Saturday, October 29, 2022

JANGAN PERGI 12

 

JANGAN PERGI  12

(Tien Kumalasari)

 

Diantara kerumunan orang yang menonton, tak satupun berusaha melerai. Dewi sudah kewalahan, karena rupanya Listi punya kekuatan yang diluar akal manusia biasa. Tubuhnya ramping, tinggi semampai, tapi cengkereman tangannya bagaikan besi, jari-jarinya  bercakar baja.

“Tolong, apa salahku? Aku sudah minta maaf,” teriaknya berkali-kali.

“Hei, hentikan. Hentikan Bu, jangan begitu!!” sebuah tarikan kuat membuat Listi melepaskan tangannya. Tapi bukan tarikan itu yang membuatnya kesal.

“Bu … bu … aku bukan ibumu !!” hardiknya sambil menatap orang yang menariknya. Lalu tiba-tiba ia membekap mulutnya sendiri.

“Dian?”

“Kamu?! Kelakuan apa yang kamu lakukan?” teriak Dian sambil menangkap tubuh Dewi yang limbung ketika cengkeraman dilepaskan.

“Jangan ikut campur!!”

“Kamu tidak tahu malu, membuat keributan di tempat umum seperti ini!!”

“Jangan pedulikan aku! Aku benci kamu!!”

“Aku benci kamu!!” teriak Dian tak kalah keras.

Lalu tiba-tiba Listi menghentakkan kakinya, kemudian pergi menjauh.

Dian menatap wajah cantik yang pipinya terluka karena cakaran Listi.

“Tunggu di sini, saya cari obat,” kata Dian sambil menuntun Dewi ke arah pinggir, sementara dia mencari sebuah toko obat, yang kebetulan tak jauh dari tempat itu. Seorang penjual minuman memberikan sebotol minuman dingin.

“Minumlah Mbak, biar agak tenang.”

“Terima … kasih,” katanya sambil menerima botol yang sudah dibuka tutupnya oleh sang pemberi minuman, lalu meneguknya beberapa teguk.

“Gadis itu kesetanan apa ya? Kenapa dia menyerang Mbak?”

“Saya hanya salah memanggil, saya kira dia teman saya. Hanya itu, kok dia bisa marah sekali.”

“Ya benar kalau begitu, dia kesetanan.”

Dian sudah kembali, membawa bungkusan berisi kapas dan obat untuk membersihkan luka. Ada juga plester.

“Sebentar ya Mbak, mungkin agak perih, supaya tidak terkena infeksi.”

Dewi hanya mengangguk. Ia meringis ketika Dian membersihkan lukanya yang berdarah, lalu membubuhkan obat berwarna kuning ke coklatan.

Ketika selesai, Dewi kemudian berdiri.

“Terima kasih banyak,” katanya.

“Tunggu, Mbak mau kemana?”

“Mau pulang saja.”

“Membawa kendaraan?”

“Saya mau memanggil taksi.”

“Saya antar saja.”

“Tapi ….”

“Tidak apa-apa, biar saya antar.”

Dewi mengangguk, kemudian mengikuti langkah Dian menuju ke arah mobilnya. Saat naik ke atas mobil itu, Dewi agak heran, seperti pernah menaiki mobil itu, tapi dia tak mengatakan apa-apa. Dewi juga sedang mengingat-ingat, lelaki gagah ganteng dan berewokan itu … dia seperti pernah melihatnya. Tapi kepala Dewi sedang pusing. Mungkin peristiwa yang tidak disangkanya tadi yang membuatnya.

***

“Masih terasa sakit?” tanya Dian ketika sedang berjalan ke arah rumah Dewi.

“Sedikit, dan agak pusing.”

“Aduh, kenapa tadi saya tidak membeli obat pusing ya?”

“Di rumah saya ada.”

“Oh, syukurlah.”

“Perempatan di depan itu belok kiri,” kata Dewi memberi aba-aba.

“Kenapa tadi bisa terjadi peristiwa itu?”

“Entahlah, saya juga bingung. Perempuan itu seperti kesetanan. Padahal saya hanya salah menyapa. Saya kira dia Ratri, teman guru saya, yang sebetulnya membuat saya heran karena cara berpakaiannya berbeda.”

Dian terkejut.

“Mbak mengenal Ratri?”

“Dia salah seorang guru di sekolah saya.”

Lalu keduanya sama-sama terkejut. Dian pernah melihat Dewi mengikuti Ratri ketika dia menjemput Ratri beberapa hari yang lalu, sedangkan Dewi ingat, laki-laki itu yang menjemput Ratri waktu itu.

“Oo, iya …” hampir bersamaan mereka berseru.

“Saya melihat Bapak saat menjemput bu Ratri.”

“Saya melihat Ibu saat saya juga menjemput Ratri.”

Lalu keduanya tertawa.

“Kita belum berkenalan, nama saya Dian Aryo Seno.”

“Saya Dewi Lestari.”

“Itulah, saya menyapa wanita itu dengan nama Ratri, kok dia bisa marah sekali atas kekeliruan saya. Saya mencoba pergi ketika dia menggebrak meja di dalam rumah makan itu, tapi dia mengejar saya, seperti kesetanan. Dia kuat sekali, seperti serigala yang sedang marah, tak terhentikan, saya tidak berdaya. Untunglah Pak Dian datang dan menghentikannya.”

“Ya Tuhan. Benar-benar mengerikan.”

“Sepertinya dia mengenal pak Dian? Dia tadi memanggil nama pak Dian.”

Dian menghembuskan napas berat. Ingin menutupi tapi untuk apa, kalau kenyataannya Listi memang istrinya.

“Dia istri saya.”

Dewi terkejut.

“Istri Bapak? Kenapa Bapak malah menolong saya?”

“Apa yang perlu ditolong dari dia? Kan Bu Dewi yang terluka?”

“Tapi … sebagai suami istri ….”

Dian kembali menghembuskan napas berat.

Lalu Dewi diam, tak mendesaknya lagi, takut penolongnya yang ganteng ini tersinggung.

Dian menghentikan mobilnya di depan sebuah pagar, tapi Dewi memintanya langsung masuk ke halaman.

Sebelum mereka turun, dilihatnya seorang anak kecil berjalan tertatih, diikuti seorang ibu yang sudah setengah tua.

“Hati-hati Arin …” teriak perempuan setengah tua itu.

Dewi segera turun, setengah berlari menghampiri anak kecil itu, lalu menggendongnya dan menciumi pipinya.

“Pak Dian, ayo silakan turun dulu,” kata Dewi mendekat ke arah kemudi, meminta Dian turun.

Dian terpana melihat anak kecil itu. Betapa dia sangat merindukan memiliki anak. Dan karena tertarik kepada gadis kecil itu, maka Dian pun turun.

Dian menowel pipi gembul si kecil cantik, yang kemudian tertawa-tawa.

“Ini putri bu Dewi?”

“Iya Pak, namanya Arina. Arina, kasih salam sama om,” pintanya kepada si kecil.

Gadis kecil berumur tiga tahunan itu kemudian mengulurkan tangannya, disambut Dian, kemudian si kecil Arina menciumnya.

“Anak pintar…”

“Ayo silakan masuk dulu Pak.”

“Bik, tolong buatkan minum untuk pak Dian ya,” perintah Dewi kepada wanita tua pengasuh Arina. Si bibik segera mengangguk dan mendahului masuk ke dalam rumah.

Seperti kerbau dicocok hidung, Dian mengikuti langkah Dewi yang menggendong Arina. Dian menowel-nowel pipi Arina, yang kemudian mengulurkan kedua tangannya ke arah Dian.

Dewi tertawa. Dian menyambut tangan si kecil, yang tidak menolak ketika digendongnya.

“Ya ampuun, Arina cepet banget kenal sama om Dian,” seru Dewi.

Dian senang sekali. Betapa sudah lama sekali dia ingin menggendong seorang anak, dan sekarang kesampaian, walaupun anak orang lain. Berkali-kali dia mencium pipi si cantik gembul, dengan gemas.

“Silakan duduk Pak.”

Dian duduk di kursi tamu, sambil memangku Arina. Arina mengelus wajah Dian yang berewokan, barangkali merasa aneh ada rambut-rambut halus menempel di wajah seseorang. Dian menciuminya berkali-kali.

“Putra pak Dian berapa?”

Dian menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah sedih.

“Belum punya? Pantesan senang sekali saat Arina minta gendong. Arina juga belum pernah digendong ayahnya.”

“Belum pernah?”

“Ayahnya meninggal karena kanker ketika Arina masih di dalam kandungan.”

Dian menatap Dewi dengan iba. Lalu mencium Arina dengan gemas.

“Saya ikut prihatin.”

Dewi mengangguk sambil tersenyum.

Si bibik keluar membawa dua gelas jus jeruk, lalu menatap Dewi. Rupanya tadi belum sempat bertanya.

“Pipi Ibu kenapa?”

“Ini … dicakar macan,” canda Dewi tapi membuat bibik terkejut.

“Tadi Ibu ke kebun binatang?”

Dewi dan Dian tertawa, rupanya si bibik mengira dia ke kebun binatang dan dicakar macan beneran.

“Tidak Bik, hanya luka sedikit, terkena kuku aku sendiri,” bohong Dewi.

“Kok bisa sih Bu,” tentu saja bibik tidak percaya.

“Bisa Bik, aku menggaruk-garuk pipi, nggak sengaja terluka. Tidak apa-apa, hanya lecet.”

Bibik yang sudah lama melayani Dewi, merasa bahwa Dewi sudah seperti anaknya. Ia lega ketika Dewi mengatakan hanya lecet saja. Ia berdiri lalu melangkah ke dapur.

Dewi dan Dian masih tersenyum-senyum.

“Kalau cerita yang sebenarnya, jadi panjang kan?”

Dian mengangguk. Arina masih mengelus-elus wajah Dian.

“Arina, sudah dong, nggak boleh pegang-pegang wajah om,” tegur Dewi.

“Tidak apa-apa. Biarkan saja.”

“Silakan di minum.”

Karena ada Arina, Dian sangat betah berada di rumah Dewi. Arina bukan hanya minta dipangku Dian, tapi juga minta agar Dian menemani main boneka. Dewi menatap terharu. Rupanya Arina ingin ketemu sosok seorang ayah, dan Dian juga merindukan seorang anak.

Arina bahkan rewel ketika Dian berpamit pulang.

Dewi menggendong Arina mengantarkan sampai ke dekat mobil.

“Ini kok seperti mobilnya pak Radit ya?” celetuk Dewi.

Dian yang sudah hampir menaiki mobil, tersenyum.

“Kenal ya? Karena sering menjemput Ratri?” tanya Dian.

“Kecuali itu pak Radit pernah mengantarkan saya pulang.”

“Oh, pantesan. Memang iya, kami saling bertukar mobil saat bepergian bersama. Baiklah saya permisi dulu. Daag Arina.”

Memerlukan waktu lama bagi Dewi untuk menghentikan tangis Arina yang rewel tak mau ditinggal Dian pergi.

***

Pagi hari itu Ratri kaget melihat ada plester menempel di pipi kepala sekolahnya.

“Bu Dewi kenapa?”

“Panjang ceritanya bu Ratri, nanti akan saya ceritakan semuanya, saat istirahat saja. Ini jam pelajaran sudah hampir mulai kan?”

“Benar Bu, saya mengajar di jam pertama.”

Lalu Ratri pamit untuk memasuki kelas dimana dia harus mengajar, dan Dewi masuk ke dalam kantornya.

Begitu duduk, ponsel Dewi berdering.

“Dari pak Dian?” gumam Dewi yang kemudian mengangkat ponselnya.”

“Ya, pak Dian.”

“Bu Dewi sudah di sekolah?”

“Sudah Pak, jam tujuh saya sudah ada di sekolah. Ada apa ya?”

“Saya mau ke rumah.”

“Tapi di rumah hanya ada bibik dan Arina.”

“Saya ingin ketemu Arina. Saya bawakan mainan untuk dia.”

“Oh, benarkah?” tanya Dewi gembira.

“Iya, ini saya mau berangkat ke rumah. Saya minta Bu Dewi memberi tahu bibik supaya tidak terkejut ketika saya datang.”

“Baiklah Pak, saya akan menelpon bibik. Kemarin Arina rewel agak lama ketika Pak Dian pergi.”

“Oh ya? Padahal hari ini saya ada acara, jadi nggak bisa lama. Mudah-mudahan dengan adanya mainan baru, Arina tidak rewel.”

“Semoga tidak rewel Pak. Terima kasih perhatiannya lho.”

“Sama-sama bu Dewi, saya suka Arina, dan tiba-tiba menyayangi dia.”

“Iya, saya mengerti. Karena Pak Dian belum punya momongan, itu sebabnya sayang sama Arina.”

“Baiklah, selamat bekerja bu Dewi.”

“Terima kasih Pak Dian.”

Dewi meletakkan ponselnya dengan hati berdebar. Ia merasa aneh ketika wajah Dian melintas di benaknya. Sangat ganteng, dan menarik sekali dengan cambang di wajahnya. Tapi kemudian Dewi memarahi dirinya sendiri.

“Aku sudah gila, bukankah dia punya istri? Aduuh, istri yang galaknya seperti singa kelaparan? Bagaimana laki-laki selembut itu bisa punya istri seperti itu? Tapi kok hubungannya kelihatan aneh. Ah, entahlah, kenapa aku ini memikirkan dia. Ini berbeda ketika aku memikirkan pak Radit. Dia hanya ganteng, rupawan, pintar, tapi tak ada getar ketika berdekatan dengan dia. Aku hanya suka, tapi dengan Dian, mengapa berbeda? Ya Tuhan, aku sudah gila. Dia milik orang, Dewi …. Jangan gila.”

Lalu Dewi menyibukkan diri dengan tugas-tugasnya agar bisa melupakan wajah ganteng berewokan itu, yang dianggapnya sudah menjadi milik orang lain.

***

Ketika istirahat itu Dewi lalu memanggil Ratri, untuk menceritakan perihal pipinya yang terluka. Ratri sangat heran. Wanita berwajah mirip dia, seperti bermunculan dimana-mana, dan selalu ada saja peristiwa yang terjadi dengan adanya dia.

“Saya juga pernah bertemu dia, kata-katanya sangat pedas, tajam melebihi sayatan silet.”

“Yang saya heran, wajahnya sangat mirip bu Ratri, sehingga saya benar-benar keliru. Ketika melihatnya duduk di rumah makan itu, sekilas saya berpikir, kok Bu Ratri penampilannya seperti itu. Biasanya kan begini. Tapi bodohnya saya, kok ya tetap menyapa. Nah nggak tahunya kemudian dia mengamuk.”

“Beruntung kemudian ada Dian yang menyelamatkan bu Dewi?”

“Iya. Dan herannya saya, pak Dian bilang bahwa wanita itu istrinya. Nggak bisa mengerti saya. Kalau istri, kok sikapnya tidak seperti suami istri?”

Ratri ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi ditahannya. Barangkali Dian tak akan suka kalau banyak orang tahu tentang keadaan rumah tangganya yang mungkin hari ini adalah sidang perceraiannya.

“Iya Bu, saya juga tidak mengerti kalau masalah itu.”

Dewi juga menceritakan, bahwa Dian sangat menyukai anaknya, demikian juga anaknya yang sangat merindukan seorang ayah, pastinya. Ratri terkejut, ternyata Dewi seorang janda dengan satu anak. Ia tak pernah tahu sebelumnya.

“Pak Dian sangat menyukai anak, tapi sayang tiga tahun pernikahannya belum dikaruniai seorang anakpun.”

Ratri hanya mengangguk. Tentu saja dia mengerti tentang Dian. Tapi Ratri senang Dian menyukai anak Dewi. Walau sebentar, barangkali bisa mengobati keinginannya menggendong seorang anak.

Ratri juga senang, Dewi mulai bersikap ramah seperti biasa, entah karena apa, Ratri tak ingin tahu. Yang penting, sebuah pertemanan tidak harus terluka, apalagi hanya karena seorang pria.

***

Sore itu Listi yang seperti kehilangan pegangan, pergi ke sana kemari seperti layang-layang putus talinya. Kenyataan bahwa Radit sudah tidak menyukainya, dan tampaknya menyukai gadis yang wajahnya mirip dengannya, membuatnya kacau seperti orang linglung. Tiba-tiba dia memasuki rumah Radit kembali, dan langsung menubruk Radit dengan tangisan memelas, ketika Radit keluar menemuinya.

“Tolong jangan pergi Radit, jangan pergi dari kehidupan aku. Aku sangat mencintai kamu,” katanya sambil memeluk erat Radit, yang gelagapan karena tak mampu melepaskannya.

“Lepaskan Listi, kamu melakukan hal yang tidak pantas. Ingat, semuanya sudah berlalu.”

Listi berjongkok didepan Radit dan memeluk kakinya. Ada rasa iba yang tiba-tiba menyeruak, melihat gadis yang pernah dicintainya, bersikap begitu memelas di hadapannya.

"Radit, aku tak punya siapa-siapa, hanya kamu Radit. Aku bisa mati tanpa kamu,"

Akhirnya Radit menarik tubuh Listi, agar berdiri.

Tiba-tiba sebuah mobil memasuki halaman.

***

Besok lagi ya.

59 comments:

  1. Replies
    1. Boleh kok dua hari berturutan, tp Senin padti veruvah, hari ini saya lihat yang jamnya sama berebut.
      Hayo jeng Wuwik, pa Latef, jebg Mundji, jeng Atiek...... Mana ya heng Susy Kanto?
      Kalau heng Nani mah .. bgalah beri jesempatan yang lain.

      Delete
    2. Hore..asiikkk...matur nuwun Mbak Tien sayang. Salam Aduhai selalu.

      Delete

  2. Alhamdulillah JANGAN PERGI~12 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Terima kasih Bu Tien, salam aduhai dr kota Pasuruan

    ReplyDelete
  5. Ratri .....hilang saingan satu .....tinggal serangan Listi yang membahayakan ....Dian sudah mundur....bu Listyo sudah terkesima ....maju terus Ratri ....sebuah cinta pasti akan sampai diujung nya .

    Salam aduhai ....
    Salam buat penulis bu Tien Kumalasari dan buat para penggemar semuanya setanah air dan manca negara

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku tak melok keplok nyemangati Ratri...... hayo Ratri maju terus..... Cinta harus diperjuangkan.....

      Delete
  6. Alhamdulillah JP 12 telah terbit. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu 🙏🦋🌸

    ReplyDelete
  7. 🌺☘️🌹🌺☘️🌹🌺☘️🌹💃💃💃💃
    Yesssss...JePe_12 sdh tayang.... Ratri sih ora ngaya.... Nyante aja.... Walo ada 2 cowok mengaguminya tp semalam Dian, sdh angkat bendera putih, menyerah gak bakal bisa bersaing dengan Radit.

    Manut bunda wae lah.... Mau dibawa kemana.

    Tur nuwun, sugeng dalu, sugeng aso salira.
    Tetap jaga kesehatan ya bunda, biar tetep ADUHAI........
    🌺☘️🌹🌺☘️🌹🌺☘️🌹💃💃💃💃

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ..

    ReplyDelete
  9. Nuwun bu Tien. Sepertinya Dian datang pas Listi memeluk kaki Rafit. Heboh juga tentunya

    ReplyDelete
  10. Begitu lebih baik Dewi, baikan dengan rekan kerja.
    Tampaknya Dewi berjodoh dengan Dian.
    Listi mau kembali kepada Radit? Nah... itulah kisah selanjutnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien . .

    ReplyDelete
  12. Terkuak sudah rahasia selama 3 tahun Listi menghilang, apakah akan ada dendam diantara mereka. Sementara Dian sudah menemukan tambatan hati dan anak yang diidam kan. Arina sebagai penghibur anak yang dirindukan.
    Ratri ....jangan kuatir bu Listyo ada dibelakangmu. Tapi bagaimanakah nasib Listi selanjutnya ? Dia adalah korban dari suatu kebrutalan jaman. Dian juga korban, tetapi Radit juga korban. Kemanakah arah cinta akan bertaut, hanya penulis yang tahu akan ditujukan kemana. Ternyata kita masih harus bersabar .....

    Hanya ada koreksi sedikit bu Tien :

    Dian duduk di kursi tamu, sambil memangku Arina. Arina #mengelur # wajah Dian yang berewokan, barangkali merasa aneh ada rambut-rambut halus menempel di wajah seseorang. Dian menciuminya berkali-kali.

    Mungkin maksudnya : mengelus.

    Dewi bukan hanya minta dipangku Dian, tapi juga minta agar Dian menemani main boneka.

    Dewi, harusnya Arina.

    Demikian sedikit koreksi, namun tidak merubah konteks secara keseluruhan.
    Nuwun.....
    Salam aduhai ......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru 12 episode pak Hadi, penjahat masih lama merajalela.

      Delete
    2. Sudah saya betulkan dan sudah saya share di WAG PCTK

      Delete
  13. Alhamdulillaah tayang makadih bunda.
    Mudah" an yg datang dian ketahuan lah

    ReplyDelete
  14. Diankah yg datang?
    Jangan sampai ada salah paham antara Dian dan Radit.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  15. Wow Bu Dewi udah dpt gantinya Radit
    Trnyt singa betina dtg lg krmh Radit dgn mengemis cinta Radit lg

    Trus siapa dia yg dtg lg krmh Radit jgn2 Dian mw nukarin mobilnya
    Sptnya si singa betina akan ketemu Dian deh

    Tuh ketahuan lagi bohongnya yg blgnya bangkrut dlm usaha

    Mksh bunda Tien ttp penasaran deh nunggu yg akan dtg

    Sehat selalu doaku bunda dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Rupanya Dian datang, dan kali ini akan berterus terang kalau Listy adalah isteri yg akan diceraikannya.
    Semoga Radit tetap cinta pada Ratri.

    Matur nuwun ibi Tien, Berkah Dalem Gusti...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa bu Yustin.. Semoga Radit bs meninggalkan Listi dg aman..
      Tak disangka mantan pacar Radit adlh sang pengacau yg tdk punya hati..

      Delete
  17. Selamat malam bunda..mksih JP nya..makin lama mkin bikin penasaran aja nih..slmt istrhat y bunda..slmt sehat dan tetap Aduhai🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  18. Ya sudah Bu.Dewi sama Pak Dian aja...,ndak usah sewot lagi sami Ratri...😍
    dan bersatu melawan Listi 😁😁

    Matur nuwun bunda Tien...makin aduhai nich JP nya..🙏

    ReplyDelete
  19. Akhirnya Dian dgn Dewi & Ratri dgn Radit...yg pergi siapa?? Ato Ratri yg mengalah krn Listi balik ama Radit??!! Tunggu hari Senin ya🤪😄 matur nuwun mbakyu Tienkumalasari dear Salam sehat dan aduhaai yg buat penisirin penggemarmu hihihi miss u muaach

    ReplyDelete
  20. Waw... Pasti Dian yang datang, tambah seru ceritanya, bagaimana kelanjutannya? Kita tunggu tulisan By Tien di hari senin lusa.

    ReplyDelete
  21. Ah.... Menunggu episode berikutnya yang makin seru
    Makasih Bu Tien ceritanya, semoga senantiasa sehat...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, Bu Tien matursuwun JePe nya
    Sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  24. Aku gak ikut komen nyimak ajah komen lucu lucu Mas Kakek obral kembang kalo kurang di rumahku banyak looo

    ReplyDelete
  25. Nah tuh Dian mau tukeran mobil datang kerumah Radit, begitu tahu siapa yang datang langsung Listi pergi begitu saja.
    Ada apa? Apa kalian kenal dia, mengapa cepat sekali berubah dan menghindari Dian.
    Jangan jangan yang kamu cerai itu dia.
    Nah lho..
    Sudah Dian disuruh ngurusi perusahaannya Radityo aja tuh; biar Dian nggak jauh-jauh dari Arina.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke-dua belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  26. Dewi bukan hanya minta dipangku Dian, tapi juga minta agar Dian menemani main boneka. Dewi menatap terharu.

    #Edit "Arina bukan hanya minta dipangku Dian, tapi juga minta agar Dian menemani main boneka. Dewi menatap terharu."#

    ReplyDelete
  27. Aduh, kepergok sama Dian...
    Ceritanya selalu seru...
    Terima kasih mbak Tien...
    Mudah-mudahan besok tayang lagi.
    Kelamaan menunggu senin...

    ReplyDelete
  28. Persaingan semakin memudar , Dian ketemu Dewi dan Arina , dan Radit semoga hatinya tidak goyah dengan rengek an Listi sang macan kwkwkwk ( nyakar sih )
    Semakin seru , apak yang akan dilakukan Listi selanjutnya?
    Tunggu Hari Isnin ya

    Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  29. Alhamsulilah..
    Tks bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah JP 12 sdh tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  31. Trims Bu Tien....sehat sehat Bu Tien

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah Matur nuwun Bu Hj Tien

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗🥰
    Listi ,kasihan jiwanya,,

    Salam sehat wal'afiat bu Tienku🙏😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul kasihan Listi. Tindakannya menggugurkan kandungan memang tidak dibenarkan. Sangat dimurkai Allah. Tetapi apa artinya cinta yang dipaksakan ?
      Listi menikah dengan Dian karena kecelakaan akibat pergaulan. Dian sudah menerima resikonya untuk bertanggung jawab, seharusnya dia menyadari hal itu.
      Tetapi namanya manusia, tetap manusia, yang tidak bisa menerima taqdir Allah.
      Dia gugurkan kandungannya dengan harapan bisa kembali ke Radityo.
      Ternyata dunia itu sempit. Itu yang sering tidak disadari manusia.
      Listi dan Radityo adalah gambaran cinta dua mahluk manusia yang terpenggal paksa.

      Bagaimana bu Tien menyelesaikan konflik ini ?
      Runyem ....
      Listi adalah korban
      Dian juga korban
      Tetapi Radityo juga korban

      Kita tunggu episode berikutnya .....

      Delete
    2. Komen pa Hadi serruuu ..
      Tambah penasaran apkh Ratri dan Listi kembar?
      krn wajahnya mirip hanya beda penampilan saja..
      Tp kt Dian ortunya Listi sdh meninggal..
      Ga sabar nunggu hr senin hehe...
      Tks komennya..

      Delete
  34. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien Kumala....

    Lastri....

    Kalau memang benar benar mo taubat....

    Moga kamu bisa kembali menjadi wanita cantik, baik hati dan bersahaja....

    Dan....

    Mau minta ma'af dan memeluk erat Bu Dewi ya....

    Aamiin...

    Salam sehat selalu Bu Tien Kumala.

    ReplyDelete

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...