JANGAN PERGI 05
(Tien Kumalasari)
Radit mengetuk pintu ruang kepala sekolah.
“Silakan masuk,” suara Dewi dari dalam.
Radit segera masuk.
“Selamat siang pak Radit, silakan duduk.
Radit menoleh ke belakang, ternyata Ratri tidak
mengikutinya. Ia membalikkan tubuhnya, dan melangkah kembali ke arah pintu.
Dewi heran.
“Mencari siapa Pak?” katanya sambil berdiri, lalu mengikuti
Radit ke arah pintu.
Radit melihat Ratri duduk di sebuah kursi di luar
ruangan itu.
“Ratri, kenapa duduk di situ? Sini !” panggilnya.
“O, ada bu Ratri?” seru Dewi.
“Iya Bu, saya minta dia ikut saya, supaya nanti
pulangnya bisa bersama-sama,” kata Radit sambil mendekati Ratri.
“Ayo masuk.”
“Tidak Mas, saya menunggu di sini saja,” pinta Ratri.
“Ayolah, bu Dewi hanya akan berbicara sesuatu. Bukan
rahasia kan Bu?” tanya Radit kepada Dewi, yang menatapnya dengan pandangan
sedikit kesal.
“Tidak, tentu saja tidak. Masuklah bu Ratri,” kata
Dewi dengan terpaksa. Sungkan kalau dia tidak mempersilakan.
Radit menarik tangannya.
“Ayo …”
Ratri melepaskan pegangan tangan itu pelan, kemudian
mengikutinya masuk. Apa boleh buat, Radit seperti memaksa, walau Dewi tidak
menunjukkan ketulusannya dengan memintanya masuk.
“Silakan duduk, silakan duduk,” Dewi berusaha ramah.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Radit, yang membuat
Dewi salah tingkah, karena pertanyaan itu menunjukkan bahwa dia lah yang
memintanya datang, bukan Radit yang memintanya, seperti tadi dikatakannya pada
Ratri.
“Sebenarnya saya hanya ingin mengucapkan terima kasih,”
katanya kemudian.
“Lhoh, bu Dewi kan sudah berkali-kali mengucapkan
terima kasih.”
“Benar, rasanya belum cukup,” katanya sambil melirik
ke arah Ratri yang hanya diam menundukkan kepala.
“Lupakan saja itu, nanti kalau ada yang kurang, bu
Dewi bisa menghubungi saya.”
“Baiklah. Tapi saya juga ingin mengatakan, pola yang pak Radit gambarkan ternyata sangat menarik. Terima kasih karena
telah menambahkan ruang olah raga dan arena bermain di halaman belakang.”
“Bu Dewi, kan hal itu sudah kita bahas.”
“Benar, kemarin saya melihat-lihat, dan sangat takjub
melihat para pekerja mengerjakan tugasnya. Begitu cepat. Mungkin dalam sebulan
atau dua bulan lagi akan selesai semuanya.”
“Semoga tidak terlalu lama, sehingga tidak mengganggu
pelajaran murid-murid.”
“Iya Pak.”
“Apakah ada hal lain yang ingin ibu sampaikan?”
“Tidak … tidak, sudah cukup. Mm… sebenarnya saya juga
mau bilang, nanti setelah bangunan itu selesai, saya ingin agar jendela ruangan
saya ini diperlebar sedikit. Saya hanya minta para pekerja melakukannya, nanti
biarlah biayanya ditanggung oleh sekolah.”
“Oh, jendela itu ? Baiklah tampaknya memang kurang
lebar. Baiklah, nanti akan saya katakan kepada mandornya.”
“Terima kasih pak Radit.”
“Iya, sama-sama. Baiklah, kalau begitu saya permisi
dulu bu Dewi.”
“Silakan Pak, saya mau memanggil taksi dulu.”
“Bu Dewi tidak sekalian bareng pak Radit saja?”
tiba-tiba kata Ratri.
Dewi menatap Radit, ia berharap begitu sih, cuma
sungkan mengatakannya.
“Boleh, boleh. Nanti kita antar bu Dewi dulu ya Ratri.
Baru kamu,” kata Radit.
“Biar bu Ratri dulu saja, saya belakangan,” kata Dewi.
“Tidak, bu Dewi yang agak jauh harus didahulukan. Mari
Bu, saya tunggu di mobil,” kata Radit sambil menggamit lengan Ratri.
“Baiklah, saya bereskan meja saya sebentar,” kata Dewi
yang kemudian menampakkan wajah kesal, sambil mengumpulkan berkas-berkas dan menyimpannya ke
dalam almari.
“Kenapa sih, pak Radit kelihatan akrab sekali sama bu
Ratri?” gumamnya kesal. Sebenarnya ia
ingin lebih lama berduaan dengan Radit, setelah mengantarkan Ratri, tapi Radit malah
mau mengantarkan dirinya dulu.
“Sebel!” gumamnya sambil keluar dari ruangan, dan
menuju ke arah mobil Radit, dimana Radit sudah memutar mobilnya ke arah jalan,
dan Ratri menunggunya disamping mobil. Ratri membukakan pintu belakang untuk Dewi, sedangkan dia sendiri duduk di samping kemudi. Bukankah memang begitu etikanya? Tapi Dewi kemudian menampakkan wajah tak senang.
***
Ketika mengantarkan Ratri, Radit ikut turun..
“Sudah Mas, sampai di sini saja,” kata Ratri.
“Eh, mengusir aku nih?”
“Bukan mengusir, kan Mas Radit harus segera kembali ke
rumah sakit?”
“Hari ini tidak. Jadi aku akan singgah lama di sini.”
Ratri melangkah menuju rumah, dan Radit mengikutinya,
lalu dengan tanpa dipersilakan dia duduk di teras, dimana bu Cipto sedang duduk
sendirian.
“Ibu kok tidak istirahat, malah duduk di sini?” sapa
Radit.
“Ibu tidak bisa istirahat kalau Ratri belum sampai di
rumah.”
“Oh, iya ya Bu, maaf agak terlambat, karena harus
mengantarkan bu Dewi dulu.”
“Ini tadi dari sekolah?”
“Iya, bu Dewi ingin bicara sama saya. Lalu kami
antarkan bu Dewi dulu, baru Ratri.”
“Oh ya syukurlah kalau baik-baik saja. Nak Radit mau
makan di sini?”
“Makan?” tanya Radit sambil tertawa lebar.
“Ibu tadi masak semur ayam, dan goreng perkedel.
Maukah?”
“Kedengarannya enak tuh.”
“Bagus, berarti nak Radit tidak menolak kan?”
“Sekali-sekali ingin menikmati masakan ibu,” jawabnya
tanpa malu.
Bu Cipto tersenyum, wajahnya langsung berseri. Dia
bergegas masuk ke rumah, dan menyiapkan meja untuk makan siang. Ratri sedang
membuat jus jeruk untuk disajikan kepada tamunya. Ia heran melihat ibunya
menata meja makan sementara masih ada tamu di depan.
“Ibu mau makan sekarang?”
“Kita akan makan bersama-sama. Ibu masak semur ayam
dan perkedel. Hanya itu sih, tapi nak Radit mau,” kata bu Cipto riang.
Ratri terpana.
“Benarkah?”
Lalu Ratri membawa gelas berisi jus itu ke depan,
disambut senyuman manis oleh Radit, sambil langsung mengambil gelas jus itu dan
menyedotnya.
“Hm, enak nih … “
“Enak?” tanya Ratri sambil tersenyum. Senyuman yang
sangat disukai Radit.
“Sangat enak, dan segar. Cocok untuk minuman di hari
panas seperti ini.”
“Ibu menyiapkan makan siang untuk Mas. Benarkah Mas
Radit mau makan di sini?”
“Iya. Tentu saja,” jawab Radit, tak ada rasa sungkan
sedikitpun.
Ratri tersenyum lebar.
“Benar nih? Disini makanannya sederhana. Pasti beda
dengan makanan di rumah Mas Radit. Serba mewah dan enak.”
“Kamu tahu di mana letaknya rasa enak itu?”
“Di lidah dong.”
“Tidak.”
“Dimana?”
“Di sini,” kata Radit sambil menepuk dadanya.
“Di dada?”
“Dari dalam hati. Kalau kita senang, maka enaklah
makanan yang kita santap. Kalau hati tidak sedang senang, makanan mewah atau
semahal apapun, tentu terasa hambar.”
“Jadi … ?”
“Jadi karena aku suka, aku senang, makanan itu pasti
enak.”
“Mas Radit paling pinter ngomong.”
“Itu benar, bukannya aku berkhayal. Kita lihat saja
nanti.”
“Bisa saja Mas Radit bilang enak, hanya untuk
menyenangkan hati ibu.”
“Hati yang tulus itu kan kelihatan.”
Radit selalu berkata benar. Ia memiliki hati yang
tulus. Tulus juga dia, ketika kemudian makan bersama bu Cipto dan Ratri, serta
mengatakan bahwa masakan bu Cipto sangat enak.
“Bolehkah lain kali saya minta makan ibu seperti ini?”
“Mengapa tidak? Ibu senang kalau Nak Radit suka. Tapi
ibu tidak setiap hari masak ayam atau ikan. Terkadang hanya tahu, tempe, ikan
asin. Maklumlah, ibu kan hanya pensiunan janda guru.”
“Lhoh, Ibu kok bilang begitu. Ikan asin itu enak. Setiap
kali makan dengan ikan asin, justru saya bisa menghabiskan nasi sebakul,”
katanya bersungguh-sungguh.
“Bakulnya segede apa itu Mas?”
“Segede perut aku ini,” katanya sambil menunjuk ke
arah perutnya. Bu Cipto senang, Radit sangat bersahabat dalam bicara, sehingga
membuat suasana makan itu menjadi meriah bagai sedang berpesta saja.
***
Bu Listyo sedang berada di dapur, setelah bibik
membersihkan meja makan.
“Bik, kamu tadi masuk ke kamar Radit?”
“Tidak Bu, biasanya dikunci, jadi kalau mas Radit
belum pulang, bibik belum membersihkan kamarnya.
“Tidak. Beberapa hari ini dia tidak mengunci kamarnya.”
“Benarkah, kalau begitu biar bibik membersihkannya
sekarang.”
“Tidak usah sekarang. Aku cuma ingin bertanya, saat
kamu membersihkan kamar kemarin, apakah masih melihat foto Listi diatas meja?”
“Aduh, bibik tidak begitu memperhatikan. Tapi … iya
juga sih Bu, kok setiap mengelap meja itu tidak terlihat foto neng Listi. Cuma
bibik tidak begitu memperhatikan. Takut kalau mas Radit marah-marah seperti
dulu. Sampai gemetar bibik dibuatnya.”
“Tadi aku masuk ke kamarnya, untuk mengambil majalah
yang kemarin dibaca di kamar Radit. Foto itu tidak ada ditempatnya semula.”
“Waduh Bu, bisa jadi ribut nanti mas Radit. Tapi kok ributnya bukan
dari kemarin-kemarin ya. Sepertinya memang bibik tidak melihat foto itu dalam
beberapa hari terakhir ini.”
“Aku baru melihatnya tadi, aku mengira kamu
memindahkannya.”
“Ibu bagaimana sih, mana berani bibik melakukannya?
Bisa-bisa bibik dibuat gemetaran lagi nanti.”
“Kalau memang sudah berhari-hari tidak ada, berarti
dia sendiri yang melakukannya.”
“Maksudnya membuang foto itu?”
“Mungkin saja, entahlah. Tapi kalau itu benar, aku
senang Bik, berarti Radit sudah bisa melupakannya. Omelanku setiap saat mulai
dirasakan oleh dia.”
“Iya juga sih Bu, non Listi sudah tidak peduli, mengapa
juga mas Radit masih berharap sama dia.”
“Ya sudah Bik, nanti akan aku ajak dia bicara. Semoga
dia mau aku carikan jodoh.”
“Non Mira kah Bu?”
“Maksudku begitu, entah dia mau atau tidak.”
***
Setelah kejadian siang itu, dimana Dewi melihat
keakraban Radit dan Ratri, sikap Dewi agak berbeda dari sebelumnya. Biasanya
dia sering mengajak bicara Ratri, karena Ratri tampak lebih pintar dan selalu
bisa mengambil keputusan bijak, setiap ada masalah di sekolah. Tapi sekarang
jadi berbeda. Dewi jarang sekali mengajak bicara Ratri, kalau tidak perlu
sekali. Perubahan itu juga dirasakan Ratri.
“Mengapa ya, bu Dewi begitu? Apa dia marah sama aku,
karena aku ikut mendengarkan pembicaraannya dengan mas Radit? Aku jadi menyesal
mengikuti kata mas Radit. Harusnya aku menolak ketika dia mengajak aku masuk dan
mendengarkan pembicaraan. Barangkali kalau tanpa aku, bu Dewi akan bicara soal
lain, yang dibelokkannya ke arah pembangunan itu, karena ada aku. Duh, mas
Radit sih. Aku jadi nggak enak,” kata batin Ratri ketika saat istirahat tiba
dan dia sedang duduk sendirian di ruang kelas seusai dia mengajar.
“Bu Ratri kok masih di situ? Bu Dewi sepertinya mengajak
kita rapat sebentar, pas istirahat ini.”
Ratri terkejut. Bu Dewi tidak memberi tahu apa-apa
sama dia.
“Oh ya? Saya kok tidak tahu ya Bu.”
“Lho, kelewatan berarti. Ayo Bu, ke ruang guru
sebentar. Mau bicara apa bu Dewi, saya tidak tahu.”
Terpaksa Ratri mengikuti temannya. Ia heran, Dewi
tidak mengundangnya. Ada keraguan ketika dia memasuki ruang guru, lalu Dewi
memandang tak acuh padanya.
“Selamat siang. Maaf saya tidak tahu kalau_”
“Silakan duduk bu Ratri, memang hanya mau ngomong sebentar
saja, sambil menghabiskan waktu istirahat, Oh ya, saya lupa memberi tahu bu
Ratri, tidak terlalu penting kok,” kata Dewi tanpa memandang ke arahnya.
Ratri tak menjawab, dia langsung duduk di kursinya,
menghadap ke arah Dewi, entah mau bicara apa. Rupanya hanya soal testing
menjelang semester akhir, yang waktunya akan dimajukan karena menjelang liburan
semester yang bersamaan dengan bulan puasa.
***
Ratri sangat sedih dengan perubahan sikap Dewi. Yang
biasanya ramah dan baik, mengapa jadi berbeda? Apakah karena Radit?
“ Apakah bu Dewi suka sama mas Radit? Kalau suka ya
suka saja, memangnya aku menghalanginya? Aku sama mas Radit kan tidak ada
ikatan apa-apa. Mengapa bu Dewi bersikap begitu?”
Atas perasaan tak enak itu, Ratri bermaksud menemui
Dewi dan berbicara emoat mata. Tidak enak bekerja di satu atap tapi memendam
rasa tidak suka. Apalagi Dewi kan kepala sekolah.
Ratri mengetuk pintu ruang Kepala Sekolah, kemudian
masuk setelah ada jawaban dari dalam.
“Selamat siang Bu.”
“Selamat siang bu Ratri. Saya sebenarnya mau ijin
untuk pulang lebih awal, karena ada keperluan. Ada perlu apa bu Ratri menemui
saya?”
“Maaf Bu, saya hanya ingin bicara sebentar sama Ibu.”
“Tentang apa ya?”
“Saya kok merasa, bahwa sikap bu Dewi akhir-akhir ini
berbeda.”
“Masa sih?” Dewi tersenyum sinis.
“Kalau memang saya punya kesalahan, saya mohon maaf,
dan mohon ditunjukkan kesalahan saya, agar saya bisa merubahnya.”
“Oh, tidak bu Ratri, tenang saja. Bu Ratri tidak punya
salah kok. Dan maaf, saya sedang buru-buruh nih,” kata Dewi sambil berdiri.
Ratri terperangah atas sikap acuh itu. Bahkan kemudian
Dewi keluar dari ruangannya, tanpa menoleh lagi ke arahnya.
Ratri mengejarnya karena tidak puas dengan sikapnya.
Namun ketika turun dari tangga, Ratri terpeleset dan jatuh tertelungkup.
***
Besok lagi ya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSelamat Bandung juara 1 terus....
DeleteKok di hapus Kek?
DeleteMatur nuwun Mbak Tien sayang. Salam sehat selalu.
DeleteAlhamdulillah Jangan Pergi 05 sdh tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Hayuk mojok yuk...
Wow mb Wiwik juara 1
DeleteAku dari Noveltoon nih td
Alhamdulillah JP 5 tayang
ReplyDeletePajang ya komenku
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~05 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Selamat jeng Wiwik.Bojonegoro juara 1
ReplyDeleteAlhamdulillah .... maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhandulillah
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.
ReplyDeleteJadi kikuk juga dengan kepala sekolah yang merasa tersaingi. Masih ada lagi Mira yang akan dicalonkan ibunya Radit.
DeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Wah ketinggalan lagi, matur nuwun bunda
ReplyDeleteLoo aku ketinggalan
ReplyDeleteAduh...
ReplyDeleteRatri terjatuh, nanti dirawat oleh Radit...
Terima kasih mbak Tien...
matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah JP 05 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Salam sehat selalu
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, hehehe 3 cewek dgn 1 cowok asyiik nih hahaha salam sehat dan aduhaai dari Gn3 Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Terima kasih atas JP5 dan sapaannya mba Tien..
DeleteSemoga selalu sehat dan terus berkarya.. Aamiin
Salam Bdg, kang Idih
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Ratri masuk rumah sakit, ketemu dr radit dong, bu dewi makin sewot.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien. Salam sejahtera.
Alhamdulillah Jangan Pergi 05 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien. Salam sehat dan salam hangat.
Alhamdulillah... Sehat selalu🧕
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia, aamiin.
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAkhirnya yg ditunggu muncul, makasih mbak Tien
ReplyDeleteTuh kan nggak di perhatikan juragan ganteng malah, Dewi yang sewot, lagian Ratri jatuh bangun minta penjelasan ke Dewi malah jatuh tersungkur pun dicuekin.
ReplyDeleteBener, baru ketahuan ada maunya.
Lha kalau pas Radityo melihat kan langsung dibantu berjalan; dipapah sama Radityo.
Kan Radityo tuman mau makan siang di rumah Ratri lagi, piyé ngono kuwi, Dewi ketahuan sadisnya tå yå.
Walah mêmêlas têmên kowé Ratri, ketiban sampur; ditresnani wong bagus kok malah nibå tangi ngono.
Ih Radityo yang namanya baru menebar rasa suka; lauk ikan asin pun rasanya kaya makan omelette.
Tanda tanda ini; Bu Listyo mau ngedeketin pilihannya, yang cantik terpelajar lagi.
Beranikah Radityo mengusulkan Ratri untuk didaftarkan jadi calon menantu, maklumkah Bu Listyo, mengingat Radityo berlama-lama mengenang Listy dan sudah banyak yang diusulkannya tak digubris. Mesti pakai syarat bibit bobot bebet lagi. Aduh.
Kesimpulan Ratri tentang sikap Bu Dewi padanya, membuat Ratri jaga jarak sama Radityo, ya gimana Radityo tahu, tahunya ya Ratri menghindar sama Radityo. Apakah Radityo masih berusaha mendekati Ratri.
Terimakasih Bu Tien,
Jangan pergi yang kelima sudah tayang;
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg JP 05 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteRatri, semoga derita sakitmu kali ini membuatmu lebih dekat dgn dr Radith, pokoknya memperlancar hubungan kalian.
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem Gusti.
Semoga Mbak Tien selalu sehat. Salam Aduhai selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih bu Tien semoga bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah,makasih bu Tien
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien , JP 5 sdh tayang, seru
ReplyDeleteRatri ora mudeng Yen Dewi cemburu...hadeww....
Bagaimana lanjutan kisahnya
Kita tunggu hari Senin
Matur suwun bunda Tien, salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii...
Makasih mba Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulilah Ratri sdh hadir..
Semoga bunda sehat srlalu dan bahagia
Makin aduhaii seruuu..
Selamat pgiii bundaqu..terima ksih JP5 nya..makin penasaran bund semoga yg jdi lakon di JP bahagia semua..slm seroja dri skbmi unk bunda🌹🙏🥰🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteBikin penasaran,, knp dg Ratri kok jatuh trs....Dewi makin kesel deh kl Radit yg datang oh tdk....🤭
Salam sehat wal'afiat bu 🤗🥰
Waduh bnyak saingannya ini Ratri...akan terasa berat nich perjuanganmu Ratri..🤕
ReplyDeleteTenang,,, Radit cintanya hny dg Ratri.... hehehe salkomsel
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete..Dr Radit ini alay