Tuesday, April 19, 2022

ADUHAI AH 02

 

ADUHAI AH  02

(Tien Kumalasari)

 

Danarto mendekati teras rumahnya, perlahan, dan ketika menaikinya, gadis yang semula duduk diam kemudian berdiri. Danarto tak tahu, siapa gadis itu. Wajahnya cantik, tubuhnya semampai, berpakaian sederhana tapi tampak manis. Ia tersenyum ke arah Danarto sambil menatapnya lembut. Danarto terpaku ditempatnya berdiri. Ia terus mengingat-ingat, siapa gadis itu, yang seakan sudah mengenalinya.

“Mas Danarto,” sapa lembut itu terdengar seperti menggelitik telinganya.

Danarto menatapnya. Ia belum teringat juga.

“Mas Danarto lupa sama saya? Saya Hesti.” Gadis itu menerangkan. Sekilas Danarto pernah mendengar nama itu, tapi lupa dimana.

“Hesti Nurani,” lanjutnya.

Danarto masih menatapnya. Celakanya susah sekali menangkap nama itu datangnya dari mana dan kapan mereka bertemu.

“Ingat bu Sriani?”

Danarto kemudian ingat, sahabat ibunya ketika masih sekolah dan sering diceritakan padanya. Mereka jarang bertemu karena kemudian bu Sriani pindah ke Surabaya, lalu bertahun-tahun kemudian juga belum pernah bertemu lagi. Tapi ketika ibunya meninggal, ia tahu bu Sriani datang melayat. Tidak lama, kemudian langsung kembali ke Surabaya. Ia bersama … haaa … gadis ini yang bersama bu Sriani waktu itu. Agak berbeda sih, itu tiga tahun yang lalu, dan tentunya waktu itu masih seorang gadis kecil.

“Kamu … gadis itu?”

Sekarang senyuman Hesti melebar, merasa lega karena Danarto mengingatnya.

“Kamu dari Surabaya?”

“Ya, Mas.”

“Sendiri?”

Gadis itu mengangguk. Danarto mempersilakannya duduk, lalu dia duduk di depannya.

“Ada keperluan di kota ini?”

“Saya diterima kuliah di kota ini.”

“Oh …”

“Ibu menyuruh saya menemui Mas Danar.”

“Mm_maksudnya … mau … tinggal disini ? Tapi aku .. eh … maaf, aku tidak bisa menerimanya, kan … aku tinggal sendirian disini, jadi … nggak enak kalau …”

“Iya, saya tahu. Saya tidak ingin tinggal disini, tapi Mas Danar barangkali … bisa mencarikan tempat kost … yang dekat dengan kampus … sehingga …”

“Baiklah … baiklah, aku mengerti. Sebentar … aku buatkan minum,” kata Danarto yang kemudian beranjak membuka pintu rumah, kemudian masuk ke dalam.

Hesti duduk menunggu. Ia senang bisa bertemu Danarto, yang kemudian diam-diam dikaguminya.

“Hm, ganteng, berwibawa. Kata ibu dia seorang dokter, dan ibu juga senang kalau aku bisa berjodoh dengannya. Aduh, itu kan gurauan ibu ketika aku mau berangkat. Sekarang aku benar-benar sudah bertemu dengannya, dan dia memang menarik sih. Aduh, malu aku pada diriku sendiri. Nggak pantes juga cewek naksir cowok duluan. Senang barangkali kalau bisa tinggal bersamanya. Hiih, ngaco. Itu memalukan, tahu!” batin Hesti yang berkecamuk memenuhi kepalanya. Tapi lamunan itu terhenti ketika Danarto keluar dengan membawa botol minuman yang kemudian diletakkan di meja.

“Silakan diminum dulu,” katanya sambil duduk.

“Terima kasih,” jawab Hesti sambil meraih minuman yang tutupnya sudah dibuka terlebih dulu oleh Danarto.

Danarto tersenyum, melihat gadis itu tampak kehausan.

“Sudah lama menunggu disini?”

“Lumayan, sekitar dua jam.”

“Wah, maaf ya, aku tadi mampir-mampir juga. Mampir ke masjid, mampir makan. Oh ya, kamu sudah makan?”

“Mm … belum, tapi nggak apa-apa, tadi sudah makan roti di jalan.”

“Akan aku pesankan makan ya. Mau makan apa?”

“Jangan merepotkan.”

“Tidak. Akan aku pesankan sebentar. Nasi gudeg ya, atau nasi liwet?”

“Terserah mas Danar saja,” katanya kemudian, tersipu, karena sesungguhnya dia memang lapar.

Danar memesankan makanan melalui pesan online, kemudian dia masuk ke dalam.

“Dia baik banget. Apa aku terlihat lapar ya, sehingga dia kemudian menawarkan makanan. Memang sih aku lapar, kan sejak siang aku belum makan?” gumamnya lirih. Ia juga merasa letih. Kemudian disandarkannya tubuhnya di kursi itu. Hari sudah malam, dan duduk di teras membuatnya ke dinginan. Angin malam yang menerpa hampir membuatnya menggigil. Ia mengambil jacket yang ada di dalam tas nya, lalu dipakainya.

Danarto keluar dan tersenyum melihat Hesti sudah memakai jacket.

“Maaf, ayo masuklah, udara sangat dingin,” katanya sambil mempersilakan masuk. Hesti mengikutinya.

Rumah itu memang tidak begitu besar. Kamar tamunya tampak bersih dan rapi. Rupanya walau seorang pria tapi Danarto rajin menata rumahnya. Diam-diam Hesti mengagumi tatanan ruang tamu itu. Ia melihat ada bunga mawar dari plastik yang tampak bersih di atas meja kecil di sudut ruangan. Ada foto  Danar bersama ibunya terpampang di dinding.

“Aku sudah membersihkan kamar itu. Untuk malam ini, tidurlah disini. Besok aku akan mencarikan tempat kost yang tidak jauh dari kampus.”

“Terima kasih Mas.”

“Langsung masuk ke kamar saja, barangkali ingin mandi dan berganti pakaian, sambil menunggu pesanan makanan,” kata Danarto mempersilakan. Hesti mengikutinya.

Kamar itu kecil. Tapi bersih dan rapi. Ada tempat tidur agak besar yang sudah dialasi dengan seprei yang tampaknya belum lama di gelar. Seprei dan sarung bantal berwarna biru muda yang cantik.

“Ini dulu kamar almarhumah ibuku,” kata Danarto menerangkan.

Hesti mengangguk sambil meletakkan kopor yang dibawanya disamping tempat tidur.

“Itu kamar mandinya, dan silakan beristirahat dulu,” kata Danarto sambil keluar dari sana.

Hesti mengangguk. Kalau pantas, ingin rasanya ia minta agar diijinkan tinggal di rumah ini saja. Tapi kan Danarto keberatan. Pria itu terlalu santun untuk membiarkan seorang gadis tinggal bersamanya, sementara dia kan masih bujangan.

***

“Kemana saja kamu tadi?” tanya Desy kepada Tutut, ketika mereka berdua sudah berada di kamar. Mereka tidur satu kamar. Tutut tak pernah mau tidur sendiri.

“Beli buku, kemudian aku ditraktir bakso sama mas Sarman.”

“Hm, enaknya. Kenapa aku nggak dibawain?”

“Mbak Desy nggak bilang sih.”

“Kamu juga nggak bilang kalau mau beli bakso.”

“Tiba-tiba saja pengin. Eh, aku yang ngajak, mas Sarman yang bayarin.”

“Iya dong, malu cowok ditraktir cewek.”

“Iya juga sih.”

“Lain kali kalau ngajakin, kamu bilang dulu, mas kali ini aku pengin mentraktir, jadi biarkan aku yang bayar ya, gitu lhoh.”

“Memangnya Mbak juga begitu, kalau pengin mentraktir mas Danar?”

“Ah, mau tahu saja.”

“Yeey, tuh kan, saatnya ditanya nggak mau jawab. Tapi kalau pacaran sudah lama tuh kan nggak apa-apa ya sesekali mbayarin makan.”

“Siapa yang pacaran?”

“Lha mas Danar itu bukannya pacar Mbak?”

“Bukan."

“Bertahun-tahun bersama, bukan pacaran? Bapak sampai bertanya tadi, bagaimana hubungan Mbak sama mas Danar.”

“Biasa saja. Kami berteman dekat, jalan bareng, makan bareng, kerja juga kebetulan satu rumah sakit, tapi bukan pacaran.”

“Aneh.”

“Kok aneh?”

“Mas Danar itu kelihatan banget kalau sangat mencintai Mbak Desy.”

“Aku belum berani jatuh cinta.”

“Sudah jatuh cinta ‘kali, cuma saja malu mengakui.”

Desy menghela napas panjang. Ia selalu bertanya pada dirinya, apakah dia mencintai Danarto? Tapi seperti selalu dikatakannya, ia takut. Bukan takut mengakui,, atau malu, tapi takut benar-benar mencintai.

“Nanti kalau tahu-tahu mas Danar digaet cewek lain, baru tahu rasa,” kata Tutut sambil memeluk gulingnya.

“Iih, kok nyumpahin sih.”

“Bukan nyumpahin. Hal itu bisa saja terjadi lhoh. Mas Danar itu kan ganteng, pintar, baik hati. Nggak mungkin dong kalau nggak ada yang naksir.”

Desy diam. Ia belum bisa membayangkan, bagaimana kalau Danar benar-benar digaet cewek lain seperti kata adiknya. Mungkin tak peduli, tapi mungkin juga sakit hati.

“Ketakutan jatuh cinta itu tak beralasan. Jangan bercermin kepada sesuatu yang Mbak pernah lihat dan yang tidak menyenangkan. Nasib seseorang itu kan tidak sama. Bisa jadi beruntung, tapi mungkin juga tidak beruntung. Dikhianati, ditinggal selingkuh.”

“Heeeehhh, cerewet, kamu kok tiba-tiba seperti nenek-nenek sih. Tahu aja tentang cinta.”

“Barusan baca sebuah novel. Tentang seorang gadis yang menolak cinta seorang pria, tapi ketika pria tersebut kemudian menikah dengan gadis lain, dia menyesalinya.”

Desy termenung.

“Jangan pernah meragukan cinta mas Danar. Dia baik kok. Jangan sampai Mbak menyesalinya.”

Desy menutup matanya sambil membalikkan tubuhnya membelakangi adiknya. Tutut diam, lama-lama kantuk juga menyergapnya.

***

Hari itu Desy sudah selesai praktek. Saatnya istirahat dan makan siang, tapi seharian dia tak melihat Danarto. Biasanya Danarto masuk ke ruangannya lalu mengajaknya makan, tapi sampai lewat jam makan, Danarto belum tampak juga.

Desy berdiri, lalu melangkah ke ruang Dararto berpraktek, tapi yang ada diruangannya adalah dokter Danis.

“Danar tidak masuk hari ini, aku yang menggantikannya,” kata dokter Danis.

“Oh?”

“Dia tidak menelpon kamu?”

Desy menggeleng.

“Sakit barangkali. Tadi dia hanya bilang bahwa aku diminta menggantikannya.”

“Oh, baiklah. Terima kasih.”

“Mau makan bareng aku?” dokter Danis menawarkan.

“Di kantin?”

“Terserah kamu saja.”

“Baiklah, di kantin saja.”

Lalu keduanya makan berdua di kantin. Tapi selama makan itu Desy selalu memikirkan Danarto. Desy mencoba menelponnya, tapi tidak diangkat.

“Benarkah dia sakit?” gumamnya pelan.

“Khawatir ya?” goda dokter Danis.

“Bukan. Kemarin dia baik-baik saja,” tukas Desy.

“Penyakit terkadang datang tanpa permisi. Sekarang merasa sehat, sorenya jatuh sakit.”

“Iya juga sih.”

“Telpon saja dia.”

“Sudah, tidak diangkat.”

“Kalau begitu ada baiknya di samperin ke rumahnya. Mau aku antar?”

“Tidak, terima kasih. Gampang, nanti aku mampir ke sana.”

“Syukurlah.”

Dokter Danis adalah dokter penyakit dalam, seperti juga Danarto, tapi Danis sudah berkeluarga. Dua tahun lalu dia menikah dan sudah di karuniai seorang anak. Dulu Danis pernah menyukai Desy, tapi ia melihat Desy sudah sangat dekat dengan Danarto, jadi dia merasa lebih baik mundur saja. Lalu dia menemukan seseorang, bukan dokter, tapi kemudian merasa cocok dan kemudian menikahlah mereka.

“Kapan kalian menikah?” pertanyaan Danis mengejutkannya.

“Apa?”

“Sudah lama kalian pacaran. Kapan menikah?”

Setiap orang mengira Desy dan Danarto pacaran, tapi Desy selalu mengingkarinya. Ia tak ingin disebut pacaran.

Karenanya Desy hanya mengangkat bahu mendengar pertanyaan itu.

“Jangan lama-lama pacaran. Nungguin apa sih? Kalian sudah sama-sama cocok, serasi. Teman-teman sudah pada menunggu undangan pernikahan kalian lhoh.”

Desy tersenyum tipis, tapi manis. Dulu Danis sangat mengagumi senyuman itu.

“Serius Des. Segeralah menikah,” ulang Danis.

“Doakan ya.”

“Pasti aku doakan. Lihatlah aku. Aku sudah punya seorang anak, dan itu sangat membahagiakan. Anak itu adalah karunia dari sebuah pernikahan. Kamu harus segera menyusulnya.”

Desy hanya mengangguk-angguk. Begitu selesai makan, Desy kembali menelponnya, tapi  belum juga Danarto mengangkatnya. Desy mulai merasa gelisah.

Lalu dia merasa heran pada hatinya. Mengapa gelisah hanya karena tidak tahu apa yang terjadi padanya?

***

Siang itu Sarman datang dan menemui Haryo dan Tindy yang sedang makan siang bersama. Desy dan Tutut belum pulang.

“Sarman, ayo makan sekalian.”

“Saya nanti saja Bu.”

“Sudah, nanti … nanti … selalu begitu kalau disuruh makan. Kamu belum makan kan?”

“Ayolah,” kata Haryo memaksa.

Akhirnya Sarman menurut, duduk didepan mereka.

“Kamu tidak kuliah?” tanya Haryo.

“Tidak, saya mengurus rumah, yang kebetulan ada yang berminat mengontrak.”

“Bagus. Akhirnya kamu mau. Tidak usah mencari harga tinggi, yang penting ada yang mengontrak, sehingga ada yang merawatnya. Kecuali itu, rumah disini cukup besar, mengapa kamu tidak mau tinggal disini?” sambung Haryo.

“Bertahun-tahun aku memintanya, dia tidak mau juga, sykurlah sekarang kamu bersedia,” sambung Tindy.

“Saya takut lebih menyusahkan.”

“Kamu itu sudah seperti anakku sendiri, jadi jangan sungkan,” kata Tindy lagi.

“Ya Bu.”

“Oh ya, hari ini Tutut pulang jam dua. Tadi aku janji mau menjemput dia, tapi karena ada kamu, kamu bisa kan menjemputnya?” tanya Haryo.

“Iya, dia tidak membawa mobil karena bareng temannya,” sambung Tindy.

“Baiklah, setelah ini saya akan menjemputnya.”

“Bawa mobilku saja ya Man.”

“Baik pak.”

***

“Mas, ada baiknya kita segera mengatakan pada Sarman, bahwa Mas adalah ayah kandungnya,” kata Tindy ketika sedang santai diruang tengah setelah makan.

“Jangan dulu. Kita cari waktu yang tepat,” kata Haryo.

“Kapan waktu yang tepat itu? Kita sudah merawatnya selama tiga tahunan, dia berhak tahu.”

“Nanti saja setelah selesai kuliah.”

“Kenapa sih Mas.”

“Aku takut dia membenci aku.”

“Masa dia akan membenci ayahnya sendiri?”

“Dia pernah bilang bahwa sangat membenci ayahnya karena telah meninggalkan ibunya sejak dia masih dalam kandungan.”

“Dia kan sudah dewasa, aku yakin dia akan mengerti.”

Haryo menghela napas berat.

“Ya, tapi nanti dulu, tunggu dia selesai kuliah.”

“Mas sangat takut dia membenci Mas? Bukankah selama ini kita telah berbuat baik sama dia, dan membekali hidupnya dengan menyekolahkannya ke jenjang yang lebih tinggi?”

“Iya.”

“Dia akan mengerti, dan tak mungkin akan membenci ayahnya yang telah menebus kesalahannya dengan merawatnya sabaik itu.”

“Takutnya, setelah mendengar tentang hal itu, sementara kuliahnya belum selesai, kemudian dia marah dan mogok tidak mau melanjutkan kuliahnya, bagaimana?”

Tindy kemudian mengerti. Memang benar, hal itu bisa saja terjadi.

“Baiklah, kemungkinan di tahun depan dia sudah akan selesai. Anak itu memang sebenarnya pintar.”

“Benar. Jadi kamu setuju kan, membuka rahasia ini setelah dia selesai kuliah?”

“Ya, aku bisa mengerti. Baiklah.”

***

“Kok mas Sarman yang jemput aku?” tanya Tutut ketika melihat Sarman yang menjemputnya.

“Bapak yang meminta aku menjemput. Tidak apa-apa kan?”

“Ya tidak, bagi aku sama saja, yang penting dibawa pulang.”

“Iya lah, masa aku akan membawa kamu lari?”

Tutut tertawa lebar, kemudian masuk ke dalam mobil.

“Beli rujak dulu yuk,” ajak Tutut.

“Rujak? Kayak orang ngidam deh.”

“Memangnya yang boleh makan rujak cuma orang yang lagi ngidam?”

“Iya juga sih.”

“Udara sangat panas, enaknya makan rujak.”

“Baiklah, tuan puteri,” kata Sarman bercanda.

“Terima kasih, pangeran …” Tutut balas bercanda.

“Kok pangeran sih?”

“Disamping tuan puteri pastilah pangeran dong, nggak mungkin tukang kuda.”

“Bisa saja tukang kuda. Tukang kuda yang beruntung, dan bisa menjatuhkan hati tuan puterinya.”

“Wah, kalau itu adanya di dalam dongeng. Dongeng ibu sebelum kita tidur. Ya kan?”

“Iya benar. Lalu tukang kuda itu mendapat hukuman dari raja, karena berani jatuh cinta sama sang tuan puteri.”

“Dan puteri itu melarikan diri karena cintanya dihalangi oleh ayahandanya.”

Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak.

“Kok dongengan kita bisa klop sih.”

“Biasanya begitu alur sebuah dongeng. Lalu tuan puteri dicolong oleh raksasa, dan raja mengadakan sayembara, siapa yang bisa merebut kembali akan dinikahkan dengan sang puteri,” kata Sarman.

“Dan tukang kuda lah yang berhasil menyelamatkannya, lalu keduanya dinikahkan,” sambung Tutut. Lalu keduanya terkekeh bersama, sampai kemudian sampai di warung tukang rujak yang diinginkan Tutut.

***

Desy berhenti di halaman rumah Danarto dengan hati berdebar. Mobil Danarto ada di halaman, dan rumahnya terbuka.

“Berarti dia tidak sakit,” gumamnya lega.

Desy terus melangkah mendekati rumah, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis keluar dari pintu.

***

Besok lagi ya.

61 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah,
      Mb Iyeng lali karo alu to?
      Kita kan teman sekolah
      Aku pernah ke rumah njenengan...di Bendan to?

      Delete
    2. Jeng Iyeeeng... Juaranya


      Mtnuwun mbk Tien, Aduhai Ah...

      Delete
    3. Selamat jeng Iyeng....itu lho ada yang nyapa njenengan.....
      Wis ngilang jeng Wiwik beliaunya mungkin asyik baca....


      Alhamdulillah .....
      ADUHAI ...AH episode_02 sdh tayang, terima kasih bunda Tien Kumalasari.
      Salam sehat.

      Delete
    4. Mbak Wiwik Nur Jannah...yuk WA nan saja ben jelas. Hub aku di 08179226969. Maturnuwun...

      Delete
  2. Replies
    1. Sami2
      Sithik men Nanaaaang, kok ra crigis

      Delete
    2. Ha ha ha ha,

      Rupanya takut kehilangan;
      Haryo takut kehilangan anak lanang.

      Keterlambatan memberitahu?
      Haryo nggak pรฉdhรฉ. Kalau Sarman itu darah dagingnya, takut Sarman ngamuk.

      La Desy senengnya ngambang kalau ditanya soal hubungannya sama Danarto,
      Hari itu rencana mencarikan kos kosan, untuk adik Hesti, dan Danar yang memang berkeinginan menjauh dari kesibukan; mematikan ponselnya, biar tidak mengganggu acara mencarikan tempat kos yang deket kampus.

      Nah membuat hati Desy gรชrah apa lagi semalam dikompori Tutut.
      Nah lho di rumah Danar ada gadis muda cantik lagi.

      Kremut-kremut Karo mrengut, ya udah balik kanan maju jalan gerak!

      Wuah Danar mbingungi ..

      Tutut ingat cerita anak-anak dongeng sebelum tidur, sampai terlelap, ngebayangin pangeran yang selalu ada untuknya mengawal sang putri, nggak tahu kalau Sarman itu kakaknya.

      Kelingan Adhit kelabakan dilarang sama Galang, lha wong Dina itu adiknya.

      Sing tuwa waรฉ ndadak pakรฉ menunda-nunda memberi tahu, iya tahunรฉ wis kadung di bacรชm.



      Terimakasih Bu Tien,

      ADUHAI AH yang kedua sudah tayang,

      Sehat sehat selalu doaku,
      sedjahtera dan bahagialah bersama keluarga tercinta
      ๐Ÿ™๐Ÿป

      Delete
  3. Alhamdulillah sdh tayang. Trimakasih bu Tien. Salam aduhai

    ReplyDelete
  4. Aduhai...selamat malam bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah dah tayang yg kutunggu tunggu mksh bu Tien smoga sehat sll

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah ADUHAI-AH 02 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, AA2 sdh tayang, matur nuwun mb Tien.
    Salam sehat dan bahagia selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  8. Mksh bu tien ...sehat selalu njih

    ReplyDelete
  9. Naahhh.... rame.... terima kasih mbu tien... sehat, semangat Aduhaaai ah....

    ReplyDelete
  10. Ah Desy kaget ada gadis cantik di rumah Danar,akan masukkah Desy ke rumah Danar atau balik lagi dengan cemburu nya? Besok lagi kita baru tahu ha ha ha Salam Aduhai mbak Tien.

    ReplyDelete
  11. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  12. Wow. Jos gandos..makin seru.. mantab.. makasih Bu cantik. Salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA ๐Ÿ™ mr wien

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah...
    sehat selalu bu Tien
    Aduhai ah
    ....๐Ÿ™

    ReplyDelete
  14. Hemt.....desi pasti akan pergi karena melihat hesti.....

    ReplyDelete
  15. Tks bu tien salam sehat.... mulai ada riak2 yg mengganggu ketenangan desy

    ReplyDelete
  16. Mbak Tien sayang, maturnuwun sudah menayangkan AA 02. Hm...belum-belum sudah ada salah paham nih gara-gara Hesti (dulu, ada lagu : Oo...oo Hesti, mengapa wajahmu mirip dia. Dia yang selalu kucinta...๐ŸŽต๐ŸŽต)
    Bakal seru nih..
    Dan, aha...awas tuh, Tutut dan Sarman sebentar lagi terlibat cinta terlarang karena ternyata saudara seayah.
    Masya Allah...ide cerita mbak Tien seperti sumber mata air yang tak pernah kering, mengalir terus dan dengan sangat murah hati dibagikan pada kita dan ribuan pembaca di luar pembaca blog ini, dibagikan entah ke berapa grup WA.
    Semoga menjadi amal jariyah mbak Tienku sayang...dan yang tega mencurangi seperti yang mengaku sebagai penulis "LASTRI", semoga punya iktikad baik untuk mengakui kesalahannya serta menyelesaikannya dengan cara yang terpuji. Aamiin
    Selamat berkarya mbakyuku sayang..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dia yg meninggalkan aku
      Pergi entah kemana

      Oooh Hesti....kau datang di kala aku rindu
      Rindukan belaian masih
      Yg kini telah jauh

      ADUHAI AH

      Delete
  17. Alhamdulillah, waduh.. Desy pasti cemburu dan salah paham ada cewek cantik di rumah dr.Danar, terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  18. Aah .. Naah... nan Aduhai .. hehehehe .. trimakasih mbak Tien .. aalam sehat bahagia mulia

    ReplyDelete
  19. Cerita baru. Semangat baru. Matur nuwun, bu Tien

    ReplyDelete
  20. Semoga Ibu Tien selalu sehat dalam lindungan Allah SWT
    Aduhai ....pasti Aduhai.....bikin penasaran pembaca...

    ReplyDelete
  21. Terima kasih banyak mbak tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  22. Mbak tien paling bisa membuat pembaca bingung. Bakal ada konflik antara danar dgn dessy. Bakal seru nih.

    ReplyDelete
  23. Puji Tuhan, AA02 sdh tayang tetap bikin penasaran.
    Semoga Desy tidak emosi apa lagi patah hati setelah melihat Danarto bersama Hesti.

    Monggo dilanjut aja ibu Tien, matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  24. Aduh... baru no 2 kok sudah seru, jangan jangan antar tutut dan sarman ada rasa ,,,๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ
    Duhai ,, ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ

    ReplyDelete
  25. Aduh...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  26. ๐€๐ฅ๐ก๐š๐ฆ๐๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฅ๐ฅ๐š๐ก...๐’๐ฎ๐ฐ๐ฎ๐ง..๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  27. Wahh, perasaan mulai harus siap diaduk-aduk bu Tien. Aduhaii ❤❤

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah.matur nuwun cerbungnya zenk Tie..sehat,semangaat,succealues sel

    ReplyDelete
  29. Waduuh...Hesti yg klr dr rmh tuh...
    Gmn perasaan Desy yaa...

    Trimakasih bu Tien..AA02nyaa...

    Salam.sehat dan aduhaiii...๐Ÿ™๐ŸŒน

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah ..trima kasih bu Tien dan Aduh nih cerita ahkir2nya pelakor tp semoga Saja Desy membuka diri u Danarto dan pengalaman liat Hesti ada di rumah Danarto puyeng kan ..di bilangin wah ..hayo yg Ada Danarto nantinya dekat dgn Hesti ..udah ngalah klu PHP trus Desy...lbh muda dan cantik

    ReplyDelete
  31. Cemburu tuh Desi.Makanya jangan digantung terus Danarnya.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  32. Ketika ada gadis lain yg akhirnya menarik hati Danarto jgn salah klubakhirnya berpaling? Ayo Desy klu jodohmu Danarto segera halalkan... Jgn smp Danarto keburu jatuh cinta sm Hesti yg cantik dan terpesona? Bgmn pula dg Tutut d Sarman jgn smp terjd incest? Mgknkah rmh Sarman yg akan dikontrak Danarto utk Hesti? Bener2 Aduhai bikin teka teki. Slm seroja utk mb Tien dan para pctk dmnpun berada๐Ÿค—

    ReplyDelete
  33. Lah Des Des klau sampai Danarto berpaling baru tau rasa kamu.....apa yg menjadi ketakutan mujatuh cinta akan terjadi...trims Bu Tien

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah, cerita baru "aduhai ah" makin aduhai saja ...
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  35. Bahasanya bu Tien heboh loh, kekinian bangetlah

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien yang makin ADUHAI
    Salam sehat selalu, SELAMAT BERPUASA ROMADHON 1443 H

    ReplyDelete
  37. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys,

    ReplyDelete
  38. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk ADUHAAIInya
    Betul2 aduhai,,, Sarman blm tahu tok kl anaknya Pak Haryo,,,piye,,๐Ÿคญ

    Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien ๐Ÿค—๐Ÿฅฐ

    ReplyDelete
  40. Aduhai ah! Judulnya unik sangat bun.
    Terima kasih ceritanya ya bun.
    Moga bunda tien beserta keluarga selalu diberikan kesehatan.

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah ADUHAI-AH 02 telah tayang, terima kasih mbak Tien,salam sehat dan bahagia selalu. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  42. ๐Ÿ’๐ŸŒน๐Ÿฅ€๐ŸŒบ๐ŸŒท๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ๐Ÿต️๐ŸŒป๐ŸŒผ๐Ÿ‚๐Ÿ๐Ÿ„๐ŸŒพ๐ŸŒฑ๐ŸŒฟ๐Ÿƒ☘️๐Ÿ€

    ReplyDelete
  43. Terima kasih bunda..Aduhai Ah 02 sdh tayang..slm sht sll dri skbmi๐Ÿฅฐ๐ŸŒน๐Ÿ’ž

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...