BAGAI REMBULAN 29
(Tien Kumalasari)
Adit menatap Yayi tak percaya. Dilihatnya Yayi mengangguk-angguk, untuk meyakinkan dirinya.
“Kamu?”
“Ya..”
“Sudah tahu siapa aku?”
“Ya.. dan karena itu maka kamu mengusir aku? Menghardik aku? Melukai perasaanku?”
“Yayi.. setelah tahu, apakah kamu tidak ingin menjauhi aku?”
“Mengapa kamu mengira begitu?”
“Aku ini kan hanya.. anak dari.. hasil..”
“Stop mas Adit, bagi aku, kamu adalah kamu.. dulu dan sekarang.. tak ada bedanya..”
“Bagaimana.. bagaimana kamu...”
“Bapak dan ibuku sudah mengatakan semuanya. Mereka bersahabat sejak aku dan kamu belum dilahirkan.”
“Ya Tuhan..”
“Kamu merasa kecil karena kakek tua itu? Tidak mas, kakek tua itu menebus semua kesalahannya dengan menjalani hidup papa selama puluhan tahun. Rela menyaksikan kamu sejak masih bayi sampai kamu dewasa, hanya dari kejauhan. Dia bisa menyentuh kamu disa’at sebelum akhir hayatnya, ketika nyawa dikorbankan demi adik kamu. Dia laki-laki luar biasa mas, kamu harus bangga memiliki darah yang sama dengannya.”
Adit menutupi wajahnya, membiarkan air mata mengalir disepanjang pipinya.
“Ma’af Yayi... aku mengira, dengan membenciku kamu akan pergi dariku.”
“Cara konyol !”
“Aku jadi menyakiti kamu..”
“Sakit di lutut ini tidak seberapa dibandingkan sakit hatiku,” kata Yayi cemberut.
“Ma’af ya...”
“Beliin es krim dong...” kata Yayi sambil cemberut lucu, membuat Adit tertawa.
“Punya karet gelang?” tanya Adit.
“Untuk apa?”
“Untuk mengucir bibir kamu itu...” dan Yayi dengan gemas mencubit lengan Adit keras sekali.
“Auuwww... akiiiit...” Adit pura-pura mewek.
“Ih, jelek banget...” dan Yayi berdiri kemudian setengah berlari menjauh dari Adit. Pastilah Adit mengejarnya.
“Ok, ayuk kita beli es krim.” Teriak Adit kemudian.
“Eh.. tunggu.. tunggu..”
“Ada apa?”
“Bagaimana dengan tawaran bapak?”
“Tawaran apa? Melamar kamu?”
“Iiiih... ngarep deh..”
Adit tertawa, lalu mencubit pipi Yayi lembut.
“Hm.. nggak ingat tadi ya... aku dibentak-bentak.. sebbeelll!!”
“Kan aku sudah minta ma’af, sudah aku suapin .. haha.. ternyata kamu lemas karena lapar ya?”
“Kan aku sudah bilang, pagi tadi kerumah kamu mau ngajakin makan. Dasar galak !”
“Ma’af ya... Oh ya, tadi ngomong apa sih, tawaran apa?”
“Tentang pekerjaan... kan bapak pernah bilang so’al itu.”
“Ooh, nanti deh.. aku sungkan..”
“Kok sungkan ?”
“Kan sudah ada Naya..”
“Memangnya kenapa? Bapak bilang ingin istirahat..”
“Nanti aku dibilang dapat pekerjaan karena kamu. Nanti aja lah, jangan sekarang, aku lagi seneng hari ini.”
“Kenapa?”
“Nggak jadi diputusin sama kamu.”
“Ngaco, memangnya siapa yang mau mutusin.”
“Baiklah, ayo beli es krim.”
Lalu kedua sejoli yang sudah baikan itu tampak bergandengan tangan dengan mesra.
***
Naya sudah sampai dirumah sakit. Diruang dimana Lusi dirawat, bukan ruang nyaman yang dipilihnya ketika keluarganya sedang menderita sakit. Ada dua orang polisi berjaga disana. Keduanya hampir ditolak untuk menemui kalau saja Susan tidak mengatakan bahwa dia adalah anaknya.
Pelan Susan memasuki ruangan itu. Dilihatnya mamanya terbaring, dengan luka-luka diwajah dan kakinya. Ada rasa haru dan miris ketika Susan melihatnya. Bagaimanapun Lusi adalah orang tuanya. Tak tega melihatnya menderita seperti itu.
“Mama,” bisiknya lirih ketika sudah berdiri disamping ranjangnya.
Mata Lusi tetap terpejam. Wajah mamanya begitu buruk. Tak ada sisa kecantikan diwajahnya karena luka-luka itu. Susan menyentuh tangannya, terasa panas.
“Mama...”
Lusi membuka matanya. Ia menatap Susan lalu memalingkan mukanya.
“Pergi kamu!” walau sakit tapi nada suara itu keras.
“Mama, aku ingin melihat keadaan mama.”
“Oo.. begitu? Lalu apa setelah melihat? Aku sengsara disini, sakit keras dan ditempatkan diruang yang aku tidak suka. Dijaga polisi, dan tidak seorangpun diperbolehkan menjenguk.”
“Aku prihatin mama, aku sedih melihat mama..”
“Sudah, pergilah.. jangan lagi menampakkan wajah kamu didepan mama. Aku dan kakak kamu hampir mati .. apa pedulimu?”
“Mama...” Susan hampir menangis.
“Pergi dan jangan menunjukkan tangis palsu itu. Pergi tidak?”
“Mama...”
“Tolooooong, “ tiba-tiba Lusi berteriak.
Seorang penjaga mendekat.
“Ada apa?”
“Usir dua orang ini keluar dari sini !”
“Mama...” Susan terisak, lalu Naya menuntunnya keluar.
Dari jauh masih terdengar teriakan-teriakan mamanya yang marah-marah. Tapi dilihatnya petugas itu kembali ketempatnya berjaga. Barangkali sudah sering didengarnya pesakitan yang benar-benar sakit itu mengomel.
“Sudahlah Susan, hentikan tangis kamu. Mama kamu masih kesakitan, pasti perasaannya tidak tenang. Suatu sa’at nanti pasti kamu akan diterima dengan baik.”
“Naya.. tampaknya mama tidak menyadari kesalahannya. Tidak mengerti bahwa yang dia rasakan itu adalah karena perbuatannya sendiri. Tak ada sesal dimatanya. Aku menangkap kebencian pada sorot mata itu. Tapi mama sakit Naya, tadi aku memegang tangannya, sangat panas. Mengapa sikapnya seperti itu?”
“Suatu sa’at pasti akan berubah. Bersabarlah.”
“Besok sepulang kantor aku akan kerumah mama, barangkali perlu dibersihkan atau apa.”
“Ya, nanti aku antar kamu.”
***
Siang itu mobil Liando memasuki halaman rumah Tikno. Ia baru saja jalan-jalan bersama Dayu.
“Lhoh.. itu kan motornya Yayi ?” teriak Dayu.
“Iya benar..”
“Asyiiik, berarti Yayi ada isini,” katanya lalu melompat keluar dan berlari masuk kerumah, tapi yang dicarinya tidak ketemu.
“Mana dia?”
“Kamu mencari siapa?” tanya Tikno.
“Yayi ada disini kan?”
“Tidak ada, belum pulang dari pagi.”
“Lhah.. itu motornya ada..”
“Motor itu yang membawa temannya kakak kamu, dari bengkel. Tampaknya rusak, nggak tahu apanya. Tapi kelihatannya sudah dibetulin.”
“Ooh, kirain ada Yayi.”
Lalu Dayu kembali berlari kedepan. Liando sudah duduk diteras.
“Nggak ada ya? Motornya Adit juga nggak ada tuh.”
“Mereka pergi berboncengan rupanya.”
Dibelakang, Surti sedang menyiapkan makan siang. Tikno mendekat dan tersenyum senang.
“Tampaknya Adit dan Yayi sudah baikan.”
“Syukurlah. Tapi kok motornya Yayi rusak ya, jangan-jangan dia jatuh..”
“Jangan berfikir yang tidak-tidak, itu.. anak-anak diajak makan sekalian kalau mau.”
Surti beranjak kedepan.
“Ayo makan, ibu sudah siapin tuh.”
“Yang untuk ibu Diana sudah dikirimkan?” tanya Dayu.
“Sudah, tadi ibu sama bapak, sambil sekalian belanja.”
“Jadi merepotkan ya bu,” kata Liando.
“Tidak, kan bapak lagi libur, dan ibu mengajak belanja sekalian. Ayo sekarang makan, tuh sudah ditunggu bapak.”
“Ayolah, kan tadi bilang lapar,” ajak Dayu sambil menarik tangan Liando.
“Tapi ibu cuma masak pecel sama sayur asem lho.”
“Wah, enak itu bu, nanti Liando habisin deh.”
“Bener lho ya...” kata Surti.
Tapi sebelum mereka mulai makan, terdengar langkah-langkah kaki mendekat.
“Yaaah, ketinggalan deh.. “
“Lha.. ini ada mbak Yayi juga.. ayo.. sekalian makan..” kata Tikno ramah.
Dayu menarik kursi, mempersilahkan Yayi duduk disampingnya.
“Dari mana saja?”
“Dari beli es krim, tuh, aku bawain untuk kamu.”
“Asyiiik... aku mau.”
“Sudah aku masukin kulkas, makan dulu, kayak anak kecil saja kamu kalau mendengar kata-kata es krim,” kata Adit yang kemudian juga duduk disamping Liando.”
“Ayo .. makan yang banyak, jangan sungkan..” kata Surti.
“Dit, aku butuh ngomong sama kamu,” kata Liando sambil menarik piring yang sudah berisi sayuran, lalu menambahkan sambal pecel diatasnya.
“Ngomong so’al apa nih, jangan bilang kamu mau melamar Dayu, so’alnya dia masih sekolah,” canda Adit.
“Aah, kalau ngelamar tuh ngomongnya bukan sama kamu, ya kan pak?” kata Liando sambil menatap Tikno, membuat semuanya tertawa.
“Iya mau ngomong apa?”
“Bantuin aku di kantor, mau kan?”
“Ngapain? Bersih-bersih kantor?”
“Ya enggaklah, bantuin aku pokoknya, masak sih sarjana tehnik disuruh bersih-bersih.”
“Maksudnya bekerja dikantor kamu?”
“Iya.. mau ya.”
“Mm... gimana ya?” Adit menatap bapaknya.
“Kok ngelihatin bapak, terserah kamu lah.”
“Iya nanti aku pikirin deh, sekarang makan dulu, nanti Yayi pingsan lagi karena kelaparan.”
Yayi melotot kearah Adit, yang dipelototin hanya tertawa.
“Memangnya Yayi tadi pingsan ?” tanya Surti.
“Nggak bu, mas Adit itu sukanya bercanda.”
“Ayolah, makan dulu, aku sudah pengin makan es krimnya nih.” Kata Dayu bersemangat.
***
Malam itu bu Diana duduk-duduk bersama simbok.
“mBok, kamu sudah tahu bapak dan ibunya Dayu kan?”
“Lho, ya sudah bu, kan waktu ibu syukuran itu mereka ada.”
“Iya .. aku lupa. Tadi itu yang mengantar makanan mereka sendiri ya mbok.”
“Iya bu, simbok juga tahu, bu Tikno mbonceng pak Tikno tadi.”
“Aku suruh masuk nggak mau, sebetulnya kan aku ingin omong-omong juga.”
“Katanya tadi mau sekalian belanja, jadi terburu-buru.”
“Iya. Bagaimana menurut kamu seandainya aku berbesan dengan mereka mbok?”
“Lho.. ibu kok nanya sama simbok, semua itu tergantung ibu kan.”
“Dayu gadis yang baik. Liando sangat mencintainya.”
“Benar bu, simbok juga suka. Cantik, sederhana, sama ibu juga sayang, sama simbok sikapnya juga santun.”
“Mereka keluarga sederhana yang sangat baik.”
“Apakah perbedaan situs..eh.. apa itu namanya bu.. situs apa.. astus itu membuat ibu ragu ragu?”
Bu Diana tertawa.
“Maksudmu status ? Karena aku ini dianggap berada lalu mereka orang sederhana, begitu?”
“Iya bu, apa itu membuat ibu terganggu?”
“Tidak mbok, sama sekali tidak. Mereka keluarga yang mengagumkan, tidak mengejar materi, tapi bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang pintar. Aku mengagumi mereka.”
“Berarti ibu sudah mantap seandainya berbesan dengan mereka?”
“Sangat mantap mbok.”
“Simbok ikut berdo’a agar semuanya lancar. Kapan ibu mau melamar?”
“Dayu masih kuliah, mungkin selesai tahun depan. Harus sabar sebentar mbok.”
“Tahun depan itu tidak lama bu.”
“Iya..”
“Lalu kabarnya bu Lusi sama anaknya itu bagaimana ya bu, kok lalu tidak pernah datang kemari lagi, apa takut sama Karjo?”
Bu Diana tertawa.
“Bukan takut sama Karjo mbok, mereka itu ditangkap polisi, sudah dipenjara.”
“Oh, bu Lusi sama mbak Susan?
“Bukan, Susan malah menjadi anak baik, bekerja di kantornya Indra, temanku itu.”
“Oh.. berarti bu Lusi sama anak laki-lakinya itu bu?”
“Iya mbok, ya sudah biarkan saja, bukankah didunia ini siapa yang menanam maka dia akan menuai?”
“Betul bu. Jadi orang nggak ada baiknya sama sekali. Sama ibu berani mengata-ngatai yang nggak pantas. Geregetan simbok kalau ingat bu.”
“Ya sudah, nggak usah diingat-ingat to mbok. Sekarang ambilkan jusku saja, hari ini kamu buat jus apa?”
“Jus mangga bu, sebentar simbok ambilkan.”
***
Susan sudah ada dirumah mamanya, membersihkan rumah, membuang yang tidak berguna, menyimpan barang-barang yang masih digunakan. Naya dengan senang hati membantunya. Ia juga mengepel lantai dan membersihkan perabot dan gambar yang kotor berdebu.
“Susan, rumah ini sayang kalau tidak ditinggali,” kata Naya ketika sudah selesai bersih-bersih.
“Iya, tapi mau bagaimana lagi. Ibu dan Anjas dipenjara bertahun-tahun.”
“Bagaimana kalau kamu saja tinggal disini ?”
“Ogah ah, sendirian ?”
“Ya cari pembantu lah.. supaya kamu juga tidak capek bersih-bersih.”
“Tapi kontrakan kostku masih tiga bulan lagi habisnya.”
“Ya nggak apa-apa.. kalau kamu merasa sayang biar aku saja tidur dirumah kost kamu.”
“Enak aja, disana kost nya anak-anak gadis ya, bisa-bisa kamu lupa sama aku.”
Naya tertawa.
“Masa sih? Mereka cantik-cantik juga?”
“Mau lihat? Nanti aku kenalin deh sama mereka.”
“Nggak ah, nanti kalau aku bener-bener jatuh cinta sama salah satu diantaranya bagaimana?”
“O.. gitu..? Oke lah, aku akan bawa pentungan, lalu menggebugi kamu sama gadis itu.”
Naya terbahak.
“Kamu sadis juga ya.”
“Kalau so’al cinta ya. Siapa sih yang suka pacarnya diambil orang? Amit-amit deh.”
“Susan, kamu tahu nggak, aku ini laki-laki setia, nanti aku mau bilang sama bapak supaya segera melamar kamu.”
“Benarkah ?” wajah Susan berseri, mata beningnya menatap Naya. Ada telaga bening mengambang disana.
“Naya, kamu tahu, aku bahagia mendengarnya. Aku bahagia menemukan laki-laki baik sepertimu.”
“Kapan-kapan aku akan menemui mama kamu.”
Susan menghela nafas.
“Itulah, takutnya mama tidak mengijinkan. Tapi kalau mama tidak mengijinkan aku akan nekat.”
“Lho, melakukan sesuatu tanpa restu orang tua itu nggak baik lho.”
“Tapi kan kamu tahu bagaimana orang tuaku?”
“Siapa tahu suatu hari nanti akan berubah.”
“Permisiiii.” Keduanya terkejut mendengarnya. Susan beranjak kedepan, melihat seorang wanita berpakaian perlente berdiri ditangga teras.
“Kamu Susan kan?”
“Ya tante, saya Susan. Ma’af saya agak lupa, tante siapa ya?”
“Ya ampun Susan, aku temannya mama kamu, aku Triani.”
“Oh, ya ampun, ma’af tante, sekarang baru ingat, habis lama sekali tidak ketemu.”
“Iya, kan kamu tidak pernah mau ikut kumpul-kumpul bersama mama kamu.”
“Tante mau ketemu mama?”
“Tidak, aku sudah mendengar kalau mama kamu dipenjara.”
“Oh...”
“Kami sudah lama sahabatan. Tapi kali ini aku akan mengatakan sesuatu sama kamu.”
“Ya tante, ada apa? Silahkan duduk dulu.”
Tante Triani duduk, lalu mengeluarkan selembar kertas yang ditunjukkannya kepada Susan. Susan terbelalak membaca surat itu.
***
Besok lagi ya
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah.... matur nuwum Mbak Tien. Ceritanya membuat semakin penasaran.
DeleteSalam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan pembaca yg budiman selalu sehat dan sukses.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu sudah hadir sore
Matur nuwun Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
Alhamdulillah BR~29 tetap hadir.. maturnuwun Bu Tien.. salam sehat semangat dari Kartasura..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya,
Sastra, Wo Joyo,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Roos,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah BAGAI REMBULAN 29 sudah hadir.
DeleteMatur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang, juga untuk sahabat-sahabat Kojora Pagi
Alhamdulillah . Mks mbak Tien..salam sehat bahagia ...🙏🙏. Lagi mau mengintai 🧐👍😂.. sudah diberi lanjutanya.. ❤️
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Batang
Haduh, bu tien. Itu surat tagihan utang, ya? Kasian susan kalo iya.
ReplyDeletewah apaa ya kira-kira isi suratnya
ReplyDeleteAlhamdulillah episode 29 sudah hadir. Mengantar tidur malamku... Makasih mbak Tien... Apa ya isi surat itu? Penasaran banget nih... Semoga besok tetap terbit ya walaupun hari ahad
ReplyDelete💃💃💃
ReplyDeleteMakasih Bu Tien..
💃💃💃
ReplyDeleteMakasih Bu Tien..
Alhamdulillah sudah tayang BR 29. Terimakasih bu Tien. Semoga sehat untuk bisa selalu berkarya. Salam hangat dari Magelang
ReplyDeleteKira2 isi suratnya apa ya kok susan sampe terbelalak gitu...
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien BR 29 kami tunggu episode selanjutnya
Wah... semakin penasaran sama suratnya nih Bu... salam sehat dan hangat buat Bu Tien dari Semarang 😊
ReplyDeleteTernyata Susan itu anaknya Triani..
ReplyDeleteWahh tambah seru yaa..
Makasih Mb Tien.. Sehat selalu yaa..
Peluk cium dari Cirebon
Malam Bunda.
ReplyDeleteMakasih untuk cerbungnya dan tetap semangat jangan lupa jaga kesehatan ya Bunda
Waduh surat apa tuh, Tri... Terimakasih Buat Tien, salam sehat dari Yogya. 😍
ReplyDeleteBener Susan anaknya Triani,wah tambah seru nih.mjsh Bu tien.sakam dari hartiwi ds jkrt
ReplyDeleteSurat apa ya...kira2. Makasih mba Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dari Mataram.
Mksh mb Tien BR 29 telah terbit
ReplyDeleteKertas dari tante Triani kmkn berisi :
1) catatan pinjaman uang mama Lusi ke teman2nya termsk tante Triani
2) rumah mama Lusi sdh berpindah tangan
3) pemikiran Naya bagus andai alternatif 1 dan 2 diatas salah atau
4) Naya segera melamar dan menikahi Susan agar sm2 bisa menjaga rumah mama Lusi dg cat alternatif 1 dan 2 sslah
Mana yg benar tentu mb Tien yg tahu...slm seroja buat mb Tien dan kita semua pembc setia BR...
Terima kasih bu Tien...ceritanya tambah seru aja. Salam dari sy di Bengkulu...
ReplyDeletePuji Tuhan, ibu Tien sehat dan tetap semangat.
ReplyDeleteMungkinkah Susan sebenarnya anak Triani yg dititip kpd Lusi dan dibiayainya ?
Yustinhar Priok penasaran nunggu lanjutnya. Matur nuwun, berkah Dalem.
Puji Tuhan, ibu Tien sehat dan tetap semangat.
ReplyDeleteMungkinkah Susan sebenarnya anak Triani yg dititip kpd Lusi dan dibiayainya ?
Yustinhar Priok penasaran nunggu lanjutnya. Matur nuwun, berkah Dalem.
Kira2 apa ya isi surat itu...
ReplyDeleteAlhamdulillah BR 29nya sdh datang. Suwun mbak Tien
Dr Bekasi salam sehat bahagia sll dlm lindungan الله subhanahu wa ta'ala. Aamiin
Surat apa yaaaa... jd penasaran
ReplyDeleteDi tunggu lanjutannya
Happy WeekAnd bu Tien 🤗
Trimakasih mbak Tien BR29
ReplyDeleteDuuuh surat apa yg dibaca susan sampe kaget begitu...jgn2 surat utang lusi..😮...lanjuut..
Salam sehat dari bandung mbak Tien..
Matur nuwun.... Mbak tien....semakin seru.... Smg mbak tien sehat selalu jasnani rihani ekonomi berimajinasi...
ReplyDeleteWaduh..masalah tinggalannya Lusi bermunculan kasihan Susan..ditunggu episode selanjutnya tetap sehat ya bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat tuk bu tien dan klg.
ReplyDeletePenasaran ,maka selalu menunggu kelanjutan critanya
ReplyDeleteSalam sehat ibu Tien
Apakah rumah itu sudah digadaikan bu Lusi.....
ReplyDeleteSalam sehat selalu mbak Tien
Semoga aja Susan bukan anak kandungbya Lusi..... jadi ikhlas deh Naya berpasangan sama Susan.
ReplyDeleteBerharap Susan bkn anak kandung Lusi...
ReplyDeleteSehat slalu ya b Tien, slalu kami tunggu kelanjutannya dg setiaa..
Maturnuwun mbak Tien. Luar biasa proses kreatif mbak Tien. Produktif banget, tiada hari tanpa menulis ya mbakyu. Elok.
ReplyDeleteCeritanya mengalir, konflik dibangun dengan halus dan masuk akal. Hal ini membuat pembaca terhanyut mengikuti cerita sesuai dengan karakter para tokohnya.
Maturnuwun mbakyu, kami disuguhi karya yang menghibur.
Sehatlah selalu...semoga tetap produktif. Kami menunggu karya mbakyu tiap hari...
Maturnuwun
Iyeng Sri Setiawati Semarang
Iya betul banget. Gak pernah bosen. Selalu di tunggu
DeleteSuwun Bu Tien udah bikin cerita yang menarik...
ReplyDeleteCerita ini lebih layak utk ditampilkan di layar kaca/layar lebar dibandingkan sinetron² jaman sekarang...
Salam dari TangSel
Mtnuwun mbk Tien....
ReplyDeleteNunggu isi suratnya mbk
Terima kasih Mbak Tien.. slmt berhari minggu.. salam seroja selalu dari Semarang.
ReplyDeleteCilacap hadir. Maaf jarang komen. Tetap sehat dan semangat mba Tien...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin 😍😍😍
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Mtur swun Bun..
ReplyDeleteMugi2 sehat slalu....
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny