Thursday, October 15, 2020

ADA YANG MASIH TERSISA 04

 

ADA YANG MASIH TERSISA  04

(Tien Kumalasari)

 

Miranti bersndar didinding dan merasa nyeri didadanya sementara laki-laki yang berstatus suaminya itu  bertelanjang dada dan  masih berdiri dihadapannya dengan wajah yang menurut Miranti sangat mengerikan

“Itu benar, bapak membayar orang tuamu sebanyak seratus juta untuk membuat usaha orang tua kamu berjalan kembali. Imbalannya adalah kamu. Perusak kisah cinta aku yang sangat indah, sangat manis dan menggairahkan.”

Miranti tak menjawab. Tenggelam dalam luka yang terasa berdarah-darah. Memang benar pak Kusumo membantu ayahnya, agar  bisnis ayahnya yang nyaris bangkrut bisa bangkit kembali, tapi sangat menyakitkan ketika Tejo mengatakan bahwa itu sama dengan harga tubuhnya.  Air matanya menitik turun. Ia merasa dipermainkan dan terhina.

“Dengar, aku hanya ingin menyakiti kamu.” Kata terakhir itu bagai menghunjam ulu hatinya. Lalu Tejo keluar dari kamar.  Miranti masuk kekamar mandi, menyiram tubuhnya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Membersihkan tubuhnya yang terasa kotor. Mengguyurnya sampai puas dan kedinginan, lalu dengan tubuh menggigil ia  keluar dari kamar mandi, mengelap tubuhnya dengan handuk kering dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih hangat.

“Pram.. kamu dimana Pram...” bisiknya lirih.

“Aku merasa terhina dan rendah, aku sakit Pram...” lalu ia kembali terisak, menelungkupkan wajahnya pada bantal dan membiarkan bantal itu kuyup oleh duka yang terburai.

Tapi pagi harinya Miranti tak bisa bangun. Tubuhnya terasa sakit, dan menggigil. Ia sudah menyelimutinya dengan selimut tebal dan memakai jacket, tapi rasa dingin itu masih menggigit.

Ia tak tahu selanjutanya Tejo tidur dimana.  Ketika  dilihatnya  jam dinding,  ternyata  sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.

“Pasti dia sudah berangkat kerja.”

Miranti mencoba bangkit, ia harus mencari obat. Barangkali di almari obat ada sesuatu yang bisa diminumnya. Berjalan tertatih karena lemas, Miranti membuat teh hangat didapur. Ia belum masak apapun, dan dia juga tak ingin makan apapun. Dengan berpegangan pada kursi meja makan, dia menuju ke almari obat. Syukurlah, ada obat panas disitu, tapi ia harus makan sesuatu. Ketika membuka tudung saji,  dilihatnya masih ada sisa dua potong pisang goreng disana. Miranti mengambilnya sepotong dan memakannya.  Terasa pahit, hanya separo masuk keperutnya, lalu ditelannya sebutir obat dengan teh hangat yang baru dibuatnya.

Dengan tertatih dia kembali kekamar. Tapi dilihatnya seprei berantakan dan ada ceceran darah.  Mengapa dia baru menyadarinya? Miranti teringat perlakukan kejam suaminya. Ia menarik seprei dan menjatuhkannya dikeranjang kotoran. Tubuhnya  lemas, tapi dia harus mengganti seprei itu. Dengan susah payah dia berhasil mengganti alas tidur yang bersih, sekaligus bantal dan gulingnya. Sedikit terengah ketika Miranti kemudian berhasil membaringkan lagi tubuhnya, dan menutupinya dengan selimut tebal.

Ia mencoba memejamkan matanya, tapi kepalanya terasa pusing. Lalu dipijit-pijitnya kepalanya, dan tiba-tiba ponselnya berdering. Miranti enggan mengangkatnya, tapi dering itu terus mengganggunya. Dengan lemas Miranti meraih ponselnya.

“Apa kabar bidadari?” suara dari seberang yang sangat dikenalnya.

“Pram.. bisiknya lemah, sedikit gemetar.”

“Hei.. kamu kenapa?”

“Aku sakit Pram..”

“Sakit? Sudah ke dokter?”

“Belum Pram, badanku lemas dan aku menggigil kedinginan.”

“Ya Tuhan, aku jemput kamu dan aku antar ke dokter ya?”

“Tidak Pram, sewaktu-waktu mertuaku datang , apa jawabku kalau aku bersamamu nanti.”

“Tapi kamu sakit Mir.. “

“Sakit jiwa dan ragaku Pram..”

“Apa maksudmu?”

“Aku diperkosa...” katanya terisak.

“Ya Tuhan, suami kamu?”

“Iya..”

“Setan alas dia, aku akan mencarinya dan menghajarnya.”

“Pram..”

“Sungguh aku akan melakukannya !!”

Dan tiba-tiba Pram menutup ponselnya.

“Pram.. apa yang akan kamu lakukan? Ya Tuhan, mengapa tadi aku mengatakannya? Aku seperti tak sadar, aku menyesal mengatakannya,” jerit batin Miranti.

Tubuhnya semakin menggigil. Panas badannya belum juga mereda.

Miranti terus merasa tersiksa dengan keadaan tubuhnya yang masih juga menggigil. Ia sendirian, apakah ia harus menelpon mertuanya? Itu merepotkan. Atau menelpon ibunya? Aduh, jangan membuat panik orang tua. Miranti meraih bantal disampingnya dan diletakkan diatas dadanya.

Entah berapa lama dia merasa kesakitan, ketika tiba-tiba didengarnya bel tamu berdering, dan sebuah suara yang dikenalnya memanggil-manggil namanya.

“Miranti.. Mir.. kamu ada didalam?” itu suara bu Kusumo.

Miranti harus bangkit dan membuka pintu. Dengan tubuh lemas dan kaki gemetar dia melangkah keluar. Berpegangan dari pintu kekursi.. ke meja.. terhuyung dan  kehabisan tenaga, dan  sesampainya  didepan pintu, lalu membukanya. Tapi begitu pintu terbuka, Miranti jatuh terkulai.

“Ya Tuhan, bapak.. lihat Miranti !!” teriak bu Kusumo yang ternyata datang bersama  pak Kusumo. Bu Kusumo bersimpuh memegangi kepala Miranti yang terkulai.

“Kenapa dia? “

“Nggak tahu pak, membuka pintu langsung ambruk. Coba bapak panggil dokter saja.”

“Baiklah, tapi biar aku bawa dulu dia kekamar.”

“Apa bapak kuat?”

“Kuat lah, ayo bantuin..”

Berdua mereka mengangkat tubuh Miranti dan dibaringkannya didalam kamar. Pak Kusumo memanggil dokter, sementara bu Kusumo mencari-cari obat gosok di almari obat. Digosoknya kaki dan tangan Miranti yang terasa dingin. Digosoknya terus sambil memanggil-manggil namanya.

“Miranti...  Miranti.. bangun nak.. bangun.. kamu kenapa?” lalu diciumkannya obat gosok itu kehidungnya.

“Dokter akan datang tak lama lagi. Kemana Tejo?”

“Ke kantor pastinya.”

“Ini hampir sa’atnya pulang makan siang,  apa dia tahu kalau isterinya sakit ?”

“Coba bapak tilpun dia,” kata bu Kusumo sambil terus memijit-mijit kaki Miranti.

“Tejo, kamu masih di kantor?”

“Ya bapak,” jawab Tejo dari seberang.

“Kamu tahu kalau isteri kamu sakit?”

“Sakit? Tejo tidak tahu pak, ketika berangkat kekantor dia masih tidur.”

“Segera pulang, dia pingsan.”

“Pingsan?”

“Cepat dan jangan banyak bertanya.”

Miranti sudah membuka matanya ketika dokter datang.

“Oh, syukurlah, kamu kenapa nak?”

Miranti menatap yang ada didekatnya satu persatu, ada bapak dan ibu mertuanya, dan ada seorang laki-laki dengan pakaian dokter. Miranti masih merasa kedinginan.

“Kamu kenapa Miranti?”

“Ada apa bu Tejo?” tanya dokter sambil mengeluarkan stetoskop dari dalam tasnya lalu mulai memeriksa keadaan Miranti.

“Itu tadi ketika kami datang, tiba-tiba dia jatuh pingsan dok,” kata bu Kusumo.

Dokter memeriksa semuanya. Suhu badannya, tekanan darahnya.

“Badannya panas, saya akan menyuntiknya dulu ya.”

“Sakitnya parah dok?”

“Tidak, dia cuma masuk angin tapi tidak segera diobati.”

Miranti tak mengatakan apa-apa, tubuhnya masih terasa lemas.

Ia terpekik ketika dokter menyuntiknya.

“Tidak apa-apa bu.”

“Benarkah dia tidak apa-apa?”

“Tidak tampak adanya gejala penyakit, sebentar lagi panasnya akan turun. Saya tuliskan resep dan segera diminumkan ya pak,” katanya kepada pak Kusumo yang berdiri disudut ruangan dengan wajah khawatir.

“Oh, baiklah dokter.”

“Tadi saya minum parasetamol..” bisiknya pelan.

“Baiklah, tapi itu belum cukup menurunkan suhu tubuh ibu. Nanti segera diminum obatnya ya.”

Dokter keluar diiringi pak Kusumo.

“Saya akan membelikan obatnya sekarang dok.”

Tapi sebelum pak Kusumo menaiki mobilnya, dilihatnya Tejo datang.”

“Nah itu suaminya datang. Terimakasih banyak dok.”

“Sama-sama pak Kusumo, Kabari saya kalau ada apa-apa, juga kalau panasnya dalam sehari ini belum juga mereda.”

“Baik dokter.”

Setelah dokter itu pergi, pak Kusumo memberikan resep itu pada Tejo.

“Belikan obatnya dan segera pulang. Isterimu harus segera meminumnya.”

“Ya bapak, “ kata Tejo yang langsung berangkat, lupa menanyakan keadaan isterinya, karena sebenarnya ia memang tidak peduli.

***

Bu Kusumo memesan makan melalui layanan on line, karena tak ada yang bisa dimakan siang itu. Tapi ia lega, Miranti tidak lagi menggigil, bahkan tubuhnya mulai berkeringat. Bu Kusumo mengelap keringat didahi dan leher Miranti.

“Untunglah ibu datang, apa kamu tadi tidak bilang kepada suami kamu bahwa kamu sakit?”

“Tidak bu, saya masih tidur ketika mas Tejo berangkat. Ma’af saya tidak sempat membuat minuman dan sarapan. Nasi juga belum ada.”

“Tidak apa-apa Mir, ibu sudah memesan makan untuk kamu dan untuk bapak juga.”

“Ma’af merepotkan.”

"Kamu itu ngomong apa. Justru kalau kamu merasa tidak enak badan harus segera memberi tahu ibu. Coba kalau ibu dan bapak tidak kebetulan mampir, tidak ada yang tahu kalau kamu sakit kan?”

“Ma’af ibu.”

“Masih pusing Mir?” tanya pak Kusumo sambil memegang kening Miranti.

“Sudah tidak bapak, trimakasih banyak.”

“Kamu itu jangan sungkan sama bapak dan sama ibumu itu. Kamu sudah menjadi anak kami, apa kamu lupa?”

Miranti terharu, kebaikan kedua mertuanya sedikit mengikis kepedihan hatinya.

“Mereka begitu baik, apa aku tega melukai hatinya?” bisik batin Miranti.

“Mengapa Tejo lama sekali ya?”

“Mungkin antriannya di apotik banyak,” kata bu Kusumo.

Ketika terdengar ketukan di pintu, bu Kusumo bergegas kedepan. Pesanan makanan sudah datang. Bu Kusumo menyiapkannya dimeja makan untuk suaminya, lalu mengambilkan sepiring untuk Miranti.

“Bapak makan dulu saja, tidak usah menunggu Tejo,” kata bu Kusumo yang langsung  masuk kekamar Miranti.

“Ini, kamu harus makan dulu, badan kamu lemas karena belum makan apapun.”

“Biar saya makan sendiri bu,” kata Miranti sambil berusaha bangun.

“Tidak boleh, ayo tidur kembali, biar ibu suapin kamu,” kata bu Kusumo yang menyelimuti lagi tubuh Miranti setelah tadi tersingkap.

“Saya tidak apa-apa ibu.”

“Sudahlah Mir, jangan membantah untuk kali ini, ayo, ini nasi sup ayam, masih hangat, pasti kamu akan merasa segar nanti.”

Miranti terpaksa menurut. Dengan telaten bu Kusumo menyuapi menantunya, dan bersyukur sepiring yang diambilkannya dihabiskannya. Miranti memang merasa lapar, tadi sebelum minum obat baru makan setengah potong pisang goreng.

“”Nah, bagus Mir, mau nambah?”

“Tidak ibu, terimakasih banyak.”

“Sekarang tidurlah, ibu mau melayani bapak makan juga. Nanti kalau Tejo pulang kamu harus bangun sebentar untuk minum obatnya.

“Ya ibu.”

Bu Kusumo pergi keruang makan, dilihatnya suaminya sedang makan.

“Ma’af pak, tadi baru menyuapi Miranti, lihatlah, habis sepiring yang ibu ambilkan tadi.”

“Syukurlah, dia pasti sangat lapar.”

“Iya, dari pagi belum makan apa-apa.”

“Sekarang ibu juga harus makan, nih bapak baru habis separo.”

“Iya pak. Tapi kok Tejo lama sekali ya?”

“Ya seperti kata ibu tadi, mungkin antriannya banyak. Nanti setelah makan kalau dia belum pulang juga biar bapak menelponnya.”

***

Tejo merasa kesal. Ia harus menemui Anisa dan mengatakan semuanya agar dia tidak terlalu lama ngambeg karena dia belum juga berhasil memberinya uang. Tapi gara-gara Miranti sakit dan bapak ibunya ada dirumah, dia terpaksa tidak membantah ketika disuruh menebus obat.

Ia sudah ada diapotik dan menyerahkan resepnya kepada petugas apotik. Pasien cukup banyak, dan Tejo kembali menggerutu.

“Harus berapa jam aku menunggu obatnya? Dasar MIranti sialan. Selalu membuat susah saja,” umpatnya dalam hati.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Tuh kan, Anisa sudah menelpon. Tejo keluar ruangan untuk menjawab panggilan itu.

“Mas Tejo, apa maksudmu? Ini jam berapa? Aku sudah capek menunggu.”

“Sabarlah Nisa, aku sedang ada urusan.”

“Urusan apa lagi, dari kemarin urusan .. urusan terus..”

“Miranti sakit.”

“Syukurin, mengapa kamu mengurusinya? Katamu kamu tak peduli.”

“Bapak sama ibu ada dirumah, aku disuruh membeli obat.”

“Lalu..”

“Ini aku di apotik, pasiennya banyak. Entah berapa lama aku harus menunggu.”

“Ya ampun, tinggalin saja, nanti setelah kamu menemui aku, baru diambil obatnya, susah amat sih mas.”

“Bagaimana kamu itu, bapak sama ibuku ada dirumah, menunggu obat ini.”

“Jadi aku harus menunggu berapa lama lagi?”

“Sabarlah Nisa, nanti setelah aku berikan obatnya aku temuin kamu.”

“Dan jangan lupa uangnya. Aku malu tidak segera mengambilnya di butik. Nanti dikira aku pembohong.”

Tejo terkejut. Padahal dia belum dapat uangnya. Apa yang harus dilakukan, kalau tidak membawa uang pasti  Anisa akan marah.

“Mas Tejo...kamu masih disitu?”

“Iya..iya.. seperti mendengar resepnya sudah siap, ternyata bukan aku.”

“Ya ampuun.. aku sudah tidak sabar lagi mas.”

“Sabarlah Nisa, sabar sebentar ya. Aku mau menanyakan lagi apa obatnya sudah siap.”

“Cepatlah mas, jangan lama-lama. Kalau lama aku susul mas ke apotik lho.”

“Nggak usah, sebentar saja, aku mau menanyakan dulu.”

Tejo menutup pembicaraan itu dengan bingung. Uang apa yang harus diberikan pada Anisa? Disakunya hanya ada beberapa ratus ribu, itupun nanti masih dikurangi untuk membayar obatnya.

Tejo kembali memasuki apotik, tapi belum sampai didalam ponselnya kembali berdering, dari bapaknya.

“Tejo, kamu sedang bicara dengan siapa? Kok lama sekali baru diangkat?”

“Ma’af bapak, tadi baru berpesan ke kantor bahwa saya akan lama kembalinya kekantor.”

“Kamu masih di apotik?”

“Masih bapak, antriannya banyak sekali, saya baru mau menanyakan apa punya Miranti sudah selesai atau belum.”

“Baiklah, cepat tanyakan dan segera kembali. Isteri kamu butuh minum obat itu secepatnya.”

“Baik, bapak.”

Tejo menuju kearah petugas apotik.

“mBak, obatnya ibu Miranti sudah selesai atau belum?”

Petugas itu masuk kedalam untuk melihatnya, lalu kembali menemui Tejo.

“Ma’af pak, obat ibu Miranti itu ramuan, membutuhkan waktu untuk meraciknya, lagipula antriannya masih banyak.”

“Baiklah, kalau begitu saya bayar saja sekarang, supaya kalau sudah jadi tidak lebih lama lagi karena menunggu pembayarannya.”

“Baiklah, saya lihat dulu bapak,” kata petugas yang kemudian kembali lagi.

“Bapak, obatnya semua duaratus limabelas ribu rupiah, mau dibayar sekarang?”

“Wauw, mahal sekali.”

“Iya bapak, obatnya patent semua, tidak ada yang generik. Bagaimana, atau mau diganti generik?”

“Oh, tidak.. tidak, baiklah, saya bayar sekarang saja,” kata Tejo sambil mengeluarkan dompetnya.

“Busyet, mahal amat... sakit apa sih perempuan manja itu?” umpatnya lagi dalam hati.

Setelah membayar Tejo kembali duduk dengan wajah kesal. Ketika ponselnya kembali berdering, dan dilihatnya dari Anisa, dia tak mengangkatnya. Ia bingung harus menjawab apa. Ia lalu mematikan ponselnya.

“Ibu  Miranti...”

Tejo berdiri dan bergegas kearah petugas apotik. Ketika petugas menerangkan cara minum obatnya, Tejo tak memperhatikannya.

“Bukankah sudah ada tulisannya disitu?”

“Sudah bapak, saya hanya menjelaskan.”

“Oh, ya, sudah jelas kok, terimakasih.”

Tejo keluar dari apotik dengan menjinjing obatnya. Tapi sebelum ia memasuki mobilnya, seseorang menghantam pelipisnya dengan keras, membuatnya terhuyung dan nyaris jatuh.

Sambil memegangi kepalanya, Tejo menatap laki-laki gagah tinggi besar yang berdiri dengan wajah penuh marah. Sebelum dia mengucapkan apapun, kembali sebuah pukulan mengenai wajahnya, dan kali ini Tejo tersungkur ditanah.

“Laki-laki busuk, setan alas, keparat. Itu pelajaran pertama, lain kali aku akan menghajarmu sampai kamu tak mampu bangun lagi,” hardiknya.

Susah payah Tejo bangun, dan bingung atas sikap laki-laki tadi. Ketika seorang satpam mendekati, laki-laki itu berkata enteng.

“Dia pantas mendapatkan lebih parah dari itu.” Lalu laki-laki itu naik kedalam mobilnya dan memacunya pergi.

Tejo memegangi kepalanya, dan bertanya-tanya, siapa laki-laki itu. Agak miris hatinya mendengar ancaman yang barusan diucapkannya.

***

Besok lagi ya

 

55 comments:

  1. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
    Wignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto,
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad,
    Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali.
    Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah.....
      Masih sore sudah hadir
      Matur nuwun Ibu Tien,
      Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
      Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.

      Delete
    2. Alhamdulillah AYMT 04 sudah tayang gasik.
      Matur nuwun mbak Tien Kumalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
      Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
      Salam Hormat dari Karang Tengah, Tangerang.

      Delete
    3. Gagal fokus liat harinya Bu Tien, kemarin gak ada harinya yg seharusnya wednesday... Hari ini thursday bu Tien, ttp semangat dlm berkarya Bu Tien.. Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.

      Delete
    4. Alhamdulillah.... matur nuwun Mbak Tien. Lanjut....

      Delete
  2. Selamat sore mbak Tien..
    Trimakasih cerbung 04..
    Kasiaan sekali miranti..smoga tejo dpt balasan setimpal..ga punya perasaan..😣

    Salam sehat dari bandung.

    ReplyDelete
  3. trm kasih bu Tien... tayang lebih awal..
    Syukurin Tejo.... Itu blm. Setimpal. Dg apa yg sdh dilakukan kpd Miranti

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ternyata AYMT~04 tayang lebih awal.. maturnuwun bu Tien, semoga panjenengan tetap sehat semangat dan senantiasa berada Dalam lindungan Allah SWT... Aamiin YRA..

    ReplyDelete
  5. Koreksi:
    1. Coba kalau ibu dan bapak tidak kebetulan mampir, tidak ada yang tahu kalau kami sakit kan?”
    # kami = kamu.

    ReplyDelete
  6. Terima kasih mbak Tien ... AYMT 04 sudah tayang.

    Salam kami dari Yogya.

    ReplyDelete
  7. Wuihh pas ngintip..udah ada lanjutanya..matur nuwun mbak Tien.. Salam sehat bahagia πŸ™πŸ™πŸ™❤️

    ReplyDelete
  8. Selamat sore akhirnya episode ke 4 sdh terbit lebih awal...dan tambah seru saja ceritanya. Salam sehat dan bahagia buat Bu Tien.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah sudah tayamg episode 4
    Terimakasih ibu Tien Kutunggu episode selanjutnya
    Semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
    Salam sehat dan hangat dari Salamah Purworejo untuk ibu Tien dan semuanya Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita aamiin

    ReplyDelete
  10. Makasih cerbungnya mruput banget, doa kami semoga Bunda selalu sehat dan semangat dalam berkarya
    Salam dari Solo

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun.... Smg mbak tien sehst selalu paripurna...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah tayang gasik lagi. Makin seru...
    Terimakasih bu Tien. Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sdh tayang, suwun mbak Tien
    Salam sehat dan bahagia sll dr Bekasi

    ReplyDelete
  14. Wah...perang nih. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu

    ReplyDelete
  15. Terima kasih b. Tien, kiriman ceritanya datang lebih awal. Selalu menunggu kiriman b Tien setiap hari. Semoga b. Tien selalu sehat. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah AYMT 04 sdh hadir, mksh mb Tien

    ReplyDelete
  17. Tejo minta di skak y
    Semoga Miranti nti dapatkan bahagia.
    Salam manis dr yogya utk bu Tien sll...

    ReplyDelete
  18. Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat semangat dan produktip. Tdk terduga liku2 ceritanya...
    Yustinhar dkk di Priok menunggu eps 5.
    Matur nuwun..

    ReplyDelete
  19. Kasihan sekali Miranti...

    Smg Pram bs jd pengobat lara..

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah AYMT 04 sdh tayang
    Kejutan awal buat Tejo tuh..
    Seruu dan bikin penasaran ceritanya
    Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat selalu
    Salam hangat dari Bekasi

    ReplyDelete
  21. Cerbung bu Tien sll asyiik.... Mtrnwn... Met rehat ndalu... Tata Suryo Semarang

    ReplyDelete
  22. Alhamndulillah....terimakasih mbak tien

    ReplyDelete
  23. Cara buat yg baca penasrn, bu tien emang top. Smoga tetap sehat wars jg pembaca agr trus bisa ikuti karya bu tien.

    ReplyDelete
  24. sepertinya AYMT 4 hari ini tayang dari siang tadi ya bun,,, cuma mau comen blm sempet.terima kasih bunda...semoga bunda selalu sehat Amiin yarob...

    ReplyDelete
  25. Mtrswn mbak Tien..
    Cerbung nya sdh tayang...pastilah sangat okey...bikin penadapen
    Salam hangat YulieSleman

    ReplyDelete
  26. Pacitan jg selalu nyimak, Bu Tin, bgus smua ceritanya luar biasa, trmaksih

    ReplyDelete
  27. Semakin penasaran... lanjut Mbak Tien... terima kasih cerbungnya sangat menghibur. Salam seroja dari Semarang.

    ReplyDelete
  28. Yeeeee .. seruuu .. mksih mbak Tien .. salam sehat sejahtera bahagia

    ReplyDelete
  29. Waaaah praam..

    Makin seru.
    Terima kasih buu.. Tetep jaga kesehatan ibu yaa..

    ReplyDelete
  30. Waaaah saya makin penasaran saja, MB Tien trimksih, semoga sehat selalu. Lanjuuuuuuuuut

    ReplyDelete
  31. Kasihan Miranti,disayang mertua,tp diperlakukan buruk oleh suami,jd ga bisa berkutik
    Maturnuwun bu Tien,ditunggu kelanjutannya,slm sehat

    ReplyDelete
  32. Wah jadi rumit ceritanya ini ..
    Tambah seru bagaimana kedewasaan Miranti menghadapinya...???
    Salam sehat selalu mbak Tien

    ReplyDelete
  33. Hatur Nuhun mbak Tien..
    Salam sehat sapapaosna..
    Kang Idih - Bandung

    ReplyDelete
  34. Pisahin bu... pisahin miranti sama tejo. Jahat banget, kotor pula. Aku sampai nangis bacanya...hu...hu...hu...

    ReplyDelete
  35. Mantappp.... mksh ya bu Tien.. critanya dr awal sdh mantul...sehat slalu bu..

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah.. Mtur swun..
    Salam sehat

    ReplyDelete
  37. Ceritanya makin seru, tapi mhn maaf banget Bu Tien, mungkin kekerasan bisa diganti dgn dialog...
    Semoga Bu Tien diberikan kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin..

    ReplyDelete
  38. Asiiiiik...makin pingin nunggu lanjutannya bu. Semoga ada jalan utk Miranti mwraih bahagia bersama Pram.
    Lanjut bu Tien, sehat sll...maturnuwun, salam sayang dr yogya

    ReplyDelete
  39. Kemarin jam segini sdh datang
    Harini mudah2an sebentar lagi

    ReplyDelete
  40. Salam hangat dari teman2 di SMPN 1 Sawahlunto Sumbar.. semangat Bu TienπŸ™πŸ™πŸ˜Š

    ReplyDelete
  41. Team pengintai siaga satu 🀭. Sugeng sonten mbak Tien.. πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  42. sore bunda,,, lagi ngintip juga nih bun....

    ReplyDelete
  43. Dasar tejo blo'on punya istri baik sederhana malah milih cewek matre.terimaksih bu tien cerbung yang menarik dan selalu ditungguin setiap hari.salam seroja

    ReplyDelete
  44. Belum nongol ya??

    Smoga bu tien sehat selalu

    ReplyDelete
  45. Bu Tien.....semoga dlm nikmat selamat, sehat ta kurang satu apa. Aamiiin.
    Blm nongol karya ibu tgl 15 okt ke sini....ttp semangat, salam sayang dr yogya

    ReplyDelete
  46. Terima kasih Bunda Tien,, semoga Bunda sehat selalu Aamiin 😍😍😍

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...