MEMANG KEMBANG JALANAN
33
(Tien Kumalasari}
“Sudah lega, berhasil ketemu Bapak?” tanya Danarto
ketika mengantarkan Desy pulang.
“Lega, tapi aku merasa Bapak agak kurusan ya? Wajahnya
juga tidak sesegar dulu.”
“Karena Bapak kan lagi sakit? Yah, meskipun bisa
beraktifitas, tapi sedang kurang sehat.”
“Dan tampak lebih tua. Jadi kesimpulan aku, Bapak
tidak bahagia. Tapi tampaknya Bapak enggan pulang ke rumah Ibu.”
“Belum tentu juga, mungkin juga mau, cuma belum mau
bilang.”
“Tidak tampak senang ketika aku menawarkan pulang.
Beratkah meninggalkan perempuan itu?”
Mungkin banyak pertimbangan.”
“Pertimbangan apa?”
“Banyak lah, diantaranya, sungkan karena sudah
mengecewakan.”
Desy terdiam. Masuk akal juga kalau sungkan. Ketika
pergi kan semua orang seperti mengumpatnya. Dan tak ada yang suka ketika Bapak
menghianati Ibu.”
“Mudah-mudahan Bapak bisa memilih yang terbaik untuk
hidupnya.”
“Aamiin.”
“Jam berapa besok Mbak Lala berangkat?”
“Katanya sih pagi.”
“Aku nggak bisa ikut mengantar ya.”
“Nggak apa-apa. Aku tahu itu jam sibuk kamu.”
“Tapi aku senang besok akan sering ketemu kamu. Kamu
mulai co-ass besok kan?”
“Besoknya lagi.”
“Iya, penginnya buru-buru sih,” goda Danarto.
“Ah ….”
“Kenapa ya, aku sekarang paling suka mendengar suara
‘ah’ kamu.”
“Iih, apaan sih, cuma gitu aja suka.”
“Memang iya.”
“Ah ….”
“Ehem, lagi … lagi ….”
“Nggak, udah .”
Danarto heran, mengapa gadis yang satu ini selalu
membuatnya gemas. Ia juga ingin selalu berdekatan, dan kangen kalau sehari saja
tidak ketemu.
“Rasanya aku benar-benar jatuh cinta,” gumamnya pelan,
seperti kepada dirinya sendiri, tapi Desy mendengarnya.
“Apa?”
“Aku … jatuh cinta ….”
“Sama siapa?”
“Ada deh ….”
“Jangan terburu-buru menilai perasaan kamu.”
“Kamu pernah mengatakannya. Tapi itu benar. Aku akan
membuktikannya.”
“Dengan apa?”
“Dengan berjalannya waktu. Rasa itu kan melekat
disini,” kata Danar sambil memegang dadanya.
“Terus … ?”
“Kalau benar cinta itu ada, maka ia akan tetap
disini.”
Desy terseyum. Ia suka mendengar celoteh Danarto yang terkadang
dinilainya terlalu berani. Tapi Desy tidak berani mengungkapkan perasaan hatinya sendiri. Bagaimana
kalau itu hanya rasa sesaat karena mendapat perhatian lebih? Aku tidak berani
mengatakan bahwa itu cinta. Kata batin Desy.
“Sayang sekali bulan depan aku sudah harus pergi ke
Jakarta. Tapi aku janji, setiap liburan aku pasti akan pulang untuk menemui
kamu.”
“Kamu harus menomor satukan pendidikan kamu, jangan
sampai ada apapun yang mengganggunya,” kata Desy tanpa berani menatap pria di
sampingnya. Cara memandang dia itu lhoh, bikin deg-deg an. Bagaimana kalau
jantungku copot? Lagi-lagi Desy hanya membatin.
“Iya aku tahu. Tapi keinginan bertemu itu bisa
menjadikan semangat menyala kok.”
“Kata siapa?”
“Kata aku.”
“Awas ya, kalau kamu nggak berhasil karena memikirkan yang
enggak-enggak.”
“Berhasil lah, jangan sumpahin aku dong. Doakan gitu
lhoh.”
“Siapa nyumpahin? Aku pasti berdoa untuk kamu dong.”
“Terima kasih, sayang.”
“Ah ….”
“Terima kasih juga untuk ‘ah’ nya yang bertubi-tubi.”
Dan perjalanan pulang itu terasa sangat singkat karena
dibarengi canda yang tak henti-hentinya.
***
Ketika Desy sampai di rumah, dilihatnya Lala masih
bebenah.
“Ada yang perlu aku bantu lagi ?” tanya Desy.
“Sudah cukup, semuanya sudah oke.”
“Aku tadi makan siang bareng Bapak.”
“Oh ya?”
“Sama mas Danarto juga,” lanjutnya sambil tersipu.
“Oh, aku tahu, melamar sekalian ya.”
“Apaan sih? Belum-belum kok ada acara lamar melamar.”
“Kok bisa bareng Danarto juga?”
“Aku lagi di kantornya Bapak ketika mas Danarto
ngajakin makan, lalu aku minta Bapak ikut, dan mau. Jadi deh makan bertiga.”
“Bapak bilang apa?”
“Aku kok kasihan ya melihat Bapak. Kayaknya Bapak itu
nggak bahagia lho Mbak.”
“Lalu apa yang harus kita lakukan? Aku sudah pernah
menawarkan untuk kembali ke rumah ini, tapi tampaknya Bapak tidak tertarik.”
“Betul, aku juga mengatakannya tadi. Bapak
menggelengkan kepala. Barangkali berat meninggalkan perempuan itu. Aku jadi
penasaran, seperti apa sih dia?”
“Seperti perempuan pada umumnya,” kata Lala sambil
tersenyum.
“Aku pengin melihatnya.”
“Nggak usah. Kamu itu temperamen tinggi, nanti malah
membuat ribut. Biarkan saja Bapak mau melakukan apa, kita sudah berusaha
mengajaknya. Kamu membuat aku tidak tenang saja Des,” gerutu Lala.
“Eh, nggak Mbak, aku nggak bermaksud begitu.
Tenanglah, semua akan baik-baik saja,” kata Desy buru-buru, takut kata-katanya
membebani kakaknya.
“Aku cuma ingin berpesan sama kamu, jangan pernah
membuat keributan dengan perempuan itu. Biarlah Allah yang akan menuntunnya,
agar ia bisa melakukan hal-hal baik.”
Desy tersenyum. Dalam hati ia berkata bahwa ia tak
mungkin bisa melakukan seperti apa yang dilakukan kakaknya. Tapi Desy berjanji
akan berusaha agar tidak mengecewakannya.
“Kamu jaga diri, jaga ibu, jaga adik kamu. Pokoknya
aku bebankan semua di pundak kamu. Kamu sanggup?”
“Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk
keluarga aku.”
“Bagus. Bagaimana hubungan kamu dengan Danarto?”
“Ah, kok itu lagi sih? Baik-baik saja. Kami
bersahabat, saling menjaga, tak ada yang harus Mbak khawatirkan.”
“Kalau memang cinta, katakan cinta,” goda Lala.
Desy tertawa renyah.
“Waktu yang akan menentukan, sekarang ini aku tak
berani mengatakan apa yang ada didalam hatiku. Jodoh bukan sesuatu yang bisa
dipikirkan asal kita suka. Banyak pertimbangan, salah satunya adalah keinginan
aku agar Mbak Lala menikah lebih dulu.”
Lala tertawa sambil memeluk adiknya.
“Siapa tahu Mbak Lala ketemu bule ganteng,” kata Lala
renyah.
“Bagus Mbak, yang penting baik, dan seiman, ya kan?”
“Sudah, jangan memikirkan Mbak. Kan kamu sendiri yang bilang, bahwa menentukan
jodoh harus banyak pertimbangan. Ya kan?”
“Lagi ngomongin apa nih? Ada jodoh … jodoh … segala?”
tiba-tiba Tutut muncul sambil menghambur ke pelukan Lala. Rupanya sedih juga
harus berpisah dengan kakak sulungnya.
“Itu, Mbak Lala mau cari jodoh orang bule,” kata Desy.
“Wauww, carikan juga satu buat aku,” canda Tutut.
“Memangnya boneka?” Lala tertawa mendengar canda adik
bungsunya.
“Sedih deh, Mbak Lala besok sudah nggak di sini lagi,”
sungut Tutut.
“Mbak Lala kan tidak seterusnya pergi. Kalau liburan
pasti pulang deh,” hibur Lala.
“Dan kamu tidak boleh manja,” kata Desy.
“Tuh, Mbak Desy … belum-belum sudah ngomelin Tutut
Mbak.”
“Mbak Desy ngomel itu kan karena sayang sama kamu.
Kamu itu sudah dewasa, sudah kuliah, masih saja kolokan,” tegur Lala.
“Iya, terlalu dimanja, ya begitu itu,” sungut Desy.
“Yeeey, siapa yang dimanja. Biasa saja tuh,” elak
Tutut.
“Sudah, sudah … ayo kita keluar, sepertinya ibu pulang
tuh,” kata Lala yang kemudian menghambur keluar bersama adik-adiknya.
***
Ketika pulang di sore harinya, Haryo melihat Nina sedang
mengangkut sisa dagangannya kebelakang, dibantu kedua anaknya. Haryo langsung
masuk ke dalam rumah, setelah melirik sebentar ke arah meja tempat Nina
menggelar dagangannya, tampak masih banyak. Barangkali hanya beberapa bungkus
yang laku. Dilihatnya wajah Nina begitu lesu. Ia juga tak membantu Haryo
melepas sepatunya seperti biasa. Tapi Haryo mendiamkannya saja.
“Susah jualan disini,” keluhnya ketika membawakan
secangkir kopi dihadapan Haryo.
“Tak ada yang tak susah dalam berusaha,” jawab Haryo
enteng.
“Kalau saja aku masih muda, aku akan mencari pekerjaan
yang enak.”
“Adakah pekerjaan yang enak?” kata Haryo sambil masuk
ke dalam kamar, Nina mengikutinya.
“Setidaknya tidak berpanas-panas diluar dan tak
seberapa uang yang masuk.”
“Bukankah ada pepatah berakit-rakit kehulu, berenang-renang
ke tepian?” kata Haryo sambil melepas pakaian dinasnya lalu melangkah ke kamar
mandi.
“Sakitnya terlalu lama.”
“Karena enaknya juga terlalu lama,” katanya sambil menutup
kamar mandinya.
Nina terpaku di sebuah kursi yang ada di kamar itu.
“Apa yang aku katakan sama sekali tidak ada benarnya,”
gumamnya kesal.
Ia memasukkan pakaian kotor Haryo kedalam keranjang.
“Aku tidak tahan lagi. Tapi kalau aku berhenti pasti
dia semakin marah. Ada apa sebenarnya? Apa yang membuatnya berubah?
Jangan-jangan dia sudah benar-benar kembali ke rumah isterinya, dan dia juga memberikan
uangnya kepada isteri serta anak-anaknya.”
“Aku ingin beristirahat,” kata Haryo ketika keluar
dari kamar mandi.”
“Kopinya belum diminum.”
“Sudah aku minum.”
“Mas tidak makan?”
“Aku sudah makan,” katanya sambil berganti pakaian.
“Dirumah Tindy ya?” tuduhnya.
Haryo tak menjawab, ia segera membaringkan tubuhnya di
ranjang. Nina meraih keranjang berisi pakaian kotor itu lalu membawanya keluar
dengan wajah masam. Ia merasa, bahwa dugaannya benar, buktinya Haryo tak
menjawab.
***
Pagi itu Nina melihat Haryo sudah rapi, tapi tak
mengenakan pakaian dinasnya. Ia menanyakannya ketika sarapan, tapi jawabannya
membuatnya semakin kesal.
“Mas tidak ke kampus?”
“Tidak,” katanya sambil menyendok makanannya.
“Tolong ambilkan obatku di kamar," perintahnya.
Nina beranjak ke kamar untuk mengambil obat yang
diminta Haryo.
“Begini banyak,” gumamnya.
“Mas mau kemana?” lanjutnya sambil meletakkan bungkusan obat.
“Ada perlu.”
“Kemana ?”
Haryo tak menjawab. Ia meraih bungkusan obatnya, dan
mengambil mana yang harus diminum di pagi harinya.
“Endah, mengapa kamu tak membawa dagangan kita keluar?
Heran Ibu, mengapa semua harus menunggu disuruh? Ana, jangan bengong saja,”
omel Nina melampiaskan kekesalannya pada anak-anaknya, karena tak berani marah
kepada suami sirinya.
Kedua anaknya melakukan apa yang diperintah ibunya
dengan bersungut-sungut. Sungguh mereka memang tak suka melakukannya. Semuanya
karena terpaksa.
Haryo sudah selesai sarapan dan minum obatnya, lalu ia
memakai jacket, dan keluar dari rumah untuk menuju ke arah mobilnya.
“Sesungguhnya Mas mau ke mana? Tumben memakai jacket
segala,” tanya Nina yang masih merasa penasaran.
“Urus saja dagangan kamu. Buat agar bisa menjadi uang.”
“Karena nggak laku, duitku hampir habis,” gumamnya
perlahan, tapi Haryo tak memperhatikannya.
Ia masuk ke mobil dan keluar dari halaman,
meninggalkan Nina yang membanting-banting kakinya dengan kesal.
“Mengapa sih dia?” tanya Ana.
“Nggak tahu aku, dia sudah sangat berubah,” kesal
Nina.
“Pasti dia benar-benar kembali ke rumah isterinya.”
“Ibu harus bisa mencegahnya,” kata Endah.
“Sekarang dia itu susah diajak berbicara. Sering acuh
tak acuh, dan membuat kesal.”
“Bu, aku bosan berjualan seperti ini,” keluh Ana
sambil duduk di bangku tempat mereka berjualan.
“Sama, aku juga,” kata Endah.
“Ibu harus bagaimana?”
Ketika mereka bertiga duduk di depan bangku dimana
mereka menggelar dagangannya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti.
Mereka menatap ke arah mobil itu.
“Siska?”
“Ibu masih punya hutang?” tanya Ana pelan.
“Tidak.”
Tamu itu memang benar Siska. Ia turun dari mobil dan
berjalan melenggang mendekat kearah Nina dan anak-anaknya.
“Ini apa sih? Jualan?” tanya Siska heran.
“Menurutmu apa? Mainan?” tanya Nina kesal.
Siska tertawa lebar.
“Maaf, aku tidak mengira saja. Kalian jualan apa sih
ini? Gado-gado?”
“Kamu mau apa datang kemari? Ingat, aku sudah tidak
punya hutang sama kamu,” kesal Nina.
Siska tertawa renyah.
“Iya, aku tahu, tapi aku datang kemari untuk memberi
tahu sesuatu. Tapi tunggu, aku beli dong gado-gadonya, biar aku cobain, enak
tidak?” kata Siska sambil duduk di sebuah bangku.
Nina mengambil sebuah piring dan menata racikan sayur
gado-gado di piring itu, kemudian mengguyurnya dengan sambal gado-gado.
“Baunya sih kayak gado-gado, nggak tahu rasanya.”
“Enak lah,” kata Nina sambil mengangsurkan sepiring
gado-gado ke hadapan Siska.
Lalu Siska melahapnya.
“Agak keasinan. Siapa yang membumbui?”
“Mbak Endah tuh, kata Ana sambil beranjak ke belakang.
“Oh, pengin kawin ya?” seloroh Siska sambil melahap
gado-gadonya.
“Kamu pengin cerita apa sebenarnya?” tanya Nina tak
peduli sambal gado-gadonya ke asinan atau apa.
“Nanti dulu. Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu? Bukannya
kamu selalu bilang bahwa suami kamu kaya raya? Kok ini seperti pekerjaan orang
yang hidupnya sengsara sih. Jualan tidak menarik sama sekali. Harusnya sayurnya
ditata di kotak kaca, biar terkesan rapi dan menarik. Lha ini, cuma diletakkan
di meja, dan tidak rapi pula. Adakah pembelinya?”
“Entahlah Sis, aku sebenarnya nggak suka melakukannya,”
keluh Nina yang kehilangan kesombongannya.
“Sebenarnya apa yang terjadi?”
Lalu Nina yang tak lagi merasa malu, berterus terang kepada Siska, apa yang terjadi pada keluarganya. Akhir-akhir ini Haryo begitu pelit, bahkan memaksanya untuk mencari uang sendiri untuk beaya kuliah anak-anaknya. Ia juga memberinya uang yang tak seberapa untuk memenuhi kebutuhannya.
“Jadi sebenarnya kamu itu hanya isteri siri?” aku kira
sudah dinikah resmi sama pak Haryo.
Nina menggeleng.
“Katanya menunggu pensiun, tapi belum pensiun juga dia
sudah membatasi uang belanja aku, makanya ketika mau membayar hutangku ke kamu
itu aku agak kesulitan.”
“Kemarin aku melihat pak Haryo sedang makan di sebuah
rumah makan, bersama seorang gadis dan seorang laki-laki muda.”
“Benarkah?”
“Iya, apakah itu selingkuhannya? Tapi masih sangat
muda gadis itu.”
“Aku kira anaknya. Aku sudah menduga, dia mulai akrab
kembali dengan anak-anaknya, itu sebabnya dia membatasi uang belanja untuk aku,”
sungut Nina.
“Kamu yang bodoh. Kalau hanya menjadi simpanan
laki-laki pelit, buat apa Nin? Cari yang kaya, jadi simpanan juga tidak apa-apa,
asal duitnya banyak dan tidak pelit.”
“Sekarang ini aku sudah tua, mana ada yang mau sama
aku.”
“Bukan kamu. Kamu kan punya anak gadis, cantik lagi.
Dia bisa menjadi sumber uang untuk kamu, jangan bergantung pada suami siri yang
sudah tua, pelit pula.”
“Apa maksudmu?”
Siska membisikkan sesuatu ke telinga Nina. Nina yang
semula membelalakkan mata karena terkejut, kemudian tersenyum cerah.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah MKJ tayang gasik
ReplyDeleteAlhamdulillah mas Danar gasik mengapeliku.... 🙈🙈
DeleteSelamat mba wiwik juaraaa👍❤️
DeleteSelamat jeng Wiwik Juara 1
DeleteTerima kasih bu Tien. Selamat malam dan terus berkarya.
Selamat mbk Wiwik ....kuara 1
DeleteMtnuwun mbak Tien
Ah...keluarga Nina mau jadi apa?
Asiiik.. masuk 5 besar...😀😀😀
ReplyDeleteWah jeng Wiwik menang iku ndhedhepi Wiwit sore. Wis tak maca dhisik Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteAhh....
DeleteAlhamdulillah, trmksh mb Tien
ReplyDeleteSmg sehat sll
Alhamdulilah, terimakasih....
ReplyDeleteSalam ADUHAI...
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,
Salam sehat selalu b Tien
ReplyDeleteSalam sehat ibu Mastini
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah MKJ 33 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhmdllh... terima kasih
ReplyDeleteAlhamdulilah terima kasih bu tien, salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu
Salam aduhai dari Yogya
Selamat malam mbak Tien, terimakasih MKJ33 sudah tayang 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Mereka asyik berbincang, diselingi candaan Danar dan Desy yang semakin akrab, tanpa tahu bahwa sepasang mata sedang mengawasi mereka. (eMKaJe_32)
ReplyDeletepinisirin....euy
Sepasang mata siapa ya yang mengawasi mereka???
Yuk ... kita baca bareng².
Wilujeng wengi, bu Tien. Mugi tansah pinaringan rahayu widodo nir sambikala.
Aamiin ya Robbal'Aalamiin.
Aamiin ya robbal alamiin
DeleteNuwun mas kakek
Trm kasih bu Tien... Slam sehat dan semangat..
ReplyDeleteSiska bisikin apa pada Nina.. Jangan2 hal yg tidak baik
Sami2 ibu Winarni
DeleteSalam sehat
Selamat malam, smua
ReplyDeleteAsyik MKJ dah dateng.
Semoga Danar n Desi makin akrab
Siska kok jd sengkuni ya
Nina mlh seneng..
Semoga Haryo plg ke Tindy lg
Maturnuwun mb Tien
Salam sehat nan aduhai
Yuli Semarang
Salam sehat nan ADUHAI ibu Yuli
DeleteTrims Bu Tien udah menghibur sehat terus Bu tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteAamiin
Alhamdulillah, ternyata sepasang mata yang memandang Haryo, Desy dan Danarto waktu makan siang adalah Siska. Payah benar Siska mengajari Nina untuk hal hal yang kurang baik. Bisa bisa Endah atau Ana dijadikan istri simpanan orang kaya. Semoga anak anak Nina tidak mau..emangnya Nina dan anak anaknya kembang jalanan. aduh..payah juga..amit amit
ReplyDeleteSALAM ADUHAI Ibu Noor
DeleteMaturnuwun bu Tien, MKJ~33 sudah hadir di hadapanku..🙏
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
Delete𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡 𝐚𝐝𝐚 𝐢𝐝𝐞 𝐠𝐢𝐥𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐒𝐢𝐬𝐜𝐚 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐍𝐢𝐧𝐚 𝐚𝐠𝐚𝐫 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐟𝐚𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐚𝐧𝐠...𝐚𝐩𝐚 𝐤𝐢𝐫𝐚2 𝐮𝐬𝐮𝐥 𝐧𝐲𝐚 𝐒𝐢𝐬𝐜𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐍𝐢𝐧𝐚... 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐀𝐃𝐔𝐇𝐀𝐈.
ReplyDelete𝐒𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐮 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐢𝐬𝐭𝐢𝐫𝐚𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀.🙏🙏👍👍
Sugeng dalu pak Indriyanto
DeleteADUHAI
AAMIIN
Alhamdulillah
ReplyDeleteAduhai
ADUHAI ibu Endah
Delete" Ah... " ngebayangin Desy yang mengucapkan kata itu setiap ngobrol sama Danarto, jadi senyum sendiri.. 😆😆😆😆😆
ReplyDeleteBu Tien emang jempol bikin cerita, gemesin banget. Selalu sehat ya Bu, salam aduhai dari Bandung. 😘😘
Ah dan ADUHAI ibu Komariyah
DeleteTerima kasih bunda Tien ..sudah hadir MKJ nya..salam Aduhai Bun
ReplyDeleteSami2 ibu Sriati
DeleteADUHAI Ah..
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Yati
Alhamdulillah MKJ33 sdh tayang
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Sami2 ibu Pudya
DeleteAamiin
Ada jurus baru yang didapat Nina, memanfaatkan anak"nya yang cantik. Kacang ora ninggal lanjaran. Ah...
ReplyDeleteBakal panjang ceritanya, makin asyik dibacanya.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Salam sehat selalu ADUHAI pak Latief
DeleteAlhamdulilah sudah tayang, matur nuwun Bu Tien...mugi tansah sehat..
ReplyDeleteWaduh Siska...ngajari apa ini....apakah "kembang jalanan " mulai?
Makin aduhai...
Sami2 ibu Mpedjiati
DeleteAamiin
Mengerikan..ini ujung2nya anak nina bisa kayak Ibunya hehe..seru..dan penuh haru..top markotop Bu cantik..salam sehat selalu Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteSalam top ADUHAI Mr Wien
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Yang ditunggu Sudah muncul. Salam ADUHAI
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteADUHAI
Sami2 ibu Anik
DeleteADUHAI
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSelamat malam
Manturnuwun mbak Tien MKJ33nya..
ReplyDeleteMakin aduhaiiii...
Wooo...Siska to yg ngindhik Haryo makan sm Desy n Danarto..
Trus mbisiki Nina...👂😱 apa tuuh..
Lanjuut besook lagii..
Salam sehat selalu dan aduhaii mbak Tien..🙏💟🌹
Sami2 Ibu Maria
DeleteADUHAI deh
Ini rupanya tahap awal kembang jalanan.
ReplyDeleteJangan2 Siska sebenarnya juga sudah jagi kembang jalanan, bisa mempromosikan Endah dan Anna bertemu cowok2 berduit yg hanya ingin iseng senang2 ?
Semoga bpk Haryo semakin sehat, bisa bertemu Tindy dan anak2nya bareng antar Lala ke bandara, diajak pulang dan mau.
Monggo ibu Tien dilanjut aja, penasaran. Matur nuwun Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI
ALHAMDULILLAH MKJ dah tayang , pastinya tambah seru.
ReplyDeleteMakasih Bunda dan salam sehat dan tetap semangat
Sami2 mas Bambang
ReplyDeleteSalam sehat
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ Eps 33 sudah hadir menghibur lagi.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangar, njih...
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam sehat
Heh, Nina mau nyuruh anaknya jadi wanita simpanan. Bener² deh nggak ada akhlak.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu mba.
Aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah...
ReplyDeleteterima kasih Bu Tien...
salam sehat selalu....
ah..salam aduhai...
Sami2 Pak Suyanto
DeleteADUHAI ah
.
Penasaran apa gerangan yg dibisikkan Siska ke telinga Nina.... Semakin asyik ceritanya, mksh bunda Tien salam aduhai selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteADUHAI
𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Wah. Kembangnya mulai muncul, tapi belum mekar.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien. Semoga sehat² selalu.
Sami2 pak Andrew
DeleteAamiin
Alhamdulillah sdh tayang.... Trimakasih bu Tien. Salam aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteADUHAI
Duo Wiwik juara👍selamat. Suwun mb. Tienku, aduhai
ReplyDeleteYa jual ayam muda nih ..emang mak ayam bisanya ..Astagfirullah amit2 jauh2 ,makasih bu Tien semoga selalu di beri sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Yanti
DeleteAamiin
Terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu.
Sami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Astaghfirulloh...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun mbak Tien yang semakin ADUHAI
Semoga sehat dan semangat selalu. Aamiin
Sami2 ibu Umi
ReplyDeleteAamiin
Assalamualaikum wr wb. Nina hidupnya sdh kepepet. Mudah mudahan msh punya iman dan pikiran yg jernih, shg apa yang dibisikkan Siska, itu bisikan setan dan Nina msh merengkuh kedua anaknya dgn kasih sayang seorang ibu yg tulus.....Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede.....
ReplyDeletemBak nya menyarankan bila rasa itu ada katakanlah; iya juga, ada rasa bila tidak diungkapan bagaimana bisa mengharapkan perimbangan rasa.
ReplyDelete(ngempos).
Hé åpå iku, kon nyangkrukan piyé, ånå ngempos barang, ya enggak tå kan nggak giliran ronda.
Kan bapakmu suport juga kalau Desy jadian sama Danarto; jangan sampai cita cita dan harapan cuma jadi angan kenangan, takut mendahului kakaknya ya.
Siapa tau dikatakan ikhlas; di hati berat, enggaklah biasanya yang tuwa mengalah, justru senang bila melihat adek²nya bahagia.
Tapi adiknya kan nggak enak kalau membikin kesan mbaknya nggak laku, adiknya kegenitan, nah lho gimana, ya jangan nuruti abab uwong, mung waton angop.
ADUHAI
Berbagai cara gimana supaya kebiasaan enyak², butuh tinggal minta, nggak mikir, perubahan lebih diberdayakan demi mendeteksi kemauan, wuah bingung password nya dirubah, (ganti atéêm thå)nggak bisa lagi seenaknya setiap berkeinginan trus tercapai, kalau lagi berkebingungan berarti nggendong masalah, kalau sudah begitu ada yang menyarankan nggak pakai lama langsung dijalankan; nggak urusan bener apa keliru, dengan semangat lagi.
Hancur Nina kena bisikan yang menyejukkan walau penuh resiko, namanya juga buntu.
Tapi enggak tuh dideketku buntu itu malah perempatan lho, asyik banyak pilihan, paling enggak ada tiga pilihan.
Tinggal dari mana kamu datang, bèn mumêt sisan; ana buntu kok prapatan.
Wuah Haryo dengan penuh semangat, dandan paké jaket kesayangan, anak yang galak-galak sudah memberi tanda, ternyata masih perhatian juga; masihkah ada harap yang tersisa.
Siapkah menghadapi Tindy.
Oalah yo yo, udah biasa aja, kan biasa muka tembok; tuh anak anak menyambut memberi suport, biasalah basa basi ber say hello, paling enggak ucapan terimakasih nggak ngelaporin ke rektorat gitu.
Perkara lain itu nanti lain lain aja, yang penting ada perhatian lah buat anak-anak, anak sendiri lho itu bukan anak orang lain yang tidak ber merk.
Terimakasih Bu Tien
Memang Kembang Jalanan yang ke tiga puluh tiga sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSenantiasa sehat nggih,Aamiin.