BUKAN MILIKKU
33
(Tien Kumalasari)
Wuri berjingkat mendekat, tapi Wahyudi menahannya.
“Ituu ..” protesnya
Wahyudi meletakkan jari telunjuk di bibirnya, memberi
pertanda agar Wuri tidak berkata apapun juga.
Keduanya berjingkat mendekati ruang bayi itu, dan
mengintip ke dalam melalui jendela kaca.
Dilihatnya wanita itu sudah di dalam, dan
mencari-cari.
Tapi kelakuan Wuri dan Wahyudi itu justru menarik
perhatian salah seorang perawat yang kebetulan lewat.
“Ada apa Mbak?”
Wuri terkejut, demikian juga Wahyudi.
“Itu … itu … ada … yang masuk mencurigakan … “ katanya
sambil menuding ke arah dalam.
Perawat itu segera memasuki ruangan karena memang
melihat orang asing memasuki ruangan bayi.
“Bu, sedang apa Ibu disini?” tegur perawat itu,
Wanita itu sangat terkejut.
“Anu, sedang mencari keponakan saya, yang mana ya,”
katanya sedikit gugup, tapi matanya terus seperti mencari-cari.
“Ibu harus keluar. Ini ruangan steril. Kalau Ibu ingin
melihat keponakan Ibu, katakan siapa, nanti petugas yang akan membawa ke arah jendela
kaca itu, dan Ibu bisa melihatnya.”
“Oh, maaf … maaf … “
“Siapa yang Ibu ingin lihat?”
“Tidak … saya menunggu saudara saya saja dulu, nanti
saya kembali,” katanya sambil bergegas keluar.
Wahyudi dan Wuri pura-pura tak melihat kejadian itu,
tapi heran melihat kelakuan wanita
tersebut.
“Pasti dia punya niat kurang baik. Untunglah ada
perawat yang lewat. Mengapa tadi tidak ada perawat yang jaga ya.”
“Mungkin sedang ada perlu sebentar. Tapi sesungguhnya
tidak boleh meninggalkan ruangan itu begitu saja,” tukas Wahyudi.
“Ayo kita segera menemui mbak Retno, malah tiba-tiba
jadi ditektif dadakan,” kata Wuri cengengesan.
Mereka terus melangkah, tapi ketika sudah mendekati
kamar yang dituju, tiba-tiba dilihatnya seorang laki-laki setengah tua masuk ke
dalam ruangan itu. Wahyudi dan Wuri sedang berbincang, apakah akan langsung
masuk atau menunggu dulu sampai laki-laki keluar, ketika tiba-tiba laki-laki
itu keluar, diikuti seorang laki-laki muda yang dikenal oleh Wahyudi sebagai
suami Retno. Keduanya berdiri di depan pintu dan laki-laki setengah tua itu
tampak memarahi Sapto.
Wahyudi menarik tangan Wuri diajaknya duduk di sebuah
bangku yang tak jauh dari situ. Keduanya pura-pura
tak memperhatikan mereka yang tampak bersitegang.
“Aku sudah bilang, ceraikan Retno.” Laki-laki setengah
tua berkata keras.
Wahyudi memasang kupingnya begitu mendengar nama Retno
disebut.
“Saya tidak bisa Pak,” kata Sapto pelan, tapi Wahyudi
dan Retno tetap saja mendengarnya. Mereka pura-pura membuka ponsel mereka dan
mengotak atiknya, sementara kupingnya mendengarkan perbincangan itu.
“Apa katamu? Tidak bisa? Perempuan seperti Retno itu
tidak pantas menjadi isteri kamu. Kamu sudah memiliki Kori yang cantik dan
terpelajar. Dia yang pantas berada disamping kamu, bukan Retno.”
“Retno juga terpelajar Pak, dia lebih santun dari
Kori.”
“Jangan sembarangan bicara. Dia hanya anaknya Kartomo,
laki-laki yang tidak berharga.”
“Tapi Retno berharga bagi Sapto, dia ibu dari anak
Sapto.”
“Bayi itu milik kamu, tapi bukan milik Retno. Itu
perjanjiannya.”
“Perjanjian dengan siapa Pak?”
“Sudah, jangan lagi berada di sini. Pulang dan bicara
di rumah,” hardik sang ayah sambil menarik lengan Sapto.
Wahyudi menghela napas panjang. Ia merasa geram dengan
perlakuan orang tua Sapto yang sangat merendahkan Retno. Tangannya terkepal.
“Mas, tenang Mas.”
“Aku akan merebutnya,” geramnya.
“Mas … “
Wahyudi tiba-tiba berdiri, lalu memasuki ruangan
di mana Retno ana di dalamnya. Tak ada siapapun menunggu di sana. Wahyudi langsung
mendekati ranjang di mana Retno masih terbaring,
Retno terkejut melihat Wahyudi tiba-tiba datang dan
mendekat ke arahnya. Tak lama kemudian Wuri menyusul, berdiri agak jauh dari
Wahyudi.
“Mas Yudi?”
“Kami sebenarnya ingin membezoekmu, setelah mendengar
bahwa kamu melahirkan.”
Retno menatap Wahyudi, bingung untuk mengatakan apa.
“Selamat, itu ucapan yang ingin aku sampaikan,” kata
Wahyudi dengan wajah sendu.
Retno mengangguk pelan.
“Terima kasih,”
“Tapi aku melihat kehidupan yang sesungguhnya sangat
menyiksa kamu. Aku tak rela kamu menderita Retno, aku kira kamu bahagia,
apalagi setelah kamu hamil.”
“Mengapa berkata begitu mas?” katanya lirih.
“Aku tahu kamu tidak bahagia. Mertua kamu, apalagi
ayah mertua kamu, sangat membenci dan merendahkan kamu.”
Retno menghela napas sedih.
“Aku tak rela kamu menderita Retno, aku akan
merebutmu.” Kata Wahyudi tandas.
Retno terkejut, matanya membelalak lebar.
“Mas,” Wuri menyentuh lengannya, bermaksud
mengingatkan.
“Aku serius. Aku masih mencintai kamu dan akan tetap
mencintai kamu,” katanya dengan mata berkaca-kaca, kemudian melangkah pergi.
“Mas,” isak Retno.
Wuri mendekat, menggenggam tangan Retno erat.
“Kami mendengar pembicaraan suami Mbak Retno dan
ayahnya diluar pintu. Mas Wahyudi sangat marah.”
“Wuri, aku akan menerima takdirku.”
“Mas Wahyudi masih sangat mencintai Mbak Retno. Ia tak
rela Mbak Retno menderita.”
Mata Retno berkaca-kaca.
“Dampingi mas Wahyudi, Wuri, kamu bisa membuatnya
bahagia,” kata Retno sambil menggenggam tangan Wuri.
Wuri tersenyum lebar.
“Nggak bisa Mbak. Mas Yudi itu sudah Wuri anggap
sebagai kakak. Cintanya Wuri juga cintanya seorang adik kepada kakaknya,”
katanya bersungguh-sungguh.
“Mengapa tidak bisa Wuri, kalian sudah sangat dekat.”
“Karena kami bertetangga sejak saya masih kanak-kanak
Mbak. Tapi tidak ada rasa cinta seperti cintanya orang dewasa. Wuri hanya
berharap agar mas Yudi bahagia. Bisa menemukan pengganti Mbak Retno. Tapi itu tampaknya
juga susah.”
“Lhoh, tamunya masih ada?” sebuah suara
mengejutkannya. Budi tampak sudah kembali dan sudah rapi.
“Yaah, Mas Budi sudah wangi nih?”
“Mana mas Yudi?”
“Nggak tahu tuh, tadi sudah keluar lebih dulu.”
“Mas Sapto juga nggak kelihatan?”
“Tadi Bapak kemari, lalu membawa mas Sapto, entah
kemana. Pulang barangkali,” kata Retno pelan.
“Kok nggak ketemu ya?”
“Sudah beberapa saat lalu,” kata Retno lagi.
“Apa Bapak marah-marah disini?”
“Marah tadi,” yang menyahut adalah Wuri.
“Kok kamu tahu?”
“Eh, maaf. Nggak sengaja tadi melihatnya diluar pintu.
Maaf ya,” kata Wuri menyesali ucapannya.
“Iya, memang di rumah tadi sudah marah-marah, soalnya
nggak pernah ketemu mas Sapto. Pas mas Sapto pulang, bapak pergi. Ketika mas
Sapto pergi, bapak pulang. Makanya terus datang kemari.”
“Disini tidak marah. Hanya memanggil mas Sapto keluar,”
kata Retno pelan.
“Mbak Retno sabar ya?” kata Budi sambil menatap Retno
iba. Rupanya Budi sudah tahu pangkal permasalahannya, mengapa ayahnya
marah-marah.
“Aku selalu sabar kok.”
“Kapan Mbak Retno boleh pulang?”
“Entahlah, mungkin sehari dua hari lagi. Aku sudah
merasa sehat. Tinggal pemulihan saja. Tapi aku ingin pulang ke rumah orang
tuaku saja,” kata Retno.
“Mengapa Mbak? Mas Sapto pasti keberatan,” kata Budi.
Retno hanya diam. Ia tahu ayah mertuanya tidak
menyukainya. Ia hanya menginginkan bayinya. Itulah sebabnya Retno ingin
membawanya pulang ke rumah orang tuanya saja,”
“Jangan Mbak, ibu pasti keberatan kalau Mbak Retno
pergi.”
“Baiklah, aku pamit pulang dulu ya?” kata Wuri yang
merasa tak enak berada diantara suasana
yang tampak menyedihkan itu.
“Ayo aku antar keluar. Tapi aku tadi tidak melihat mas
Yudi di luar," kata Budi.
“Aku pamit ya Mbak Retno, semoga segera sehat.”
“Terima kasih Wuri, hati-hati di jalan.”
Wuri mengangguk, lalu melangkah keluar diikuti Budi.
Tapi sesampainya di luar, mereka tidak menemukan Wahyudi. Bahkan di tempat
parkirpun, sepeda motor Yudi sudah tak tampak lagi. Ia menelponnya, tapi tidak diangkat.
“Yah, mas Yudi kok tega meninggalkan aku?” kata Wuri
bingung.
“Jadi mas Yudi sudah pulang duluan?”
“Pastinya iya. Sepeda motornya juga nggak ada.”
“Baiklah, aku antar saja yuk.”
“Jangan Mas, aku naik ojol saja.”
“Nggak boleh, nanti dibawa kabur sama ojolnya.”
“Mana mungkin ojol membawa kabur penumpangnya.”
“Ada dong, kan penumpangnya cantik.”
“Iiih, aku cantik?” Wuri tersipu. Mana sih wanita
nggak suka dibilang cantik?
“Memang iya, ayo aku antar,” kata Budi sambil menarik
tangan Wuri.
“Dilarang pegang ya, bukan mahram,” kata Wuri dengan
hati berdebar.
“Oh, maaf.”
Budi melepaskan pegangannya, lalu bergegas ke arah
parkiran mobil. Tak urung Wuri mengikutinya.
***
“Mengapa ya, mas Yudi tadi tiba-tiba meninggalkan aku?” gumam Wuri dalam perjalanan pulang.
“Tadi nggak bilang, mau kemana, gitu?”
“Nggak, ngomong sebentar sama Mbak Retno, lalu tiba-tiba
keluar. Mas Yudi seperti orang yang sedang kacau.”
“Kacau? Gara-gara ketemu bekas pacar?”
“Bukan ketemunya, tapi ada hal lain.”
“Hal lain apa?”
“Mm … gimana ya ngomongnya … “
“Kok gimana … ngomong saja.”
“Ini menyangkut … ayah Mas Budi.”
“Ayahku? Mas Yudi ketemu ayahku?”
“Melihat ayah Mas Budi yang sedang marah-marah sama
mas Sapto.”
“Oh…”
“Ayah Mas Budi sangat … maaf … sangat tidak
berperasaan,” kata Wuri terus terang, membuat Budi terperangah,
“Apa yang kamu dengar?”
“Dia minta agar mas Sapto menceraikan mbak Retno.”
Budi menghela napas. Ia sudah tahu tentang kemauan
ayahnya, tapi tidak mengira Wuri dan bahkan Wahyudi juga mendengarnya.
“Mas Sapto keberatan, tapi tampaknya ayahnya memaksa.
Dia juga menghina mbak Retno, dan itu membuat mas Yudi marah.”
“Jadi itu permasalahannya?”
“Tahu tidak, mas Yudi bilang apa? Dia ingin merebut
kembali mbak Retno.”
Budi mengerem mobilnya tiba-tiba.
“Aduh,” Wuri memekik.
“Maaf.”
“Mas Yudi bilang, tak rela mbak Retno hidup menderita.
Ia tampak kacau sekali saat keluar. Semoga dia baik-baik saja.”
Tiba-tiba ponsel Wuri berdering.
“Nih mas Yudi, tadi ditelpon tidak diangkat,” gerutu Wuri sambil mengangkat ponselnya.
“Wuri, kamu dimana?”
“Mas pikir aku dimana? Kenapa tiba-tiba pergi?”
“Aku kacau sekali. Sekarang aku balik ke rumah sakit
ya, tungguin aku di depan.”
“Tidak usah, aku sudah dalam perjalanan pulang.”
“Naik apa?”
“Naik mobil lah, masa jalan kaki.”
“Taksi ya?”
“Bukan. Mobil pribadi.”
“Wuri, jangan bercanda, kamu dimana?”
“Aku sudah dalam perjalanan pulang, diantar mas Budi.”
“Oh, syukurlah.”
“Mas dimana?”
“Di sebuah masjid. Menenangkan diri. Kamu langsung pulang
dan jangan memikirkan aku.”
“Mas harus cepat pulang, menenangkan diri di rumah
saja. Aku takut Mas akan bunuh diri nanti.”
“Tidak, aku masih waras.”
“Kalau Mas masih waras, Mas harus mencabut kata-kata
Mas di depan Mbak Retno tadi.”
“Daag, Wuri.”
Wahyudi menutup ponselnya tiba-tiba.
Wuri menghela napas
panjang.
“Sebenarnya Mas Yudi sudah merasa lebih tenang. Dia
senang ketika mendengar mbak Retno hamil, dan mengira hidupnya bahagia. Dia sedang
berusaha mengobati luka hatinya dan mungkin hampir berhasil. Tapi apa yang
didengarnya tadi, membuatnya sangat marah.”
“Aku bisa mengerti. Keadaan ini memang sangat rumit.
Tapi aku mendukung Mas Sapto. Dia mulai menyayangi mbak Retno.”
“Tapi kan ayahnya minta agar mas Sapto menceraikan mbak Retno.”
“Entah apa nanti yang terjadi. Semoga mas Sapto
berhasil menenangkan bapak, sehingga keinginan bapak bisa diendapkan,” kata
Budi sedih.
***
Ditinggalkan sendirian, Retno merasa hatinya juga
kacau. Ucapan Wahyudi sangat mengganggunya. Ia tak mengira Wahyudi masih
mencintainya. Ia juga tak mengira bahwa diantara Wahyudi dan Wuri ternyata
tidak ada ikatan apapun. Mereka hanya saling menyayangi layaknya saudara, bukan
kekasih, dan itu membuat Retno kembali diganggu oleh perasaan bersalah.
“Sendirian nDuk?”
Retno terkejut. Ayahnya tiba-tiba sudah ada di
dekatnya.
“Bagaimana keadaanmu?”
“Baik Pak.”
“Syukurlah. Bapak senang kamu sudah tampak sehat
setelah operasi.”
“Ya Pak. Ibu mana?”
“Aku tidak bersama Ibumu. Dia sedang sibuk memasak.”
“Ada yang pesan lagi? Minggu lalu itu, bu Sis senang
sekali dan merasa cocok dengan masakan ibu. Lain kali pasti pesan lagi.”
“Ya, tapi ibumu sedang memasak untuk syukuran. Ia
mengundang ibu-ibu kampung, hanya beberapa sih katanya.”
“Syukuran ….”
Syukuran karena kamu sudah melahirkan.”
“Oh, ibu kelihatan senang sekali.”
“Tapi Bapak datang kemari untuk memberi kamu saran
yang sangat baik.”
Retno berdebar. Ia masih ingat sebelum melahirkan. Bapaknya
bicara tentang bayi yang waktu itu masih dikandungnya.
“Saran Bapak waktu itu, harus kamu perhatikan
baik-baik. Anak kamu, lebih baik kamu serahkan kepada pak Siswanto.”
Retno tidak begitu terkejut, dia pernah mendengar
saran itu dari ayahnya.
“Bapaknya lebih berhak.”
“Nah, serahkan pada bapaknya, dia akan merawatnya
dengan baik bersama isterinya.”
“Tidak.”
“Retno, ini demi kebaikan kamu. Mertuamu tidak suka
sama kamu. Lebih baik kamu pergi.”
“Bersama anak Retno,” kata Retno tandas.
“Kamu tidak akan mampu merawatnya. Keluarga pak
Siswanto kaya raya, dia lebih bisa merawat anakmu.”
“Kaya atau miskin, seorang anak hanya akan bahagia
ditangan orang yang melahirkannya.”
Tiba-tiba pintu terbuka, dan Budi masuk dengan tergesa-gesa.
“Mbak, Qila hilang.”
Retno terhenyak, bangkit dari tidurnya dan lupa bahwa
masih ada infus terpasang di tangannya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteJuara lagi Jeng.... Siiip
DeleteSelamat jeng Dewi juara 1
DeletePenasaran siapa yg mau menculik bayinya Retno. Kori kah?
Makin seru nih ceritanya
Salam sehat bunda Tien
Selamat jeng dr. Dewi buanter tenan playune.
DeleteTerima kasih bu Tien.
Selamat malam salam sehat dan tetap ADUHAI, dari mBandung,
Bu dokter juara lagi, met...slamet
DeleteAlhamdulillah BM 33 sudah tayang
ReplyDeleteAduhai
Mtnuwun mbk Tien
ReplyDeletePuji Tuhan
ReplyDeleteHooooreee..... sugeng ndalu bu Tien, salam aduhai n sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdullilah BM 33 sdh tayang..terima kasih bunda Tien..slmt mlm slm istrhat dan slm sehat sll unk kel bunda..🙏🥰💞🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, BM33 sdh hadir, matur nuwun mbak Tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 33 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga Sehat selalu
Salam.*ADUHAI*
Ya Alloh ... semoga Aqila ketemu 😭
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien 🌹🌹🌹
Alhamdulilah bm sdh tayang tks bu tien ..makin menggemaskan ...tadi sdh ketahuan ada yg mau menculik kok bisa terjadi lagi...ini pasti ulah kartomo dan pak sis ...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien BM33 telah tayang..alangkah senangnya bisa baca lebih awal..😊
ReplyDeleteSalam ADUHAI selalu njih bun...
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya
ReplyDeleteQila hilang,,,, Wahyudi dimana.. Aduhaaii deh
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturvnuwun bu Tien
Alhamdulullah.Maturnuwun Mbak Tien kian seru BM 33.
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 33 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Gercep langsung baca tati tetap saja yg ke sekian
ReplyDeleteMakadih bunda salam dari tadikmalaya
Waw.. Semakin seru ceritanya, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu....
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang BM 33. Trimakasih bu Tien sehat selalu salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 32 sdh hadir
ReplyDeleteduuh siapa yg menculik Aqila ya?
Semakin seru dan penasaran cerita lanjutannya.
Terima kasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Salam sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteMakasij bu Tien.
Wow..joss..top markotop Bu cantik..makin seru.. salam sehat selalu dan bahagia Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteYa Allah Aqila.... smoga baik² saja.... terima kasih mbu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang, betul2 berdebaran embacanya, aduhai crita nya bikin dag Dig dug, terima kasih mbak Tien semoga sehat²
ReplyDeleteAlhamdulillah ...BM 33 dah tayang terima kasih Bu Tien selamat malam, selamat beristirahat..salam ADUHAI selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah,BM 33 sudah hadir, terima kasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien.BM makin membuat penasaran. Semoga Sapto dan Retno berakhir menjadi pasangan yg bahagia
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteKesalahan fatal telah dilakukan dengan menculik bayi di rumah sakit. Karena justru akan berhadapan dengan penegak hukum.
Mungkin Wahyudi yang tidak pernah bisa memiliki Retno. BUKAN MILIKKU.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah.. Trm ksh bu Tien. BM 33 SDH Tayang. Gasik.. Smg Sehat Slalu. Aamiin Yra
ReplyDeleteAduh, dimana Qila
ReplyDeleteApa diambil Yudivn diserahkan ke, Sapto
Maturnuwun, mb Tien
Salam manis nan aduhai
Yuli Semarang
Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSiapa yg menculik bayi retno? Kok hilang?
ReplyDeleteTerima kasih mbak tien sdh membuat penasaran para pembaca.
Salam sehat mbak tien.
alhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah .nuhun Bu Tien ..sehat selalu yaa
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien..BM33nya..
ReplyDeleteWadooh..Kori yg nyulik Qila tuh...spt mimpi Sapto..
Yudi..cinta mati Retno..
Rumiiit...
Jempol tenan bu Tien..👍👍👍
Tunggu lanjutannyaaa...
Salam sehat selalu dan aduhaiii haii..bu Tien..🙏🌷
Ditinggalkan sendirian, Retno merasa hatinya juga kacau. Ucapan Wahyudi sangat mengganggunya. Ia tak mengira Wahyudi masih mencintainya. Ia juga tak mengira bahwa diantara Wahyudi dan Wuri ternyata tidak ada ikatan apapun. Mereka hanya saling menyayangi layaknya saudara, bukan kekasih, dan itu membuat Retno kembali diganggu oleh perasaan bersalah.
ReplyDeleteYa iyalah.... masak iya dong.
Ya bingunglah.... bapaknya mata duitan sementara Sapto sudah mulai dekat dengan Retno.
Dengan hilangnya Qila, Retno pasti tambah kacau.....
Saksi mata Yudi & Wuri ada orang yang mengendap-endap mau nyuri bayi... Sabar menunggu lanjutannya.
Selamat malam dan selamat beristiorahat, bunda Tien....
Alhamdulillah, suwun bu Tien BM nya
ReplyDeleteSalam sehat selalu, selalu setia menunggu lanjutannya he he he he
Alhamdulillah
ReplyDeleteWaduh siapa yang ambil bayi rrtno.
ReplyDeleteTeroma kasih bu tien
Asslm alaykum, bu tien. Baca crita ini rasanya mau marah mbanting hp. Untung bulan ramadhan. Bukn karna sabar tp keingat bisa gak terbeli nanti. Harga2 lg ambyar. Trims ya bu tien. Yg rela gak puasa .... nulis. 😀 lemah teles, gusti allaah sing mbales.
ReplyDeleteAduh,...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Waduh kok.bisa ya..memang gak.ada yg jaga ruang bayi nya
ReplyDeleteSiapa ya, yg menculik Qila?
ReplyDeleteKori kah?
Makasih mba Tien.
Salam hangat selalu mba. Aduhai
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Assalamualaikum wr wb. Tindak kejahatan itu ada kalau ada niat dan kesempatan. Nah, wanita tadi sdh ada niat, tapi kesempatan dipatahkan dgn hadirnya perawat ke ruang perawatan bayi, yg didalamnya ada Qila. Lah, sekarang Qila hilang, patut diduga wanita tsb yg mengambilnya...krn sdh ada kesempatan, tapi siapa dia... Tunggu saja cerita selanjutnya yg semakin menarik. Maturnuwun Bu Tien, semoga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....
ReplyDeletekecanduan cerbungnya Bu Tien
ReplyDelete