Monday, July 11, 2022

KEMBANG CANTIKKU 18

 

KEMBANG CANTIKKU  18

(Tien Kumalasari)

 

Wisnu berlarian ke arah depan.

“Qila! Berhenti Qila!”

Tapi mobil itu terus melaju, keluar dari halaman. Ketika Wisnu sampai di jalan, mobil itu sudah tak kelihatan lagi. Wisnu melangkah kembali ke villa dengan lemas. Bu Kartiko berdiri di teras dengan cemas.

“Ada apa? Qila pergi membawa mobil kamu?”

“Iya Bu, juga membawa Mila dan Tinah.

“Apa?”

Wisnu terduduk lemas.

“Ini semua salahku …”

“Lalu bagaimana nanti mengatakannya pada bapakmu? Dia pasti kaget. Bapakmu itu kan sakit darah tinggi, tidak boleh kaget atau tertekan. Sekarang aku jadi mikir bapakmu.”

“Begini saja Bu, Ibu bilang ke bapak bahwa Wahyudi sakit dan sedang diantar Nano ke rumah sakit. Lalu Qila mengajak Mila pulang lebih dulu. Bagaimana?”

“Baiklah, lalu kita bagaimana?”

“Wisnu akan mencari mobil untuk membawa kita pulang saja. Nanti pelan-pelan, kita bicara sama bapak.”

“Baiklah, memang alasan itu yang terbaik.”

“Ya sudah, sekarang ibu menemui Bapak dan bicara, Wisnu akan mencari mobil sekarang. Lalu mengabari Nano bahwa kita sudah kembali.”

Bu Kartiko hanya mengangguk, sambil mereka-reka kata-kata yang akan disampaikannya nanti pada suaminya. Berbohong itu tidak mudah, bagi yang tidak biasa  berbohong.

***

Bu Kartiko memasuki kamar, di mana suaminya tidur. Dilihatnya suaminya sudah bangun, dan kemudian berusaha bangun. Bu Kartiko mendekat, lalu mendorong kursi roda ke arah tempat tidur, kemudian membantu suaminya duduk di situ.

“Wahyudi kemana? Masih tidur? Kok kamu yang membantu aku?”

“Ya tidak apa-apa dong Pak, kalau Wahyudi tidak ada kan ibu juga yang membantu.”

"Iya sih."

“Keluar dulu ya Pak, ada yang ingin ibu katakan sama Bapak,” kata bu Kartiko sambil mendorong kursi roda keluar dari kamar.

“Mau ngomong apa? Sepertinya penting.”

“Ya penting, tapi Bapak tidak usah kaget ya.”

“Lho, Ibu bicaranya saja sudah membuat bapak kaget.”

Bu Kartiko mencoba tertawa kecil, sambil menepuk bahu suaminya.”

“Bukan yang mengagetkan sekali kok. Tapi ya agak memprihatinkan.”

“Tentang apa?” kata pak Kartiko yang merasa agak tenang karena tepukan tangan istrinya serta mendengar tawa kecil istrinya.

“Wahyudi itu tadi tiba-tiba merasa pusing sekali ….”

“Lho, suruh istirahat dulu, kecapekan barangkali.”

“Wisnu malah menyuruhnya membawa ke rumah sakit.”

“O, dibawa ke rumah sakit? Parah ?” pak Kartiko mulai merasa khawatir.

“Bapak jangan khawatir, tadi Wisnu menyuruh Nano membawanya, karena tampaknya ada kaitannya dengan ingatannya itu lho Pak. Pusingnya itu mungkin karena itu.”

“Ya semoga saja dia segera pulih ya Bu.”

“Sekarang Wisnu sedang mencari mobil, kita akan pulang dulu.”

“Iya, lebih baik begitu, aku sudah cukup senang, kemarin sudah jalan-jalan muter-muter sama Wahyudi. Tapi nanti dulu, ibu tadi bilang Wisnu cari mobil? Kemana mobilnya dia?”

“Mobilnya dipakai Qila sama anaknya, pulang lebih dulu.”

“Lho, kenapa ?”

“Itu Pak, tiba-tiba Mila … rewel, gitu.”

“Ooh, ya sudahlah, nggak apa-apa.”

Bu Kartiko merasa lega karena kebohongannya bisa diterima suaminya. Ia segera menyiapkan obat untuk suaminya agar segera diminum sebelum pulang.

“Mobilnya sudah dapat, sedang menuju kemari Bu,” kata Wisnu sambil mendekat, dan bersikap seakan tidak terjadi apapun.

“Iya, bapak biar minum obat dulu.”

“Wisnu siapkan barang-barang yang akan dibawa pulang ya bu.”

“Iya, begitu lebih baik, taruh di depan, supaya gampang. Ibu melayani bapak makan dulu setelah minum obatnya.”

“Nanti makan di rumah saja Bu.”

“Makan dulu sedikit Pak, sudah ibu siapkan tadi, nanti kalau di rumah mau makan lagi kan gampang.”

“Ya sudah, tidak apa-apa, sedikit saja.”

***

Sementara itu Nano sudah mengiringi ambulans yang membawa Wahyudi ke rumah sakit di kota. Ia menunggu dengan gelisah. Ia juga membayangkan bagaimana hebohnya keluarga Kartiko dengan adanya peristiwa ini.

“Pasti bapak bingung karena biasanya selalu bersama dengan Wahyudi. Bagaimana kira-kira ibu menjawabnya, lalu apakah mereka masih ada di villa, atau sudah pulang,” gumam Nano yang gelisah menunggu di luar ruang ICU.

Tiba-tiba ponselnya berdering, dari Wisnu.

“Ya, Pak Wisnu?” jawabnya.

“Kamu sudah di rumah sakit?”

“Sudah Pak.”

“Aku akan segera ke sana.”

“Baiklah. Bagaimana dengan bapak dan ibu?”

“Kami sudah dalam perjalanan pulang, aku, ibu dan bapak.”

“Bagaimana dengan bu Qila?”

“Nanti saja aku cerita, setelah sampai aku segera menyusul kemari.”

“Baiklah Pak, semoga semuanya baik-baik saja. Bapak tidak apa-apa kan?”

“Tidak, baik-baik saja.”

Nano merasa sedikit lega. Tampaknya entah dengan cara apa, mereka bisa menenangkan hati pak Kartiko. Ia menunggu sambil terkantuk-kantuk, dan tiba-tiba terkejut ketika mendengar teriakan seorang wanita.

“Qilaaa, jangan lari-lari Qila.”

Nano membuka matanya lebar. Seorang anak kecil, dengan kucir dua, berlarian mendahului seorang wanita cantik yang berjalan bersama laki-laki gagah dan tampan.

“Qila? Apakah itu Qila yang sering ada di dalam mimpi Wahyudi? Gadis kecil dengan kucir dua, bukankah Wahyudi selalu mengatakannya?”

“Qilaaa!” laki-laki tampan itu berlari mengejar gadis kecil itu lalu di gendongnya. Nano bingung akan melakukan apa. Lalu tiba-tiba ia mengambil ponselnya, lalu memotret anak kecil itu.

Sebentar kemudian mereka menghilang di balik tikungan di lorong rumah sakit itu. Ia ingin mengejarnya dan bertanya, tapi tiba-tiba perawat memanggilnya.

Nano melupakan buruannya, lalu mendekati perawat yang berdiri di depan pintu ruangan.

“Ya Sus?”

“Dokter ingin bicara, Pak.”

“Baiklah.”

Nano mengikuti perawat itu, menemui dokter yang sudah duduk menunggu.

“Bapak saudaranya?”

“Ya, Dok. Bagaimana keadaannya?”

“Ada trauma di kepalanya yang cukup berat. Kami akan memantau keadaanya sampai hari ini, kalau memungkinkan sepertinya harus dioperasi, ada darah yang harus dibersihkan melalui operasi.”

Nano terbelalak.

“Operasi? Mahalkan biayanya?” lalu Nano merasa bodoh. Kalaupun mahal, adakah artinya demi menyelamatkan nyawa?

“Maaf, hanya sekedar ingin tahu saja, yang penting bagi saya adalah bahwa sahabat saya itu bisa pulih seperti sedia kala.”

“Tentu kami akan melakukan dengan segala kemampuan kami. Soal biaya nanti bisa anda tanyakan ke bagian administrasi.”

“Baiklah Dokter, lakukan yang terbaik untuk dia.”

Nano melangkah keluar, dan mulai menghitung-hitung uang yang dimilikinya. Wahyudi sahabatnya, dan dia tak bisa berpangku tangan mendiamkannya. Apapun akan dilakukannya. Barangkali dia juga harus menjual motornya.

“Apapun akan aku lakukan, Wahyudi, kamu sahabatku. Kamu harus pulih.”

Nano duduk kembali di kursinya. Gadis kecil berkucir dua yang tadi akan diburunya sudah terlupakan. Ia tak mengira Wahyudi akan mengalami luka seberat itu.

“Nano.”

Nano terkejut. Wisnu sudah ada di dekatnya.

“Pak Wisnu sudah ada di sini? Sudah sampai rumah?”

“Setelah mengantarkan Bapak, aku langsung kemari. Bagaimana keadaannya, sudah ketemu dokter?”

“Dokter mengatakan, kemungkinan Wahyudi harus di operasi.”

“Operasi? Separah itu?”

“Ada trauma di kepala, entahlah, saya tidak mengerti. Saya sedang memikirkan biayanya yang mungkin sangat mahal. Tapi saya akan menjual motor saya, kalau perlu.”

“Nano, kamu tidak usah khawatir. Semua biaya selama Wahyudi sakit, aku yang akan membayarnya.”

“Benarkah?” tanya Nano sedikit lega.

“Aku yang bertanggung jawab semuanya Nano. Aku yang bersalah.”

“Terima kasih banyak, Pak Wisnu. Bagaimana keadaan bapak? Kejadian ini pasti mengejutkan.”

“Ibu mengatakan bahwa aku membawa Wahyudi ke rumah sakit karena Wahyudi merasa sangat pusing. Bapak bisa menerimanya.”

“Syukurlah.”

“Tapi aku ke sini tadi naik taksi.”

“Kenapa mobil Bapak?”

“Dibawa pergi Qila, dengan membawa anaknya serta.”

“Maksudnya pergi main? Jalan-jalan?”

“Aku bilang akan aku ceraikan dia, lalu dia kabur membawa mobil dan Mila.”

“Bapak tidak mencarinya?”

“Belum aku pikirkan, Mila bersama ibunya, pasti tak apa-apa. Semoga mereka baik-baik saja.”

“Jangan-jangan pulang ke rumah Bapak.”

“Aku belum melihatnya, karena aku belum pulang. Ponselnya tidak aktif.”

“Semoga semuanya baik-baik saja.”

“Aku ingin melihat keadaannya, belum sadar kah?”

“Tadi belum, saya tidak tega melihatnya. Wajahnya bengkak. Saya melihatnya, seperyi bukan dia,” kata Nano dengan wajah sedih.

“Ya Tuhan, aku sangat kejam dan biadab. Menyiksa sesama sampai seperti itu,” kata Wisnu sambil berlinang air mata.

Kemudian Wisnu meminta ijin untuk masuk ke ruang ICU. Trenyuh melihat keadaan Wahyudi yang tergolek tak berdaya, dengan selang infus terhubung dengan tangannya.

Wisnu memegang tangan Wahyudi pelan.

“Maafkan aku, maafkan aku, Wahyudi. Nanti kalau kamu sembuh, kamu boleh membalasnya. Kamu boleh memukul aku dengan sepuas hati kamu. Sungguh, aku rela mendapatkannya. Cepatlah pulih, cepatlah sembuh, dan hajar aku sesukamu Wahyudi,” bisiknya disertai isak tertahan.

“Istriku perempuan murahan, tak tahu malu, dan kamu yang mendapatkan penderitaan ini karena sakitmu. Aku akan menceraikannya, aku malu memiliki istri seperti itu,” lanjutnya sambil meletakkan tangan Wahyudi di pipinya. Air matanya bercucuran.

Tapi tidak lama kemudian Wisnu keluar, dia juga tak tahan melihat keadaan orang yang baru saja dihajarnya.

Ia kembali mendekati Nano yang masih duduk sambil menyandarkan tubuhnya.

Nano menatap Wisnu yang baru saja keluar. Kasihan juga melihat Wisnu menangis karena sesalnya.

“Lebih baik Bapak pulang dan beristirahat.”

“Aku tak tega melihatnya, Nano. Bisa-bisanya aku melakukannya,” rintihnya sambil duduk di samping Nano.

“Iya, saya bisa mengerti, karena saya juga merasakannya.”

“Sangat kejam aku ini.”

“Bapak pulang dulu saja, saya antarkan. Nanti saya kembali dengan ojol kemari.”

“Baiklah, ayo kita makan dulu. Aku yakin seharian ini kamu juga belum makan.”

“Terserah Bapak saja.”

***

“Belum ada kabar ya Bu, tentang keadaan Wahyudi?”

“Belum Pak, Wisnu baru menyusul ke sana. Nanti kalau ada apa-apa, pasti mereka mengabari kita.”

“Perasaanku kok tidak enak ya Bu, apa Wahyudi sakit parah?”

“Tidak Pak, hanya pusing kok.”

“Mengapa kalau pusing harus dibawa ke rumah sakit, dan lama bener? Apa harus dirawat di rumah sakit?”

“Mungkin juga, barangkali ada hubungannya dengan sakit sebelumnya.”

“Nano juga belum pulang ya Bu.”

“Bapak tidak usah berpikir yang tidak-tidak. Yakinlah bahwa mereka baik-baik saja.”

“Ibu tidak menelpon Nano? Coba tanyakan bagaimana keadaan Wahyudi.”

“Ibu sudah menelponnya tadi, katanya baik-baik saja kok,” kata bu Kartiko berbohong.

“Kalau baik-baik saja kenapa lama? Ini sudah sore dan mereka belum kembali.”

“Namanya di rumah sakit Pak, mana bisa sebentar. Yang sakit kan banyak.”

“Lho, sebenarnya rumah sakitnya di mana sih Bu? Di daerah Tawangmangu sana apa di sini?”

“Wisnu minta dibawa ke rumah sakit sini kok. Sudahlah Pak, Bapak tenang saja.”

“Coba Ibu telpon Wisnu, aku tidak tenang kalau belum mendengar beritanya.”

“Baiklah, ibu telpon Wisnu saja, ibu ambil ponsel dulu di kamar ya.”

Bu Kartiko masuk ke kamar, menelpon Wisnu, dan memberitahukan bahwa ayahnya gelisah memikirkan Wahyudi. Bu Kartiko terkejut mendengar bahwa Wahyudi harus dioperasi. Tapi ia berusaha menenangkan diri, demi suaminya.

“Jadi nanti kalau di depan bapakmu, kamu harus pintar ngomongnya, kenapa Wahyudi harus dirawat. Aku tidak mau bapakmu terus-terusan merasa khawatir.”

“Baiklah Bu, biarkan saya bicara sama bapak.”

Bu Kartiko keluar sambil membawa ponselnya..

“Ini Pak, tidak apa-apa,” kata bu Kartiko.

“Wisnu, bagaimana keadaan Wahyudi?” tanya pak Kartiko setelah tersambung dengan anaknya.

“Tidak apa-apa Pak, Wahyudi memang harus opname, karena Wisnu sekalian meminta agar dia diperiksa secara menyeluruh, supaya kesehatannya segera pulih, sehat.”

“Dan bisa teringat semuanya lagi?”

“Semoga dokter bisa mengatasinya. Bapak doakan saja ya.”

“Ya tentu. Tapi kamu kok masih di rumah sakit, apa harus ditungguin?”

“Ini Wisnu sama Nano sudah dalam perjalanan pulang, sedang makan Pak, seharian kami belum makan.”

“Oh, ya sudah, makan yang kenyang, nanti kalian sakit kalau terlambat makan.”

Pak Kartiko menutup ponselnya dengan perasaan lega.

“Sekarang lebih baik Bapak istirahat saja, dan jangan banyak pikiran.”

***

Tapi ketika sampai di rumah, ternyata tidak ada tanda-tanda ada mobil Wisnu di halaman, atau di garasi. Wisnu memasuki rumah, dan terkejut ketika memasuki kamar,  melihat beberapa barang terserak di lantai. Ketika membuka almari, semua baju Qila telah tak ada, termasuk kotak perhiasan yang ada di almari itu.

Rupanya Qila benar-benar ingin pergi dari sana, dengan membawa anaknya, karena baju-baju Qila juga banyak yang dibawa.

Wisnu tidak takut kehilangan istrinya, tapi dia tak bisa kehilangan anaknya. Saat gelisah itu, Nano yang menunggu di luar tiba-tiba masuk.

“Pak, ada telpon dari rumah sakit, Wahyudi sudah sadar, saya ingin kembali ke sana dulu,” kata Nano.

“Tidak, aku akan ikut bersamamu.”

Wisnu mengunci rumahnya lalu kembali ke rumah sakit bersama Nano.

Dengan hati berdebar dia memasuki ruangan ICU, bersama Nano.

Keduanya mendekat, melihat Wahyudi sudah membuka matanya.

“Wahyudi … “ panggil Wisnu.

“Qila … aku bermimpi  lagi … Qila …”

Wisnu tertegun. Wajahnya bertambah keruh.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

41 comments:

  1. Mksh bunda Tien
    Sehat selalu doaku
    Makin seru nih bgmn nasib Wahyudi moga jd sadar yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun bunda, KaCe eps ke_18 sdh ditayangkan.
      Semoga bunda selalu sehat dan terus sehat dan tetap ADUHAI, dalam seger waras.
      💪🏼💪🏼💪🏼☺️☺️☺️

      Delete
    2. Selamat buat jeng Iin Maimun, diepisode ke 18 KC, Juara 1,

      Delete
    3. Penasaran seh Wahyudi bgmn moga jd sadar

      Trnyt sadar tp Qila si kuncir 2 selalu dlm mimpi
      Untung Nano udah tau waktu Qila lari2 trus di photo
      Jd sewaktu bnr sadar moga Nano bs menunjukkan photonya

      Makin seru kita tunggu bsk,sabaar
      Dan ttp ADUHAI

      Delete
  2. Alhamdulillah..bisa nomer 1..
    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah..... terimakasih bunda

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~18 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah kembang cantikku 18 hadir ,terimakasih bunda Tien ,makin penasaran nih

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah sudah tayamg episode 18
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat aamiin

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sdh tayang, suwun Bu Tien......
    Salam sehat selalu....🙏😊

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Qila, Qila...hadir lagi dalam mimpi . Gadis kecil berkepang dua. Tapi itu nyata, sudah difoto oleh Nano. Lekas sembuh ya Yudi..
    Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh muncul.
    Terima kasih bu Tien
    Semoga sehat selalu...

    ReplyDelete
  10. Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillaah dah tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  12. Trimakasih bu Tien ... semoga selalu sehat salam Aduhai

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah KC 18 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 18 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  15. Yg ditunggu datang juga... duh, Nano mnceritakannya tanggung.... jd penasaran trs.... trma kasih Mbu Tien... sehat² sllu bersama kluarga....

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.. mksh bunda Tien🙏🙏Kasihan Wahyudi jadi babak belur gara-gara Qila semoga Wisnu tidak salah paham lagi.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, salam sehat dan kangen dari Gn3, Pagelaran, Lampung

    ReplyDelete
  18. Jakarta, 11 Juli 2022. Terima kasih bunda Tien untuk tayangan KC ke 18,, Saya barusan membacanya, sehat selalu ya bunda dan sahabat2 PCTK dimanapun bapak2 dan ibu2 berada,,,,,God bless you all!

    ReplyDelete
  19. Jangan sampai Wisnu salah faham lagi.
    Makasih mbaTien

    ReplyDelete
  20. Maturnuwun Mbak Tien .semoga tetap sehat & semangat Salam ter ADUHAI

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah cerbung Kembang Cantikku Eps.18 sudah tanyang. Matur nuwun mbak Tien Komalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

    ReplyDelete
  22. Semoga dengan kejadian ini Wahyudi akan kembali LG memori ingatannya.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  23. Seperti biasanya...bu Tien sangat lihai memotong ceritanya, bikin pembaca makin gemas dan penasaran...😀

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien KC 18nya.semoga tetap sehat & semangat..... Salam ter ADUHAI

    ReplyDelete
  25. Terima msih bunda Tien..slm sht sll🥰🙏

    ReplyDelete
  26. Wahyudi mengigau lagi, memanggil sebuah nama; yang itu nama istri Wisnu.
    Nah
    Kemana Marno berada, adakah idé memperlihatkan hasil jepretan kamera Marno.
    Dia mengigau nama seorang anak kecil berkepang dua yang entah kenapa selalu nèmpèl di ingatan Wahyudi selagi banyak memori yang hilang.

    Igauan ini artinya apa?
    Seperti nya dia takut kehilangan yang namanya Qila,
    Lha kira-kira siapakah ini, sangat dikuatirkan Wahyudi.
    Semoga sadar nya semakin banyak yang diingat, dibalik igauan itu yang selalu terucap mungkin bisa menunjukan darimana Wahyudi berasal.
    Bocah lolå kena perkårå, rasané kåyå ora rilå


    Terimakasih Bu Tien,
    Kembang cantikku yang ke delapan belas sudah tayang,
    Sehat-sehat selalu doaku,
    Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas namang kok lama gak muncul komen nya lucu, bikin mbah tertawa.🤓🤓🤓

      Delete
  27. Alhamdulillah ..lo Qila aduh wisnu kan tdk tahu..Qila istrinya dak ada adab ...wah pasti Nano cerita nanti Qila itu sapa

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 26

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  26 (Tien Kumalasari)   Saraswati terkejut. Ia tak ingin bertemu suaminya di sana. “Mbok, becaknya suruh ke...