Thursday, November 10, 2022

JANGAN PERGI 21

 

JANGAN PERGI  21

(Tien Kumalasari)

 

Bu Cipto agak terengah karena tubuhnya tertindih wanita yang tadi dikejar-kejar. Tapi wanita itu dengan sigap kemudian bangkit, lalu kembali melarikan diri. Bu Cipto terkejut, karena ia sempat melihat wajah wanita itu, dan dialah wanita yang dicarinya. Ia ingin mengejar, tapi saat bangun ia tak lagi melihat bayangan wanita itu.

Hanya wanita yang mengejarnya, terdengar mengomel panjang pendek di dekatnya.

“Kurangajar, sudah lama aku mencarinya, tapi dia kabur,” omelnya dengan mata beringas.

“Bu, apa kesalahan wanita tadi, sehingga ibu mengejarnya? Dia pencopet kah?” tanya bu Cipto.

“Dia bukan hanya pencopet, dia mencuri semuanya dariku!” pekiknya.

“Mengapa tidak dilaporkan ke polisi saja sih Bu?”

“Apa? Itu sudah terjadi dua puluhan tahun  yang lalu.”

“Mencuri dan baru ketahuan setelah duapuluh tahun kemudian?”

“Dia merebut suamiku, menghabiskan hartaku dan harta suamiku, lalu dia membawa kabur semuanya, sampai suami aku meninggal. Syukurlah dia menjadi gelandangan. Tapi aku ingin mencabik-cabik wajahnya!”

“Ya ampun. Ya sudah, ibu sabar ya, dia sudah kabur entah kemana. Sebaiknya ibu memaafkannya dan melupakan semuanya.”

Tiba-tiba dari arah depan, seorang wanita lain datang sambil berteriak. Bu Cipto sampai bingung menyaksikannya.

“Yu, kamu itu lari kemana? Aku mencari-cari kamu. Apa yang kamu lakukan di sini Yu?” kata wanita yang baru datang.

“Aku melihatnya, perempuan yang merebut suamiku, dan menghabiskan hartaku.”

“Tarmi?”

“Iya, aku mengejarnya, tapi dia kabur.”

“Sudah yu, lihat, kita jadi tontonan orang banyak, ayo melanjutkan belanja. Kue cucurnya sudah dapat. Yu Tijah mau apa lagi?”

“Sayang dia bisa kabur. Kalau tertangkap, benar-benar aku akan mencabik-cabik wajahnya.”

“Yu, sudahlah Yu, itu kue cucurnya jadi nggak. Lalu Yu Tijah mau beli apa lagi?”

“Kue cucur ya? Baiklah, aku mau," katanya sambil ngeloyor pergi.

“Maaf ya Bu,” kata ibu yang satunya yang ternyata bu Sumini, sambil mengangguk ke arah bu Cipto yang masih terbengong-bengong.

“Oh, ya … ya,” jawab bu Cipto gugup.

Ia masih tegak berdiri, sambil memandang ke arah dua orang wanita yang pergi menjauh lalu memasuki pasar.

Bu Cipto kembali menatap ke arah yang berlawanan, mencoba mencari sosok yang tadi terjatuh dan menindihnya, tapi tak lagi tampak bayangannya.

“Wanita itu merebut suami dari perempuan yang dipanggil ‘yu Tijah’ tadi? Lalu apa hubungannya sama aku, maka ketika melihat aku maka dia kabur?” gumamnya dengan rasa penasaran yang masih menggayutinya.

Bu Cipto melanjutkan langkahnya ke arah pasar, sambil terus berpikir tentang wanita aneh yang membuatnya bertanya-tanya.

“Wanita yang satunya tadi menyebut namanya, Tarmi? Ah tapi untuk apa mengetahui namanya kalau tidak bisa bertemu dan mendengar dia mengatakan apa sebabnya lari dari aku?” gumamnya kemudian menuju ke arah tukang sayur dan mulai berbelanja.

***

Rupanya bu Listyo mengajak Ratri berbelanja di sebuah toko pakaian, dan membelikan beberapa potong baju untuk Ratri, membuat Ratri merasa sungkan. Radit yang mengantarnya, hanya menatap mereka sambil tersenyum-senyum, melihat Ratri kebingungan untuk menolaknya,

“Ibu, sudahlah Bu, ini sudah ada beberapa yang ibu pilih untuk saya,” kata Ratri ketika melihat bu Listyo masih saja mengambilkan dua potong baju lagi.”

“Sudahlah Ratri, jangan menolak, ibu yakin kamu akan lebih cantik dengan pakaian ini.”

“Tapi ini sudah ada tiga potong Bu, sudah cukup,” protes Ratri.

“Tidak, ini juga bagus soalnya. Lalu aku ingin membelikan juga untuk ibu kamu. Seberapa ya tinggi dan besarnya badan ibu kamu?”

“Aduh, ibu … sudahlah.”

“Sama kamu tinggian mana?”

“Ibu saya agak besar sedikit, tapi lebih tinggi saya.”

“Kalau begitu pilihkan yang ukurannya kira-kira pas. Beli satu dulu, kalau cocok ukurannya, lain kali kita beli lagi.”

“Tapi Bu,” protes Ratri lagi.

“Sudahlah Ratri, jangan membantah, aku jewer telingamu nanti,” canda bu Listyo yang hari itu memborong beberapa potong pakain untuk Ratri yang dianggapnya cocok menjadi menantunya.

Tak urung Ratri terpaksa menurutinya, memilihkan pakaian yang kira-kira pas dengan ibunya.

Bu Listyo tersenyum puas. Setelah selesai, ia menyuruh Radit membawa belanjaan, yang kemudian dibawa ke mobilnya.

“Ibu sama Ratri tunggu dulu di sini, biar belanjaannya Radit masukkan ke mobil.”

“Iya, benar. Nanti kita makan di rumah makan itu ya Dit. Itu masakan Jawa, aku suka,” kata bu Listyo.

“Iya, ibu duluan saja ke sana, nanti Radit menyusul."

Bu Listyo segera menggandeng Ratri ke arah rumah makan tersebut, tapi sebelum memasuki rumah makan, mereka berpapasan dengan dua orang wanita yang berjalan beriringan, dimana salah satunya ia pernah melihatnya.

“Bukankah dia wanita yang mengaku bernama Sutijah dan juga mengaku bahwa dirinya ibu kandung Listi?” kata batin Ratri.

 Ratri terkejut ketika wanita itu berhenti di depannya dan menatapnya aneh.

“Mengapa wajahmu sama dengan anakku?” kata wanita yang ternyata bu Sutijah itu.

Ratri terkejut. Dulu pernah bertemu, dia tidak bilang apa-apa, mengapa sekarang berkata begitu? Kata batin Ratri. Rupanya Sutijah hanya fokus bicara sama Radit, sehingga tidak memperhatikan dirinya.

Ratri hanya mengangguk sambil tersenyum, tapi kemudian bu Listyo menarik tangannya agar menjauh, kemudian memasuki rumah makan yang mereka inginkan.

“Aneh ya, mengapa wajahnya mirip anakku?” gumam Sutijah.

“Sudahlah Yu, jangan macam-macam. Kita harus segera pulang, ini sudah siang,” kata Sumini sambil menggandeng tangan Sutijah untuk diajaknya menyeberang jalan. Itulah sebabnya maka Radit yang sudah selesai menata belanjaan di bagasi tidak sempat melihat mereka.

***

“Siapa tadi yang mengatakan bahwa kamu mirip anaknya? Ada lagi ya orang yang wajahnya mirip sama kamu?” kata bu Listyo ketika menikmati nasi tumpang di warung langganannya.

“Siapa sih Tri?” tanya Radit ketika mendengar ucapan ibunya.

“Itu, ada orang berkata bahwa aku mirip anaknya.”

“Siapa?”

“Kami tadi berpapasan jalan sama dia,” kata Ratri.

“Ada lagi ya, orang yang mirip kamu?”

“Itu, ibu-ibu yang datang ke rumah Mas.”

“O, ibu yang mengaku ibunya Listi?”

“Iya.”

“Dulu kamu kan juga ada, apa dia tidak melihat kamu ya?”

“Sepertinya tidak, baru tadi berteriak.”

“Siapa sih, yang mengaku ibunya Listi?” tanya bu Listyo.

“Ibu-ibu tadi, pernah menemui Radit, mengaku sebagai ibunya Listi.”

“Apa dia orang yang nggak waras?”

“Agak kurang waras,” kata Radit.

“Tapi kenapa dia mengaku begitu? Dia kenal sama Listi?”

“Kata saudaranya, dia memang ibu kandungnya Listi,” akhirnya Radit berterus terang.

“Itu tadi? Wanita yang berpakaian seenaknya, seperti … maaf, orang yang kurang waras?” kata bu Listyo yang merasa kurang enak mengatakan bahwa dia ‘gila’.

“Iya Bu.”

“Kok bisa?” tanya bu Listyo heran.

“Karena keadaan, lalu bayi Listi di serahkan kepada keluarga pak Suroto.”

“Ya ampuun, jadi begitu? Dia bukan anak kandung pak Suroto?”

“Bukan.”

“Untunglah Listi urung menjadi menantu ibu. Ogah aku punya besan orang kurang waras begitu.”

“Tidak Bu, calon besan ibu adalah pensiunan guru yang sangat baik,” kata Radit memuji ibunya Ratri, membuat Ratri tersipu.

***

Arina sedang berlarian ke sana kemari di sebuah arena bermain. Ia sudah mencoba banyak permainan yang ada, tapi tak juga merasa lelah.

“Arin sudah ya, ayo sekarang duduk di sana yuk, es krim kamu sudah mencair lho,” ajak Dewi yang bersama Dian selalu mendampingi Arina bermain.

“Oh, ada es kim … Ain mau … Ain mau …”

Lalu ia berteriak senang ketika Dian menggendongnya, dan diajaknya duduk di area food court dimana mereka sudah memesan es krim dan cemilan lainnya. Dian mendudukkan Arina di baby chair yang sudah disediakan, dan meletakkan cup es krim di depannya.

Arina melahap es krimnya dengan nikmat.

“Enak?” tanya Dian.

“Enak … enak … “ Arina berteriak.

Dian menatapnya senang. Kegembiraan bersama anak kecil selalu membuatnya bahagia, seperti orang kehausan menimang anak yang tak kunjung datang ketika itu.

“Ecok lagi yaaa…” celotehnya.

“Arin, besok pagi om sudah harus balik ke Jakarta,” kata Dian sendu.

“Nggak mauuuu ... “ rengek Arina tiba-tiba.

“Arin, om Dian harus bekerja … jadi tidak bisa setiap hari ada di sini,” kata ibunya.

“Nggak mauuuu ...”

“Anak cantik, anak pintar, tidak boleh rewel ya,” bujuk Dian.

“Nggak mauuu …” Arin memoncongkan mulutnya, sambil mendorong cup es krim nya yang sudah habis.

Besok kalau libur, om Dian pasti datang lagi kemari.”

“Ain mau itutttt …”

“Lho, kan om Dian bekerja. Mana bisa Arin ikut?”

“Ain mau aik pecawat …”

“Nanti kalau ibu libur, naik pesawat sama ibu.”

“Cama om Dian?”

“Haa, Arin mau naik pesawat sama ibu, sama om Dian?”

“Mauuuu …”

“Besok ya, tidak sekarang, Kan ibu juga harus bekerja.”

Arina merengek, kemudian Dian mengangkatnya dari baby chair yang didudukinya, lalu mendekapnya erat.

“Anak cantik, anak pintar tidak boleh rewel ya. Besok om Dian pasti kembali lagi kemari, main bersama Arina dan ibu, jalan-jalan di taman, main ayunan, makan es krim.”

“Mauuu …”

“Bagus, tapi Arina harus sabar, sampai om Dian datang kembali. Nanti om Dian akan mengajak Arina dan ibu naik pesawat,” bujuk Dian.

“Mauuu …” Arina berteriak kegilangan.

Mereka puas bermain dan berjalan-jalan, sampai kemudian Arina tertidur di gendongan Dian.

Dian baru memberikan Arina kepada Dewi ketika mereka harus kembali masuk ke dalam mobil.

***

“Mas Dian janji mau mengajak Arina naik pesawat lhoh, pasti dia menagih nanti.” Kata Dewi dalam perjalanan pulang.

“Bukankah Dewi juga berjanji begitu?”

“Iya sih …”

“Aku akan berusaha menepatinya. Senang jalan bersama, seperti sebuah keluarga. Ini sesuatu yang sudah lama aku rindukan. Jalan-jalan, bersama istri, dan anak,” kata Dian sambil menatap Dewi yang sedang duduk di sampingnya sambil memangku Arina.

Dewi tersenyum.

“Aku juga merindukannya,” katanya pelan.

“Kalau begitu kita kompak kan?”

“Kompak dalam hal keinginan.”

“Bagaimana kalau kita buat perbincangan ini serius?” tanya Dian bersungguh-sungguh.

“Maksudnya …?”

“Ya serius. Aku jadi suami, Dewi jadi istri, Dian jadi anak kita, dan juga nanti bersama adik-adik Arina,” kata Dian.

“Maksudnya apa ya?” Dewi sudah tahu, tapi pura-pura bodoh.

“Begini saja, singkatnya, aku melamar Dewi.”

“Jelasnya bagaimana?” kata Dewi membuat gemas Dian.

“Dewi, maukah kamu menjadi istriku?” kata Dian yang semakin berani.

“Nggak romantis ah, melamar di dalam mobil, sambil memangku anak, dan satunya sambil menyetir.

“Lain kali aku akan melakukannya dengan sangat romantis. Bawa bunga, berlutut di depan kamu, lalu mengucapkan kata-kata itu."

Lalu keduanya tertawa sambil saling pandang dengan mesra.

“Tidak terlalu tergesa-gesa? Bagaimana kalau aku mengecewakan?”

“Tidak, aku yakin ini sebuah pilihan tepat.”

“Kok tahu?”

“Kamu seorang ibu yang benar-benar keibuan. Sesuatu yang sangat aku dambakan. Jadilah ibu dari anak-anakku.”

Adakah bahagia yang lebih bahagia dari saat hati bertaut? Ada lah, tapi mereka mana peduli? Ini adalah bahagia yang tak ada taranya. Bahagia yang sangat indah.

***

Sore hari ketika pulang dari rumah Radit, Ratri mendapati ibunya sedang mengobati sikunya dengan obat merah. Ratri terkejut melihatnya. Ia segera mendekat dan mengamati lukanya.

“Ibu kenapa? Kok bisa terluka? Jatuh ya?”

“Iya, jatuh waktu di pasar pagi tadi.”

“Sudah pagi tadi kok baru diobati sih Bu?”

“Baru terasa sakit, ternyata luka sedikit.”

“Bagaimana bisa jatuh? Ibu tergesa-gesa?”

“Tidak, ada orang lari, menubruk ibu, lalu kami jatuh berdua. Ibu bertumpu pada siku, jadi siku ibu agak lecet sedikit terkena lantai yang keras.”

“Orang lari, menubruk Ibu? Orang jahat?”

“Perempuan sama perempuan berkejaran, yang dikejar menubruk ibu sehingga kami berdua jatuh.”

“Berarti dia juga luka?”

“Dia menimpa tubuh ibu, kemudian bisa bangun dengan cepat dan berlari lagi.”

“Orang apa sih, kenapa berkejaran?”

“Agak lucu sih, katanya, orang yang dikejar itu dulu merebut suaminya, menghabiskan hartanya.”

“Masih muda?”

“Kejadiannya sudah duapuluhan tahun yang lalu.”

“Ya ampuun. Baru ketemu, lalu mau membalas dendam? Terkejar tidak? Pasti ramai dan didatangi polisi.”

“Tidak, dia lari dan menghilang entah kemana. Dan wanita yang menghilang itu, adalah wanita aneh yang pernah ibu ceritakan dulu.”

“Wanita aneh yang ketika ibu mendekat lalu dia kabur?”

“Iya. Sampai sekarang ibu masih mengingat-ingat, kok bisa lupa ya, ibu.”

“Ya sudah, ini sudah diplester, jadi tidak akan terasa perih lagi lukanya.”

“Iya, memang tidak lagi perih.”

“Ratri ke depan dulu, mas Radit masih menunggu, katanya mau pamit sama Ibu.”

“Suruh tunggu sebentar, ibu mau mandi dulu.”

Ketika Ratri beranjak ke depan, bu Cipto bermaksud masuk ke kamarnya, tapi di ruang tengah, pada teve yang menyala, ada sebuah berita tentang seorang wanita yang menemukan seorang bayi. Bayi itu menangis keras, dan wanita yang menemukannya mendekapnya dengan sayang. Tiba-tiba bu Cipto teringat sesuatu.

***

Besok lagi ya.

46 comments:

  1. 🌾🌾🌹🌹☘️☘️♣️♣️❤️❤️

    Maaf ya saya duluan, mau ngejar bu Sutijah, Hei..., tunggu jangan lari.…....

    Terima kasih bu Tien JePe Eps_21 sdh tayang. Bgmn masih pusing kah, bu???
    Semoga bu Tien sdh sehat wal'afiat, Aamiin.

    👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    Matunuwun Bu Tien, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  4. Alhamdullilah sdh tayang JP nya..terima ksih bunda Tien..slmt mlm dan slmt istrhat..salam sht sll dan tetap aduhai🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .......
    maturnuwun bu Tien episode 21..... semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete

  6. Alhamdulillah JANGAN PERGI~21 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah sudah tayang ...terima kasih bu tien....salam sehat

    ReplyDelete
  8. Slhsmdulillash dah tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 sll

    ReplyDelete
  10. Bingung antara Bu.Listyo atau Bu Cipto ya...??
    Matur nuwun bunda Tien..sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat.

    ReplyDelete
  12. Wah jangan2 Ratri kembarannya Listie putri kembar dr ibu Sutijah nih.
    Tunggu mbak Tien saja besok ya ha ha ha....
    Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.. yang selalu ditunggu cerbung Jangan Pergi 21 sudah hadir terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah terima kasih bu Tien.....
    Jangan2 Ratri bukan anak bu Cipto, anak Sutijah yg diculik oleh madunya lalu ditinggal dijalan......

    ReplyDelete
  15. Ketika Ratri beranjak ke depan, bu Cipto bermaksud masuk ke kamarnya, tapi di ruang tengah, pada teve yang menyala, ada sebuah berita tentang seorang wanita yang menemukan seorang bayi. Bayi itu menangis keras, dan wanita yang menemukannya mendekapnya dengan sayang. Tiba-tiba bu Cipto teringat sesuatu.

    Rame nich..... walau mbulet.
    Menambah indra keenam kita untuk ikut mengasah otak.
    Di episode 19 bu Tien menulis Listi dibesarkan oleh keluarga *Suroto* tapi di episode 21 kok ganti *Sutopo* ya ??
    Semoga bu Tien hanya ketik. Ada juga *ARINA* diserat *DIAN*
    Mungkin pengaruh pusing kepala kemarin...... Syafakilah, bun. La ba-'sa Thohuurun In Shaa Allah. Aamiin ya Robbal'alamiin.....

    ReplyDelete
  16. Wah... makin rumit nih, apa hubungan antara Ratri dan Listi. Juga antara Tijah dan Tarmi.
    Salam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apkh Ratri adalah bayi yg ditemukan bu Cipto? Semakin penasaran yaa...

      Delete
  17. Waah konfliknya semakin seruu ni bu Tien.
    Terimakasih dan salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, smg bu Tien sehat selalu, aamiin

    ReplyDelete
  19. Bahagia yang sangat indah.... kata² yg kerreeen... luar biasa, terima kasih Mbu Tien... sehat² sllu....

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bu Tien semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  22. Wah di hari pahlawan🤗 tyt kakek Habi msh sanggup mengejar bu Sutijah...Tp tyt bu Sutijah bertekuk lutut di tangan bu Sumini krn iming2 cucur sm gethuk lindri 😄

    ReplyDelete
  23. Klu lht alur crt kmrn2 kayanya Ratri anak ke-2 bu Sutijah alias adiknya Listi (mknya mirip)... Bayi yg dikandung bu Sutijah stlh rujuk dg suaminya... Tp krn suaminya tergoda lg dg madunya (bu Tarmi) akhirnya bayi yg dilahirkan ditinggal tdk dibw plg... Ada kmkn bu Tarmi yg menculik/ atau menyelamatkan bayi yg br lahir lalu ditelantarkan dijln dan akhirnya dibesarkan bu Tjipto... Itu rekaan pembc.. yg tahu kebenarannya hanya mb Tien🤗... Smg mb Tien segera pulih dan seroja kembali. Aamiin YRA🙏

    ReplyDelete
  24. Smg ibunya Radit tdk menjauhkan Radit dr Ratri andai kebenaran itu terkuak...

    ReplyDelete
  25. Bu Cipto membayangkan bayi itu adalah Ratri...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  26. Perkiraan mbak Lina meleset sedikit, berarti Listi dan Ratri itu kakak beradik.

    Listi dengan sadar di berikan kepada keluarga Suroto yang memang mendambakan anak, tetapi Yu Sumini adik Yu Sutijah, jadi pembantu keluarga Suroto sambil mengawasi kehidupan Listi.

    Sedangkan Ratri, Yu Sutijah diberi tahu kalau anak yang dilahirkan meninggal, padahal dicuri Tarmi dan dibuang, tetapi ditemukan bu Cipto yang juga tidak punya anak.

    Masalah jadi rumit, namun ada yang dipertanyakan.

    Mengapa Yu Sumini tidak segera membongkar jati diri Listi, ketika keluarga pak dan bu Suroto meninggal ? Toh keluarga Suroto tidak mempunyai keluarga.

    Kemudian bagaimana ceriteranya Yu Tarmi bisa menyingkirkan anak kedua Yu Sutijah yaitu Ratri, sambil merebut suami Yu Sutijah.
    Padahal Yu Tarmi selain merebut suami Yu Sutijah juga menghabiskan harta Yu Sutijah.
    Berarti Yu Sutijah saat melahirkan Listi termasuk tidak miskin² amat.

    Bagaimana bu Tien menguraikan masalah rumit ini, ......perlu kepiawaian tersendiri.

    Salam sehat
    Salam aduhai
    Selamat berkarya bu Tien untuk mengurai benang ruwet ini yang juga Aduhai .......🙏

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah mulai mengerucut jatidiri Ratri. Dia anak kedua bu Sutijah, sedang bu Tami selain madu juga yang telah mencuri bayi bu Sutijah yang kemudian dipelihara bu Cipto sebagai anaknya. Pola asuh yang berbeda membuat karakter dua saudara juga berbeda. Ok bu Tien matur nuwun sudah membuat teka teki, semoga sehat selalu. aamiin

    ReplyDelete
  28. Alhamdulilah..Ratri sdh hadir..
    Tks bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..
    Aamiin...

    ReplyDelete
  29. ratri dan listi anak kembar ?
    ratri dan listi sodara seayah lain ibu ?

    listi anak tijah?
    ratri anak tarmi ?

    ReplyDelete

  30. السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
    Alhamdulillah ,matur nuwun bu Tien ,
    sehat wal'afiat ya,,bu Tien 🤗🥰
    Bagaimana jadi kl ratri anak sutijah,,,apakah bu listyo mau ,,penasaraaaaan 🤭

    ReplyDelete
  31. Terimakasih bude eps 21 nya semskin seru

    ReplyDelete
  32. Lha kalau ternyata Sutijah itu ibu kandung Ratri gimana, Bu Cipto tahunya kan nemu bayi yang nangis, Tarmi yang mandhul berusaha mencuri bayi dari Sutijah, agar Sukur terhibur tapi ragu kalau tahu ini bayi Sutijah pasti Sukur bakalan kembali ke Sutijah, jadilah ditinggalkan begitu saja dan di temukan Bu Cipto.
    Nah terus kalau itu benar, apakah jadi hambatan untuk jadi menantu Bu Listyo.
    Tlotak-tlotok kåyå bèbèk ngendhok.
    Terus sontoloyo né kowé yå nang.
    Kan mereka satu pabrik jadi mirip, bédå seri nomêr yå, lumayan buat isian garansi card.
    Wuih aneh-aneh, suport 4G nggak tuh; kan 3G sudah off, tapi 2G masih kan; lumayan, hapé cêthuk masih bisa sms.
    Hé hé hé, ngladrah.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke dua puluh satu sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah Semoga ibu Tien sehat selalu..Aamiin

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 11

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  11 (Tien Kumalasari)   Saraswati terkejut, mendengar denting sendok mencium lantai. “Eh, kangmas, sendokny...