KANTUNG BERWARNA EMAS
15
(Tien Kumalasari)
“Apakah Bapak mencurigai sesuatu?”
“Mencurigai sesuatu, ya. Tapi aku tidak bisa
menangkap, sesuatu itu apa. Ada bayangan-bayangan yang membuat aku takut,” kata
pak Candra sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.
“Tentang keselamatan seseorang?”
“Entahlah, aku juga bingung.”
Tiba-tiba telpon di meja pak Candra berdering.
“Kamu? Bagaimana?”
“Saya ke apotek terdekat. Kata mbak yang petugas
apotek, itu obat keras, katanya terlarang. Itu obat orang setres. Tapi bilang
katanya golongan tropik … tropik .. apa tropis begitu. Sebentar, mbaknya saya
suruh nulis namanya.”
“Baiklah, kamu cepat kembali ya.”
Pak Candra meletakkan gagang telponnya.
“Tampaknya memang golongan obat psikotropik.”
“Karina menggunakannya?” kata Andre terkejut.
“Entahlah. Mungkinkah istriku minum obat itu? Tapi
untuk apa?”
“Bisa jadi Pak.”
“Untuk apa, coba?”
“Bisa jadi karena ingin coba-coba. Tapi bagaimanapun
Karina harus diawasi.”
“Dia itu pintar sekali berdalih. Sekarang kamu tugaskan
orang untuk mengawasi rumah. Karina ada di rumah. Menurut pembicaraan pagi
tadi, teman yang punya obat itu akan datang ke rumah.”
“Hanya mengawasi rumah?”
“Terutama Karina, dan siapa temannya itu. Ikuti dia di
mana rumahnya, dan temukan apa yang dilakukannya dengan obat itu. Apakah ada
hubungannya dengan Karina atau tidak. Aku agak bingung Ndre. Tapi semua ini
harus terjawab, karena menyangkut keluarga aku. Psikotropik obat berbahaya.”
“Baiklah Pak.”
Andre segera menghubungi seseorang, dan berbicara
tentang apa yang menjadi perintah pak Candra, sementara sang OB yang disuruh
sudah datang, membawa kembali obat yang tadi dibawanya, dan catatan golongan
obat yang tadi tidak dimengertinya.
“Memang psikotropik,” gumam pak Candra.
“Wah, saya banyak ditanya sama petugas apotek, dikira
saya minum obat itu tadi,” keluh OB yang tadi sempat kebingungan.
“Lalu kamu jawab apa?”
“Saya jawab saja obat nemu, tapi tidak tahu obatnya
apa.”
“Ya sudah, terima kasih ya,” kata pak Candra sambil
mengulurkan sejumlah uang.
“Tidak usah Pak.”
“Jangan pernah menolak rejeki,” tandas pak Candra.
“Kalau begitu, terima kasih."
OB itu berlalu, sementara Andre sudah selesai
menelpon.
“Sudah Pak. Saat ini juga mereka berangkat ke rumah
Bapak.”
“Baiklah, terima kasih Ndre.
***
Karina masih duduk di depan ibunya, yang menyandarkan
kepalanya di sofa dengan malas.
“Mengapa Nurani kebal obat itu ya?” gumam Karina.
“Padahal yang ke dua itu aku beri dua butir. Yang ketiga malah tiga, sayang aku tumpahin. Aku pikir obat itu tidak ada pengaruhnya,
makanya aku coba karena hampir yakin kalau obat itu palsu. Ternyata ada
pengaruhnya,” katanya dengan lidah agak pelo.
“Ibu minum tidak bilang sama Karina, Karina jadi kaget.”
“Tapi enak, tidurnya enak, nyaman. Pengin lagi …”
“Apa? Ibu mau cari perkara? Kemarin saja sudah
ketahuan botolnya terjatuh di depan kamar.”
“Kamu teledor.”
“Ternyata tas Karina tidak tertutup dengan benar, letak botolnya
juga agak di atas gitu, sehingga terjatuh tidak terasa.”
“Bapakmu pasti curiga.”
“Nggak, Karina bilang punya teman Karina, dan mereka
percaya kok.”
Tiba-tiba terdengar bel tamu berdering, Karina berlari
ke arah depan, dan ternyata teman yang ditunggu telah datang.
“Akhirnya kamu datang juga, Mimin,” katanya sambil
menarik temannya duduk di teras.
“Bagaimana keadaannya?”
“Ibuku baru bisa bangun pagi ini, itupun masih lemah,
bicaranya juga nggak jelas. Kamu bawakan obatnya bukan?”
“Aku tidak tahu apa obat penawarnya, ini hanya aku
bawakan vitamin. Minum pagi sama sore.”
“Manjurkah ini?”
“Coba saja. Barangkali lebih menyegarkan daripada
minum obat sebelumnya.”
“Kamu itu kok bisa punya obat-obat begitu sih? Kamu
minum juga?”
“Nggak, aku hanya menjualkan punya teman. Tapi kamu
harus selalu ingat, jangan sekali-sekali kamu membawa-bawa nama aku, kalau
sampai terjadi sesuatu.”
“Sesuatu apa sih? Kan obat itu kami pakai sendiri,
artinya aku tidak menjualnya ke lain orang, jadi nggak akan ada masalah. Cuma
herannya aku, kenapa ibuku sampai teler dan Nurani tidak menampakkan reaksi
apapun?”
“Mungkin dia tidak meminumnya.”
“Minum kok.”
“Kamu melihatnya?”
“Tidak sih, tapi ibuku menanyakannya, dan dia bilang
sudah diminumnya. Dia pikir kan hanya air putih biasa.”
“Itu aneh. Tapi aku tidak bisa lama-lama di sini, aku harus
segera pergi.”
“Kenapa buru-buru? Aku harus bayar berapa?”
“Yang itu tidak usah, hanya vitamin. Dan itu aku berikan
karena aku takut terjadi apa-apa kalau ibumu masih merasa ngantuk terus-terusan,”
kata teman Karina yang bernama Mimin.
“Baiklah, tapi obat yang terakhir masih akan aku
pergunakan untuk menghancurkan Nurani. Aku tidak mau kalah sama dia.”
“Semoga berhasil,” kata temannya yang kemudian pergi.
Tapi ketika mengantarkan temannya ke ujung tangga
teras, Karina melihat seorang pengamen berdiri menunggu. Karina kurang
memperhatikan, atau memang pengamen itu tadi
tidak menyanyi, entahlah.
“Kamu mengamen?”
“Iya Mbak, kalau mau, saya akan menyanyikan lagi
sebuah lagu.”
“Apa kamu sudah menyanyi?” tanya Karina heran.
“Sudah Mbak. Pelan-pelan, takut mengganggu. Mau lagi?”
“Tidak … tidak, kamu memang mengganggu,” gerutu Karina
kemudian masuk ke dalam, mengambil uang receh kemudian diberikannya kepada
pengamen itu.
Karina membawa obat yang diberikan temannya lalu
diserahkan kepada ibunya.
“Ibu minum sehari dua kali ya, sekarang, sama nanti
sore.”
“Baiklah, ini membuat aku tidur lagi?”
“Tidak. Mengapa ibu begitu? Ini obat supaya ibu merasa
lebih segar. Kalau tidak, bapak akan semakin curiga. Jadi ibu jangan aneh-aneh.”
***
Mimin langsung pulang ke rumahnya, tapi begitu mau
memasuki rumah, seorang pengamen berdiri di depan tangga teras.
“Hei, rumah ini kosong, kamu nekat mengamen di sini?”
“Oh, kosong ya, saya pikir pemiliknya ada di dalam,
dan mendengar saya menyanyi.”
“Pemiliknya aku. Nih, kamu butuh ini kan?” kata Mimin
sambil menyerahkan uang ribuan. Tapi kemudian pengamen itu duduk ditangga.
“Hei, kenapa tidak pergi, dan malah duduk di situ?”
Mimin heran.
“Mohon, ijinkan saya beristirahat sebentar di sini.
Sebenarnya saya sedang menunggu teman saya.”
“Menunggu teman, mengapa di sini? Aku tidak bisa
membiarkan orang asing berada di rumahku. Jangan-jangan kamu ingin berbuat
jahat.”
“Tidak Mbak, memang entah kenapa, teman saya menyuruh
saya menunggu di tempat ini.”
“Apa maksudmu?”
“Saya sedang menunggu obat.”
Mimin tercengang.
“Menunggu obat apa? Kamu jangan mengada-ada,” Mimin
mulai curiga.
“Hanya sebutir obat, Saya sangat butuh, Ah, sudahlah,
mbak tidak akan mengerti, saya permisi saja, saya akan menunggunya diujung
jalan.”
Tiba-tiba laki-laki pengamen itu berdiri dan melangkah
dengan terhuyung-huyung, lalu terjatuh sebelum mencapai pintu pagar.
Mimin sangat terkejut.
“Orang itu pingsan? Celaka. Siapa sebenarnya temannya
dan mengapa menyuruh menunggunya di rumah aku? Berarti teman dia itu sudah
mengenal aku, dan tahu tentang aku. Apa harus aku diamkan? Tampaknya dia butuh
obat. Aku berikan saja supaya dia segera pergi, segan aku bermasalah dengan
orang-orang kecil seperti dia.”
Mimin masuk ke dalam, lalu memberikan sebutir obat
kepada laki-laki yang masih tergeletak itu. Begitu melihat sebutir obat,
laki-laki itu langsung bangkit, menggenggam obatnya lalu berjalan pergi.
“Aneh, cepat benar reaksinya.”
Mimin tak lagi memperhatikan laki-laki yang sudah
pergi entah kemana. Ia segera masuk ke rumah dan menguncinya dari dalam.
***
Pak Candra sudah selesai menandatangani beberapa
dokumen. Dilihatnya Andre sedang menerima telpon. Pak Candra menunggu beberapa
saat lamanya sambil meneliti kembali berkas-berkas yang ada di hadapannya.
“Sudah mendapat laporan Pak. Begitu cepat,” kata Andre
tiba-tiba.
“Bagaimana ?”
“Sudah ketemu rumah temannya Karin. Memang dia
perempuan yang profesinya menjual obat-obat begituan.”
“Hubungannya dengan Karina?”
“Belum sekarang dijalankan. Tidak harus tiba-tiba,
supaya hasilnya bisa menyeluruh.”
“Baiklah, sementara itu di rumah aku akan mengawasi
Karina. Kalau aku lihat, dia bukan penyuka obat-obat semacam itu. Dan aku
yakin, ibunya pasti meminum obat itu. Entah karena kesalahan, baik kesalahan
Karina dalam memberi obat yang katanya punya temannya, atau apa.”
“Mungkin Karina mengira obat sakit flu atau apa, seperti
dikatakannya, lalu diberikan kepada bu Candra saat mengeluh sakit.”
“Mengapa dia tidak berterus terang saja, dan menolak
ketika mau aku bawa ke dokter?”
“Tidak lama lagi kita pasti akan menemukan jawabannya.”
***
Hari yang berjalan begitu cepat. Sejenak masalah bu
Candra yang tiba-tiba teler terlupakan, ketika pada kenaikan kelas, Nurani naik
dengan predikat juara. Nilainya hampir sempurna.
Pak Candra gembira bukan alang kepalang. Ia terus
memuji-muji Nurani disetiap perkataannya. Membuat Karina dan ibunya merasa
semakin benci.
“Pasti guru-guru Nurani merasa kasihan kalau tidak
menaikkan Nurani. Sudah tua sih, masa harus tinggal kelas,” oceh Karina yang
membuat ayahnya kesal.
“Kamu tidak boleh berprasangka buruk kepada saudara
sendiri. Alih-alih memujinya, kamu malah mencurigainya.”
“Mungkin saja itu benar kan Pak. Kalau tidak
dinaikkan, kasihan dong, umurnya sudah tua,” kata Karina tanpa malu.
“Diam Karin. Kamu lihat saja nanti, bagaimana prestasi
kakakmu selanjutnya. Ya kan Nur? Kamu akan terus berjuang demi pendidikan kamu
yang tertinggal, ya kan?”
“Nur akan selalu berusaha Pak. Bapak doakan selalu ya.”
“Tentu bapak akan selalu mendoakan. Oh ya, kamu libur
kan? Besok Minggu kita akan jalan-jalan keluar kota.”
“Aku ikut,” tiba-tiba Rian yang baru masuk berteriak
riang.
“Kamu tau aja kalau ada orang mau jalan-jalan,” sergah
ayahnya sambil tersenyum.
“Iya dong, baru masuk lalu dengar. Rian juga sudah
tahu kalau Nur naik kelas. Selamat ya Nur.” Kata Rian yang menyalami adiknya
dengan hangat.
“Terima kasih Mas,” kata Nurani sambil tersenyum, kali
ini dia tidak menutup mulutnya, barangkali lupa saking senangnya.
“Nah, lihat Pak, kalau Nurani tersenyum begitu, gingsulnya
kelihatan, malah semakin manis kan?” canda Rian, sementara Karina mencibir.
“Iya dong. Nurani bukan saja manis, tapi juga bisa
membuat bahagia seluruh keluarga.”
“Aku punya hadiah untuk Nur,” kata Rian sambil
memberikan sebuah tak plastik kecil ke arah Nurani.
“Apa ini? Handphone? Ya ampun Mas, ini kan mahal?”
pekik Nurani.
“Huh, bodoh. Itu ponsel murahan,” teriak Karina.
“Tidak apa-apa, bagiku ini tak ternilai.”
“Banyak duit kamu Rian?”
“Dari ngumpulin uang saku Rian yang dari Bapak,” kata
Rian gembira.,
“Syukurlah. Bapak senang, anak-anak bapak saling
mengasihi. Ayo sekarang kita rayakan kenaikan kelas Nurani, dengan mengajaknya
makan malam diluar,” ajak pak Candra.
“Tidak usah Pak, kan di rumah sudah ada makanan,” protes
Nurani.
“Tidak apa-apa Nur, kan tidak setiap hari.”
“Terlalu banyak hal istimewa untuk Nurani. Dapat hadiah
ponsel, diajak jalan-jalan keluar kota, sekarang mau makan-makan di luar,” kata
Nurani.
“Sudah, jangan protes, sekarang mandi, dandan cantik.
Oh ya, di ponsel kamu sudah ada nomor kontak aku, nomor Bapak, dan nomor mas
Andre.”
Nurani terkejut.
“Kok ada nomor dia?”
“Kalau aku tidak bisa menjemput, Bapak pasti menyuruh
mas Andre untuk menjemput kamu. Ya kan Pak?”
“Betul. Sudah sana mandi, jangan banyak protes.” Kata pak
Candra yang tidak peduli pada wajah Karina yang semakin cemberut.
***
Hari itu pak Candra mengajak keluarganya rekreasi ke
luar kota. Pak Candra juga mengajak Andre turut bersama mereka. Ada daerah
pegunungan yang penuh tebing dan pepohonan, menampakkan keindahan alam yang
menakjubkan. Nurani dengan ponsel barunya, asyik memotret pemandangan yang
sangat membuatnya terpesona. Ada gunung, mega berarak dan pohon-pohon tinggi yang
menarik hatinya, dan tak ingin dilewatkannya.
Pak Candra membiarkan Nurani melakukan apa yang di
sukainya. Ia dan istrinya duduk di atas
rerumputan hijau sambil bersantai, sedangkan anak-anak muda berpencar entah
kemana.
Ketika hari siang, Andre kembali terklebih dulu. Ia
tampak mencari-cari.
“Nurani belum kembali?” tanya Andre.
“Lhoh, tadi bukannya sama kamu?”
“Saya menyusul dia karena lama tidak kelihatan. Tapi
tidak ketemu. Saya kira dia sudah kembali.”
“Ya ampun, jangan-jangan dia tersesat. Mana Rian, dan
Karina juga?” kata pak Candra yang kemudian berdiri dengan cemas.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamfulilah kbe sdh tayang makasih bu tien salam sehat
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Matur nuwun Bunda Tien, mugi tansah pinaringan sehat teras.
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Sugeng daluuu.... mbak Tien .. Semoga senantiasa sehat wal Afiat...
ReplyDeleteMatur nuwun sdh ditayangkan Bu Chandra yg lg tèlèr... lanjut mbak biar seru gantian nti yg tèlèr Karina heheheee..
Salam Kangen dr Surabaya 😘😍❤️
Selamat jagoan lariku......
ReplyDelete|Selamat malam bu Tien tetap semangat dan sehat selalu
Salam ADUHAI dari Bandung.
👍👍👍
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien K.
🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun buuuu
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 15 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteDeg2an nih nunggu lanjutannya
ReplyDeleteMksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah... yg ditunggu sdh hadir... terima kasih mbu tien
ReplyDeleteTerika kasih Bu Tien.....
ReplyDeleteWaduuh, jangan2 Nurani di jahatin sama Karina ya.
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien...
Salam sehat dari mBantul
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah, salam sehat bund, mrsa🙏🧕
ReplyDeleteBegitu senang semua dinikmati pemandangan yang ada; diabadikan, pesengit mendatangi mendorong kelereng yang cukup terjal, benar benar ingin melumat sebelum terjatuh sempat memegang pakaian pesengit jadilah ikutan jatuh justru pesengit yang terbanting keras karena gaya dorong masih cukup untuk ikutan menggelundungkan pesengit, makanya jangan sengit sengit didulit malah katut njenthit, susah payah Rian mengevakuasi kedua petarung, untungnya Rian lihat di pesengit yang menyurung tukang potret pemula
ReplyDeleteADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Selamat hari Ibu;
Kantung berwarna emas yang ke lima belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Sementara sudah ada satu tersangka pengedar obat terlarang. Mungkin dicari siapa bandarnya.
ReplyDeleteApa Nurani dicelakai Karina? Mudah mudahan tidak, kan ada kakaknya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Duh..moga Nurani baik² aja.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Alhamdulillah KBE 15 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
🙏🙏🙏
ReplyDelete🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 15 telah hadir. Semoga Bunda Tien sehat selalu dan tetap smangaaats...Matur nuwun. Salam Aduhai🙏🦋💐
ReplyDeleteKenapa Nurati tak ditelpon?...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
Lo yaa Papa Chandra curiga kerjaan anak tiri ma ibu Tiri dgn obatnya ..dah ketahuan deh lbh cepat..Bu Tien salam sehat
ReplyDeleteDuh..moga Nurani baik² aja.
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matursuwun bu Tien.
Salam sehat selalu
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih bu Tien...semoga Nurani selalu dilindungi..
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Nurani sdh hadir
Semoga bunda sehat" selalu..
Aduuuh kmn ya Nurani kok pa Chandra khawatir?
Semoga Nurani aman ya bun.. kasian dia selalu terdzolimi..
tambah penasaran...
nunggu bsk lg.. 🥰🥰👍
Td mlm bc kbe-15 blm kelar ketiduran ... Slmt hari ibu 22.12.22 utk seorang ibu yg bgtu aduhai mb Tien Kumalasari 🥰... Terus berkarya bagi sesama amal jariahnya akan berbuah di surga jannahnya Allah SWT Aamiin YRA ... Benar ada 2 pesengit Karina d Bu Candra (ikutan istilah p Nanang😄😄) yg mgkn jd perencana Nurani celaka ...tp ada 3 lelaki hero yg siap berkorban jiwa d raga p Candra, mas Rian dan mas Andre ... Jgn takut Nurani smg indah pd waktunya ...💞🌈🌻
ReplyDeleteslmt pagiii bunda Tien..slmsht sll y..makinseruuui dan penasaran ceritanya🙏🥰😍😘🌹🌹
ReplyDelete