ADUHAI AH 03
(Tien Kumalasari)
Desy berhenti melangkah. Rupanya Danarto tinggal
bersama seorang gadis yang entah siapa, tapi dia tak pernah mengatakan padanya.
Desy membalikkan tubuhnya dan melangkah kembali ke arah mobilnya. Tapi sebuah panggilan
membuatnya berhenti.
“Mbak … mau mencari siapa?” suara seorang wanita,
pasti gadis itu.
Desy menoleh.
“Maaf, salah alamat,” katanya kemudian masuk
ke mobilnya, dan dengan cepat menjalankannya keluar dari halaman.
Hesty, gadis itu menatapnya sampai mobil itu
menghilang di balik pagar.
“Gadis aneh. Kok bisa salah alamat sampai masuk ke
pekarangan orang,” gumamnya, kemudian ia masuk ke dalam rumah, lalu tak lama
lagi mengeluarkan kopor dan diletakkannya di teras.
Hesti bersiap pergi dari rumah Danarto, karena hari
itu ia sudah menemukan rumah kost yang tak jauh dari kampus.
Kemudian dia duduk di teras, menunggu Danarto yang
sedang berada di belakang karena tadi mengatakan kalau perutnya sakit sekali.
Ada rasa menyesal ketika menyadari bahwa dia harus pergi
dari rumah yang dianggapnya teramat nyaman itu.
“Karena rumah ini … atau karena penghuninya yang
menawan? Hush … Hesti, jangan memalukan seperti itu. Ingat, kamu seorang gadis.
Jaga sikapmu dan jangan menampakkan perilaku yang menunjukkan kamu tertarik
sama dia,” gumamnya dalam hati sambil memarahi dirinya sendiri.
Danarto keluar, sudah dengan pakaian rapi.
“Sudah siap? Nggak ada yang ketinggalan?”
“Siap Mas. Sudah sembuh, sakit perutnya?”
“Sudah lumayan. Mungkin karena kebanyakan makan sambal
tadi.”
“Mas Danar sih, makan soto sambalnya kebanyakan.”
“Nggak nyangka kalau sambalnya pedas sekali. Ayo kita
berangkat,” kata Danarto yang kemudian mengangkat kopor Hesti dan dibawanya
masuk ke dalam mobil. Hesti mengikutinya.
“Tidak ada yang ketinggalan?”
“Sepertinya tidak.”
Setelah Hesti naik ke mobil, Danarto kembali ke rumah,
untuk menguncinya.
***
“Maaf ya Mas, gara-gara saya, mas Danar jadi nggak
masuk kerja hari ini.”
“Nggak apa-apa, cuma sehari. Lagian tadi muter-muter
lama, baru ketemu tempat kost yang cocok.”
“Tapi Mas akan sering menengok aku kan?”
“Ya, kalau ada waktu.”
“Aku belum pernah tinggal disini, jadi tidak pernah
mengenal kota ini. Kapan-kapan Mas harus mengajak aku berputar-putar,” katanya tanpa beban.
“Ya, gampang,” jawab Danarto singkat.
“Tapi Mas Danarto kelihatan agak pucat lho. Masih
sakit perutnya?”
“Nggak, sudah lumayan. Nanti aku mau minum obat.”
“Kenapa tidak sekalian tadi minum obatnya.”
“Nggak apa-apa. Itu juga kalau nanti sakitnya tidak
mereda.”
“Oh iya, aku lupa kalau Mas Danarto itu seorang
dokter. Jadi pasti sudah tahu kapan harus meminta obat.”
‘Ya nggak selalu begitu. Dokter yang sakit juga ada.
Yang lupa minum obat juga ada. Dokter juga manusia.”
“Mas Danar jangan sakit ya? Kalau sakit, aku akan
merasa bersalah.”
“Kok gitu. Ini bukan salah kamu kok.”
“Salah aku dong. Gara-gara mencari tempat kost tadi,
mas Danar sampai lupa makan, lalu mampir di warung soto karena aku bilang ingin
makan soto, nah disitulah, karena kebanyakan sambal soto, perutnya jadi sakit
deh.”
“Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja.”
Danarto hanya mengantarkan Hesti sampai ke tempat
kost nya, kemudian langsung pulang. Ia merasa perutnya kembali melilit.
Begitu sampai di rumah, ia langsung mencari obat diare
dan meminumnya dua tablet sekali gus, kemudian kembali menguras isi perutnya,
dan masuk ke kamar untuk berganti pakaian, lalu membaringkan tubuhnya.
***
Desy sampai di rumah, langsung masuk ke dalam kamar.
Ia merasa heran, bayangan gadis cantik yang keluar dari dalam rumah Danarto
kembali terbayang, dan membuatnya gelisah. Dilihatnya Tutut sudah berbaring di
kamar dan pulas tertidur. Ia keluar, dan tak melihat siapapun. Tampaknya ayah
dan ibunya juga tidur. Begitu ia melewati meja makan, hidungnya mencium bau
yang menyengat, bau rujak.
“Mboook, ada rujak ya?” teriaknya.
“Iya Mbak, tadi mbak Tutut membawanya. Ada di dalam
kulkas, biar masih segar kalau mau dimakan lagi.”
“Hm, di dalam kulkas tapi baunya menebar ke mana-mana.
“Iya, tadi Mbak Tutut makan rujak di mangkuk itu, maaf
belum Simbok cuci.”
Desy membuka kulkas, mengambil mangkuk berisi rujak dan diletakkannya di meja makan. Desy mengambil mangkuk kecil dan menyendok
rujak itu beberapa sendok.
“Waah, segarnya. Simbok mau?”
“Nggak Mbak, tadi sudah diberi sedikit sama mbak
Tutut. Simbok nggak tahan, ada mangga nya asem banget, kecuali itu juga
pedasnya bukan main.”
“Enak dong Mbok.”
“Kalau Simbok masih muda mungkin suka. Sekarang sudah
tua, nggak tahan yang pedas-pedas, apalagi asem.”
“Simbok tadi masak apa?”
“Masak garang asem. Mbak Desy belum makan?”
“Tadi makan di kantin rumah sakit. Sekarang pengin
makan lagi mendengar Simbok masak garang asem.”
Simbok tersenyum senang.
“Simbok siapkan sebentar ya.”
“Iya Mbok.”
Dengan cekatan simbok menyiapkan makan untuk Desy.
“Mas Sarman mana?” tanya Desy ketika mulai menyendok
makanannya.
“Mas Sarman sudah pulang. Tadi menjemput mbak Tutut.”
“Ooh.”
“Katanya akan segera pindah kemari, rumahnya sudah di
kontrakkan,” terang simbok.
“Oh, bagus lah. Dirumah dia kan juga sendirian. Wah,
enak garang asemnya. Tapi kenapa ya Mbok, garang asem selalu dibungkus daun
pisang?”
“Memang garang asem itu harusnya dibungkus daun
pisang. Kalau dimasak dalam panci, sedapnya berkurang, rasanya juga beda.”
“O, gitu ya?”
“Ada juga yang malas membungkus, lalu memasaknya di
dalam panci, tapi dasar pancinya dialasi juga dengan daun pisang, jadi rasanya
tetap sedap.”
“Lain kali aku diajarin masak ya Mbok?”
“Iya, harusnya begitu, soalnya Mbak Desy kan sudah
saatnya berkeluarga. Kalau pintar masak, akan disayang suami.”
Desy tersenyum tipis. Tiba-tiba terbayang lagi seorang
gadis cantik yang keluar dari pintu rumah Danarto. Siapakah gadis itu? Mengapa
tadi dia buru-buru pergi dan merasa kesal melihatnya? Desy menghentikan
mengunyah makanannya, lalu meletakkan sendok dan garpunya.
“Kok sudah Mbak, tuh … nggak habis makannya. Katanya
enak?”
“Ternyata aku sudah kenyang Mbok. Maaf ya.”
“Mungkin karena tadi sudah makan.”
Desy berdiri setelah meneguk minumannya, kemudian
masuk ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya disamping Tutut.
Tutut menggeliat sebentar, tanpa membuka matanya,
kemudian memiringkan tubuhnya membelakangi kakaknya.
Desy menghela napas. Ia teringat kata-kata Tutut.
Kalau mas Danar digaet gadis lain bagaimana? Semula dia tak peduli, tapi baru
melihat gadis di rumah Danar saja hatinya sudah merasa kacau, gelisah tak
menentu. Tidaaak, jangan sampai aku jatuh cinta. Katanya dalam hati,
berkali-kali.
***
Danarto terbangun ketika hari sudah sore. Perutnya
sudah tidak lagi begitu melilit, tapi ia merasa badannya agak meriang.
Ia terbangun, lalu meraih ponsel yang diletakkannya di
nakas, dan sejak tadi tidak dibukanya.
Ia terkejut ada beberapa panggilan yang salah satunya
dari Desy. Danarto memukul dahinya pelan. Karena sibuk mengurusi tempat kost
untuk Hesti, ia lupa mengabari Desy. Ditambah badannya yang merasa kurang enak
sejak siang, ia jadi tak kepikiran untuk menghubungi Desy.
Danarto membaringkan tubuhnya lagi, dan mencoba
menghubungi Desy. Tetapi rupanya Desy mematikan ponselnya. Berkali-kali ia
mencobanya, tak berhasil. Ia melemparkan ponselnya begitu saja, karena merasa
badannya kedinginan.
“Aduh, aku demam. Pasti ada sesuatu nih,” pikir Danarto. Danarto
bangkit perlahan, mencari sesuatu di almari obat. Diambilnya obat turun panas
dan segera diminumnya. Ia tak sempat makan karena lupa untuk membeli makanan,
atau memang tak terpikirkan. Badannya terasa limbung, lalu ia kembali
membaringkan tubuhnya, dan menarik selimut tebal untuk menutupi sekujur
tubuhnya.
***
Pagi hari itu Desy melakukan tugasnya sambil terus
memikirkan Danarto. Ia mereka-reka kata apa yang akan diucapkannya ketika
bertemu nanti. Tapi sampai siang hari, dia tak juga melihat Danarto memasuki ruangannya, seperti biasa kalau mau mengajaknya makan siang.
Ketika keluar dari ruangannya, ia berpapasan dengan
Danis.
“Danarto sakit,” kata Danis.
Desy terkejut.
“Sakit?”
“Baru saja dia mengirim pesan, minta dikirimin obat.
Ia demam sejak kemarin.”
“Kenapa dia?”
“Nggak tahu jelasnya seperti apa. Aku mau kesana,
membawa ambulans. Kalau mungkin akan aku bawa saja agar dirawat disini.
Kasihan, dia sendirian dirumahnya, siapa yang akan merawatnya,” kata Danis
lagi.
Desy ingin mengatakan bahwa dia tidak sendirian,
karena dirinya melihat gadis di rumahnya kemarin, tapi diurungkannya.
“Danar tidak menelpon kamu?”
Desy menggeleng. Ia lupa, ponselnya dimatikan sejak
kemarin.
“Kok aneh, sakit tapi tidak mengabari kekasihnya,”
gumam Danis.
Desy merengut.
“Kamu mau ikut?”
Desy ragu. Gadis cantik itu terbayang lagi.
“Ayo, mobilnya sudah menunggu di lobi,” kata Danis
sambil berjalan ke arah depan.
Tak urung Desy mengikutinya.
***
“Sarman, almari di sebelah ruang makan itu bawa masuk
saja ke kamar kamu, biar ada tempat untuk buku-buku kamu itu,” kata Tindy
ketika membantu Sarman menata kamarnya.
“Apa tidak dipakai Bu?”
“Tidak. Almari itu kosong. Dulu tempat buku-buku Lala.
Sekarang tidak dipakai.”
“Minta tolong simbok kalau mau menarik almari itu
kemari," lanjut Tindy.
“Iya Bu, nanti gampang. Oh ya Bu, ini uang muka dari orang yang
mau mengontrak, katanya besok mau dilunasi,” kata Sarman sambil mengulurkan
sebuah amplop berisi uang.
“Mengapa kamu berikan sama Ibu? Bawa saja uang itu.
Tabung untuk keperluan kamu yang lain.”
“Saya sudah merasa cukup, kan ibu selalu memberi saya
uang saku.”
“Tidak Sarman, ini untuk tabungan kamu. Semua hasil
kontrakan itu milik kamu. Siapa tahu pada suatu hari kamu punya pacar, lalu
ingin memberikan hadiah untuk pacar kamu. Setangkai bunga misalnya,” canda
Tindy.
Sarman tersipu. Entah dari mana datangnya, wajah Tutut
lah yang terbayang. Sarman menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengibaskan
bayangan itu.
“Kamu kenapa?” tanya Tindy yang heran melihat kelakuan
Sarman.
“Ini Bu, saya merasa agak pusing.”
“Ya ampun Man, minum obat dulu sana, kamu kecapekan
mengurus rumah dan membawa barang-barangmu kemari.”
“Nanti saja bu, Saya selesaikan ini dulu, supaya
segera rapi.”
“Ini, bawa uangmu. Besok kamu masukkan ke bank saja, atau
tunggu sampai pengontrak itu melunasi bayarannya, baru kamu simpan di bank,”
kata Tindy sambil mengulurkan kembali amplop berisi uang yang tadi diserahkan
padanya.
Sarman ragu menerimanya, tapi Tindy memaksanya.
“Terima kasih Bu.”
Tindy keluar dari kamar Sarman, menuju dapur.
“Mbok, kalau sudah selesai, bantu Sarman menarik
almari yang didekat ruang makan itu ya.”
“Dibawa ke mana bu?”
“Ke kamar Sarman, biar bisa dipakai untuk menyimpan
buku-bukunya.”
“Biar Simbok tarik sendiri saja sekarang.”
“Memangnya Simbok bisa?”
“Dibawah almari harus ditaruh keset atau apa, supaya
mudah menariknya.”
“Iya, tapi kan Simbok tidak bisa sendirian, sebentar
aku panggil Sarman dulu.”
Tindy begitu heboh memperhatikan keperluan Sarman.
Biarpun dia anak tirinya, tapi kebaikan dan kepintaran Sarman membuatnya sangat
menyayanginya seperti anak sendiri. Haryo menanggapi semuanya dengan penuh
haru. Ia tak mengira Tindy bisa menerima Sarman yang anak tirinya, dengan
sangat baik.
“Sarman, kemari sebentar, simbok mau menarik almari
itu sekarang,” kata Tindy agak keras karena dia dari arah dapur.
Sarman bergegas keluar, dan kemudian bersama simbok ia
menarik almari yang dimaksud Tindy, kekamarnya.
“Asyiiik, Mas Sarman sudah jadi pindah hari ini?”
teriak Tutut yang baru saja masuk, dan langsung membantu menarik almari.
“Ini berat. Bekas almari mbak Lala.”
“Ya sudah, kamu nggak usah ikutan Tut, malah menambah
berat. Sudah, minggir," kata Tindy.
“Ini mau dipakai untuk tempat buku kan? Nanti aku bantu menata
bukunya, siapa tahu aku nemu buku yang aku butuhkan,” celoteh Tutut sambil
mengikuti ke kamar Sarman.
“Tut, ganti baju dulu, baru nanti bantu-bantu mas mu,”
tegur Tindy.
“Sebelah sini saja Mas, naa, menghadap ke arah sana,”
kata Tindy ikut mengatur.
“Iya, begini lebih bagus, tidak kelihatan memenuhi
ruangan. Sudah Mbok, terima kasih,” kata Sarman kepada simbok.
Tutut kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian, lalu
dengan bersemangat membantu menata buku-buku Sarman.
***
Sebuah taksi berhenti, dan Hesti turun dari dalamnya.
Ia kembali ke rumah Danarto, karena tas berisi jacket dan juga dompetnya
tertinggal di kamarnya.
Ia melihat mobil Danarto masih terparkir di halaman,
berarti Danarto ada di rumah. Barangkali sudah pulang dari rumah sakit, pikirnya.
“Aku memang ceroboh, sudah diingatkan masih juga ada
yang ketinggalan,” gumamnya sambil melangkah ke arah pintu.
“Untunglah mas Danar ada di rumah,” katanya sambil
membuka pintu.
Ia langsung masuk ke kamar dimana semalam ia tidur di
dalamnya, dan membawa keluar tas yang dicarinya.
“Mas Danaaar.” Teriaknya.
Ia melewati kamar Danarto dan melihat pintunya sedikit
terbuka. Ia melongok sedikit ke dalam.
“Aduh, mas Danar tidur? Aku bangunin saja lah, kan aku
ditungguin taksi,” katanya sambil membuka pintu perlahan.
“Lho, siang-siang pakai selimut? Mas,” panggilnya
pelan sambil mendekat. Danarto diam, mata yang semula terpejam sedikit terbuka.
“Kok siang-siang tidur sih Mas?”
“Kamu … ngapain.”
“Tas ku tertinggal di kamar, sudah aku ambil. Mas
sakit ya?” katanya sambil memegang dahi Danarto.
Saat itulah tiba-tiba Desy masuk, tertegun melihat
gadis itu lagi.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah ... Syukron Mbak Tien yang selalu *ADUHAI* 😊🌹🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteAkhirnya berhasil juga Juara 1
Selamat jeng Susi.
Matur nuwun bu Tien Ad..Ah_03 sdh tayang salam sehat tetap semangat
Salam ADUHAI dari mas kakek mBandung
Sahabat2 WAG PCTK & para blogger
DeleteMohon bantuan koment & like Anda, para penggemar cerbung bu Tien.
Setangkai Mawar Buat Ibu, sedang tayang di NOVELTOON, sampai saat ini baru sampai episode 5.
Ayo kunjungi noveltoon dan jangan lupa ya komen dan like nya.
Salam kenal buat jeng Willa Lydia Sulivan dari Boston, dari Kakek Habi Bandung. Semoga Anda selalu sehat wal'afiat.
DeleteGimana jika gabung ke WAG PCTK?
(WA grup Penggemar Cerbung Tien Kumalasari) saya tunggu di +62851 0177 6038.
Alhamdulillah....
DeleteMtrnwn bu tien
Nah gitu Jeng Susi ikut balapan
DeleteSelamat ya.... Juara 1
Horeee...AA03 sudah muncul. Naaah..makin kebat-kebit lagi nih Desi. Sabar nduk..cinta sejati memang harus diuji dan diperjuangkan. Hesti yang naif main slonong saja bikin situasi jadi genting. Laiiizzz
DeleteMaturnuwun mbak Tien
Makasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah, selamat melaksanakan ibadah Ramadhan bunda Tien 🙏
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah..seri 3 tayang aduhai
ReplyDeleteAH
ReplyDeleteKshn Desy disitu ada Hesti oooh Hesti yg udah lgsg ada deh ma Danar
Hadeeh gak tau deh pokoknya tetap aj
ADUHAI...
Mksh bunda Tien moga ttp sehat tum smw
Aamiin
Hoooreee... sangu bobok
ReplyDeleteIbu nani pancen oyo monggo tayang eh dibuka bener2 tayang matur nuwun butien dan bu nanik bubar taraweh iso moco iki lo aduhsi 03 yg gemeske tenan
ReplyDeleteAlhamdulillah AA3 telah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun mb Tien, salam sehat dan bahagia selalu
Naaah ...Afuhaai aaah .. xixixi mtr (nwn mbak Tien salam.sehat bahagia dr Kota Magelang
ReplyDeleteAlhamdullilah AA 03 sdh tayang..terima kasih bunda Tien..slm sehat dan tetap Aduhai sll dri skbmi🥰🙏🌹
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah berkunjung.
ReplyDelete...dan mulailah api cemburu membakar hatinya. Makanya jangan lama-lama menimbang, bisa disalip di tikungan.
Salam sehat penuh semangat mbak Tien yang ADUHAI AH.
Terimakasih Bunda Tien, selamat melaksanakan ibadah ramadhan
ReplyDeleteSehat2 selalu ya Bun...
Bun maaf nanya klu. Mau beli novel karya bunda gimana caranya....
WA saya 082226322364
DeleteIbu Alfes
Buat jeng Alfes, tolong jika baca komen saya, ditunggu bu Tien WA 082226322364 atau hubungi saya 085101776038 kakek habi.
DeleteTrimakasih bunda A A sdh tayang
ReplyDeleteApapun itu lika likunya yg penting nanti Danar tetep sama Desi.
Aduhaiii Ahhhh......
Alhamdulillah
ReplyDeleteWow..asyik..memang top judulnya aduhai.. mantab Bu cantik... salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteAlhamdulilah...aduhai dah hadir....matur nuwun bunda Tien....
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 03 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
ADUHAI..sudah mulai berdebar-debar ini.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..
🙏
Terima kasih Bunda , Aduhai 03 udah tayang , salam sehat dr Pasuruan
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah sdh hadir AA03, salam sehat selalu buat bunda Tien,juga salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, Aduhai Ah Eps 03 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat, salam hangat dari Tangerang
alhamdulillah aduhai ah sudah hadir
ReplyDeletematurnuwun🙏
Alhamdulillah ..terima kasih bu Tien ..
ReplyDeleteSehat selalu..mulai kita di buat melo drama hesti lah gara2nya Desy ngambek dan putus deh ..pelakor mulai deh ..aah salah Desy kelamaan ..Danar apa sama dgn Haryo bpk nya
Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien AA3..salam ADUHAI dan sehat selalu beserta keluarga
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 03 telah tayang, terima kasih mbak Tien, salam sehat dan semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
ReplyDeleteJeng Willa Boston. Semoga Anda membaca tulisan saya ini.
ReplyDeleteAtau japri saja ke +6285101776038.
Ada kesulitan komen di tienkumalasari22.blogspot.com ?
Mestinya jika bisa masuk, bisa baca, bisa komen juga "papan putih" tempat menulis komen. Kenapa ya nggak bisa??
𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 ...𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐩𝐬 03 ...𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭² 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮..🙏🙏
ReplyDeleteDuuuh...Desy kok ya ketemu lagi sm Hesti yaaa...
ReplyDeleteTp tenang Des...bikan siapa2nya masDanarmu...trus msh kecil..br mau kuliah..hehe..
Trimakasih bu Tien AA03nyaa..
Salam sehat dan aduhaiii..🙏🌹
Alhamdulillah ADUHAI AH 03 dah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien smoga sehat2 sll
Klu melihat judulnya AA kayanya tetap Desy dan Danarto jodohnya... Spt kata mb Wiwik Suharti apapun lika likunya tetap Desy jodohnya Danar... Smg bgtu endingnya ya mb Tien. Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk🤗
ReplyDeleteAlhamdulillah Aduhai sdh tayang..terima kasih bu Tien..salam sehat dan semangat
ReplyDeleteAlhamdulillah Aduhai Ah sdh tayang lagi..terima kasih bu Tien..salam sehat dan semangat selalu
ReplyDeleteMunculnya Hesty, dimulainya konflik batin Desy. Semoga endingnya, ttp 2D ya bu Tien? 2D=Dedy-Danarto
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, makin aduhai ah .....
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu.
Lah dimulainya konflik! Desy pasti cembekur.... Ayo bu tien dilanjut lg ceritanya
ReplyDeleteNah loe Desy he..he....Hesty itu ya ngapain sih main nylonong aja ...he...he
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien yg pandai mengaduk aduk hati pembaca nih semoga sehat2 selalu amin.
Mbak Tien memang pintar menjaga konflik sehingga cerita jadi menarik...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteLho Hesti kembali ke rumah Danar mengambil barang yang tertinggal; la kok malah cublak cublak suweng pas Desy melihatnya, habis sudah hati ini terasa umêp sampai menguap ke ubun-ubun.
ReplyDelete"Lho mbak tadi siang kesini kok katanya salah alamat", Hesti bercelotèh.
Oo ketahuan ada rasa khawatir rupanya, Desy bingung mau gimana lagi; nggak enak sama Dinar kalau melarikan diri, berangkat bareng pulangnya sendirian.
Dengan begitu Sarman bebenah kamar untuknya setelah rumah tempat tinggal nya ada calon penghuni baru.
Ya udah tiap hari bisa ketemuan sama Tutut yang ceplas ceplos ngomongnya nggak mboseni.
Tindy lama lama kuatir juga seringnya Tutut minta diantarkan Sarman kemanapun pergi, gimana nich.
Kelamaan bahkan mungkin terlambat karena Haryo masih berkutat primbon dinå pengapesan, masih kuatir kalau Sarman masih membenci pada siapapun yang tega meninggalkan dirinya dan ibunya, berusaha bertahan hidup.
Nah lho sama dengan Desy tuh masih aja pakai -jangan-jangan nanti.-
Ikutan buka primbon aja Desy, sama seperti Haryo jadi berlama-lama.
Yaah telat sudah kebanyakan angan beterbangan bikin runyem.
Terimakasih Bu Tien,
ADUHAI AH yang ke tiga sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku;
Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Rintooo
DeleteCublak2 suweng, suwenge ting gelenter... hahaaa.. crigis ah
Eh.. kok jadi Rinto...
DeleteNanaaaang.. aduh ..
Iya Bu Tien
DeleteNganti di kangeni, saya sudah gemrobyos keponthal ponthal ngejar Rinto, belum kecandak.
Belum ketemu sama Rinto Bu Tien,
Kemana ya..,
Terakhir pergi ke Sibolga.
Mudah mudahan segera ketemu..
Desy,sabar ya. Mknya jawab dong permintaan Danar. Sek was2 ya
ReplyDeleteTp Hesti mgkn baik kok
Mb Tien, jadiin Desy n Danar ya
Salam manis nan aduhai ah
Yuli Semarang
Terima kasih bu tien, semoga ibu sehat selalu .... makanya komunikasi itu sangat penting.... desy tambah galau .... salam aduhai bu tien
ReplyDeleteKebat kebit dah Desi..
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu
Assalamualaikum wr wb. Desy pastinya kelabakan jika Hesti tanya lho mbak kok kesini lagi, katanya kemarin salah alamat.. Hayo mau jawab apa... Tunggu saja ah, lanjutannya...Maturnuwun mbak Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteCommen2 dar pctk emang lucu2 enak dibaca komenxa bikin nguyu mesem apalagi nanti muncul anak tiri p harjo yg 2 wanita yg itutuh muncul ngrecokin danar dan bpk tirixa p harjo wis tambah ramai sisan iki hehehe
ReplyDelete