JANGAN PERGI 11
(Tien Kumalasari)
Keduanya saling tatap dengan perasaan aneh.
“Boleh aku duduk di sini?” akhirnya sang pendatang
yang adalah Listi itu mengulangi kata-katanya.
“Bb … boleh, tentu saja boleh,” kata Ratri agak gugup.
“Mana temanmu yang satunya? Kalian tadi bertiga bukan?”
“Yy … ya, sedang ke toilet .”
“Wajahmu kok bisa mirip aku ya, cuma … agak … gimana …
gitu.”
“Mbak mau memesan makanan?”
“Tadinya … ya, tapi tiba-tiba selera makanku hilang
begitu saja.”
“Owh,” kata Ratri heran karena tidak tahu maksud
wanita yang sekarang duduk di depannya. Ada gelas-gelas dan piring-piring bekas
makan Dian dan Radit. Listi menatapnya sekilas.
“Kemana Radit?” Listi tiba-tiba bertanya, mengejutkan
Ratri karena dia mengenal Radit. Tapi Ratri merasa, tatapan wanita di depannya terasa
sangat menusuk, seperti membencinya. Ratri kebingungan menghadapinya. Ia
menoleh ke arah belakang restoran, berharap Dian segera muncul, tapi bayangan
Dian tak segera tampak.
“Kamu pacarnya?” tatapan itu terasa lebih menghunjam.
“Buk … bukan ,,, Kok mbak kenal ?”
“Kamu tidak tahu ya? Radit itu pacar aku.”
Ratri terbelalak.
“Apa dia dekat-dekat kamu karena wajah kita mirip?
Radit sungguh bodoh. Mungkin wajah boleh mirip, tapi dari segi penampilan, aku
lebih menarik bukan?”
“Saya tidak mengerti apa maksud Mbak mendekati saya
dan bicara seperti itu,” lama-lama Ratri merasa kesal, karena wanita di
depannya bicara tanpa basa basi dan terdengar kasar. Tapi dia mencoba
menjawabnya sambil tersenyum.
“Asal kamu tahu ya, Radit amat mencintai aku. Jadi
sia-sia saja kalau kamu berharap atas dia. Dan ingat, jauhi dia, karena dia
milik aku.”
Ratri tak menjawab. Ia meneguk minumannya tanpa
menawarkan, lalu melihat ke arah ponsel karena terdengar ada nada pesan
singkat. Dian pengirimnya.
“Ratri, tinggalkan dia, dan cepat keluar, aku sudah
membayar semua makanan dan sekarang berada di dalam taksi, menunggu kamu. Warna
taksi merah, hanya ada satu mobil merah di area parkir.”
Ratri mengusap mulutnya dengan tissue, lalu berdiri.
“Maaf, saya harus pergi.”
“Hei, kamu tidak menunggu teman kamu yang satunya?
Atau … kamu melayani dua lelaki sekaligus dan sudah mendapat bayarannya?”
katanya tajam, seperti silet menyayat ulu hatinya.
Ratri mengurungkan langkahnya untuk pergi, ditatapnya
wanita tak sopan yang masih duduk di kursinya.
“Kalau saja mulut Mbak bisa bicara dengan penuh sopan
santun, barangkali kita akan menjadi sahabat. Saya suka wajah kita mirip, tapi
saya benci perilaku Mbak.”
Lalu Ratri bergegas keluar, mencari mobil merah, taksi
yang dipesan Dian, dimana Dian sudah menunggu di dalamnya.
“Kurangajar, dia bisa memaki aku,” gumam Listi, lalu
berdiri dan mencari tempat duduk lain yang masih kosong. Sebenarnya dia lapar.
Sayang dia tidak memperhatikan laki-laki satunya yang bersama Ratri, karena
matanya sibuk menatap Radit yang terlihat bicara akrab dengan Ratri. Kalau saja
dia tahu, barangkali dia lah yang lebih dulu lari menjauh, karena Dian adalah
suaminya yang akan menceraikannya.
“Sayang aku tidak sempat menanyakan siapa namanya.
Tapi untuk apa menanyakannya? Dia hanya sampah. Mengapa Radit bisa bicara
dengan manis? Pasti dia itu yang dikatakan pacar oleh Radit. Ketika pergi tadi, dia mengatakan bahwa akan pergi bersama pacarnya. Huhh, bodoh! Aku pasti bisa
merebutnya kembali.”
***
“Aku bingung atas kejadian ini,” kata Ratri ketika
sudah berada di dalam mobil.
“Dia itu Listi, istriku. Eh, hampir menjadi bekas
istriku.”
“Haaa? Kok tadi dia tidak bicara tentang kamu, malah
bicara tentang mas Radit?”
Dian mengerutkan keningnya, heran.
“Dia kenal sama mas Radit?”
“Dia mengaku pacarnya.”
“Apa?”
“Kok dia tidak tahu bahwa ada kamu bersama aku, tadi?
Nggak salah kamu?”
“Salah bagaimana? Kamu tidak melihat wajahnya? Kamu
tidak melihat bahwa wajah kamu tuh sangat mirip dia?”
“Rupanya dia tadi hanya memperhatikan mas Radit yang
kebetulan saat masuk kan aku berjalan di sampingnya. Jadi karena matanya
fokus melihat mas Radit, jadi tidak melihat bahwa dibelakangnya ada kamu.”
“Mungkin.”
“Mengapa kamu tiba-tiba pergi? Kamu menghindari dia?”
“Ya. Aku enggan bertemu dia. Dulu aku sangat mencintai
dia. Tapi karena kelakuannya, cinta itu sudah tak ada lagi.”
“Sungguh aneh, kenapa dia bilang bahwa dia itu pacar
mas Radit? Dia mengancam aku agar menjauhi mas Radit.”
“Dasar perempuan tak tahu malu. Ketika bertengkar
terakhir kali, dia bilang alasannya tak mau punya anak. Katanya dia tidak mau
punya anak dari aku, karena dia mencintai laki-laki lain. Apa yang dimaksud
laki-laki lain itu mas Radit?”
“Ya Tuhan. Aku pusing,” kata Ratri sambil
memijit-mijit keningnya dengan kedua jari tangannya.
“Kemana lagi kita?”
“Lebih baik pulang saja. Kejadian ini menghilangkan
selera aku untuk jalan-jalan.”
“Aku juga. Tapi bagaimana dengan rencana membelikan
oleh-oleh untuk ibu?”
“Lain kali saja, ini hari yang buruk.”
Lalu Dian memerintahkan pengemudi taksi untuk menuju
ke rumah Ratri.
***
Radit sedang memijit kaki ibunya, yang sudah merasa
tenang setelah Radit memberinya obat, Bu Listyo memang mengidap sakit darah
tinggi, dan harus meminum obat setiap hari.
“Mengapa bibik tiba-tiba panik dan mengatakan kalau
ibu sesak napas?”
“Ibu hanya merasa agak sesak napas tadi, bibik saja
yang kebingungan.”
“Ibu lupa minum obat ya?”
“Iya sih, gara-gara ada Listi datang dan mengejutkan
ibu, lalu ibu jadi lupa minum obatnya. Kamu bertemu dia kan?”
“Iya, tapi lalu Radit tinggalkan dia.”
“Ibu kira ketika Listi datang, kamu sudah pergi, kan
kamu sudah pamit tadi sama ibu?”
“Ketika Radit siap-siap mau berangkat, dia datang.
Radit juga kaget.”
“Apa kamu masih suka sama dia?”
“Tidak, Radit sudah mengatakan sama dia bahwa Radit
sudah tidak lagi mencintainya.”
“Kamu benar. Tiga tahun pergi kemudian datang dan
bilang bahwa masih mencintai kamu? Aneh saja ibu mendengarnya. Dan alasan dia
pergi juga tidak masuk akal. Jangan-jangan dia lari sama laki-laki lain,” tuduh
bu Listyo.
“Entahlah, Radit juga tidak menanggapi apa yang dia
katakan tadi.”
“Dia sempat memeluk ibu dan nangis-nangis. Tapi
setelah ibu mengatakan bahwa tak bisa membantu menyatukan kalian lagi, dia
pergi begitu saja, tanpa pamit. Bibik sampai ngomong bahwa dia itu tidak sopan.”
“Ibu jangan memikirkan dia lagi, nanti tensi ibu naik
lho.”
“Iya, ibu tidak akan memikirkannya.”
“Nanti semua foto Listi benar-benar akan Radit buang.”
“Lebih baik begitu, supaya tidak ada lagi kenangan
atas gadis itu di rumah ini.”
“Iya Bu.”
“Ibu jadi teringat gadis itu lagi.”
“Gadis yang mana Bu?”
“Gadis yang dulu pernah ibu ceritakan, yang bertemu
ketika dia membeli ponsel, yang wajahnya mirip Listi, tapi dia lebih lembut.”
“Oh, itu,” Radit tersenyum. Tangannya masih asyik
memijit-mijit kaki ibunya.
“Kok kamu senyum-senyum sih?”
“Gadis itu, namanya Ratri.”
“Aaah, iya benar … dia juga menyebut bahwa itu
namanya, hanya ibu yang lupa. Tapi bagaimana kamu tahu bahwa dia itu namanya
Ratri? Kamu juga bertemu dia?”
“Kami sudah kenal .. beberapa bulan terakhir ini.”
“Kamu kenal dia? Bagaimana keluarganya? Orang
baik-baik? Ibu tidak peduli dia kaya atau miskin, tapi ibu ingin dia dari
keluarga baik-baik, dan dia juga punya pekerti yang baik.”
Radit tertawa keras.
“Ibu itu … sepertinya sudah yakin kalau Radit ingin
memperisterikan dia.”
“Oo, tidak ya? Kamu hanya berteman?”
“Belum pernah bicara tentang bentuk hubungan, tapi
Radit sering ke rumahnya. Makan masakan ibunya ….”
“Sudah sejauh itu, tapi tidak mengaku cinta?”
“Belum Bu, Radit juga belum tahu apakah dia suka sama
Radit atau tidak. Apalagi sekarang ini Radit punya saingan.”
“Tuh kan, gadis cantik dan baik, pasti banyak yang
suka. Saingan kamu seperti apa? Lebih ganteng? Lebih kaya?”
“Dia juga ganteng, tapi dia bekas teman sekolahnya,
dan sedang proses cerai dengan istrinya.”
“Waaah, itu bukan saingan berat. Kamu lajang, dia
duda.”
“Dia tuh duren,” Radit terbahak.
“Oh, juragan duren, penjual duren?”
Tawa Radit semakin keras.
“Bukan juragan duren bu, duren itu … duda keren …”
“Aduuh, jangan bicara pakai singkatan-singkatan
begitu, ibu tidak mengerti.”
Radit masih saja tertawa, walau rasa khawatir kalah
bersaing dengan Dian itu ada.
“Rebut dia, kalau kamu memang cinta, dan bawa dia
menemui ibu.”
“Baiklah, Radit ingin tahu dulu, bagaimana perasaan
dia sama Radit.”
***
Ratri dan Dian sampai di rumah, dan membuat heran bu
Cipto karena mereka cepat sekali pulang.
“Kok sudah pulang? Mana nak Radit?”
“Itulah Bu, kami cepat pulang, karena mas Radit
dikabari kalau ibunya sakit,” jawab Ratri.
“Sakit apa?”
“Belum jelas, coba aku telpon ya,” kata Dian ketika
mereka sudah duduk bersama.
Beberapa saat Dian bertelpon, dan merasa lega karena
ternyata ibunya tidak apa-apa, hanya karena lupa minum obat tensinya.
“Rupanya pembantunya yang panik, kemudian menelpon mas
Radit,” sambung Dian setelah menceritakan apa yang dikatakan Radit di telpon.
“Syukurlah, alhamdulillah,” kata Ratri dan bu Cipto
bersamaan.
“Ibu buatin minum ya?” kata bu Cipto, sambil berdiri.
“Nggak usah Bu, ibu istirahat saja,” kata Dian.
“Kamu cerita tentang wanita itu?” tanya Ratri ketika
ibunya sudah masuk ke dalam rumah.
“Tidak, nggak enak aku. Tapi ini kejadian yang sangat
luar biasa. Siapa sangka, calon bekas istriku ternyata pacarnya mas Radit.”
“Kayaknya belum tentu juga. Sepertinya dia yang suka.
Tapi entahlah. Lain kali aku akan menanyakannya.”
“Sepertinya mas Radit suka sama kamu.”
“Ah, jangan ngarang kamu,” sergah Ratri.
“Kami kan sama-sama laki-laki, kelihatan dong bagaimana
gelagat laki-laki yang sedang menyukai wanita.”
“Jangan mengada-ada.”
“Itu benar, dan sejak aku tahu, aku sudah memutuskan
untuk mundur.”
“Kamu sedang bicara apa sih Dian?”
Dian hanya tertawa.
“Nggak, lupakan saja.”
“Iih, ngomong nggak jelas,” kata Ratri, cemberut.
“Aku segera pulang ke Jakarta, setelah sidang besok.”
“Begitu cepat?”
“Sudah aku serahkan ke pengacara. Aku sudah mantap,
harus pisah. Dia memang bukan jodohku.”
“Sabar ya Dian, kamu pasti dapat ganti yang lebih baik
kok.”
“Aamiin. Sekarang aku pamit dulu ya, mau mampir beli
oleh-oleh.”
“Mau beli oleh-oleh untuk siapa?”
“Teman-teman sekantor, kalau yang di rumah jelas nggak
ada siapa-siapa, hanya ada satu pembantu, tukang bersih-bersih rumah. Aku kan
jadi bujangan lagi,” katanya sambil berdiri.
“Kenapa tadi nggak beli sekalian?”
“Keadaannya tidak memungkinkan. Kacau gara-gara ada
dia.”
“Baiklah. Kalau mau pulang ke sini dulu, nanti
dicari-cari ibu lhoh.”
“Kirain kamu, ternyata ibu.”
“Jangan ngaco ah,” Ratri tertawa renyah.
"Tidak, harapanku kan sudah tipis, saingan aku berat,”
katanya sambil tertawa.
“Oh ya, ini kan mobil mas Radit. Bagaimana ya
mengembalikannya?”
“Nanti telponan lah, di mana mau tukar menukar mobil
nya.”
***
Siang itu Listi masih berada di rumah makan itu. Ia
memesan beberapa macam makanan untuk di bawa pulang, karena dia sendirian di
rumahnya. Rasa kesal setelah bertemu Ratri membuatnya uring-uringan. Ia juga
memarahi pelayan restoran yang salah menyiapkan makanan yang di pesannya.
“Aku mau kulit goreng, bukan usus goreng,” hardiknya.
“Maaf Bu, maaf,” kata pelayan yang kemudian mengambil
kembali pesanan yang keliru itu, tapi lagi-lagi Listi menghardiknya.
“Bu … bu … aku bukan ibumu!”
“Oh, maaf, Mbak …”
“Aku juga bukan kakakmu. Panggil aku nona.”
“Baiklah … nona … saya minta maaf,” kata pelayan
kemudian berlalu.
Listi duduk menunggu sambil menopang wajahnya dengan
kedua tangan. Ia rela dicerai Dian,
karena mengharapkan bisa kembali dengan Radit. Ia yakin, dulu Radit begitu
mencintainya. Tapi Listi lupa, bahwa bertahun sudah ia meninggalkannya, dan
semuanya sudah berubah. Tampaknya Radit juga sudah menyukai gadis lain.
“Siapa dia? Bagaimana wajahnya bisa mirip wajahku? Dan
itukah sebabnya maka Radit menyukainya? Ini gila, tak boleh terjadi.”
“Ini Bu, pesanannya,” kata pelayan membawakan lagi
pesanan yang sudah diganti.
“Apa? Bu lagi?”
“Eh, maaf Nona ….”
Pelayan segera berlalu, karena takut singa betina yang
pemarah itu memangsanya bulat-bulat.
Listi sedang bersiap untuk berdiri, ketika tiba-tiba
seseorang mendekatinya.
“Bu Ratri?”
Listi terkejut, ia heran orang yang tidak dikenal
mendekatinya, dan menyebut nama lain.
“Kok Bu Ratri berpakaian seperti ini?”
Kemarahan Listi memuncak. Ia menggebrak meja dan
memelototi wanita yang menyapanya, yang ternyata adalah Dewi, sang kepala
sekolah.
“Apa maksudmu? Coba ulangi, kamu tadi memanggil siapa?”
hardiknya.
Dewi terkejut, lalu ia menyadari bahwa telah menyapa
orang yang salah. Karena pada dasarnya tak ingin ribut, maka Dewi bergegas
keluar dari rumah makan itu. Tapi siapa sangka, Listi mengejarnya. Dewi berlari
menjauhi rumah makan itu, dan Listi masih tetap mengejarnya. Ketika akhirnya
terpegang olehnya lengan Dewi, Listi mencengkeramnya erat. Ia sedang kesal,
sedang ingin menerkam siapa saja yang dianggapnya salah.
“Ada apa ini? Lepaskan!”
Tanpa disangka Listi mencengkeram kedua lengan Dewi
dan menatapnya dengan mata menyala.
“Kamu memanggil aku dengan nama siapa tadi? Katakan!”
“Tolong lepaskan. Maaf saya salah.” Kata Dewi yang
benar-benar ketakutan.
Bukannya reda amarahnya mendengar permintaan maafnya, Listi yang sedang marah malah mencakar wajah Dewi.
"Aaughh"
Tiba-tiba seseorang yang sedang menenteng belanjaan
melihat adegan itu, mendekatinya dan bermaksud melerainya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteWoooo Juara 1 mbk Iin
DeleteSelamat malam.
DeleteMatur nuwun Mbak Tien atas hadirnya JP 11.
Semoga tetap sehat untuk penuntasan Cerbung Jangan Pergi.
Salam aduhaiiii dari Yogya.
Wow......, bener euy juara 1,
DeleteSelamat. Jeng Iin
Yes
ReplyDeleteAsyik...
ReplyDeleteAlhamdulilah, suwun
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~11 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien🙏
Alhamduliilah dah tayang, makasih bunda Tien, sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ..
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat selalu
Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteSuwun...
ReplyDeleteAmpun.... Ada ya perempuan macam Listy, ngeriii... 😳😳😳😳
ReplyDeleteSehat selalu Bu Tien...
Alhamdulillah... Matur nuwun Bunda Tien...Semoga bunda sehat selalu...🙏🦋🌺
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteWaduh... ternyata Listi si singa betina mencari mangsa. Menakutkan sekaligus nggilani.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Jahat banget kamu Listi ? Matur nuwun sanget bunda
ReplyDeleteWaduuh kacau listi bikin onar dimana mana.... tks bu tien ..salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteWaduh jadi ikutan bingung ini...😂
ReplyDeleteListi..listi...
Matur nuwun bunda Tien, makin menggemaskan aja nich..😍🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien salam sehat selalu....
ReplyDeletePenasaran siapa ya yg akan melerai, kyknya Dian....nah Dian biar berjodoh dengan Dewi saja (DD) Dan Ratri dengan Radit (RR)...
Ha ha haa...mb Ika biro jodoh yaa..
DeleteCocok tuh RR dan DD..
Kita tunggu ya mbak lanjutannya..
Semakin penasaran...
Tks bunda Tien..
Terima kasih Bu tien....
ReplyDeleteHadeeh Listi ampiyun galaknya
ReplyDeleteSiapa aj yg dkt mw di terkam
Bgmn org simpati pdmu kl spt itu
Bu Listyo aj udah ngeri juga lht sikapmu
Ta ada restu utkmu sampai kapanpun
Trus Jangan Pergi utk siapa yah
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien ..
ReplyDeleteMakasih bunda tayangannya
ReplyDeleteSukur dian dan ratri dah tau trntang listi mudah"an radit jodohnya ratri
Alhamdulillah akhirnya datang juga JP
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumala....
Salam sehat selalu ya....
Dian kah ?
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Salam sehat dan aduhai selalu
Iyaa...semoga aja Dian..
DeleteBiar jenal dg Dewi..
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien...
Jangan2 Dian yg melerai ... Dian dpt Dewi .. Ratri dapat Radit .. *ngarang.com*☺️🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah, sehat selalu bund🧕
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien.. Semoga sehat selalu..
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien .. sugeng dalu salam sehat selalu. Td sdh nulis kok gak ada yaa
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDelete💃💃♣️♣️🥰🥰
ReplyDeleteAlhamdulillah JePe_11 sdh tayang..... Listi oh Listi.... Sekarang Ratri sdh melihat sendiri persih kaya pinang dibelah dua,...,
Matur nuwun bunda Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.......
Asyik...sudah mulai muncul konfliknya, seru nih...matur nuwun, ibu Tien, sudah melanjutkan berkarya. Semoga sehat selalu.🙏😀
ReplyDeleteTerpaksa si Dian memisahkan perempuan² yang lagi saling membithi; membithi kepriwé langka lah wadonan padha bithèn; anané ya jambak jambakan toli.
ReplyDeleteIyalah pokoké lagi ana sing kêsuh lah.
Hanya nggak terima dipanggil ibu saja bikin heboh, sampai dijalanan lagi.
Tuh kan dirubung orang, kasihan Dewi jadi kacau menghadapi Listi mabok, tingkat tinggi.
Kaya preman pasar, iya itu karena harapan sudah nggak ada; mau luka, apa matipun asal terlampiaskan emosi yang lagi meledak-ledak.
Carané balo ya.. iya..
Ngana ngéné ora ulih dadi puyêng dhèwèk.
Siapa yang misah tuh, lha kalau si Radit, ya belanja buat apa, oh buat Bu Cipto ya.. sekalian bilang minta Ratri diajak kerumah Radit, biar agak tenang dan lega Bu Listyo bertemu dengan Ratri.
Maunya tukaran mobil, ini malah ketemu mbak embak pada tukaran.
Malah mbingungi;
satunya tukaran padu maksudé.
satuné tukaran; tukeran mobil
ijolan kaya kuwé lah.
Bisa juga ya..
Bayangkan kalau pada cakar cakaran, jambak jabakan serem banget lho.
Hé hé hé iya begitulah, sudah menthok; apapun jadi hilang akal.
Dadi sijiné nggêmblung ya..
Sijiné lagi ketiban sial; ketemu wong setrès.
Paling paling ya menghindar ketemu kaya gitu, tiwas dituntut diperiksa sakit jiwa ya.. bebas lah..
Jaré wong edan kuwi bebas..
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang kesebelas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Wah listi jadi "gila", gara² ketemu Ratri. Listi benar² antagonis.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien.
slmt mlm bunda..terima ksih JP nya..slmt mlmdan slm sht sll unk bunda🙏🥰🌹
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Tks bunda Tien sdh menyapa kami..
DeleteSemoga bunda Tien sehat selalu dan berbahagia bersama kelg tercinta..
Aamiin..YRA..
Rupanya Dian yg sedang belanja cari oleh2 itulah yg melerai Listy dgn Dewi. Semoga akhirnya Dewi dan Dian bersahabat baik, ada orang yg menyadarkan Listi untuk menjadi isteri yg baik juga.
ReplyDeleteIbu Tien pakar mengaduk pikiran pembaca... Sy ikut heran ada ya cewek sejahat itu...
Semoga peristiwa ini mempercepat pernikahan Radit dan Ratri..
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem Gusti..
Terimakasih mbak Tien . Semoga sehat selalu.. belum mau mata terpejam klw.. belum membaca cerbung mbak Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah JP 11 sdh tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Luar biasa menariknya...
ReplyDeleteJangan² Listi dan Ratri ini kembar seperti cerita mbak Tien tempo dulu. Mereka terpisah karena sesuatu...
Terima kasih mbak Tien...
Waaa si Listi ngarep.com Radit mau balikan...eee ternyata bertepuk sebelah tangan ...
ReplyDeleteBagaimana kelanjutannya?
Kita tunggu episode berikutnya...
Matur suwun bunda Tien
Salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii
Makasih bu Tien yg selalu aduhaii💟💟
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat dan sukses selalu . Aduhai
Selamat malam sahabat2 PCTK! Saya pake laptop ini makanya bs komen! Terima kasih bunda Tien untuk seri 11 saya sudah baca!
ReplyDeleteSemoga semua sahabat2ku sehat2 dan tetap semangat! Jangan lupa bahagia is our choice!
ReplyDeleteAamiin...
DeleteHallo bu Willa..
Wilujeng sumping di blog ini..
Sering" yaa ibu hadiir..
Salam sehat selalu..
Alhamdulillah selalu sehat dan semangat bunda Tien...salam sehat dan kompak selalu buat PCTK
ReplyDeleteSlmt pgiii bunda Tien..terima ksih JP 11 nya..makin penasaran aja..slmsht sll unk bunda
ReplyDelete🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete