Friday, October 21, 2022

jJANGAN PERGI 05

 

JANGAN PERGI  05

(Tien Kumalasari)


Radit mengetuk pintu ruang kepala sekolah.

“Silakan masuk,” suara Dewi dari dalam.

Radit segera masuk.

“Selamat siang pak Radit, silakan duduk.

Radit menoleh ke belakang, ternyata Ratri tidak mengikutinya. Ia membalikkan tubuhnya, dan melangkah kembali ke arah pintu.

Dewi heran.

“Mencari siapa Pak?” katanya sambil berdiri, lalu mengikuti Radit ke arah pintu.

Radit melihat Ratri duduk di sebuah kursi di luar ruangan itu.

“Ratri, kenapa duduk di situ? Sini !” panggilnya.

“O, ada bu Ratri?” seru Dewi.

“Iya Bu, saya minta dia ikut saya, supaya nanti pulangnya bisa bersama-sama,” kata Radit sambil mendekati Ratri.

“Ayo masuk.”

“Tidak Mas, saya menunggu di sini saja,” pinta Ratri.

“Ayolah, bu Dewi hanya akan berbicara sesuatu. Bukan rahasia kan Bu?” tanya Radit kepada Dewi, yang menatapnya dengan pandangan sedikit kesal.

“Tidak, tentu saja tidak. Masuklah bu Ratri,” kata Dewi dengan terpaksa. Sungkan kalau dia tidak mempersilakan.

Radit menarik tangannya.

“Ayo …”

Ratri melepaskan pegangan tangan itu pelan, kemudian mengikutinya masuk. Apa boleh buat, Radit seperti memaksa, walau Dewi tidak menunjukkan ketulusannya dengan memintanya masuk.

“Silakan duduk, silakan duduk,” Dewi berusaha ramah.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Radit, yang membuat Dewi salah tingkah, karena pertanyaan itu menunjukkan bahwa dia lah yang memintanya datang, bukan Radit yang memintanya, seperti tadi dikatakannya pada Ratri.

“Sebenarnya saya hanya ingin mengucapkan terima kasih,” katanya kemudian.

“Lhoh, bu Dewi kan sudah berkali-kali mengucapkan terima kasih.”

“Benar, rasanya belum cukup,” katanya sambil melirik ke arah Ratri yang hanya diam menundukkan kepala.

“Lupakan saja itu, nanti kalau ada yang kurang, bu Dewi bisa menghubungi saya.”

“Baiklah. Tapi saya juga ingin mengatakan, pola yang pak Radit gambarkan ternyata sangat menarik. Terima kasih karena telah menambahkan ruang olah raga dan arena bermain di halaman belakang.”

“Bu Dewi, kan hal itu sudah kita bahas.”

“Benar, kemarin saya melihat-lihat, dan sangat takjub melihat para pekerja mengerjakan tugasnya. Begitu cepat. Mungkin dalam sebulan atau dua bulan lagi akan selesai semuanya.”

“Semoga tidak terlalu lama, sehingga tidak mengganggu pelajaran murid-murid.”

“Iya Pak.”

“Apakah ada hal lain yang ingin ibu sampaikan?”

“Tidak … tidak, sudah cukup. Mm… sebenarnya saya juga mau bilang, nanti setelah bangunan itu selesai, saya ingin agar jendela ruangan saya ini diperlebar sedikit. Saya hanya minta para pekerja melakukannya, nanti biarlah biayanya ditanggung oleh sekolah.”

“Oh, jendela itu ? Baiklah tampaknya memang kurang lebar. Baiklah, nanti akan saya katakan kepada mandornya.”

“Terima kasih pak Radit.”

“Iya, sama-sama. Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu bu Dewi.”

“Silakan Pak, saya mau memanggil taksi dulu.”

“Bu Dewi tidak sekalian bareng pak Radit saja?” tiba-tiba kata Ratri.

Dewi menatap Radit, ia berharap begitu sih, cuma sungkan mengatakannya.

“Boleh, boleh. Nanti kita antar bu Dewi dulu ya Ratri. Baru kamu,” kata Radit.

“Biar bu Ratri dulu saja, saya belakangan,” kata Dewi.

“Tidak, bu Dewi yang agak jauh harus didahulukan. Mari Bu, saya tunggu di mobil,” kata Radit sambil menggamit lengan Ratri.

“Baiklah, saya bereskan meja saya sebentar,” kata Dewi yang kemudian menampakkan wajah kesal, sambil  mengumpulkan berkas-berkas dan menyimpannya ke dalam almari.

“Kenapa sih, pak Radit kelihatan akrab sekali sama bu Ratri?” gumamnya kesal.  Sebenarnya ia ingin lebih lama berduaan dengan Radit, setelah mengantarkan Ratri, tapi Radit malah mau mengantarkan dirinya dulu.

“Sebel!” gumamnya sambil keluar dari ruangan, dan menuju ke arah mobil Radit, dimana Radit sudah memutar mobilnya ke arah jalan, dan Ratri menunggunya disamping mobil. Ratri membukakan pintu belakang untuk Dewi, sedangkan dia sendiri duduk di samping kemudi. Bukankah memang begitu etikanya? Tapi Dewi kemudian menampakkan wajah tak senang.

***

Ketika mengantarkan Ratri, Radit ikut turun..

“Sudah Mas, sampai di sini saja,” kata Ratri.

“Eh, mengusir aku nih?”

“Bukan mengusir, kan Mas Radit harus segera kembali ke rumah sakit?”

“Hari ini tidak. Jadi aku akan singgah lama di sini.”

Ratri melangkah menuju rumah, dan Radit mengikutinya, lalu dengan tanpa dipersilakan dia duduk di teras, dimana bu Cipto sedang duduk sendirian.

“Ibu kok tidak istirahat, malah duduk di sini?” sapa Radit.

“Ibu tidak bisa istirahat kalau Ratri belum sampai di rumah.”

“Oh, iya ya Bu, maaf agak terlambat, karena harus mengantarkan bu Dewi dulu.”

“Ini tadi dari sekolah?”

“Iya, bu Dewi ingin bicara sama saya. Lalu kami antarkan bu Dewi dulu, baru Ratri.”

“Oh ya syukurlah kalau baik-baik saja. Nak Radit mau makan di sini?”

“Makan?” tanya Radit sambil tertawa lebar.

“Ibu tadi masak semur ayam, dan goreng perkedel. Maukah?”

“Kedengarannya enak tuh.”

“Bagus, berarti nak Radit tidak menolak kan?”

“Sekali-sekali ingin menikmati masakan ibu,” jawabnya tanpa malu.

Bu Cipto tersenyum, wajahnya langsung berseri. Dia bergegas masuk ke rumah, dan menyiapkan meja untuk makan siang. Ratri sedang membuat jus jeruk untuk disajikan kepada tamunya. Ia heran melihat ibunya menata meja makan sementara masih ada tamu di depan.

“Ibu mau makan sekarang?”

“Kita akan makan bersama-sama. Ibu masak semur ayam dan perkedel. Hanya itu sih, tapi nak Radit mau,” kata bu Cipto riang.

Ratri terpana.

“Benarkah?”

Lalu Ratri membawa gelas berisi jus itu ke depan, disambut senyuman manis oleh Radit, sambil langsung mengambil gelas jus itu dan menyedotnya.

“Hm, enak nih … “

“Enak?” tanya Ratri sambil tersenyum. Senyuman yang sangat disukai Radit.

“Sangat enak, dan segar. Cocok untuk minuman di hari panas seperti ini.”

“Ibu menyiapkan makan siang untuk Mas. Benarkah Mas Radit mau makan di sini?”

“Iya. Tentu saja,” jawab Radit, tak ada rasa sungkan sedikitpun.

Ratri tersenyum lebar.

“Benar nih? Disini makanannya sederhana. Pasti beda dengan makanan di rumah Mas Radit. Serba mewah dan enak.”

“Kamu tahu di mana letaknya rasa enak itu?”

“Di lidah dong.”

“Tidak.”

“Dimana?”

“Di sini,” kata Radit sambil menepuk dadanya.

“Di dada?”

“Dari dalam hati. Kalau kita senang, maka enaklah makanan yang kita santap. Kalau hati tidak sedang senang, makanan mewah atau semahal apapun, tentu terasa hambar.”

“Jadi … ?”

“Jadi karena aku suka, aku senang, makanan itu pasti enak.”

“Mas Radit paling pinter ngomong.”

“Itu benar, bukannya aku berkhayal. Kita lihat saja nanti.”

“Bisa saja Mas Radit bilang enak, hanya untuk menyenangkan hati ibu.”

“Hati yang tulus itu kan kelihatan.”

Radit selalu berkata benar. Ia memiliki hati yang tulus. Tulus juga dia, ketika kemudian makan bersama bu Cipto dan Ratri, serta mengatakan bahwa masakan bu Cipto sangat enak.

“Bolehkah lain kali saya minta makan ibu seperti ini?”

“Mengapa tidak? Ibu senang kalau Nak Radit suka. Tapi ibu tidak setiap hari masak ayam atau ikan. Terkadang hanya tahu, tempe, ikan asin. Maklumlah, ibu kan hanya pensiunan janda guru.”

“Lhoh, Ibu kok bilang begitu. Ikan asin itu enak. Setiap kali makan dengan ikan asin, justru saya bisa menghabiskan nasi sebakul,” katanya bersungguh-sungguh.

“Bakulnya segede apa itu Mas?”

“Segede perut aku ini,” katanya sambil menunjuk ke arah perutnya. Bu Cipto senang, Radit sangat bersahabat dalam bicara, sehingga membuat suasana makan itu menjadi meriah bagai sedang berpesta saja.

***

Bu Listyo sedang berada di dapur, setelah bibik membersihkan meja makan.

“Bik, kamu tadi masuk ke kamar Radit?”

“Tidak Bu, biasanya dikunci, jadi kalau mas Radit belum pulang, bibik belum membersihkan kamarnya.

“Tidak. Beberapa hari ini dia tidak mengunci kamarnya.”

“Benarkah, kalau begitu biar bibik membersihkannya sekarang.”

“Tidak usah sekarang. Aku cuma ingin bertanya, saat kamu membersihkan kamar kemarin, apakah masih melihat foto Listi diatas meja?”

“Aduh, bibik tidak begitu memperhatikan. Tapi … iya juga sih Bu, kok setiap mengelap meja itu tidak terlihat foto neng Listi. Cuma bibik tidak begitu memperhatikan. Takut kalau mas Radit marah-marah seperti dulu. Sampai gemetar bibik dibuatnya.”

“Tadi aku masuk ke kamarnya, untuk mengambil majalah yang kemarin dibaca di kamar Radit. Foto itu tidak ada ditempatnya semula.”

“Waduh Bu, bisa jadi  ribut nanti mas Radit. Tapi kok ributnya bukan dari kemarin-kemarin ya. Sepertinya memang bibik tidak melihat foto itu dalam beberapa hari terakhir ini.”

“Aku baru melihatnya tadi, aku mengira kamu memindahkannya.”

“Ibu bagaimana sih, mana berani bibik melakukannya? Bisa-bisa bibik dibuat gemetaran lagi nanti.”

“Kalau memang sudah berhari-hari tidak ada, berarti dia sendiri yang melakukannya.”

“Maksudnya membuang foto itu?”

“Mungkin saja, entahlah. Tapi kalau itu benar, aku senang Bik, berarti Radit sudah bisa melupakannya. Omelanku setiap saat mulai dirasakan oleh dia.”

“Iya juga sih Bu, non Listi sudah tidak peduli, mengapa juga mas Radit masih berharap sama dia.”

“Ya sudah Bik, nanti akan aku ajak dia bicara. Semoga dia mau aku carikan jodoh.”

“Non Mira kah Bu?”

“Maksudku begitu, entah dia mau atau tidak.”

***

Setelah kejadian siang itu, dimana Dewi melihat keakraban Radit dan Ratri, sikap Dewi agak berbeda dari sebelumnya. Biasanya dia sering mengajak bicara Ratri, karena Ratri tampak lebih pintar dan selalu bisa mengambil keputusan bijak, setiap ada masalah di sekolah. Tapi sekarang jadi berbeda. Dewi jarang sekali mengajak bicara Ratri, kalau tidak perlu sekali. Perubahan itu juga dirasakan Ratri.

“Mengapa ya, bu Dewi begitu? Apa dia marah sama aku, karena aku ikut mendengarkan pembicaraannya dengan mas Radit? Aku jadi menyesal mengikuti kata mas Radit. Harusnya aku menolak ketika dia mengajak aku masuk dan mendengarkan pembicaraan. Barangkali kalau tanpa aku, bu Dewi akan bicara soal lain, yang dibelokkannya ke arah pembangunan itu, karena ada aku. Duh, mas Radit sih. Aku jadi nggak enak,” kata batin Ratri ketika saat istirahat tiba dan dia sedang duduk sendirian di ruang kelas seusai dia mengajar.

“Bu Ratri kok masih di situ? Bu Dewi sepertinya mengajak kita rapat sebentar, pas istirahat ini.”

Ratri terkejut. Bu Dewi tidak memberi tahu apa-apa sama dia.

“Oh ya? Saya kok tidak tahu ya Bu.”

“Lho, kelewatan berarti. Ayo Bu, ke ruang guru sebentar. Mau bicara apa bu Dewi, saya tidak tahu.”

Terpaksa Ratri mengikuti temannya. Ia heran, Dewi tidak mengundangnya. Ada keraguan ketika dia memasuki ruang guru, lalu Dewi memandang tak acuh padanya.

“Selamat siang. Maaf saya tidak tahu kalau_”

“Silakan duduk bu Ratri, memang hanya mau ngomong sebentar saja, sambil menghabiskan waktu istirahat, Oh ya, saya lupa memberi tahu bu Ratri, tidak terlalu penting kok,” kata Dewi tanpa memandang ke arahnya.

Ratri tak menjawab, dia langsung duduk di kursinya, menghadap ke arah Dewi, entah mau bicara apa. Rupanya hanya soal testing menjelang semester akhir, yang waktunya akan dimajukan karena menjelang liburan semester yang bersamaan dengan bulan puasa.

***

Ratri sangat sedih dengan perubahan sikap Dewi. Yang biasanya ramah dan baik, mengapa jadi berbeda? Apakah karena Radit?

“ Apakah bu Dewi suka sama mas Radit? Kalau suka ya suka saja, memangnya aku menghalanginya? Aku sama mas Radit kan tidak ada ikatan apa-apa. Mengapa bu Dewi bersikap begitu?”

Atas perasaan tak enak itu, Ratri bermaksud menemui Dewi dan berbicara emoat mata. Tidak enak bekerja di satu atap tapi memendam rasa tidak suka. Apalagi Dewi kan kepala sekolah.

Ratri mengetuk pintu ruang Kepala Sekolah, kemudian masuk setelah ada jawaban dari dalam.

“Selamat siang Bu.”

“Selamat siang bu Ratri. Saya sebenarnya mau ijin untuk pulang lebih awal, karena ada keperluan. Ada perlu apa bu Ratri menemui saya?”

“Maaf Bu, saya hanya ingin bicara sebentar sama Ibu.”

“Tentang apa ya?”

“Saya kok merasa, bahwa sikap bu Dewi akhir-akhir ini berbeda.”

“Masa sih?” Dewi tersenyum sinis.

“Kalau memang saya punya kesalahan, saya mohon maaf, dan mohon ditunjukkan kesalahan saya, agar saya bisa merubahnya.”

“Oh, tidak bu Ratri, tenang saja. Bu Ratri tidak punya salah kok. Dan maaf, saya sedang buru-buruh nih,”  kata Dewi sambil berdiri.

Ratri terperangah atas sikap acuh itu. Bahkan kemudian Dewi keluar dari ruangannya, tanpa menoleh lagi ke arahnya.

Ratri mengejarnya karena tidak puas dengan sikapnya. Namun ketika turun dari tangga, Ratri terpeleset dan jatuh tertelungkup.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah Jangan Pergi 05 sdh tayang.
    Matur nuwun bu Tien

    Hayuk mojok yuk...

    ReplyDelete

  3. Alhamdulillah JANGAN PERGI~05 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .... maturnuwun bu Tien

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi kikuk juga dengan kepala sekolah yang merasa tersaingi. Masih ada lagi Mira yang akan dicalonkan ibunya Radit.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  6. Wah ketinggalan lagi, matur nuwun bunda

    ReplyDelete
  7. Aduh...
    Ratri terjatuh, nanti dirawat oleh Radit...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah JP 05 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien..
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, hehehe 3 cewek dgn 1 cowok asyiik nih hahaha salam sehat dan aduhaai dari Gn3 Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  11. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas JP5 dan sapaannya mba Tien..
      Semoga selalu sehat dan terus berkarya.. Aamiin
      Salam Bdg, kang Idih

      Delete
  12. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  13. Ratri masuk rumah sakit, ketemu dr radit dong, bu dewi makin sewot.
    Terima kasih mbak Tien. Salam sejahtera.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Jangan Pergi 05 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien. Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Akhirnya yg ditunggu muncul, makasih mbak Tien

    ReplyDelete
  17. Tuh kan nggak di perhatikan juragan ganteng malah, Dewi yang sewot, lagian Ratri jatuh bangun minta penjelasan ke Dewi malah jatuh tersungkur pun dicuekin.
    Bener, baru ketahuan ada maunya.
    Lha kalau pas Radityo melihat kan langsung dibantu berjalan; dipapah sama Radityo.
    Kan Radityo tuman mau makan siang di rumah Ratri lagi, piyé ngono kuwi, Dewi ketahuan sadisnya tå yå.
    Walah mêmêlas têmên kowé Ratri, ketiban sampur; ditresnani wong bagus kok malah nibå tangi ngono.
    Ih Radityo yang namanya baru menebar rasa suka; lauk ikan asin pun rasanya kaya makan omelette.
    Tanda tanda ini; Bu Listyo mau ngedeketin pilihannya, yang cantik terpelajar lagi.
    Beranikah Radityo mengusulkan Ratri untuk didaftarkan jadi calon menantu, maklumkah Bu Listyo, mengingat Radityo berlama-lama mengenang Listy dan sudah banyak yang diusulkannya tak digubris. Mesti pakai syarat bibit bobot bebet lagi. Aduh.
    Kesimpulan Ratri tentang sikap Bu Dewi padanya, membuat Ratri jaga jarak sama Radityo, ya gimana Radityo tahu, tahunya ya Ratri menghindar sama Radityo. Apakah Radityo masih berusaha mendekati Ratri.

    Terimakasih Bu Tien,
    Jangan pergi yang kelima sudah tayang;
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  18. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg JP 05 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Ratri, semoga derita sakitmu kali ini membuatmu lebih dekat dgn dr Radith, pokoknya memperlancar hubungan kalian.

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem Gusti.

    ReplyDelete
  19. Semoga Mbak Tien selalu sehat. Salam Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Matur suwun bunda Tien , JP 5 sdh tayang, seru
    Ratri ora mudeng Yen Dewi cemburu...hadeww....
    Bagaimana lanjutan kisahnya
    Kita tunggu hari Senin

    Matur suwun bunda Tien, salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien..

    ReplyDelete
  23. Tks bunda Tien..
    Alhamdulilah Ratri sdh hadir..
    Semoga bunda sehat srlalu dan bahagia
    Makin aduhaii seruuu..

    ReplyDelete
  24. Selamat pgiii bundaqu..terima ksih JP5 nya..makin penasaran bund semoga yg jdi lakon di JP bahagia semua..slm seroja dri skbmi unk bunda🌹🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Bikin penasaran,, knp dg Ratri kok jatuh trs....Dewi makin kesel deh kl Radit yg datang oh tdk....🤭

    Salam sehat wal'afiat bu 🤗🥰

    ReplyDelete
  26. Waduh bnyak saingannya ini Ratri...akan terasa berat nich perjuanganmu Ratri..🤕

    ReplyDelete
  27. Tenang,,, Radit cintanya hny dg Ratri.... hehehe salkomsel

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...