KEMBANG CANTIKKU
32
(Tien Kumalasari)
“Ada apa? Harso hari ini tidak masuk, belum jelas apa
alasannya, tapi kerabatnya bilang bahwa dia sakit.”
“Dia … dia …”
Lalu peristiwa yang sudah berlalu itu kembali
terbayang. Begitu jelas.
Wahyudi sedang dalam perjalanan ke arah bank, untuk
melakukan transaksi atas pembelian suatu bahan untuk kepentingan kantor. Ia membawa
uang puluhan juta yang akan disetorkan ke bank itu. Tapi sebelum berbelok ke
arah bank, seseorang menghadangnya di tepi jalan..
“Pak Yudi, tolonglah saya,” kata orang itu.
“Ada apa Harso? Kok kamu ada di sini?”
“Saya tadi minta ijin pulang awal, karena mendapat
berita istri saya sakit keras.”
“Lalu mengapa kamu berhenti disini? Kamu naik apa?”
“Saya naik angkot, tapi istri saya ada di desa. Tidak
terjangkau angkutan umum. Tolonglah saya Pak,” kata Harso dengan wajah memelas.
“Apa yang harus aku lakukan?”
“Maukah Bapak mengantarkan saya? Istri saya kritis,
saya harus segera pulang.”
“Di mana istri kamu?”
“Di desa Pak, saya sudah berusaha mencari angkutan
umum, tapi tidak ada yang mau mengantarkan saya. Tolonglah Pak, istri saya
butuh pertolongan.”
Wahyudi menatap wajah satpam perusahaan itu dengan
rasa iba. Ia melupakan semuanya, yang penting dia harus menolongnya,
barangkali istri Harso sedang menunggu pertolongan karena katanya kritis. Entah
karena sakit apa, Wahyudi tidak peduli. Rasa kemanusiaan mendorongnya untuk
menolong Harso.
“Pak … nyawa istri saya … nyawa istri saya …”
“Baiklah Harso, aku antarkan kamu lebih dulu. Wahyudi
memutar balik kendaraannya, dan mempersilakan Harso duduk di boncengan.
“Terima kasih Pak, saya tahu Bapak orang baik, terima
kasih …”
“Tolong bawakan tasku ini Harso,” kata Wahyudi sambil
mengulurkan tas berisi uang di dalamnya.
Wahyudi mengendarai sepeda motornya, seperti arahan
Harso yang duduk di bocengan. Perjalanan itu sudah jauh melampaui batas kota.
Lalu masuk ke sebuah gang kecil yang sangat sepi.
“Masih jauhkah rumahmu Harso?”
“Rumah saya ada di kota, tapi istri saya sedang ada di
rumah orang tuanya. Masih agak ke depan Pak. Maaf, menyusahkan.”
“Tidak apa-apa Harso, semoga istri kamu tertolong.”
Harso terus mengarahkan arah laju kendaraan Wahyudi, lalu
memintanya berhenti ketika di sekitar tempat itu yang ada hanya pepohonan,
karena mereka tiba di sebuah hutan.
“Mengapa berhenti di sini Harso?”
“Sebentar Pak.”
Harso turun dari boncengan, sambil merangkul tas besar
yang tadi dititipkan Wahyudi.
“Di mana rumah mertua kamu?” tanya Wahyudi heran.
“Mohon turun dulu Pak, harus memasuki hutan ini. Susah
kalau membawa kendaraan,” kata Harso yang mendahului melangkah. Mau tak mau
Wahyudi mengikutinya, walau merasa heran melihat suasana di sekeliling tempat
itu yang sangat sepi. Agak jauh di depan, ada sebuah tebing, dengan jurang di
bawahnya. Wahyudi merasa bahwa Harso bisa pulang sendiri setelah dia
mengantarnya. Toh jalan itu tidak bisa di lewati kendaraan.
“Masih jauhkah? Kalau begitu kamu bisa pulang sendiri
kan Harso, karena aku harus segera kembali. Aku janjian dengan sebuah
perusahaan siang ini. Jadi maaf kalau tidak bisa mengantarmu lagi, toh
kendaraan tidak bisa melewat tempat ini.”
“Oh iya Pak, maaf. Baiklah. Silakan kalau Bapak mau
kembali. Terima kasih karena sudah mengantarkan saya ke tempat ini.”
“Tolong kembalikan tas itu,” kata Wahyudi yang melihat
Harso masih memeluk tas yang dititipkan tadi di dadanya.
“Oh iya, saya lupa,” katanya sambil mendekat ke arah
Wahyudi.
Tapi sesampai di depan Wahyudi, Harso menyerahkan tas
itu dengan mendorongkannya keras, sehingga Wahyudi terjengkang ke belakang.
“Harso, apa maksudmu?” tanya Wahyudi yang merasa
kesakitan karena kepalanya terantuk batu.
“Saya sedang butuh uang. Jadi biarkan tas ini saya
yang membawanya,” katanya sambil tetap memeluk tas yang dibawanya.
Wahyudi terbelalak. Ia baru sadar bahwa Harso
bermaksud jahat. Susah payah dia bangkit, tapi dengan satu tendangan, membuat
Wahyudi kembali terkapar.
“Harso!!”
Harso meletakkan tas yang dibawanya, lalu berkacak
pinggang di depan Wahyudi yang belum sempat bangun. Kepalanya terasa sakit.
Darah mulai mengucur membasahi bajunya. Ia merasa tak mampu bangun karena
kepalanya terasa pening. Dengan satu kali tendangan lagi, membuat Wahyudi tak ingat
apa-apa lagi.
Barjo menatap Wahyudi yang tiba-tiba memegangi
kepalanya.
“Bapak sakit? Merasa pusing?”
“Aku sudah ingat semuanya. Aku ingat semuanya. Harso
pelakunya. Dia merampok aku, dan mencelakai aku,” katanya pelan sambil terus
memegangi kepalanya.
“Harso ?”
“Benar, semalam dia memasuki rumahku, pasti dia
bermaksud membunuhku.”
***
Hari itu Qila datang ke kantor suaminya. Tak ada yang
menghalangi ketika dia langsung menuju ke ruang kerja Wisnu, karena mereka
tidak tahu tentang apa yang terjadi pada keluarga atasannya. Tidak banyak yang
tahu bahwa Wisnu sedang menggugat cerai sang istri yang dianggapnya tidak
setia.
Qila memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu, dan
terkejut melihat seorang gadis duduk di depan meja yang sebelumnya menjadi meja
kerjanya. Wisnu tak kelihatan di situ. Wajahnya langsung gelap melihat gadis
cantik yang terkejut melihat kedatangannya.
“Anda siapa? Mengapa tidak mengetuk pintu?” tanya
gadis cantik yang adalah sekretaris baru Wisnu.
Qila mendelik, mendekati meja gadis itu dan
menggebraknya keras, membuat gadis itu terkejut.
“Kamu tidak tahu siapa aku? Buka matamu lebar-lebar,
aku adalah istri pemilik perusahaan ini,” hardiknya.
Gadis itu terkejut untuk kesekian kalinya, lalu
menatap Qila tak berkedip.
“Ooh, maaf Ibu, ss … ssayya … tidak tahu … saya … baru
di sini …” katanya gugup sambil merangkapkan kedua tangannya.
“Orang baru yang tidak tahu aturan. Siapa namamu?”
katanya masih dengan nada kasar.
“Saya Lasmi. Lasmiati.”
“Nama kampungan. Bagaimana suamiku bisa menerima gadis
kampungan seperti kamu?”
Tiba-tiba pintu terbuka, Wisnu muncul, dan menatap
Qila dengan marah.
“Ada apa kamu datang kemari?” tanyanya dingin.
“Mas, aku ingin bicara sama kamu,” katanya yang
tiba-tiba berubah manis.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan.”
“Mas, bisakah sekretaris baru itu keluar sebentar?
Sungguh aku ingin bicara.”
“Tidak. Dia sedang banyak pekerjaan. Lagipula kita
sudah tidak perlu bicara apa-apa lagi. Semuanya sudah jelas. Surat cerai untuk
kamu sedang diproses. Apakah kamu belum menerima surat panggilan dari
pengadilan agama? Pasti alamatnya tertuju ke alamat lama kamu.”
“Mas, kamu kejam.”
“Pergilah, di kantor ini hanya ada pembicaraan masalah
pekerjaan. Jadi lebih baik kamu keluar, atau aku perintahkan kepada satpam agar
menyeret kamu keluar?” ancam Wisnu.
“Aku ingin bicara Mas, hentikan semuanya, aku bisa
memperbaiki semuanya.”
“Tidak mungkin. Aku tidak yakin.”
“Percayalah, aku akan bersumpah.”
“Jangan bermain dengan sumpah. Sudahlah, pergi
sekarang atau aku memanggil satpam?”
Qila menahan air matanya yang nyaris jatuh terburai.
Wisnu memalingkan muka. Pengkhianatan wanita yang sangat dicintainya ini sangat
melukai perasaannya, dan ia tak bisa memaafkannya.
Wisnu menekan interkom.
“Satpam akan segera datang,” ancamnya.
Qila tak menjawab. Ia membalikkan tubuhnya dan
bergegas keluar dari ruangan sambil membanting pintunya keras.
Wisnu menghempaskan pantatnya di kursi kerjanya.
“Saya minta maaf, tidak tahu kalau_” kata Lasmi
takut-takut, tapi kemudian Wisnu memotongnya.
“Tidak apa-apa, sebentar lagi dia bukan istriku lagi.”
Lasmi menatap tak percaya, biarpun dia sudah mendengar
pembicaraan antara pimpinan dan istrinya. Tapi dia diam, dan memang lebih baik
diam karena tak ingin mencampuri urusan yang bukan urusannya.
***
Penjahat yang telah mencelakai Wahyudi sudah
tertangkap. Pak Tukiyo yang menemukan Wahyudi dalam keadaan pingsan dan luka
parah juga didatangi polisi untuk dimintai keterangan tentang kejadian
itu. Semuanya sudah terkuak, dan Wahyudi
semakin banyak mengingat masa lalunya.
Bahkan ketika mengunjungi Retno dengan diantar
Budiono, ia sudah merasa tak asing dengan suasana di sekitar rumahnya, juga di
taman dekat rumah di mana dia sering bermain bersama Qila kecil.
Wahyudi sudah mulai bekerja kembali di kantornya,
walau tertatih tapi segera bisa mengikuti semua yang sudah tertinggal karena
beberapa bulan dirinya menghilang.
Pimpinan perusahaan tidak menuntut apapun atas uang
puluhan juta yang raib dirampok karyawannya sendiri, karena Harso sudah
mendapatkan hukuman atas keserakahan dan kekejamannya.
***
Sore hari itu, sepulang dari kantor, Wahyudi dengan
mengendarai motor baru datang mengunjungi keluarga pak Kartiko. Ketika dia
datang, bu Kartiko yang menyambutnya.
“Wahyudi? Apa kabar Nak?” sambutnya ramah.
“Baik Ibu, atas doa Ibu dan Bapak di sini,” jawab
Wahyudi sambil mencium tangan bu Kartiko.
“Aku senang mendengar bahwa kamu sudah mengingat
semuanya Nak,” kata bu Kartiko yang merubah panggilannya kepada Wahyudi.
“Ibu, panggil saya seperti biasanya saja, sangat tidak
nyaman mendengar Ibu merubah panggilan itu. Saya menjadi seperti orang asing,”
protes Wahyudi.
“Aku kan tidak enak, kamu bukan lagi_”
“Saya masih seperti dulu. Saya akan sering datang
kemari untuk bapak. Dimana bapak?”
“Bapak sedang di taman, berjalan-jalan ditemani Nano.”
“Saya akan ke sana ya Bu?”
“Temuilah bapak, dia pasti senang.”
Wahyudi melangkah ke belakang rumah. Di taman dia
melihat Mila sedang bermain ditemani Tinah. Mila berteriak begitu melihat
Wahyudi.
“Pak Udiiiii ….” Teriaknya sambil berlari mendekati
Wahyudi, yang kemudian menggendongnya.
“Pak Udi udah cembuh?” katanya sambil mempermainkan
rambut ikal Wahyudi.
“Sudah sayang.”
Pak Kartiko menghentikan langkahnya mendengar teriakan
Mila. Wahyudi menurunkan Mila, lalu berjalan mendekati pak Kartiko yang
tersenyum lebar. Nano lebih dulu menyalaminya.
“Selamat Pak Wahyudi,” sapa Nano sambil memeluk
Wahyudi.
“Hei, siapa pak Wahyudi. Panggil aku seperti biasanya.
Nggak mau aku,” kata Wahyudi sambil menepuk bahu Nano.
“Pak Wahyudi kan_”
“Tidak, aku masih Wahyudi yang dulu. Kapan ketemu
Murti? Aku kangen sama Murni,” bisiknya kemudian di telinga.
“Besok Minggu. Benarkah kangen?”
Wahyudi hanya tertawa kecil, kemudian bergegas
mendekati pak Kartiko yang masih berdiri dan bertumpu pada tongkatnya.
“Bapak, senang melihat Bapak sudah bisa berjalan-jalan.”
“Iya Nak, setelah kamu tidak ada, aku kemudian
bertekat untuk tidak bergantung lagi pada orang lain. Soalnya kamu itu tak
tergantikan,” kata pak Kartiko sambil menepuk bahu Wahyudi.
“Sungguh Bapak ini luar biasa. Saya akan sering datang
kemari, di sela-sela kesibukan saya bekerja.”
“Benarkah?”
“Tentu saja benar. Dan saya mohon Pak, panggil saya
seperti biasanya. Saya masih Wahyudi yang dulu.”
“Masa orang punya jabatan saya memanggil seenaknya?”
“Jabatan hanyalah pekerjaan saya yang sebenarnya, saya
masih Wahyudi yang dulu, saya mohon semuanya jangan berubah Pak. Sungguh, saya
mohon,” kata Wahyudi sambil merangkapkan lagi kedua tangannya.
“Baiklah, kalau aku panggil kamu Wahyudi, berarti kamu
adalah anakku bukan?” kata pak Kartiko dengan wajah sumringah.
“Ya Tuhan, ini anugerah buat saya Pak, saya sudah
tidak punya orang tua. Kalau Bapak bersedia menjadi orang tua saya, seorang
sederhana seperti saya, ini benar-benar anugerah bagi saya,” kata Wahyudi
terharu, sambil mencium tangan pak Kartiko.
“Bapak, saatnya makan, semuanya sudah disiapkan.
Wahyudi dan Nano, ayo kita makan bersama-sama, Wisnu juga sudah datang tuh,” teriak
bu Kartiko dari arah belakang rumah.
“Saya makan di belakang saja Bu,” kata Nano.
“Tidak, mulai hari ini kita adalah keluarga. Kamu tidak
boleh membantah. Bukankah bahagia punya tiga orang anak laki-laki?” kata bu
Kartiko sambil menggandeng lengan suaminya.
“Kamu benar Bu, kita tidak akan kesepian karena punya
anak lebih dari satu,” kata pak Kartiko dengan gembira.
Setelah selesai makan dan bersiap pulang, Wahyudi
kembali bicara sambil berbisik dengan Nano.
“Jangan lupa, hari Minggu aku akan ikut bersamamu.”
“Iya, aku akan menunggu kamu, jangan terlalu siang ya,”
kata Nano.
“Iya, kita akan belanja dulu untuk membeli oleh-oleh.
Sepulang dari sana kita akan mampir ke rumah pak Tukiyo. Aku ingin memberikan
sesuatu sebagai rasa terima kasih untuk mereka.”
Nano mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
***
Hari Sabtu siang itu, Wahyudi datang ke rumah Sapto.
Tidak enak rasanya kalau dia sering datang saat Sapto tidak ada di rumah, dan Sabtu
itu Sapto memang pulang seperti janjinya kepada istrinya. Wahyudi mengajak Qila
bermain di taman. Senang sekali Qila, karena sudah lama tidak bermain bersama Om
Udi.
“Om Udi … ayo lali-lali…”
“Baiklah, kita main petak umpet ya?” sambut Wahyudi
gembira.
“Aku cembunyi yaa… “ kata Qila sambil berlari lari
lalu sembunyi di balik sebuah pohon.
Wahyudi tertawa, masa sih, sembunyi tapi saat dia
melihatnya?”
“Qilaaa … aku cari kamu Qilaaaa ….” teriak Wahyudi
sambil pura-pura mencari.
Tapi tiba-tiba seseorang muncul dan menepuk bahu
Wahyudi dari belakang.
“Ternyata kamu masih merindukan aku, Yudi?”
Wahyudi terkejut, ketika menoleh kebelakang,
dilihatnya seseorang yang sudah tidak asing baginya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteJuara 1 mbk Iin....yesss
DeleteTerima kasih, Ibu Tien cantiiik....
DeleteWalah gasik men tayangnge, tidak kuduga secepat iki, si kecil gesit pasti dah nongkrongin sejak bakda maghrib......
DeleteTerima kasih...manusang...,
HANUPIS, bunda.
Sugeng dalu, wilujeng wengi,......
Lah kita kan di Pancil yah
DeleteMosok hbs maghrib nongkrongin
Lg cek SPB blum tayang trus belok di blog mlh pas tayang
Horéé...ADUHAI
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMtnuwun Mb Tien...🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun, bu Tien. Masuk 5 besar ini
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteKC 32 telah tayang gasik
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~32 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteWahyudi umur berapa ya, macari anak SMA. Tapi kalau jodoh ya tidak apalah.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSlhamdulillaah tayang nya lebih cepat makasih bunda
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah... matur nunwun bunda Tien tayang gasik.... salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah.....suwun ibu.
ReplyDeleteMugi tansah pinaringan sehat njih
Trimakasih Bu Tien cerbung nya
ReplyDeleteAlhamdulillah
Halah halah tante Qila
ReplyDeletepiyé iki, isih injan injên Wahyudi waé.
Kasihan dimana ada orang cakêp kamu kejar-kejar, lha Qila kecil nggak ada yang ngawasin ya, Retno kan nggak mau pakai pembantu.
Semoga baek² saja.
Repot nya tante Qila ini; salahé dhuwé endog siji malah ora digatèkaké.
Tante Qila saiki malah mbingungi nggolèk petarangan, mèmèti.
Senangnya Wahyudi disambut baik keluarga Kartiko dance-group.
Wow Nano bakalan punya ipar ceo nich.
Pak Tukiyo dan keluarga bakalan senang kedatangan orang baek² sekelas Wahyudi, dapat sponsor nich; Sunthi jadi manager bakso, pelaksananya Tino asyik.
Tino kerja di tungguin kekasih hati.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke tiga puluh dua sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Asyiiik bner.... terima kasih Mbu Tien.... sehat² trs...
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KC32 sudah hadir.. maturnuwun , salam sehat kagem mbak Tien dan bahagia bersama keluarga
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 32 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Maturnuwun
ReplyDeleteQila geer...... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah matrunuwun mbak Tien, lama tidak komen.
ReplyDeleteLuar biasa...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Makin asyik bu.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Salam sehat selalu
Alhamdulillah, maturnuwun, sehat selalu bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, Kembang Cantik 32 sudah tayang.
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien Kumalasari, semoga kita semua tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA
Alhamdulillah, suwun bu Tien, salam sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu. Aduhai
Trims Bu Tien SDH menghibur
ReplyDeleteHa ha Qila minta maaf .pret...Mila ogah punya mama galak...lo yudi Ajak n Nano u ketemu ehemmm ..pokok nya seru ..sapa yg nepuk Yudi ya hayo ..Sapto kali
ReplyDeleteWaduuhhh jan Tante Qila ini pinter sekali cari informasi rumahnya Sapto...kok bisa tahu ya ???ternyata dunia ini sempit..he..he.
ReplyDeleteSalam sehat utk Bu Tien dan keluarga & tetap terus berkarya menghibur penggemar...
Terima kasih bunda KC nya..slm sehat sll🙏🥰
ReplyDelete