.
“Kamu kenapa?”
“Nilam hanya merasa lemas. Tadi ekstrakurikuler sampai sore, Nilam capek.”
“O, jadi kalian baru pulang agak sore? Memangnya kamu mengikuti ekstrakurikuler apa?”
“Menari?”
“Wow, kamu suka menari rupanya. Menari apa? Balet? Tari-tari modern? Baru sekarang bapak mendengar kamu suka menari.”
“Tari Jawa.”
“Haaa, tari Jawa? Bagus sekali. Bapak suka kebudayaan Jawa.”
“Kalau sudah sembuh, Nilam mau menari buat Bapak.”
Raharjo tertawa. Entah mengapa, anak tirinya yang satu ini selalu membuatnya senang.
“Benar? Bibik, apa Nilam sudah diberi obat?”
“Belum Pak, mbak Nilam juga belum makan.”
“Lhoh, kenapa belum makan? Wijan tidak mengajak adiknya makan?” tanyanya kepada Wijan.
“Kami baru datang.”
“Makan dulu ya?” kata Raharjo sambil memberi isyarat kepada bibik agar mengambilkan makan untuk Nilam.
“Nggak mau, perutnya mual.”
”Ini karena kamu terlambat makan. Apa kamu tidak membawa bekal?”
“Membawa dong Pak, tadi ibu bawakan dua potong roti dengan potongan besar. Biasanya juga begitu." Sambung Rusmi
“Nilam berikan kepada teman.”
“Apa? Kenapa diberikan teman? Dan kamu sendiri kelaparan?”
“Kasihan sama dia.”
Bibik masuk ke ruangan dengan membawa makanan, dengan kuah sup hangat.
“Mbak Nilam makan dulu, ya.”
“Perutnya mual.”
“Harus makan dulu, sedikit juga nggak apa-apa.”
“Mau makan sama mas Wijan.”
Bibik mundur, menoleh kepada Wijan. Tapi Wijan bergeming. Ada ibunya di situ, pasti akan melarangnya mendekat. Tadi saja dia sudah didorong kesamping agak menjauh.
”Kamu manja sama kakakmu ya. Kamu itu sudah besar. Wijan, sini,” kata Raharjo sambil melambaikan tangan ke arah Wijan. Wijan pun mendekat.
“Suapin adikmu.”
Nyatanya Nilam mau dua tiga sendok setelah Wijan menyuapinya. Pada suapan ke empat, Nilam menolaknya.
“Sudah, aku mau muntah.”
Wijan terpaksa tak berani memaksanya.
“Jangan beri obat apapun. Kita panggil dokter langganan saja,” perintah Raharjo.
Rusmi bergegas menelpon dokter.
“Bibik, sebaiknya baju Nilam diganti dulu,” kata Wijan yang kemudian membawa sisa makanan Nilam keluar dari kamar. Raharjo mengikutinya.
“Kamu sudah makan?”
“Nanti saja.”
“Ayo makan bareng bapak. Bapak juga belum makan,” kata Raharjo yang kemudian menggandeng tangan Wijan ke arah ruang makan.
***
Setelah suaminya pergi, Rusmi mengomeli Nilam dengan nada kesal.
“Ini semua karena kamu tidak menurut apa kata ibu. Membonceng sepeda itu terkena angin, dan panas. Bahkan hujan, kalau sedang musim hujan. Dan itu tidak baik untuk kesehatan kamu. Kenapa kamu tidak mendengar kata-kata ibu? Sebegitu besarnya pengaruh Wijan atas diri kamu?”
Sebenarnya Nilam enggan untuk berkata-kata, karena tubuhnya terasa lemas. Tapi ia sangat tidak menyukai apa yang dikatakan ibunya. Karena itu walau dengan suara lirih, maka dia mengatakannya.
“Ibu lupa ya? Waktu saya masih SD, saya bahkan berjalan kaki setiap berangkat dan pulang sekolah. Kita tidak punya sepeda, apalagi mobil,” katanya sambil membalikkan tubuhnya memunggungi ibunya.
“Apa? Kamu sekarang pintar berkata-kata. Siapa mengajari kamu?”
“Nilam sudah besar. Nilam tahu apa yang baik dan buruk,” katanya lalu menutupi kepalanya dengan bantal.
Rusmi membanting banting kakinya dengan marah. Ketika itulah suaminya masuk, diiringi dokter yang dipanggilnya.
“Kamu kenapa?”
“Ini … Nilam itu kan sangat bandel. Eh, selamat datang dokter, silakan diperiksa, itu, anak saya yang bandel.”
Dokter perempuan langganan keluarga Raharjo itu segera memeriksa Nilam. Rusmi keluar untuk mencari bibik, agar membuatkan minuman. Di ruang makan ia berhenti sejenak untuk memelototi Wijan yang sedang duduk di meja makan. Ia sudah hampir menyemburkan kata-kata menyakitkan ketika tiba-tiba suaminya muncul di belakangnya.
“Maaf Wijan, bapak tinggal sebentar, karena harus mempersilakan dokter yang akan memeriksa Nilam,” katanya sambil kembali duduk.
Rusmi segera merubah wajahnya yang semula menyala, menjadi lembut.
“Wijan, makan yang banyak. Ini sudah terlambat waktunya makan. Mulai besok ibu akan membawakan kamu bekal agar bisa dimakan di sekolah, jadi tidak sampai menjadi sakit perut seperti Nilam tuh,” katanya sambil menyentuh bahu Wijan.
Wijan hanya mengangguk. Tapi Raharjo tak terusik dengan ucapan manis itu. Rupanya ia sudah tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hati istrinya, dan bagaimana sikap sebenarnya sang istri dan Hasti kepada anak semata wayangnya itu.
Rusmi menemaninya duduk.
“Ibu makan nanti saja, menunggu dokternya selesai memeriksa Nilam. Katanya sambil meletakkan sepotong paha ayam di piring Wijan.
“Wijan sudah hampir selesai, Bu,” kata Wijan yang ingin mengembalikan paha ayam itu, tapi Rusmi menahannya.
“Makan saja, dan habiskan. Badan kamu kurus ceking begitu. Makan yang banyak, biar gemuk. Kalau kamu agak gemukan sedikit, kamu pasti bertambah ganteng,” katanya manis.
Wijan menggigit paha ayam itu, yang serasa tersekat di tenggorokan. Ia sadar semua itu tidak tulus. Hanya sebuah pameran yang diperlihatkannya di depan ayahnya. Wijan paham benar.
“Apa kamu ingin agar bapak membelikan kamu mobil?” tanya Raharjo tiba-tiba.
Bukan hanya Wijan yang terbelalak, tapi Rusmi pun begitu. Mobil untuk Wijan?
“Bapak bicara sama Wijan?” tanya Wijan heran.
“Iya, tentu saja. Kan kamu yang belum punya mobil di rumah ini. Supaya kamu tidak kelihatan seperti gembel,” katanya tajam, tapi wajah Rusmi menjadi pucat. Dia baru saja mengatakan ungkapan gembel itu ketika mengomeli Nilam.
Wijan tertawa lirih.
“Bapak ada-ada saja. Memangnya gembel itu apa? Seseorang menjadi gembel, bukan karena dia menginginkannya. Itu adalah takdir yang harus diterimanya, dan bukan berarti dia adalah manusia hina,” katanya, lalu kembali menggigit paha ayamnya.
Raharjo yang sekarang membelalakkan matanya. Begitu takjub kata bijak itu keluar dari mulut seorang muda seumur Wijan. Siapa mengajarkannya?
Rusmi diam terpaku. Wajahnya pucat. Ia meraih minuman yang tersedia di depannya.
“Bukankah yang hina adalah perilaku yang tidak terpuji?”
“Baiklah. Tapi kamu mau kan?”
“Mau apa? Mobil? Tidak. Wijan belum memerlukannya. Naik sepeda lebih nyaman, dan lebih sehat lhoh,” kata Wijan sambil meletakkan tulang pahanya.
Raharjo tersenyum. Sesungguhnya Raharjo hanya mengatakan tentang beli mobil untuk Wijan itu, untuk menyindir istrinya yang tadi mengatakan bahwa naik sepeda itu seperti gembel. Satu demi satu catatan tentang istri dan anak-anak tirinya dirangkai di benaknya.
“Bapak bangga sama kamu,” katanya bergetar, penuh haru.
Rusmi segera berdiri, sebelum dia pingsan mendengar pembicaraan ayah dan anak yang serasa mengiris perasaannya itu.
“Ibu mau melihat dokternya dulu, barangkali sudah selesai,” katanya sambil berlalu.
***
Ternyata tidak ada yang mengkhawatirkan pada sakit yang diderita Nilam. Ia hanya telat makan dan tidak memperhatikan saat-saat makan dengan baik. Ada sedikit gangguan lambung yang kemudian dokter memberinya resep yang diberikannya kepada Rusmi.
“Apa kata dokter?” kata Raharjo di ruang makan, setelah dokter itu tergesa pulang karena sudah saatnya praktek di rumah.
“Ada gangguan di lambung. Dia memberikan resep, ini resepnya.”
“Wijan, setelah kamu makan, belikan obat untuk adik kamu di apotik,” perintah Raharjo kepada Wijan.
“Baik, Pak. Saya sudah selesai makan.”
Wijan bergegas berdiri sambil membawa ke belakang piring kotornya, lalu kembali kepada sang ayah untuk meminta resepnya.
“Tunggu, uangnya akan bapak ambilkan.”
***
Rusmi merasa, sikap Raharjo sangat berbeda beberapa hari terakhir ini. Ia menyesal telah kelepasan bicara yang nggak enak dan kedengaran oleh suaminya. Karenanya ia kemudian menebusnya dengan bersikap sangat manis, bahkan dengan Wijan yang selalu dianiaya.
Ketika pulang dari apotik, Rusmi bahkan memberikan segelas jus jeruk kepada anak tirinya, dengan sikap yang berbeda, walau suaminya tak ada di dekatnya. Siapa tahu tiba-tiba dia muncul dan memuji kebaikan hatinya.
“Wijan, udara sore sangat panas bukan?"
"Ya, bu."
"Sudah obatnya?”
“Sudah, ini Bu,” kata Wijan sambil menyerahkan obatnya.
“Anak baik, terima kasih ya. Oh ya, ini ada jus jeruk, minumlah, agar gerahnya hilang. Bukankah apotik lumayan jauh dari rumah?”
“Sudah Bu, nanti Wijan ambil sendiri.”
“Jangan begitu, ibu sudah susah-susah menyiapkannya untuk kamu lhoh, ayo, minumlah.”
Wijan menerimanya dengan benak penuh tanda tanya. Tak kelihatan ada sang ayah, tapi sikap ibu tirinya begitu manis. Ia pun meneguk jus jeruk itu setelah mengucapkan terima kasih.
Rusmi memasuki kamar Nilam sambil membawa obatnya.
“Nilam, ini obatnya. Diminum ya, mas Wijan tadi yang membelikannya. Pasti manjur deh, karena yang membelikan adalah kakak yang menyayangi,” katanya sambil menyiapkan obatnya.
Nilam membuka matanya, menatap ibunya heran. Ia melongok ke pintu, ibunya menyebut kakak yang menyayanginya, pasti yang dimaksud adalah Wijan, mengapa begitu manis? Adakah sang ayah di kamar itu? Ternyata tidak. Ini terasa aneh. Tapi Nilam tak sempat berpikir lama, karena ibunya sudah membantunya duduk untuk meminumkan dua macam obat kepadanya.
***
Pagi itu Wijan bersiap untuk berangkat ke sekolah sendirian, karena Nilam tidak diijinkan masuk sekolah terlebih dulu, walau badannya sudah merasa lebih enak.
“Kamu harus istirahat dulu, paling tidak sehari ini, supaya benar-benar sembuh,” kata sang ayah ketika menjenguk ke dalam kamarnya.
“Baik, Pak. Apa mas Wijan sudah berangkat?”
“Sepertinya belum. Dia baru selesai sarapan. Nanti akan bapak suruh dia pamit sama kamu.”
Nilam mengangguk sambil tersenyum.
Raharjo masuk ke dalam kamarnya, sayup didengarnya sang istri sedang bicara dengan Wijan. Begitu bersahabat, seperti ibu dan anak.
“Wijan, ini bekal untuk kamu. Jangan sampai pulang dengan rasa lapar. Nanti perut kamu sakit seperti Nilam.”
“Terima kasih Bu.”
Bibik yang sudah menyiapkan bekal untuk Wijan seperti biasa dilakukannya, urung menyisipkan bekal ke dalam tas sekolah Wijan, karena nyonya majikannya sudah menyiapkan nasi dan ikan goreng yang diberikannya kepada anak tirinya. Bibik pun merasa heran. Sepertinya tak ada sang tuan, tapi ibu tiri yang biasanya kejam itu bersikap sangat manis.
“Tumben. Apakah ada setan lewat?” gumam bibik dalam hati.
Ia kemudian melihat Wijan masuk ke kamar Nilam untuk berpamitan.
“Baik-baik di rumah ya, istirahat saja, jangan keluar dari kamar,” pesan Wijan sambil mengacak rambut adiknya.
“Iya, tapi aku sebenarnya sudah nggak sakit.”
“Jangan bandel,” kata Wijan sambil memelototi adiknya.
Nilam tersenyum.
“Galak benar. Hati-hati ya Mas,” pesannya sambil melambaikan tangan.
***
Raharjo bersiap untuk berangkat ke kantor, Rusmi menyerahkan kunci mobilnya.
“Mobil Bapak kan belum jadi? Pakai saja mobil ini, aku tidak akan pergi ke mana-mana.”
Raharjo menerima kunci mobil itu. Memang sebelumnya dia akan memakai mobil istrinya karena mobilnya belum jadi.
“Jacket itu masih tertinggal di kantor satpam. Aku lupa menanyakannya, dan satpam juga agaknya lupa menyerahkannya.”
“Tidak apa-apa, nanti aku bilang pada Pingkan tentang jacket itu,” katanya sambil mencium tangan suaminya.
Raharjo tak menanggapi. Ia masih saja merasa bahwa sikap istrinya tampak dibuat-buat. Ia langsung menuju ke mobil, dan membawanya keluar tanpa mengucapkan apapun.
Namun begitu suaminya sudah tak kelihatan lagi, Rusmi segera masuk ke kamarnya, mengambil ponselnya dan menelpon Baskoro.
Tapi lama sekali panggilan itu tidak segera diangkat. Rusmi sudah merasa kesal. Seperempat jam kemudian panggilan itu baru tersambung.
“Kenapa lama sekali?” tegurnya.
“Aku sedang di jalan, mana berani mengangkat telpon. Jalanan ramai sekali.”
“Sekarang kamu sudah di kantor?”
“Di parkiran. Ada apa? Aku harus buru-buru masuk ke dalam, jangan sampai keduluan pak Raharjo.”
“Oh, begitu ya. Ya sudah. Nanti saja saat istirahat aku menelpon lagi.”
“Sudah sangat kangen, baru sehari saja tidak ketemu? Nanti mau mengajak ketemuan?”
“Tidak. Aku sudah bilang, jangan dulu.”
“Lalu kenapa menelpon?”
“Aku akan membicarakan sebuah rencana. Perasaanku mulai gerah.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillaah
DeleteMatur nuwun bunda Tien 🙏
BUI semakin seru 😍
This comment has been removed by the author.
DeleteSprinter didominasi PCTK JABODETABEK, mantab....
DeleteDi Ulang tahun 1 PCTK Jabodetabek, para anggotanya semangat.
Terima kasih Budhe Tien, BeUI_12 sdh tayang tepat waktu gasik jam 7 theng.
Nuwun mas Kakek
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik Nurjanah
Delete🌷🌸🌷🌸🌷🌸🌷🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah
BeUI_12 sampun tayang.
Tambah seru niih...
Matur nuwun Bu Tien.
Semoga Bu Tien
sehat terus dan
tetap smangats...
Salam Aduhai 🌹🦋
🌷🌸🌷🌸🌷🌸🌷🌸
Bu Rusmi mulai pakai topeng, ber manis2 dg Wijan, pak Raharjo makin curiga dg sikap istri dan anak tirinya terhadap anak kandungnya si Wijan...Keburukan segera terungkap, yg jahat mendapat ganjaran yg setimpal dg perbuatannya...
DeleteTerima kasih ibu Sari
DeleteSami2 jeng Sari
DeleteAamiin atas doanya
Yrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~12 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin
DeleteSami2 pak Djodhi
Alhamdulillah no satu☺️
ReplyDeleteHoreee.. jeng Susi
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteWah dasar pemain watak ni, si Rusmi. Habis tertawa terbahak-bahak langsung nangis. Sayang tawanya sudah terdengar oleh pak Bos. Tunggu saja proses sedang berjalan.
DeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillaah tayang gasik bener yah makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteTes
ReplyDeleteKok jik di tes ta?
DeleteTes.... Lulus nggak?
DeleteMas Bambang mlebu....
Jeng Laksmi malah metu....
Wus oleh Dhe, obate???
Hamdallah... Bunga Untuk Ibuku 12 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat berkarya, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteSalam sehat selalu nggeh Bunda..💪💪🙏🙏🌹🌹🌹
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 pak Munthoni
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
semoga selalu sehat
Aamiin
DeleteSami2 ibu Nanik
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulillah bunga untuk ibu sudah tayang . terimakasih Bu Tien semoga sehat selalu .
ReplyDeleteAlhamdulillah udah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah pulang ke Jogya?
DeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien.. Wijan sdh tayang
Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu 🙏🙏
Aamiin
DeleteSami2 ibu Hermina
Suwun
ReplyDeleteSalam sehat bu Tien... matur nuwun karyanya hari ini njih..
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteSalam sehat juga
Bu Rusmi suka berkata gembel pada wijan , coba saja sewaktu waktu dia yang akan menjadi gembel .baru deh menyesal .
ReplyDeleteGak lama lagi jeng Werdi, tinggal nunggu waktu.
DeleteSerahkan saja ke Budhe Tien, suwe mijet wohing ranti......
Mengko rak kleleran....
Matur nuwun jeng Werdi
ReplyDeleteHehee.. mas Kakek tahu aja
DeleteSekarang mas Kakek pinter nulis ngagem sanepan nggih mbak Tien..🤭
DeleteHehee... iya jeng Nuning
DeleteAlhamdulillah..... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Tutus
Alhamdulilah, matur nuwun ya mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 12, salam sehat dan tetep semangat ya kangen wassalam dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 jeng Sis. Aduhai deh
Terima kasih bu Tien..
ReplyDeleteHmm rencana apa ya yg difikirkan Rusmi, sepertinya mau mencelakai Wijan.
Salam sehat selalu bu
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat juga
Matur sembah nuwun mbak Tien ..sehat selalu
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah , Amboi Rencana apalagi nih..Bunda semoga selalu sehat wal afiat .Maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteKali ini bu Rusmi hrs pura2 manis krn ada maunya
ReplyDeleteBaskoro udah pasang badan siap2 jd kerbau trnyt hrs di tunda
Meskipun si kerbau buru2 mau mbijeg krn kbtln Nilam lg sakit
Pak Raharjo ttp aj di bohongin, sabar dulu yah
Bentar lagi moga cpt terurai atas kejahatan Rusmi
Sedangkan bibik msh mengamati bgmn kelanjutannya nunggu saat yg tepat
Sptnya hati juga mulai panas kl yg di sebut gembel mau di beliin mobil
Untung Wijan baik hatinya jd di tanggapi dgn biasa ajah
Naik sepeda dirasa lbh nyaman dan lbh sehat
Kok makin seru juga seh
Hadeeh bikin penasaran banget seh
Yuuk kita tunggu aj lanjutannya
Sabar sabar sabar deh
Sehat selalu doaku ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
ADUHAI.. ADUHAI.. ADUHAI... hehee.. jeng In
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 12 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Terima kasih bu Tien ... B U I ke 12 sdh hadir ... sdh dibaca juga ... Apa ya rencana jaha bu Rusmi ... Wijan hrs hati2 nih ... Smg bu Tien & kelrg sll happy n sehat ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Enny
Terima kasih Mbu Tien.... kebusukan mulai ditingkatkan... semoga org baik sll dpt perlindungan
ReplyDeleteSami2 pakZimi
DeleteTerimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai selalu, jumpa lagi besok..
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteSalam aduhai deh
Alhamdullilah, BUI 12 Telah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien 🙏🏻
Semoga selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...🤲🏽❤️
Aamiin
DeleteSami2 ibu Ermi
Alhamdulillah, smg bu Tien selalu sehat
ReplyDeleteWaah...apa rencana si ibu tiri ya? Jadi kepo...sekarang pura-pura baik...apa bisa bertahan? Lihat besok deh...😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏
Terima kasih ibu Nana, salam sehat juga
DeletePak Raharjo harus lebih hati2 terhadap istrinya tsb, krn dia akan punya rencana jahat.
ReplyDeleteAkan lebih baik lagi klu langsung 'Action'. Contoh
seperti menyewa orang buat memata-matai istri nya dan teman kencan nya.
Makin penasaran kan, yuk kita tunggu cerita selanjut nya.
Salah hangat nan Aduhai...Aduhai nggeh Bunda Tien
Matur nueun sanget, pak Munthoni
DeleteWaduh..rencana apa yaaa...
ReplyDeleteSalam sehat bunda Tien
Salam sehat ibu Swissti
ReplyDeleteAlhamdulillah...BUI 12
ReplyDeleteMtrsuwun bunda Tien
Rencana apa ini Rusmin d Baskoro...bener-bener berhati jahat ya
Penasaran dg judul Bunga Untuk Ibu siapakah sosok 'Ibu" . Baca cerbung ini serasa authornya msh muda andai sy tdk kenal dan tdk bertemu langsung.
ReplyDeleteMaaf...! Bu Tien semakin hari menurut sy selangkah lebih berani bercerita. Terimakasih.... Semoga Bu Tien selalu sehat dan ngajak kita ngehalu bersama
Ahaa... senang sekali. Kayak muda ya jeng, terima kasoh telah menjadi penyemangat saya
DeleteMakasih Mba Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu.
Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sul
Aamiin
ReplyDeleteSami2 pak
Pak Subagya, matur nuwun
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete