KANTUNG BERWARNA EMAS
20
(Tien Kumalasari)
Nurani mencoba menata batinnya, yang entah kenapa
terasa sangat terasa sesak di dadanya. Ia bingung akan apa yang terjadi.
Bukankah tadi berharap Rian segera datang? Mengapa begitu datang justru perasaannya
menjadi tidak enak?
“Nur, apa kabarmu hari ini?”
Nurani tersenyum. Senyum yang disukai Rian, maupun
Andre. Senyum dengan gingsul yang sedikit menonjol.
“Oh ya, kenalkan, ini teman aku, Siswati,” kata Rian
memperkenalkan temannya.
Gadis bernama Siswati itu meletakkan parsel buah yang dibawanya ke atas
meja, lalu mengulurkan tangannya, sambil tersenyum manis, dan menyebutkan
namanya, dibalas dengan perlakuan yang sama oleh Nurani.
“Apa kabar, Nurani?”
“Baik Mbak,” jawabnya ramah. Ada gemuruh di dadanya
ketika melihat cara Rian menatap Siswati.
“Mas Andre sudah pulang?”
“Sudah. Lama dia di sini, menunggu mas Rian.”
“Iya, aku sudah bilang. Kasihan, dia pasti capek. Aku
suruh dia pulang karena aku sudah dalam perjalanan kemari.
Nurani mengangguk. Ia melirik sedikit ke arah Siswati.
Alangkah cantiknya gadis ini. Kalau tersenyum, ada dekik di pipi bawahnya. Di
mana mas Rian mendapatkannya? Pikir Nurani.
“Siswati ini, adik kelas aku. Maksudnya, satu tingkat
di bawah aku,” Rian menerangkan.
O, satu tingkat di bawahnya. Begitu dekat dengan
seorang adik kelas, pasti karena ada hubungan yang istimewa. Sebenarnya mereka
pasangan yang cocok. Rian ganteng, dan Siswati cantik. Nurani berusaha bisa
menerima sebuah kenyataan, bagaimanapun pahitnya. Pahit? Mengapa pahit?
Bukankah kebahagiaan Rian harusnya menjadi kebahagiaannya juga? Nurani memarahi
dirinya sendiri. Ia merasa buruk dan jahat. Ada apa dengan hatinya?
“Nur, kamu baik-baik saja?”
“Baik kok.”
Tiba-tiba Nurani merasa hampir kehilangan kakak
lelakinya. Tiba-tiba Nurani merasa tak akan lagi punya teman yang selalu
melindungi dan menjaganya. Kalau dia sedih, kalau dia teraniaya, siapa yang
akan membelanya? Siapa yang akan membantunya mencuci piring walau dia
melarangnya? Wajah Nurani yang tiba-tiba
sendu, tertangkap oleh Rian yang selalu memperhatikannya.
“Kamu baik-baik saja?”
Nurani menampakkan senyuman tipis di bibirnya.
“Mengapa bertanya tentang itu terus?”
“Kamu seperti orang kesakitan. Mana yang terasa sakit?”
Aduhai, kelihatan ya kalau aku kesakitan? Senyuman Nurani
melebar. Ada perasaan enggan dikira kesakitan. Tidak, aku tidak akan kesakitan,
bukankah aku Nurani yang kuat?
“Nah, itu senyum yang aku sukai,” seloroh Rian.
Siswati tak berkomentar. Ia belum begitu mengenal Nurani, tapi dia tahu bahwa
Nurani gadis yang baik. Rian sudah sering bercerita tentang kebaikannya.
Nurani menutup mulutnya dengan kedua tangan, seperti kebiasaannya
selama ini.
“Tuh, kenapa sih ditutupi?”
“Aku tadi sudah menelpon Bapak,” kata Nurani
mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya, mana ponsel baru kamu?”
Nurani menunjukkan ponselnya.
“Wah, ini ponsel mahal, mana kuat aku beli yang
seperti ini.”
“Entah mengapa, semua orang repot memberikan aku
ponsel,” kata Nurani.
“Lhoh, ini kan perlu untuk berkomunikasi. Nomor baru
ya? Aku belum punya.”
“Aku sudah punya nomor Mas, nanti aku miscall.”
“Rupanya mas Andre juga perhatian sama kamu.”
Wajah Nurani meredup. Tampaknya Rian suka kedekatan
Andre dengan dirinya.
“Dia laki-laki yang baik.”
Nurani hanya mengangguk.
Tapi kemudian Rian berpamitan.
“Nur, aku antarkan Sis pulang dulu ya, nanti aku
kembali lagi kemari, menemani kamu sampai pagi.”
Nurani menatap Siswati, yang menganggukkan kepalanya
sambil tersenyum.
“Mas membuat mbak Sis jadi repot.”
“Tidak repot kok. Kebetulan kami pulang bareng, lalu
mas Rian mengajak membezoek adiknya,” kata Sis.
Ternyata Siswati juga punya suara merdu. Itu yang
dirasakan Nurani ketika mendengar perkataannya.
“Ya sudah, aku pergi dulu. Eh ya, tapi aku pulang
mandi dulu juga, dan ganti baju. Nanti kamu teriak bahwa tubuhku bau asem
seperti biasanya.”
“Iya, mandi yang wangi ya. Tapi lebih baik Mas
nungguin bapak saja, aku sendirian tidak apa-apa kok.”
“Nanti gantian, aku bisa ke sana dan kemari. Atau
kalau ibu mau, biarlah ibu tidur di rumah sakit, untuk menemani bapak.”
Nurani mengangguk, lalu Rian melangkah keluar, diikuti
Siswati.
“Mas Rian tidak pernah bercerita tentang seorang adik
kelas yang begitu cantik dan menarik, tiba-tiba saja diajaknya datang menemui
aku. Ah, sudahlah, aku tak boleh berpikir yang tidak-tidak. Bukankah mas Rian
mengatakan bahwa dia temannya?” gumam Nurani, lalu ia terkejut ketika perawat
datang untuk membersihkan tubuhnya dan menggantikan bajunya.
***
Rian kesal, ketika sampai di rumah, ibunya sedang
bersantai bersama Karina di ruang tengah.
“Ibu tidak ke rumah sakit?”
“Tadi ibu sudah kesana.”
“Nanti Karina menemani bapak di rumah sakit ya,”
katanya kemudian kepada Karina.
“Aku? Bukankah besok aku harus bekerja? Kalau aku
tidur di rumah sakit, bisa kesiangan ke tempat kerja.
“Kalau begitu Ibu saja,” katanya kemudian kepada
ibunya.
“Kamu itu ya, menyuruh-nyuruh Karina dan ibu. Kami kan
perempuan, kamu sendiri kenapa tidak?”
“Rian menemani Nurani, Bu.”
“Apa? Mengapa dia harus ditemani? Dia baik-baik saja kan?”
“Namanya di rumah sakit, masa dibiarkan sendirian.
Kalau dia membutuhkan apa-apa, bagaimana?”
“Di sana kan ada dokter, ada perawat. Kalau bapak
beda, bapak sudah tua, pasti butuh teman. Jadi sebaiknya kamu menemani bapak,
bukan Nurani,” sergah ibunya.
Rian tak menjawab. Ia langsung masuk ke kamarnya. Agak
kesal dengan sikap ibu dan adiknya, yang seakan kurang perhatian terhadap
keluarga.
Akhirnya daripada berdebat yang tak akan pernah sampai
pada ujungnya, Rian mengalah. Ia akan ke rumah sakit, untuk ayahnya dan untuk Nurani.
***
Tapi malam itu, saat Rian kembali menemani Nurani di
rumah sakit, Nurani segera mencecar Rian, tentang siapa sebenarnya Siswati.
Rian tertawa mendengar pertanyaan itu.
“Nur, bukankah aku sudah mengatakan bahwa dia adalah
teman?”
“Adik kelas, jadi teman, pasti ada yang istimewa.”
“Apa sebenarya yang kamu pikirkan?”
“Aku kan justru tanya sama Mas Rian?”
“Jawabannya adalah teman.”
“Dia cantik, bukan?”
“Ya, dia sangat cantik.”
“Dan ramah, dan baik.”
“Ramah dan baik, benar. Itu sebabnya kami berteman.
Dia sering bertanya tentang mata kuliah, dan berbincang tentang banyak hal.”
"Nurani mengerti."
“Kamu mencurigai sesuatu? Kami pacaran, misalnya?”
Nurani tersenyum tipis. Malu dong mengakui bahwa dia
mencurigai atau menuduh Rian pacaran sama Siswati.
“Tidak Nur, kami masih kuliah. Belum berani pacaran.”
“Memangnya kalau lagi kuliah nggak boleh pacaran?”
“Siapa yang bilang nggak boleh? Aku yang belum berani
pacaran.”
“Kalau pacar seperti mbak Sis itu, pasti menyenangkan.”
“Kenapa? Karena dia cantik? Orang jatuh cinta itu
tidak hanya karena dia cantik.”
“Karena apa dong.”
“Hish, kamu masih SMA nggak boleh dulu bicara tentang
cinta.”
Nurani cemberut, tapi Rian terkekeh karenanya.
“Mas ke kamar bapak sana saja, aku sendiri tidak
apa-apa kok. Nggak enak sama bapak. Yang tua tidak dijaga, aku yang tidak
apa-apa malah dijaga.”
“Nanti aku pasti ke kamar bapak. Masa sih aku tega
sama bapak? Tapi kan aku harus tahu keadaanmu lebih dulu.”
“Sebenarnya aku baik-baik saja. Ingin segera pulang.”
“Dokter tidak akan mengijinkan. Bapak juga minta sama
dokter agar kamu dirawat sampai benar-benar sembuh. Lihat, luka kamu itu masih mengeluarkan
darah bukan?”
“Mana? Sudah tidak, kok.”
“Tapi luka itu lumayan dalam. Kamu tidak boleh semau
kamu sendiri. Sekarang aku mau ke ruang bapak ya,” kata Rian sambil berdiri.
“Kalau ada apa-apa, telpon aku," lanjutnya.
“Iya, baiklah.”
Tapi pernyataan Rian bahwa Sis adalah teman biasa,
tidak sepenuhnya dipercaya oleh Nurani. Ia melihat bagaimana Rian menatap Sis.
Itu tidak biasa. Lalu dia ingat bagaimana Andre menatapnya. Tiba-tiba kepala Nurani
terasa berdenyut. Siapa Andre, siapa Rian .. dan mengapa ada perasaan berbeda
terhadap keduanya?
***
“Mengapa kamu ada di sini? Nurani sama siapa?” tanya
pak Candra.
“Nurani sendirian. Tapi dia yang minta agar saya
menemani Bapak.”
“Aku kan tidak apa-apa.”
“Nurani juga bilang begitu.”
Pak Candra tertawa.
“Rian, aku ingin mengatakan sesuatu.”
“Ya Pak?”
“Aku tahu bahwa ibumu dan Karina tidak suka pada
Nurani.”
Rian terdiam. Sebenarnya dia tahu akan hal itu. Tapi
bu Candra adalah ibunya, dan Karin adalah adiknya.
“Aku minta maaf sama kamu, karena dia adalah ibu dan
adikmu.”
“Ya Pak.”
“Aku juga tahu kalau kamu itu berbeda. Terima kasih
karena kamu mengasihi Nurani seperti kepada adik kandung kamu sendiri.”
“Terus terang aku katakan, Karina dan Nurani itu
berbeda. Nurani sangat lembut dan baik hati, sedangkan Karina punya sifat
sebaliknya. Kecuali itu dia malas. Bukan hanya untuk pekerjaan rumah. Di
kantor, atasannya juga mengeluh. Hanya saja dia tidak begitu menekan
Karina, karena dia tahu bahwa Karina adalah anakku.”
Rian hanya diam dan menundukkan kepala.
“Sebenarnya aku tak ingin membedakan antara kalian
semua, tapi ibumu memperlakukan Nurani dengan berbeda. Aku sudah tahu apa yang
dia lakukan, karena aku mengamatinya setiap hari. Baru akhir-akhir ini aku
tahu.”
“Aku sudah pernah menegur ibumu tentang perlakuannya
pada Karina yang tidak mendidik. Tapi tampaknya tak ada perubahan yang tampak. Aku
yakin kalaupun kamu yang menegur, tak akan ada perubahan yang akan membuat aku
senang. Jadi yang ingin aku lakukan adalah selalu melindungi Nurani.”
Rian mengangguk mengerti.
“Terima kasih kamu telah melakukannya.”
“Saya menganggap Nurani seperti adik saya sendiri.”
“Ya, tentu. Dan kamu tahu Rian, Nurani pernah bilang
sama aku, bahwa dia kelak ingin memiliki suami yang baik seperti kamu.”
Sekarang Rian tertawa lebar.
“Itu karena dia menyadari kebaikan yang telah kamu
berikan untuk dia, sejak dia masih kecil.”
“Kami selalu kompak Pak.”
“Kamu juga harus mengerti, aku ingin menjodohkan Nurani
dengan Andre.”
“Mas Andre sangat baik. Dia akan bisa membahagiakan
Nurani. Tapi saya yakin, untuk saat ini Nurani masih akan memikirkan
sekolahnya.”
“Ya, aku tahu. Tapi Nurani tidak gampang dipengaruhi.
Kamu harus membantu aku.”
“Ya Pak, tentu saja.”
“Kembali tentang ibu dan adikmu, kamu harus ikut
mengawasi, jangan sampai mereka menyakiti Nurani.”
“Baiklah.”
“Satu lagi, aku sedang menyelidiki seorang gadis
bernama Mamik atau entah siapa aku lupa, itu teman Karina, dan dia penjual obat
terlarang.”
“Benarkah?”
“Mungkin bukan narkoba, tapi paling tidak dia pengedar
psikotropika.”
“Karina berteman dengan dia? Apa Karina juga melakukannya?”
“Kamu harus mencegahnya. Aku sudah menyuruh orang untuk
menyelidiki gadis itu.”
“Bagaimana Bapak tahu?”
“Obat dalam botol yang kamu temukan di depan kamar
Karina, termasuk obat golongan psikotropika. Aku sempat mengambilnya dua butir, dan menanyakannya ke apotek.”
“Tapi katanya dia sudah mengembalikan obat itu kepada
temannya.”
“Entahlah, kebenaran belum terungkap. Sekarang aku
lelah, tampaknya aku kebanyakan bicara.”
Rian terkejut. Ia tidak sadar, ayahnya berbicara
banyak dan panjang. Ia berdiri, menyelimutinya dan membiarkannya beristirahat.
Memang benar, dia harus berada di kamar ayahnya.
***
Nurani hampir memejamkan matanya, ketika ponselnya
berdering. Ia mengangkatnya, dan melihat wajah tampan dengan senyum khasnya,
Andre.
“Hallo,” sapanya.
“Selamat malam Nurani,” suara Andre dari seberang.
“Malam Mas, ada apa ya?”
“Bukankah aku sudah minta ijin untuk boleh mengucapkan
selamat pagi ataupun malam?”
“Oh, ini kompensasi ponsel ya?”
Andre tertawa.
“Tidak, jangan begitu, aku jadi merasa bersalah. Aku hanya minta ijin untuk boleh
mengucapkannya, bukan kompensasi apapun.”
“Baiklah.”
“Baiklah, sekarang tidurlah, aku sudah lega mendengar
suara kamu. Sekali lagi, selamat malam.”
“Selamat malam,” kata Nurani lalu menutup ponselnya.
Nurani memejamkan matanya, masih dengan senyuman
tersungging. Suara Andre begitu lembut, dan sedikit lucu.
***
“Ibu tidak ke rumah sakit?” tanya Karina sebelum masuk
ke kamarnya.
“Rian sudah ke sana, dan dia ada di kamar bapakmu, aku
sudah menelponnya.”
“Ya sudah, aku tidur dulu ya Bu, besok harus masuk
kerja. Ibu anterin ya.”
“Eh, kenapa ibu yang harus nganterin? Tilpon saja ke
kantor, minta agar sopir menjemput," sergah ibunya yang kemudian juga berdiri
untuk masuk ke dalam kamarnya.
Bu Candra membaringkan tubuhnya. Banyak yang harus
dipikirkannya. Terutama tentang masa depan Karina. Ia harus berusaha supaya
Karina tidak akan kalah oleh Nurani, dalam hal apapun.
Tapi baru saja dia memejamkan matanya, terdengar
teriakan dari kamar Karina. Bu Candra bangun, dan bergegas keluar dari
kamarnya, menuju ke kamar Karina. Belum juga ia masuk, Karina sudah keluar dari
pintu sambil berteriak.
“Ini gila. Ada kotoran kucing di bantal Karina. Lihat,
mengenai wajah Karina!” teriaknya sambil lari ke arah kamar mandi belakang.
Bu Candra masuk ke dalam, dan bau busuk menyeruak
memenuhi kamar Karina.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteYeiii... Karina... Rasain kamu. Tapi katanya tai kucing rasa coklat... Enak lho.
DeleteManusang bu Tien, ceritanya ada mistik² nya, antara percaya dan tidak, apkh kucing gaib, bisa eek juga. slm aduhai
DeleteAkhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien š¹š¹š¹š¹š¹
ReplyDeleteAlhamdulillahš·š·š·š·š·
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien KBE_20 sampun tayang.
ReplyDeleteMugi panjenengan tansah pinaringan rahayu widodo.
Aamiin ya Robbal'alamiin
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Matur nuwun, mbak Tien. Salam sehat, nggih.....
Deleteššš
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
šš
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 20 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah makadih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeletealhamdulillah....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah .... Trimakasih bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien...alhamdulilah gasik bu
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh tayang KBE 20 nya..terima ksih dan slmt mlm bunda..slm sehat sll unk bundašš„°š¹
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang episode 20. Kucing mulai meneror orang orang yg jahat sama Nurani. Semoga Nurani selalu terlindung dari mara bahaya. Aamiin
ReplyDeleteAduh ini kucing ajaib kali y?
ReplyDeletekq ada dimana²..š
Pokoknya Matur nuwun kagem bu.Tien..š
Alhamdulillah
ReplyDeleteGasik
Matur nuwun bu
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulilah, terima kasih bu tien kbe 20 sdh tayang.. makin seru... salam sehat bu tien
ReplyDeleteWaah... kucing berwarna emas ternyata meneror penjahat, membela yang baik. Mungkin bukan kucing sembarangan, kan mendiang ibunya memelihara kucing yang entah pergi kemana.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDelete⚘š¦š Alhamdulillah KBE 20 telah hadir. Salam Aduhai Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...
ReplyDeleteMatur nuwun. šš¦š¹
Alhamdulillaah... Matur nuwun Bunda Tien cantik, semoga sehat selalu ❤š¹❤š¹❤š¹
ReplyDeleteAlhamdulillah..salam aduhai u bu Tien
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip, sehingga KBE 20 hadir bagi kami penggandrungnya...
ReplyDeleteNurani tetap disayang banyak pihak bahkan kucingpun ikut dipihaknya.
Salut ya Nur tdk pernah balas kejahatan dgn kejahatan...
Alhamdulillah makadih bunda
ReplyDeleteSugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun.. sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur tank you bu Tien, salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien.
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah KBE 20 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
Aamiin
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMaturnuwun mbk Tien
Smg selalu sehat,Aamiin
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sekeluarga selalu sehat
Alhamdullillah, suwun bu Tien. Smg sehat selalu.. Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien...
ReplyDeleteSalam sehat sejahtera...
Salam aduhai, sehat dan bahagia selalu mbak Tien, terima kasih telah menghibur kami dengan cerbung yang mengemukakan berbagai karakter pemeran cerbung ini. KBE20.
ReplyDelete"Kucing...... mengapa selalu muncul menjaga atau pun melindungi Nurani sicewek berhati emas"?.
Ngeri rumah bahkan dimana saja sempat di satroni kucing; kaya bisa merasakan suasana hati, sang baik hati yang seolah teriak mohon keadilan; waktu di Rumkit tuh maknya kecakar, disekitarnya nggak yakin kalau ada kucing tapi nyatanya bekas cakaran ada.
ReplyDeleteApa itu sampai terungkap kata 'aman' seolah mereka berkelompok berada dalam situasi sama; sebuah perseteruan, boleh dikata perang gitu.
Wow
Kesempatan sikucing ngajak kucing kucingan membuat mereka mengingat ada binatang yang kadang nampak, kadang lama tak terlihat seolah nunggu pergerakan yang mengarah menyerang/melukai Nurani.
Mulai rumah itu yang dihuni mereka berdua dikerjain sosok si kucing, membuat mereka nggak betah dirumah, serem..
Dengan sedikit trik anak buah Andre mendapatkan info dari Mimin si tukang obat; Karina memesan, buat adik tirinya yang katanya posisinya jabatannya kritis. Jabatan ƄpƄ kuwi.
Nah lo Nurani gundah juga melihat Siswati teman Rian, aduh menipis rasa aman ku mbatin Nurani, karena ingat sayup gelak tawa kemenangan Karina sebelum pingsan ditepi tebing curam, sesak dihati tapi mengingat harapan Chandra, ingin mengurangi beban ini dengan bercerita tapi ragu, nggak konsen jadi keliru mau nelpon Rian malah ke Andre.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke dua puluh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
š
Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat dan selalu semangat.
Aduhai
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDelete