KEMBANG CANTIKKU
18
(Tien Kumalasari)
Wisnu berlarian ke arah depan.
“Qila! Berhenti Qila!”
Tapi mobil itu terus melaju, keluar dari halaman.
Ketika Wisnu sampai di jalan, mobil itu sudah tak kelihatan lagi. Wisnu
melangkah kembali ke villa dengan lemas. Bu Kartiko berdiri di teras dengan
cemas.
“Ada apa? Qila pergi membawa mobil kamu?”
“Iya Bu, juga membawa Mila dan Tinah.
“Apa?”
Wisnu terduduk lemas.
“Ini semua salahku …”
“Lalu bagaimana nanti mengatakannya pada bapakmu? Dia
pasti kaget. Bapakmu itu kan sakit darah tinggi, tidak boleh kaget atau
tertekan. Sekarang aku jadi mikir bapakmu.”
“Begini saja Bu, Ibu bilang ke bapak bahwa Wahyudi
sakit dan sedang diantar Nano ke rumah sakit. Lalu Qila mengajak Mila pulang
lebih dulu. Bagaimana?”
“Baiklah, lalu kita bagaimana?”
“Wisnu akan mencari mobil untuk membawa kita pulang
saja. Nanti pelan-pelan, kita bicara sama bapak.”
“Baiklah, memang alasan itu yang terbaik.”
“Ya sudah, sekarang ibu menemui Bapak dan bicara,
Wisnu akan mencari mobil sekarang. Lalu mengabari Nano bahwa kita sudah
kembali.”
Bu Kartiko hanya mengangguk, sambil mereka-reka kata-kata yang akan disampaikannya nanti pada suaminya. Berbohong itu tidak mudah, bagi yang tidak biasa berbohong.
***
Bu Kartiko memasuki kamar, di mana suaminya tidur. Dilihatnya
suaminya sudah bangun, dan kemudian berusaha bangun. Bu Kartiko mendekat, lalu
mendorong kursi roda ke arah tempat tidur, kemudian membantu suaminya duduk di
situ.
“Wahyudi kemana? Masih tidur? Kok kamu yang membantu
aku?”
“Ya tidak apa-apa dong Pak, kalau Wahyudi tidak ada
kan ibu juga yang membantu.”
"Iya sih."
“Keluar dulu ya Pak, ada yang ingin ibu katakan sama Bapak,” kata bu Kartiko sambil mendorong kursi roda keluar dari kamar.
“Mau ngomong apa? Sepertinya penting.”
“Ya penting, tapi Bapak tidak usah kaget ya.”
“Lho, Ibu bicaranya saja sudah membuat bapak kaget.”
Bu Kartiko mencoba tertawa kecil, sambil menepuk bahu
suaminya.”
“Bukan yang mengagetkan sekali kok. Tapi ya agak
memprihatinkan.”
“Tentang apa?” kata pak Kartiko yang merasa agak
tenang karena tepukan tangan istrinya serta mendengar tawa kecil istrinya.
“Wahyudi itu tadi tiba-tiba merasa pusing sekali ….”
“Lho, suruh istirahat dulu, kecapekan barangkali.”
“Wisnu malah menyuruhnya membawa ke rumah sakit.”
“O, dibawa ke rumah sakit? Parah ?” pak Kartiko mulai
merasa khawatir.
“Bapak jangan khawatir, tadi Wisnu menyuruh Nano
membawanya, karena tampaknya ada kaitannya dengan ingatannya itu lho Pak.
Pusingnya itu mungkin karena itu.”
“Ya semoga saja dia segera pulih ya Bu.”
“Sekarang Wisnu sedang mencari mobil, kita akan pulang
dulu.”
“Iya, lebih baik begitu, aku sudah cukup senang,
kemarin sudah jalan-jalan muter-muter sama Wahyudi. Tapi nanti dulu, ibu tadi
bilang Wisnu cari mobil? Kemana mobilnya dia?”
“Mobilnya dipakai Qila sama anaknya, pulang lebih
dulu.”
“Lho, kenapa ?”
“Itu Pak, tiba-tiba Mila … rewel, gitu.”
“Ooh, ya sudahlah, nggak apa-apa.”
Bu Kartiko merasa lega karena kebohongannya bisa
diterima suaminya. Ia segera menyiapkan obat untuk suaminya agar segera diminum
sebelum pulang.
“Mobilnya sudah dapat, sedang menuju kemari Bu,” kata
Wisnu sambil mendekat, dan bersikap seakan tidak terjadi apapun.
“Iya, bapak biar minum obat dulu.”
“Wisnu siapkan barang-barang yang akan dibawa pulang
ya bu.”
“Iya, begitu lebih baik, taruh di depan, supaya
gampang. Ibu melayani bapak makan dulu setelah minum obatnya.”
“Nanti makan di rumah saja Bu.”
“Makan dulu sedikit Pak, sudah ibu siapkan tadi, nanti
kalau di rumah mau makan lagi kan gampang.”
“Ya sudah, tidak apa-apa, sedikit saja.”
***
Sementara itu Nano sudah mengiringi ambulans yang
membawa Wahyudi ke rumah sakit di kota. Ia menunggu dengan gelisah. Ia juga
membayangkan bagaimana hebohnya keluarga Kartiko dengan adanya peristiwa ini.
“Pasti bapak bingung karena biasanya selalu bersama
dengan Wahyudi. Bagaimana kira-kira ibu menjawabnya, lalu apakah mereka masih
ada di villa, atau sudah pulang,” gumam Nano yang gelisah menunggu di luar
ruang ICU.
Tiba-tiba ponselnya berdering, dari Wisnu.
“Ya, Pak Wisnu?” jawabnya.
“Kamu sudah di rumah sakit?”
“Sudah Pak.”
“Aku akan segera ke sana.”
“Baiklah. Bagaimana dengan bapak dan ibu?”
“Kami sudah dalam perjalanan pulang, aku, ibu dan
bapak.”
“Bagaimana dengan bu Qila?”
“Nanti saja aku cerita, setelah sampai aku segera
menyusul kemari.”
“Baiklah Pak, semoga semuanya baik-baik saja. Bapak
tidak apa-apa kan?”
“Tidak, baik-baik saja.”
Nano merasa sedikit lega. Tampaknya entah dengan cara
apa, mereka bisa menenangkan hati pak Kartiko. Ia menunggu sambil
terkantuk-kantuk, dan tiba-tiba terkejut ketika mendengar teriakan seorang
wanita.
“Qilaaa, jangan lari-lari Qila.”
Nano membuka matanya lebar. Seorang anak kecil, dengan
kucir dua, berlarian mendahului seorang wanita cantik yang berjalan bersama
laki-laki gagah dan tampan.
“Qila? Apakah itu Qila yang sering ada di dalam mimpi
Wahyudi? Gadis kecil dengan kucir dua, bukankah Wahyudi selalu mengatakannya?”
“Qilaaa!” laki-laki tampan itu berlari mengejar gadis
kecil itu lalu di gendongnya. Nano bingung akan melakukan apa. Lalu tiba-tiba
ia mengambil ponselnya, lalu memotret anak kecil itu.
Sebentar kemudian mereka menghilang di balik tikungan
di lorong rumah sakit itu. Ia ingin mengejarnya dan bertanya, tapi tiba-tiba
perawat memanggilnya.
Nano melupakan buruannya, lalu mendekati perawat yang
berdiri di depan pintu ruangan.
“Ya Sus?”
“Dokter ingin bicara, Pak.”
“Baiklah.”
Nano mengikuti perawat itu, menemui dokter yang sudah
duduk menunggu.
“Bapak saudaranya?”
“Ya, Dok. Bagaimana keadaannya?”
“Ada trauma di kepalanya yang cukup berat. Kami akan
memantau keadaanya sampai hari ini, kalau memungkinkan sepertinya harus
dioperasi, ada darah yang harus dibersihkan melalui operasi.”
Nano terbelalak.
“Operasi? Mahalkan biayanya?” lalu Nano merasa bodoh.
Kalaupun mahal, adakah artinya demi menyelamatkan nyawa?
“Maaf, hanya sekedar ingin tahu saja, yang penting
bagi saya adalah bahwa sahabat saya itu bisa pulih seperti sedia kala.”
“Tentu kami akan melakukan dengan segala kemampuan
kami. Soal biaya nanti bisa anda tanyakan ke bagian administrasi.”
“Baiklah Dokter, lakukan yang terbaik untuk dia.”
Nano melangkah keluar, dan mulai menghitung-hitung
uang yang dimilikinya. Wahyudi sahabatnya, dan dia tak bisa berpangku tangan
mendiamkannya. Apapun akan dilakukannya. Barangkali dia juga harus menjual
motornya.
“Apapun akan aku lakukan, Wahyudi, kamu sahabatku.
Kamu harus pulih.”
Nano duduk kembali di kursinya. Gadis kecil berkucir dua
yang tadi akan diburunya sudah terlupakan. Ia tak mengira Wahyudi akan
mengalami luka seberat itu.
“Nano.”
Nano terkejut. Wisnu sudah ada di dekatnya.
“Pak Wisnu sudah ada di sini? Sudah sampai rumah?”
“Setelah mengantarkan Bapak, aku langsung kemari.
Bagaimana keadaannya, sudah ketemu dokter?”
“Dokter mengatakan, kemungkinan Wahyudi harus di
operasi.”
“Operasi? Separah itu?”
“Ada trauma di kepala, entahlah, saya tidak mengerti.
Saya sedang memikirkan biayanya yang mungkin sangat mahal. Tapi saya akan menjual
motor saya, kalau perlu.”
“Nano, kamu tidak usah khawatir. Semua biaya selama
Wahyudi sakit, aku yang akan membayarnya.”
“Benarkah?” tanya Nano sedikit lega.
“Aku yang bertanggung jawab semuanya Nano. Aku yang
bersalah.”
“Terima kasih banyak, Pak Wisnu. Bagaimana keadaan
bapak? Kejadian ini pasti mengejutkan.”
“Ibu mengatakan bahwa aku membawa Wahyudi ke rumah
sakit karena Wahyudi merasa sangat pusing. Bapak bisa menerimanya.”
“Syukurlah.”
“Tapi aku ke sini tadi naik taksi.”
“Kenapa mobil Bapak?”
“Dibawa pergi Qila, dengan membawa anaknya serta.”
“Maksudnya pergi main? Jalan-jalan?”
“Aku bilang akan aku ceraikan dia, lalu dia kabur
membawa mobil dan Mila.”
“Bapak tidak mencarinya?”
“Belum aku pikirkan, Mila bersama ibunya, pasti tak
apa-apa. Semoga mereka baik-baik saja.”
“Jangan-jangan pulang ke rumah Bapak.”
“Aku belum melihatnya, karena aku belum pulang. Ponselnya
tidak aktif.”
“Semoga semuanya baik-baik saja.”
“Aku ingin melihat keadaannya, belum sadar kah?”
“Tadi belum, saya tidak tega melihatnya. Wajahnya
bengkak. Saya melihatnya, seperyi bukan dia,” kata Nano dengan wajah sedih.
“Ya Tuhan, aku sangat kejam dan biadab. Menyiksa
sesama sampai seperti itu,” kata Wisnu sambil berlinang air mata.
Kemudian Wisnu meminta ijin untuk masuk ke ruang ICU.
Trenyuh melihat keadaan Wahyudi yang tergolek tak berdaya, dengan selang infus
terhubung dengan tangannya.
Wisnu memegang tangan Wahyudi pelan.
“Maafkan aku, maafkan aku, Wahyudi. Nanti kalau kamu
sembuh, kamu boleh membalasnya. Kamu boleh memukul aku dengan sepuas hati kamu.
Sungguh, aku rela mendapatkannya. Cepatlah pulih, cepatlah sembuh, dan hajar aku
sesukamu Wahyudi,” bisiknya disertai isak tertahan.
“Istriku perempuan murahan, tak tahu malu, dan kamu
yang mendapatkan penderitaan ini karena sakitmu. Aku akan menceraikannya, aku
malu memiliki istri seperti itu,” lanjutnya sambil meletakkan tangan Wahyudi di
pipinya. Air matanya bercucuran.
Tapi tidak lama kemudian Wisnu keluar, dia juga tak
tahan melihat keadaan orang yang baru saja dihajarnya.
Ia kembali mendekati Nano yang masih duduk sambil
menyandarkan tubuhnya.
Nano menatap Wisnu yang baru saja keluar. Kasihan juga
melihat Wisnu menangis karena sesalnya.
“Lebih baik Bapak pulang dan beristirahat.”
“Aku tak tega melihatnya, Nano. Bisa-bisanya aku
melakukannya,” rintihnya sambil duduk di samping Nano.
“Iya, saya bisa mengerti, karena saya juga
merasakannya.”
“Sangat kejam aku ini.”
“Bapak pulang dulu saja, saya antarkan. Nanti saya
kembali dengan ojol kemari.”
“Baiklah, ayo kita makan dulu. Aku yakin seharian ini
kamu juga belum makan.”
“Terserah Bapak saja.”
***
“Belum ada kabar ya Bu, tentang keadaan Wahyudi?”
“Belum Pak, Wisnu baru menyusul ke sana. Nanti kalau
ada apa-apa, pasti mereka mengabari kita.”
“Perasaanku kok tidak enak ya Bu, apa Wahyudi sakit
parah?”
“Tidak Pak, hanya pusing kok.”
“Mengapa kalau pusing harus dibawa ke rumah sakit, dan
lama bener? Apa harus dirawat di rumah sakit?”
“Mungkin juga, barangkali ada hubungannya dengan sakit
sebelumnya.”
“Nano juga belum pulang ya Bu.”
“Bapak tidak usah berpikir yang tidak-tidak. Yakinlah
bahwa mereka baik-baik saja.”
“Ibu tidak menelpon Nano? Coba tanyakan bagaimana
keadaan Wahyudi.”
“Ibu sudah menelponnya tadi, katanya baik-baik saja
kok,” kata bu Kartiko berbohong.
“Kalau baik-baik saja kenapa lama? Ini sudah sore dan
mereka belum kembali.”
“Namanya di rumah sakit Pak, mana bisa sebentar. Yang
sakit kan banyak.”
“Lho, sebenarnya rumah sakitnya di mana sih Bu? Di
daerah Tawangmangu sana apa di sini?”
“Wisnu minta dibawa ke rumah sakit sini kok. Sudahlah
Pak, Bapak tenang saja.”
“Coba Ibu telpon Wisnu, aku tidak tenang kalau belum
mendengar beritanya.”
“Baiklah, ibu telpon Wisnu saja, ibu ambil ponsel dulu
di kamar ya.”
Bu Kartiko masuk ke kamar, menelpon Wisnu, dan
memberitahukan bahwa ayahnya gelisah memikirkan Wahyudi. Bu Kartiko terkejut
mendengar bahwa Wahyudi harus dioperasi. Tapi ia berusaha menenangkan diri,
demi suaminya.
“Jadi nanti kalau di depan bapakmu, kamu harus
pintar ngomongnya, kenapa Wahyudi harus dirawat. Aku tidak mau bapakmu
terus-terusan merasa khawatir.”
“Baiklah Bu, biarkan saya bicara sama bapak.”
Bu Kartiko keluar sambil membawa ponselnya..
“Ini Pak, tidak apa-apa,” kata bu Kartiko.
“Wisnu, bagaimana keadaan Wahyudi?” tanya pak Kartiko
setelah tersambung dengan anaknya.
“Tidak apa-apa Pak, Wahyudi memang harus opname,
karena Wisnu sekalian meminta agar dia diperiksa secara menyeluruh, supaya
kesehatannya segera pulih, sehat.”
“Dan bisa teringat semuanya lagi?”
“Semoga dokter bisa mengatasinya. Bapak doakan saja
ya.”
“Ya tentu. Tapi kamu kok masih di rumah sakit, apa harus
ditungguin?”
“Ini Wisnu sama Nano sudah dalam perjalanan pulang,
sedang makan Pak, seharian kami belum makan.”
“Oh, ya sudah, makan yang kenyang, nanti kalian sakit
kalau terlambat makan.”
Pak Kartiko menutup ponselnya dengan perasaan lega.
“Sekarang lebih baik Bapak istirahat saja, dan jangan
banyak pikiran.”
***
Tapi ketika sampai di rumah, ternyata tidak ada
tanda-tanda ada mobil Wisnu di halaman, atau di garasi. Wisnu memasuki rumah,
dan terkejut ketika memasuki kamar, melihat beberapa barang terserak di lantai.
Ketika membuka almari, semua baju Qila telah tak ada, termasuk kotak perhiasan
yang ada di almari itu.
Rupanya Qila benar-benar ingin pergi dari sana, dengan
membawa anaknya, karena baju-baju Qila juga banyak yang dibawa.
Wisnu tidak takut kehilangan istrinya, tapi dia tak
bisa kehilangan anaknya. Saat gelisah itu, Nano yang menunggu di luar
tiba-tiba masuk.
“Pak, ada telpon dari rumah sakit, Wahyudi sudah
sadar, saya ingin kembali ke sana dulu,” kata Nano.
“Tidak, aku akan ikut bersamamu.”
Wisnu mengunci rumahnya lalu kembali ke rumah sakit
bersama Nano.
Dengan hati berdebar dia memasuki ruangan ICU, bersama
Nano.
Keduanya mendekat, melihat Wahyudi sudah membuka
matanya.
“Wahyudi … “ panggil Wisnu.
“Qila … aku bermimpi
lagi … Qila …”
Wisnu tertegun. Wajahnya bertambah keruh.
***
Besok lagi ya.
Mksh bunda Tien
ReplyDeleteSehat selalu doaku
Makin seru nih bgmn nasib Wahyudi moga jd sadar yah
Matur nuwun bunda, KaCe eps ke_18 sdh ditayangkan.
DeleteSemoga bunda selalu sehat dan terus sehat dan tetap ADUHAI, dalam seger waras.
💪🏼💪🏼💪🏼☺️☺️☺️
Selamat buat jeng Iin Maimun, diepisode ke 18 KC, Juara 1,
DeletePenasaran seh Wahyudi bgmn moga jd sadar
DeleteTrnyt sadar tp Qila si kuncir 2 selalu dlm mimpi
Untung Nano udah tau waktu Qila lari2 trus di photo
Jd sewaktu bnr sadar moga Nano bs menunjukkan photonya
Makin seru kita tunggu bsk,sabaar
Dan ttp ADUHAI
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien....🙏🙏
Alhamdulillah..bisa nomer 1..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Alhamdulillah..... terimakasih bunda
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~18 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah kembang cantikku 18 hadir ,terimakasih bunda Tien ,makin penasaran nih
ReplyDeleteMtrnwn mbak Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien Kumalasari
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayamg episode 18
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat aamiin
Alhamdulillah sdh tayang, suwun Bu Tien......
ReplyDeleteSalam sehat selalu....🙏😊
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteQila, Qila...hadir lagi dalam mimpi . Gadis kecil berkepang dua. Tapi itu nyata, sudah difoto oleh Nano. Lekas sembuh ya Yudi..
Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul.
Terima kasih bu Tien
Semoga sehat selalu...
Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillaah dah tayang makasih bunda
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien ... semoga selalu sehat salam Aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah KC 18 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 18 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Yg ditunggu datang juga... duh, Nano mnceritakannya tanggung.... jd penasaran trs.... trma kasih Mbu Tien... sehat² sllu bersama kluarga....
ReplyDeleteAlhamdulillah.. mksh bunda Tien🙏🙏Kasihan Wahyudi jadi babak belur gara-gara Qila semoga Wisnu tidak salah paham lagi.
ReplyDeleteAlhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, salam sehat dan kangen dari Gn3, Pagelaran, Lampung
ReplyDeleteJakarta, 11 Juli 2022. Terima kasih bunda Tien untuk tayangan KC ke 18,, Saya barusan membacanya, sehat selalu ya bunda dan sahabat2 PCTK dimanapun bapak2 dan ibu2 berada,,,,,God bless you all!
ReplyDeleteJangan sampai Wisnu salah faham lagi.
ReplyDeleteMakasih mbaTien
Maturnuwun Mbak Tien .semoga tetap sehat & semangat Salam ter ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung Kembang Cantikku Eps.18 sudah tanyang. Matur nuwun mbak Tien Komalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
ReplyDeleteSemoga dengan kejadian ini Wahyudi akan kembali LG memori ingatannya.....trims Bu tien
ReplyDeleteSeperti biasanya...bu Tien sangat lihai memotong ceritanya, bikin pembaca makin gemas dan penasaran...😀
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matursuwun Bu Tien KC 18nya.semoga tetap sehat & semangat..... Salam ter ADUHAI
ReplyDeleteTerima msih bunda Tien..slm sht sll🥰🙏
ReplyDeleteWahyudi mengigau lagi, memanggil sebuah nama; yang itu nama istri Wisnu.
ReplyDeleteNah
Kemana Marno berada, adakah idé memperlihatkan hasil jepretan kamera Marno.
Dia mengigau nama seorang anak kecil berkepang dua yang entah kenapa selalu nèmpèl di ingatan Wahyudi selagi banyak memori yang hilang.
Igauan ini artinya apa?
Seperti nya dia takut kehilangan yang namanya Qila,
Lha kira-kira siapakah ini, sangat dikuatirkan Wahyudi.
Semoga sadar nya semakin banyak yang diingat, dibalik igauan itu yang selalu terucap mungkin bisa menunjukan darimana Wahyudi berasal.
Bocah lolå kena perkårå, rasané kåyå ora rilå
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke delapan belas sudah tayang,
Sehat-sehat selalu doaku,
Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta.
🙏
Mas namang kok lama gak muncul komen nya lucu, bikin mbah tertawa.🤓🤓🤓
DeleteAlhamdulillah ..lo Qila aduh wisnu kan tdk tahu..Qila istrinya dak ada adab ...wah pasti Nano cerita nanti Qila itu sapa
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDelete