BAGAI REMBULAN 33
(Tien Kumalasari)
Susan bangkit dan menuju kearah depan.
“Naaah, benar kan? Syukurlah ketemu kamu Susan, kemarin aku pas lewat rumahnya kosong.”
“Iya tante.”
“Boleh aku duduk?”
“Silahkan tante, ada yang bisa saya bantu?”
“Gimana kamu ini, ya memang kamu harus bantu aku dong San, itu lho, tentang surat yang foto copynya aku serahkan ke kamu. Kamu tidak lupa kan, batas akhirnya adalah bulan ini? Dan bulan ini itu hanya tinggal seminggu, jadi aku ingatkan kamu, apakah hutang itu akan kamu bayar, atau rumah ini menjadi milik aku. Sudah kamu fikirkan?”
“Iya tante, aku ingat, tapi perjanjian itu kan sama mama?”
“Lha mama kamu ada di penjara, dan mama kamu menyerahkannya sama kamu, bagaimana ?”
“Sebentar tante, saya mengerti ada perjanjian antara mama dan tante, tapi agunan yang dipergunakan oleh mama itu bukan milik mama lho.”
“Bukan milik mama kamu bagaimana ta San? Lha foto copy semuanya kan sudah aku serahkan sama kamu. Ini, aslinya aku bawa lho, sebentar,” bu Triani membuka tasnya dan mengeluarkan selembar sertifikat, yang menurutnya asli.
“Ini aslinya aku bawa, mamamu sendiri yang menyerahkannya.”
“Tante, saya mohon ma’af, tentang sertifikat itu sedang saya urus tante.”
“O sudah kamu urus? Maksudmu sudah akan kamu pindah tangankan ke tante, begitu? Lha nanti kalau ke notaris kamu harus mengajak tante dong. Mana bisa kamu sendiri memindah tangankan.”
“Bukan pindah tangan tante, tapi perlu tante ketahui bahwa sertifikat itu palsu.”
Seketika melotot mata bu Triani, menatap Susan dengan pandangan marah.
“Apa maksudmu palsu Susan?”
“Kalau tante tidak percaya, silahkan tante ke kantor BPN dan menanyakan, apakah sertifikat itu asli atau palsu.”
“Aku harus ke kantor BPN? Tapi ini dari mama kamu lho San. Bagaimana kalau palsu? Ada namamu juga tertulis disini, namamu dan Anjas.”
“Iya benar tante, tapi tolong tante ke kantor BPN dulu untuk meyakinkan apakah itu palsu atau asli. Kalau saya yang ngomong pasti tante tidak percaya.”
“Lha terus kalau benar surat ini palsu, lalu bagaimana uangku yang 1.6 M itu, sudah setahun lebih lho San, sedang yang 1 M itu sudah setengah tahunan.”
“Tante nanti setelah dari BPN langsung ketemu mama saja.”
“Kok kamu kemudian seperti lepas tangan begitu San? Itu mama kamu, jadi harus menjadi tanggungan kamu juga.”
“Tante ke BPN dulu saja, supaya jelas, semuanya kan belum tentu, mungkin saya yang salah.”
Bu Triani langsung berdiri dan tanpa mengucapkan apapun langsung pergi begitu saja. Susan menghela nafas panjang.
“Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, pasti nanti dia marah-marah sama mama, dan mama akan dilaporkan ke polisi karena pemalsuan sertifikat dan penipuan. “
“Bagaimana San?”
“Aku suruh dia ke kantor BPN supaya yakin. Tapi aku kok jadi kasihan pada mama ya Nay..”
“Apapun yang dilakukan mama kamu itu tidak benar. Dia harus menangung akibatnya.”
“Baiklah, ayo kita lanjutkan pekerjaan kita tadi.”
***
Dengan perasaan gundah Susan melangkah kembali ke gudang. Ada rasa nyeri di ulu hati mengingat mamanya, karena bagaimanapun selama ini Lusi juga terkadang bersikap baik kepadanya, dan mereka sudah hidup bersama selama bertahun-tahun.
“Susan, masih memikirkan mama kamu?”
“Dia pernah menjadi mama aku selama ini, ikatan batin itu ada, walau terkadang aku sangat membencinya. Tapi kalau dipikir-pikir, mama juga pernah menyayangi aku sehingga aku tidak merasa bahwa dia bukan mama aku.”
“Aku bisa mengerti, tapi kalau mama kamu melakukan kesalahan maka dia wajib menebusnya.”
“Benar.”
Keduanya kembali masuk kedalam gudang. Kopor tua yang sudah setengah terbuka itu masih teronggok disana. Naya membukanya semakin lebar.
“Pakaian-pakaian tua yang pasti sudah puluhan tahun tersimpan disini. Tapi ini jelas bukan milik nenek. Ini pakaian laki-laki. Lihat, ada piyama, ada.. apa ini? Ada foto didalam sini..” pekik Susan.
Susan menarik sebuah bingkai foto, sepasang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki seperti yang ada di album tua yang ditemukannya sebelumnya. Perempuannya masih sangat muda, tampak lugu tapi memang cantik. Susan mengamatinya dengan seksama.
“Apakah ini kedua orang tuaku ?”
“Ini yang fotonya ada bersama nenek kamu di album tua itu.”
“Apakah ini isterinya? Jadi adalah ibuku ? Memang benar, jauh lebih muda, lebih pantas menjadi anaknya. Kalau benar, mengapa ya bapakku memperisteri wanita muda ini?”
Naya membongkar lagi isi kopor tua itu, ada sebuah kain batik dan kebaya juga.
“Apakah ini pakaian mereka? Mungkin disimpan karena ini pakaian ketika mereka menikah?”
“Tampaknya nenek tidak menyukai pasangan ini. Mungkin tidak setuju ayahku menikahi gadis dusun yang jauh lebih muda darinya. Buktinya foto ini tidak dipasang dirumah padahal sudah berbingkai. Malah disimpan didalam gudang yang kotor seperti ini,” gumam Susan.
“Coba keluarkan fotonya, barangkali ada catatan dibaliknya,” teriak Naya.
Susan membuka kardus dibelakang pigura itu dan menarik fotonya dengan hati-hati, takut tersobek karena lamanya.
“Ada Naya... ada... lihat!”
KUNCORO – SUMINI
Mojolegi, Boyolali
1 Januari 1989
“Oh, ini mungkin catatan ketika mereka menikah. Jadi ini ibuku? Namanya Sumini?”
Susan mendekap foto itu dengan air mata berlinang.
“Ini ibu bapakku,Naya. Aku tak sempat ditimangnya, tak sempat memeluknya,” Susan terisak.
“Susan, masih ada tulisan di selembar kertas, tuh, jatuh.”
Susan memungutnya. Kertas itu ada diantara kardus dan fotonya.
Untuk anakku Susanti.
Di kotak itu ada perhiasan milik ibumu, tak seberapa, terimalah, cincin bermata berlian, kalung dan leontin dengan foto bapak ibumu, serta anting, dengan hiasan berlian yang sama. Hanya itu yang bisa bapak berikan kepadamu, juga rumah yang ditinggali nenek Nina. Semuanya untuk kamu. Foto di leontin itu, harapan bapak, agar kamu ingat bahwa pernah punya bapak dan ibu.
Dari
Kuncoro, bapakmu.
Susan terisak, lalu mencari kotak yang dimaksud, tapi sampai semua dikeluarkan, tak ada kotak itu.
“Mana kotaknya? Aku ingin memakai leontin itu, yang ada foto bapak dan ibuku. Mana?”
Susan mencari-cari, tapi tak ada kotak yang dimaksud dalam surat itu.
“Susan, yang didalam almari kecil itu, bukankah ada kotak tapi sudah kosong?”
Susan terduduk lemas. Benar, pasti itu kotaknya, yang isinya kabur entah kemana.
“Ya Tuhan, tega sekali mama merampas semuanya,” Susan kembali terisak.
“Dimana barang-barang itu, aku tak pernah melihat mama memakainya. Pasti sudah dijualnya tanpa sisa. Itu sangat berharga untuk aku, karena pemberian orang tuaku, bukan karena mata berlian yang ada disana. Lebih-lebih dengan leontin itu.” Susan terus terisak.
“Susan, lihat, barangkali perhiasan yang dipakai ibu Sumini itulah yang kemudian diberikan kepadamu. Tuh, leontin yang ada foto mereka berdua,” kata Naya.
“Benar... benar Naya.”
“Susan, kalau kamu menangisi benda itu barangkali tak akan ada gunanya. Bagaimana kalau kamu membuat perhiasan dengan model serupa dengan foto itu? Memang tidak sama, tapi setidaknya kamu sudah meniru modelnya dan itu milik ibu kamu. Barangkali sedikit bisa mengobati luka hati kamu.”
“Oh, benar Naya, kalaupun aku menagihnya dari mama, sudah pasti barang itu sudah tak ada. Mungkin dijual atau diberikan kepada siapa, jadi lebih baik aku membuat tiruannya, barangkali bisa sedikit mengobati rasa kecewa aku ya Nay.”
“Benar, bawa foto itu nanti ke tukang emasnya, agar bisa mencetaknya untuk leontin kamu. Juga model permatanya. Bisa kok.”
“Naya, terimakasih telah selalu menemani aku dan menguatkanku,” isak Susan sambil memeluk Naya erat, mengumbar derasnya air mata yang terburai bersama duka hatinya.
“Lihat Susan, ada kertas diremas-remas disudut kopor. Itu.. disela-sela tumpukan baju itu.”
Susan melepaskan pelukannya. Tadi mereka belum sempat membongkar semuanya. Ada kertas yang diremas, karena mungkin tidak terpakai, bergulung disudut kopor. kumal yang kemudian diambil oleh Susan. Selembar kertas, hanya sesobek, atau memang sudah sobek. Tulisannya sangat buruk, seperti coretan-coretan, mirip tulisan neneknya.
Untuk Lusi,
Lusi menantuku, kelak kalau Susan sudah dewasa, dia berhak.........sebenarnya. Kopor besi berwarna ijo itu jangan sekali-kali............. , karena ........ikan ayahnya untuk dia. Jadi biarkan dia sendiri y............
Surakarta, 15 Mei 2005
Dari Nina,
“Ini dari nenek untuk mama. 5 hari sebelum nenek meninggal. Nenek meninggal tanggal 20 Mei 2005. Ditulisnya dalam keadaan sakit, makanya tulisannya sangat jelek. Mungkin Lusi sudah menyobeknya dan entah dimana sobekannya.”
“Tapi biarpun hanya sesobek, kita bisa mengerti maksudnya. Kopor itu peninggalan ayahmu. Lusi dilarang membukanya, dan harus memberikannya kepada kamu, karena kamu berhak mengetahui siapa sebenarnya kamu, Lebih kurangnya begitu Susan,” kata Naya.
“Jahat.. jahat... jahat...” jerit Susan sambil memeluk foto ayah dan ibunya..
“Mengapa mama kamu tidak membuangnya sekalian? Mungkin ingin membuangnya, tapi terlempar kedalam kopor dan dia tidak mengetahuinya, karena terburu-buru ingin mengambil kotak perhiasan itu. Bukankah ini jalan dari Allah yang ingin menunjukkan kepada kamu atas semua yang terjadi?” kata Naya.
“Nenek tidak bisa bicara ketika itu.. dia memeluk aku sambil menangis.. ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa, tangannya menunjuk-nunjuk kearah mama. Mungkin nenek ingin bilang bahwa aku harus bertanya kepada mama, karena menurut nenek mama mengetahui semuanya. Tapi mama tidak pernah mengatakan apa-apa.”
Naya merapikan tumpukan baju-baju itu dan memasukkannya kembali kedalam kopor, lalu bersama Susan barang itu dibawanya keluar. Dikamar mamanya, Susan mengambil kotak kosong yang bertuliskan untuk dirinya, dijadikan satu didalam kopor itu. Tapi foto bapak ibunya disimpan didalam tasnya.
“Naya, ini aku bawa kerumah kostku dulu ya, baju-baju ini butuh laundry.”
“Ya, sebaiknya begitu.”
“Besok Minggu aku akan ke Boyolali, alamat itu tidak jelas, tapi siapa tahu aku bisa menemukan sesuatu, lalu bisa mengetahui dimana ayah ibuku dimakamkan.”
“Ya, sebaiknya begitu, aku akan mengantarmu,” kata Naya.
“Naya, kamu sangat baik, terimakasih banyak ya.”
***
Bu Triani mencak-mencak karena Lusi tak mau keluar dengan alasan sakit. Dia sudah ke kantor BPN dan benar bahwa itu sertifikat palsu. Dengan mata berapi-api ia langsung melaporkan semua yang dilakukan Lusi.
“Kurangajar dia, menipu sampai sebegitu banyak. Ini semua buktinya, sudah saya foto copy dan saya serahkan kepada bapak. Juga pernyataan dari BPN bahwa sertifikat itu palsu. Setan alas dia, sudah berteman selama bertahun-tahun tega menipu saya. Saya harap dia dihukum seberat-beratnya. Atau biarkan dia membusuk dipenjara.”
Bu Triani yang tak bisa mengendalikan diri terus menerus mencak-mencak, sampai ketika naik ke mobilnya menuju pulang, umpatan demi umpatan terus saja meluncur.
“Tapi aku akan tetap menagih pada Susan, dia juga harus ikut bertanggung jawab,” lanjutnya, kemudian ia menuju kerumah Lusi kembali. Namun sesampai disana rumah itu kosong. Menambah geram hati bu Triani.
***
Memang hari itu Susan tidak kerumah. Ia mengerjakan pekerjaan kantor karena beberapa hari agak terbengkalai. Tapi pak Indra memakluminya.
“Tapi kamu sudah menemukan siapa orang tuamu kan San?” tanya pak Indra.
“Namanya sudah pak, desanya Mojolegi. Besok Minggu saya mau ke Boyolali, barangkali bisa menemukan sesuatu disana.”
“Mudah-mudahan segera selesai permasalahan kamu ini ya San, aku ikut prihatin.”
“Terimakasih pak, Naya dan bapak sudah banyak membantu.”
“Pastilah San, kamu kan karyawanku, sekaligus calon menantuku.”
Susan tersenyum menatap pak Indra.
“Benarkah bapak mau bermenantukan saya? Ternyata kan saya hanya anak orang desa, dan sampai sekarang juga belum jelas dimana makamnya.”
“Lebih baik orang desa tapi berperilaku baik, daripada orang kota, terpandang, tapi kelakuannya tidak terpuji. Bukankah begitu Susan?”
Susan mengangguk terharu. Ada rasa bahagia disa’at hatinya sedang terombang-ambing oleh hidupnya yang belum jelas, masih ada orang yang memberi banyak perhatian dan bahkan mau mengambilnya sebagai menantu.
“Tapi apa kamu belum mendengar, atau Naya lupa ya, hari Minggu itu kan Dayu sama Liando bertunangan. Kami sekeluarga harus hadir, karena pak Tikno itu kan sudah seperti keluarga bagi kami.”
“Oh iya, tante Diana juga pernah bilang. Apakah acaranya siang?”
“Sepertinya siang.”
“Tidak apa-apa pak, nanti ke acara itu dulu, baru saya mau ke Boyolali.”
“Baiklah, yang penting semua bisa tertangani.”
***
“Susan, apakah kamu membawa fotonya bapak sama ibu kamu?” tanya Naya ketika mereka makan siang diluar.
“Aku bawa, so’alnya aku mau mampir ke tukang foto, mau aku perbesar dan aku buat pigura cantik, biar aku pasang dikamar aku.”
“Baguslah.”
“Kenapa nanya?”
“Nanti aku akan ajak kamu mampir kesuatu tempat.”
“Dengan foto ini ?”
“Ya.. “
Tapi ketika Naya mengajaknya masuk kesebuah toko emas, Susan menolaknya.
“Jangan Naya, aku belum cukup uang untuk membuat tiruan perhiasan ibu, besok-besok saja, aku juga belum melihat tabungan aku.”
“Bukan kamu, tapi aku.”
“Apa maksudmu ?”
“Aku hanya ingin meniru model cincinnya saja.”
“Naya..”
“Ayolah, sambil nanya-nanya saja kan nggak apa-apa?”
“Nanya saja? Ya benar, supaya aku tahu kira-kira berapa uang yang harus aku persiapkan untuk membuatnya ya?”
“Benar, takut amat sih,” kata Naya sambil menarik tangan Susan masuk kedalam.
“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?”
“Mau nanya dulu, coba San, foto nya tolong keluarin,” katanya kepada Susan.
Susan mengeluarkan foto itu.
“Bagaimana kalau saya mau pesan cincin, yang modelnya seperti difoto ini?”
Susan menatap Naya tak mengerti, tapi dikeluarkannya juga foto itu.
Tukang emas itu mengamati gambarnya.
“Cincinnya terlalu kecil, kurang jelas modelnya.”
“Permata pada cincin itu modelnya sama dengan antingnya, dan juga pada gelangnya,” kata Naya.
“Oh, iya.. iya.. saya mengerti..”
“Naya...”
“Cincin itu saya pesan sekarang, berapa harganya, lalu saya mau tanya dulu, kalau setelan seperti yang dipakai di foto itu semua berapa ya? Oh ya, leontinnya ada fotonya, seperti digambar ini.”
“Baiklah, cincinnya mau yang berapa gram?”
“Bagaimana kalau 5 gram? Cukupkah?”
“Cukup pak, biasanya juga segitu, sebentar saya hitungkan permatanya ya.”
***
“Naya, kamu pesan cincin untuk aku?” tanya Susan dalam perjalanan kembali ke kantor.
“Dengar Susan, besok Minggu Dayu mau tunangan, tiba-tiba aku juga ingin secepatnya menyusul mereka.”
“Ya ampun Naya, begitu tiba-tiba?”
“Tidak, aku sudah memikirkan sejak lama. Lalu aku ingat cincin di foto itu. Kalau aku buat yang modelnya sama, kamu pasti senang kan?”
“Naya, tentu saja aku senang. Tapi yang lain-lainnya baru akan aku pikirkan, lumayan banyak, aku akan hitung-hitung dulu uangku.”
“Yang penting mereka bisa, angkanya sudah jelas. Ya kan?”
“Oh ya, tolong ke tukang foto dulu ya Nay, sampai lupa.”
“Iya, aku juga lupa.”
***
Malam itu ditempat kost Susan membongkar kopor usang itu. Baju-baju itu masih utuh dan bagus, tapi karena disimpan terlalu lama, baunya sangat tidak enak. Susan mengambilnya satu persatu, dimasukkan kedalam tas kresek yang sudah disiapkan, besok dia akan membawanya ke laundry. Tapi sebelum memasukkannya, Susan mengkibas-kibaskan dulu baju itu, supaya kalau ada kotoran tidak ikut masuk kedalamnya.
Tapi ketika giliran jas bapaknya dikibaskan, sesuatu meluncur dari dalam saku jas itu. Susan memungutnya, dan terpana melihatnya.
***
besok lagi ya
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Roos, Noordiana,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah.... matur nuwum Mbak Tien. semakin penasaran. Lanjut.....
DeleteSalam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan pembaca yg budiman selalu sehat dan sukses.
DeleteAlhamdulillah BAGAI REMBULAN 33 sudah tayang.
Matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang, juga
Terima kasih Bu Tien BR 33 sudah tayang lagi. Ceritanya semakin membuat gemas dan kepo nih Bu. Ditunggu kelanjutannya.
DeleteSalam sehat buat Bu Tien dan seluruh pembaca BR 😊🙏
Alhamdulillah....
DeleteYang ditunggu tunggu sudah hadir
Matur nuwun Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
Alhamdulillah, trimakasih Bu Tien, salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteWaaah..... Tambah seru & penasaran. Terimakasih mba, semoga sehat slalu. Salam dr kuningan 🙏🏻
DeleteMatur nuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Batanh
Terima kasih mbak Tien.
ReplyDeleteKehadiran BR 33 sdh dinantikan.
Salam dari Yk.
MTR Nwn mbak Tien...🙏🙏🙏.
ReplyDeleteMakiiin seruuu...
ReplyDeleteSelalu ditunggu kelanjutannya bu.
Salam sehat tuk ibu dan kluarga.
Akhirnya yang ditunggu datang juga.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.... Slam sehat.. Kami tunggu episode selanjutnya
Penasaran terus berlanjut🤭...terima kasih bu tien BR 33 udah tayang.salam seroja
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun mbak Tien, makin seru...
ReplyDeleteDr Bekasi salam sehat sll, bahagia fi dunya wal akhirat. Aamiin
Ditunggu lanjutannya
Makasih Bu Tien...
ReplyDeleteSemoga sehat selalu..
Salam dari Nias bu..😉😉
terimakasih. selalu enjoying cerbung bu Tien
ReplyDeleteAlhamndulillah....terimakasih mbak tien
ReplyDeleteMbak Tien..maturnuwun, ceritanya bagus banget. Mbakyu sungguh piawai merangkai cerita yang mengaduk-aduk emosi pembacanya. Salut...ditunggu kelanjutan kisan Susan ini dengsn berdebar-debar.
ReplyDeleteTeruslah sehat dan teruslah berkarya. Mbak Tien, saya tidak tahu nomor WA panjenengan. Harap hubungi saya di WA 08169226969 karena saya akan pesan karya mbakyu yang sudah dibukukan.
Maturnuwun
Iyeng Sri Setiawati
Semarang
Maaf no WA keliru
DeleteMbak Tien..maturnuwun, ceritanya bagus banget. Mbakyu sungguh piawai merangkai cerita yang mengaduk-aduk emosi pembacanya. Salut...ditunggu kelanjutan kisan Susan ini dengsn berdebar-debar.
ReplyDeleteTeruslah sehat dan teruslah berkarya. Mbak Tien, saya tidak tahu nomor WA panjenengan. Harap hubungi saya di WA 08179226969 karena saya akan pesan karya mbakyu yang sudah dibukukan.
Maturnuwun
Iyeng Sri Setiawati
Semarang
Mbak Tien, bikin deg2 an aja critanya .... Makasih.
ReplyDeleteAlhamdulillah Bagai Rembulan 33 sdh tayang
ReplyDeleteWah apa ya yg meluncur dari jas bapaknya Susan?
Semakin seru dan bikin penasaran ceritanya
Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat dan sukses selalu
Salam hangat dari Bekasi
Trmksh... Mantaapp deh.... Bsok apaa lg yaaa...... Hee hee... Penasaran..... Salam Manies bu Tien... Sy Tata Suryo Smrg..
ReplyDeleteMatur nuwun... Mbak tien...sehat selalu jasmani rohani ekonomi berimajinasi membuat cerita ini mengaduk emosi berempati
ReplyDeleteYg tiba2 jatuh dr jas Ayah Susan apa nih,bikin penasaran nih mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat2 dr Tegal.
Maturnuwun Bu Tien, BR~33 telah hadir.. semoga tetap sehat dan sukses selalu..
ReplyDeleteTrimakasih mbak Tien BR33...
ReplyDeleteBenar2 baguus...bikin deg2an dan penasaran..
Lanjuut mbak Tien..salam sehat selalu dr bandung.
Makasih Bunda untuk BR 33, makin bikin penasaran , asyik dan sangat menarik.
ReplyDeleteSemoga Bunda selalu sehat dan tetap semangat dalam berkarya.
Salam dari kami sekeluarga dari SOLO
Apa ya kira2 yg jatuh dr saku jasnya p kuncoro? Smg bs nenjd petunjuk bagi Susan utk melacak jati dirinya .. ditunggu lanjutan crtnya mb Tien...slm seroja unyuk kita semua.
ReplyDeleteTerima kash Bunda Tien,, semoga Bunda sehat selalu Aamiin
ReplyDeleteHhmm..nunggu lagi sabar..sabar.. Ambarawa hadir bu Tien tetap sehat dan semangat ya
ReplyDeleteAlhamdulillah Bagai Rembulan 33 sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat aamiin
Salam sehat dan hangat dari Salamah Purworejo
Terimakasih mbak Tien ..ceritanya seru
ReplyDeleteMbak Tien salam sehat.
ReplyDeleteKuncoro dan Sumini menikah 1989.
Misalnya Susan lahir 1990
Nenek Nina meninggal 2005.
Katakanlah Kopor tua ditemukan 2006. Saat itu umur Susan 16 tahun, tidak mungkin kan dia sudah S1. Yang paling pas Kopor tua ditemukan th. 2013 saat Susan berumur 23 th, tapi Naya baru 22 th ( kan lebih muda dan baru saja Wisuda )
Jedah nenek Susan meninggal sampai Kopor ketemu 8 th ( 2005 - 2013 )
Cukup lama juga Susan diasuh mama Lusi
Mas Hadi.. kopor tuwa tidak disebutkan tahun berapa kan?
DeleteNuwun perhatiannya
Nuwun ugi mbak Tien ....
DeleteBecik ketitik...olo ketoro. Semoga Bu Tien tetap sehat dan bisa menyelesaikan cerbung yg bikin penasaran ini...Aamiin 🙏🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah tayang. Terimakasih Bu Tien. Salam seroja dari Magelang.
ReplyDeleteTerima kasih ibu Tien ,SMG ibu sehat sll ,aku hd pensaran aoa yg meluncur dari dlm jas BPK Kuncoro penasaran.smg ibu Tien vs menjelaskanya hartiwi DS jkrt.
ReplyDeleteAlhamdulillah...,sehat selalu Bu Tien,Aamiin.Salam dari Kediri
ReplyDeleteSmkn seru... terima ksh bu sdh menghibur kami...sehat slalu ya bu Tien..Salam dr Jaktim
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
ReplyDeleteSalam sehat...
Aduhai bunda Tien.....aku penasaran.........Semoga bunda sehat selalu.....
ReplyDeleteTambah penasaran deh mba. Makasih mba Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSelamat pagi Bu Tien , semoga sekel sllu sehat2 , matur nuwun BR 33 nya. salam .
ReplyDeleteMasihkah ada warisan lain untuk Susan.....?
ReplyDeleteSalam sehat selalu mbak Tien
Terima kasih Mbak Tien, ep 33 sudah tayang... dan semakin seru.. semakin membuat penasaran kelanjutannya. Smoga Mbak Tien selalu sehat. Salam seroja dari Semarang.
ReplyDeleteDi setiap jilid, Bu Tien selalu membuat kejutan, sehingga membuat penasaran...untuk mengikuti lanjutan ceritanya. Salam sehat dan semangat kagem Bu Tien...
ReplyDeleteMbak Tien seruuu bingit ceritanya...
ReplyDeleteLuar biasa imajinasi yg ditampilkan
Salam sehat mbak Tien...YulieSleman
Mbak Tien..karya mbakyu itu Sepenggal Kisah, Sekeping Cinta Menanti Rembulan, Dalam Bening Matamu, Lastri, Kembang Titipan, Cintaku Diantara Mega, Saat Hati Bicara, Buah Hati, Bagai Rembulan. Apakah saya ada yang terlewat mbakyu? Maturnuwun
ReplyDeleteLestari punya mimpi, Sekuntum mawar untuk ibu
DeleteTerima kasih mbak Tien, makin asyik ceritanya.
ReplyDeleteSelmaat siang mbak Tien
ReplyDeleteKl Susan ke Boyolali, spy mampir ke rumah saya aja dl , saya tahu koq kl hanya desa Mojolegi..itu msk di kecamatan Teras mbak.
Kasihan kl sampai kesasar..
Siap mengantar..
Panjenengan sungguh baik hati...dan suka menolong...
DeleteDuh gemeeess... pingin tau lanjutannya😀makin seruuu
ReplyDeletesetia menunggu BR 34
ReplyDeleteBola bali dilongok
ReplyDeleteBelum datang juga
Masih setia menunggu
Alhamdulillah.. Mtur swun..
ReplyDeleteMugi2 tansah rahayu wilujeng lestari sugeng widodo....
Sdh jam 21.55 belum ada
ReplyDeletePasukan pengintai....
ReplyDelete.
.
Salam sehat...bu tien..
.
Malang hadir..
Bu Tien belum selesai ngetik nya. 😂
ReplyDelete22.15 juga blm ada
ReplyDeleteSetia menanti.
Puji Tuhan, ibu Tien msh sangat produktif, selalu menyajikan cerita yg banyak digandrungi pembaca. Yustinhar Priok menunggu cerita berikutnya... Matur nuwun....
ReplyDelete