ADA YANG MASIH TERSISA 03
(Tien Kumalasari)
Pak Kusumo melangkah mendekati meja dimana Tejo dan Anisa bersiap untuk berdiri. Tejo terpaku melihat bapaknya berdiri dan menatapnya marah.
“Jadi ini yang kamu lakukan? Bukankah bapak sudah bilang bahwa bapak tak suka perempuan ini? Mengapa kamu masih menemuinya?”
“Bapak, kami.. kebetulan bertemu disini..”
“Bohong !”
“Bapak..”
“Kamu tega membohongi isteri kamu, sementara isteri kamu menutupi kelakuan kamu. Apakah kamu setiap hari makan siang dirumah?”
“So’alnya rumah terlalu jauh.. dan...”
“Dan isteri kamu bilang bahwa kamu makan siang dirumah setiap hari. Dan ketika bapak bertanya mengapa tidak pulang siang ini, dia bilang bahwa mungkin kamu ada meeting. Yaa.. dia benar, meeting bersama perempuan pengerat uang kamu ini bukan?”
“Ma’af bapak.. tadi..”
“Kembali kekantor sekarang !!”
Pak Kusumo sangat tegas, dan kalau dia memerintahkan sesuatu, maka tak seorangpun berani membantahnya, termasuk Tejo.
Tak sedikitpun menoleh kepada Anisa, Tejo mengikuti langkah bapaknya. Anisa mengerucutkan bibirnya. Kesal melihat sikap pak Kusumo kepadanya. Sejak dulu memang begitu. Dia sadar keluarga pak Kusumo tidak menyukainya, dan itulah sebabnya Tejo dinikahkan dengan perempuan lain. Dengan gemas dia meninggalkan rumah makan itu setelah membayar billing yang disodorkan pelayan.
Anisa memanggil taksi, tanpa perduli atas sikap pak Kusumo. Dia langsung menuju butik langganannya, karena baju yang dipesannya pasti sudah siap.
“Di pas dulu mbak, barangkali ada kurangnya,” kata pelayan yang melayaninya dengan ramah karena Anisa adalah langganan di butik itu. Butik yang terkenal dan mahal karena menjual semua baju dengan kwalitas yang bagus. Jadi hanya kalangan orang berduit saja yang datang kesana. Kesitulah Anisa selalu membeli baju karena Tejo memanjakannya. Baju seharga jutaan, perhiasan yang bukan main, bagi Tejo semuanya bukan apa-apa, karena dia sangat mencintai Anisa.
Anisa mengambil bajunya dan masuk kekamar pas. Ia berputar-putar didepan kaca, dan merasa puas karena semua tidak mengecewakan.
“Oke mbak, saya ambil sekarang ya? ”
Anisa menyerahkan kartu ATM yang baru saja diberikan oleh Tejo. Gembira sekali dia karena bisa membeli apa saja yang diinginkan dengan kartu itu.
Pelayan menggesek kartu itu, dan mencobanya berkali-kali.
“mBak, apa ada kartu yang lain?”
“Tidak, kenapa?”
“Dananya tidak cukup mbak.”
Anisa terkejut bukan alang kepalang.
“Masa sih mbak, cobalah lagi, mbak pasti keliru, soalnya baru saja suami saya memberikannya.”
“Sudah kami coba mbak, benar tidak bisa. Kalau.... mm.. barangkali ada kartu yang lain..”
“Tidak.. tidak ada.. aneh sekali.”
Anisa mengambil kartu itu dan menelpon Tejo, tapi ponsel Tejo tidak aktif. Anisa membanting-banting kakinya dan pergi meninggalkan butik dengan malu.
***
Dikantor Tejo tak mengucapkan apa-apa ketika pak Kusumo mengumbar kemarahannya.
“Ternyata untuk itu kamu menghambur-hamburkan uang kantor? Bukan untuk menyenang-nyenangkan isteri kamu? Kamu perlakukan seperti apa sebenarnya isteri kamu? Kebohongan apa yang kamu umbar untuk mengelabui isteri kamu? Kamu jahat Tejo, kamu sudah punya isteri yang begitu baik, begitu santun dan sederhana, tapi kamu tetap masih bersama perempuan mata duitan itu. Apa sebenarnya mau kamu? Apa kamu mau mempermalukan bapak dan ibu kamu? Kamu lebih memilih perempuan comberan itu daripada wanita baik-baik seperti Miranti? Bapak dan ibu kamu melarang kamu berhubungan dengan dia karena tahu seperti apa dia, dan keluarganya. Mereka penipu, pembohong, dan sekarang gadis murahan itu sedang memoroti uang kamu. Tidak juga sadar kamu Tejo?””
Tejo duduk terpekur dihadapan bapaknya. Apa yang bisa dijawabnya untuk membela diri? Ia sudah tertangkap basah. Dan bapaknya tahu ketika dia menyerahkan ATM ketangan Anisa.
“Ayo pulang kerumah kamu biar isteri kamu tahu apa yang kamu lakukan,” kata pak Kusuma sambil berdiri dan minta agar Tejo mengikutinya.
***
Tapi dengan tersenyum manis ketika bapak mertuanya mengatakan semua perbuatan Tejo, Miranti masih saja membela Tejo.
“Bapak, mungkin saja mas Tejo hanya ketemu dijalan sa’at makan siang.”
“Bukankah kamu bilang setiap makan siang selalu pulang?”
“Ada sa’at dimana mas Tejo sangat sibuk sehingga tidak sempat pulang. Ma’afkanlah bapak.”
Pak Kusumo menatap menantunya tak percaya. Mendengar semua yang dilakukan suaminya tak sedikitpun tampak marah ? Justru membelanya? Pak Kusumo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Dengar Tejo, kata-kata isteri kamu begitu lembut dan manis. Tak tampak nada marah atau kecewa. Kurang apa dia Tejo? Tega kamu menghianatinya?”
“Bapak, sudahlah, saya yakin mas Tejo tidak bermaksud buruk.”
“Miranti, baiklah, tapi bapak pesan sama kamu agar kamu terus mengawasi suami kamu. Jangan boleh pulang terlambat dan jangan sampai tidak makan siang dirumah. Aku akan menelpon sa’at dia seharusnya sudah ada dirumah.” Kata pak Kusumo tandas.
Miranti hanya tersenyum dan mengangguk, sementara Tejo hanya diam sambil menundukkan kepalanya.
“Aku pulang dulu Miranti, sekali lagi, jaga baik-baik suami kamu.”
“Hati-hati dijalan, bapak,” kata Miranti sambil mengantarkan bapak mertuanya sampai ke tangga teras.
Begitu masuk rumah, dilihatnya suaminya sudah bangkit dari sofa, menatapnya dengan pandangan tajam. Tak ada manis-manisnya walau bapaknya sudah bicara banyak tentang perbuatan buruknya.
Miranti melangkah kebelakang, ia tak ingin menatap wajah kaku itu berlama-lama. Tapi lengkahnya terhenti mendengar Tejo membanting pintu kamar.
“Pintu itu tak bersalah, jangan membuatnya kesakitan,” kata Miranti keras .
“Hei, jangan mentang-mentang bapak membela kamu lalu kamu berani menentang aku.” Kata Tejo keras dari dalam kamar.
“Aku hanya kasihan pada pintu itu,” kata Miranti kemudian berlalu.
Tejo merasa sangat kesal. Rasa cintanya kepada Anisa membuat semua kebaikan isterinya yang dibeberkan oleh ayahnya tak membuatnya peduli. Miranti bukan apa-apa, tetap hanya sebagai isteri yang hanya tertulis pada surat nikah. Sebuah ucapan ketika ia mengucapkan janji nikah sudah dilupakannya. Itu bukan janji yang keluar dalam hati, semua hanya dibibir.
Tejo membuka ponselnya. Panggilan dari Nisa berderet-deret dilayarnya. Memang Tejo mematikannya karena ada bapaknya. Sekarang dia harus menelpon Anisa, pasti dia sangat marah.
“Hallo, mas Tejo, tega sekali kamu mas,” kata-kata tajam terlontar begitu panggilan itu tersambung.
“Ada apa Nis? Kan masih ada bapak, jadi aku matikan ponsel aku.”
“Bukan itu. ATM yang kamu berikan isinya tidak seberapa, tidak cukup untuk membayar baju di butik itu. Aku jadi malu mas.”
“Apa? Kalau satu juta kan masih ada, memang aku belum mengisinya lagi.”
“Tapi harga baju itu lebih dari sejuta mas, apa mas lupa, bukankah ketika memesan mas juga sudah mendengar berapa harga baju itu?” suara Anisa semakin meninggi.
“Ma’af Nisa, aku kira masih cukup, baiklah nanti aku akan mengisinya lagi.”
“Sekarang mas ada dimana?”
“Aku masih dirumah, tadi pulang sama bapak juga.”
“Isi sekarang mas, aku malu.”
“Baiklah, aku kekantor dulu ya.”
Tejo menutup pembicaraan itu dan keluar dari kamar. Dilihatnya Miranti duduk didepan televisi dan sedang menikmati acara sinetron.
“Mau kemana mas?”
“Apa kamu sekarang sudah dijadikan polisi oleh bapak sehingga harus terus mengawasi aku?”
“Aku kan hanya bertanya.”
“Mobilku masih ada dikantor, apa kamu tidak tahu?”
“Oh, iya.. ma’af,” kata Miranti lalu membiarkan suaminya pergi, dan kembali menatap layar televisi.
Bahwa bapak mertuanya mengatakan semuanya, Miranti sudah tahu. Apa ia harus terkejut dan marah? Tejo bukan apa-apanya. Tak ada ikatan apapun dihatinya atas dia. Ikatan itu hanya pada selembar kertas yang diberikan setelah acara akad nikah. Cinta? Tidak. Cintanya hanya kepada Pramadi yang juga sangat mencintai dan menghargainya. Pantaskah laki-laki seperti Tejo mendapatkan cintanya? Biar ganteng seganteng dewa langit sekalipun, tak ada perasaan itu.
“Ya Tuhan, apa kabar Pram?” bisiknya lirih, dan wajahnya menjadi sendu.
Kembali teringat ajakan Pram untuk meninggalkan suaminya..
“Menikahlah denganku..”
Alangkah manis kata-kata itu.
“Seandainya aku bisa melakukannya Pram.. “ lalu menitiklah air matanya.
Miranti masih teringat bapak ibunya, agar pernikahannya berjalan manis dan membuatnya bahagia. Mertuanya sangat menyayanginya, dan pasti tak pernah berharap ia berpisah dengan anaknya.
“Aku bingung Pram.. tapi sungguh aku tak betah hidup bersamanya.. ini neraka bagiku..” isaknya.
Dan seperti mendengarkan suara hati Miranti, Pram menelponnya.
“Apa kabar bidadari?” suara Pram dari seberang.
“Pram...” suara serak Miranti membuat Pramadi tahu bahwa Miranti sedang menangis.
“Ada apa lagi Mir?”
“Tidak ada apa-apa Pram.”
“Aku ingin ketemu kamu. Kamu sedang menangis ya, ayo aku jemput, aku akan menghibur kamu.”
Ya Tuhan, betapa inginnya Miranti lari ke pelukan Pram, menyembunyikan tangis didadanya yang bidang, merasakan elusan lembut dikepalanya. Atau mendengarkan dendang laku kesayangannya, I can’t stop loving you.
“Miranti...”
“Ya Pram..”
“Aku jemput ya?”
“Jangan Pram, tolong jangan mengganggu aku lagi..” isaknya.
“Aku tak ingin mendengar kamu sedih, menangis.. tidak Mir, raihlah bahagia dalam hidup kamu.”
“Iya.. iya, aku akan mencoba bahagia dengan keadaan ini.”
“Bohong! Tak mungkin itu.”
“Pram... betapa inginnya aku menemui kamu. Betapa inginnya aku meraih bahagia itu bersamamu. Tapi aku tak bisa Pram, separuh jiwaku ada didalam rumah ini, walau cinta aku hanya milik kamu.”
“Ya Tuhan.. dengan apa aku harus memaksamu? Aku temui saja suami kamu dan minta terus terang agar dia memberikan kamu untuk aku.
“Praaaammm.. jangan Pram.”
“Atau aku hajar dia sampai tak mampu bangun lagi?”
“Praaaamm..”
“Dia pasti memberikannya, bukankah dia tidak mencintai kamu?”
“Tapi disekitar aku bukan hanya ada dia. Ada orang tuaku, dan mertua aku yang sangat menyayangi aku.”
“Miranti.. aku tak rela kamu menderita..”
“Aku akan berusaha untuk tabah dan bisa menjalani..”
“Bodoh Mir ! Itu tidak benar !” Pramadi sedikit emosi.
“Tolong Pram.. jadilah sahabatku, kakakku.. ya”
Pramadi mematikan ponselnya.
Miranti terisak semakin keras. Tapi ia terkejut ketika mendengar mobil memasuki halaman. Tak mungkin Tejo sudah kembali.
“Miranti..”
Miranti terkejut, itu suara ibu mertuanya. Dihapusnya air matanya, dan mencoba bersikap biasa, barulah dia membuka pintu.
“Kamu menangis?”
“Oh.. tidak ibu, Miranti baru bangun tidur..” jawab Miranti berbohong, sambil mencium tangan ibu mertuanya. Tapi tampaknya sang ibu mertua tidak mempercayainya. Dielusnya pipi Miranti dengan lembut, lalu menariknya duduk di sofa.
“Ibu sendirian?”
“Ya, sama sopir, biasa lah, bapakmu mana membiarkan ibu pergi sendirian.”
“Saya buatkan minum dulu bu.”
“Tidak usah, ibu hanya sebentar. Duduk saja disini.”
Miranti menurut, karena bu Kusuma memegangi lengannya.
“Bapak sudah menceritakan semuanya. Kata bapak, kamu bisa menerimanya dan tampak tabah, tapi ibu percaya bahwa kamu pasti sakit hati.”
“Ah, tidak ibu, terkadang kan orang bisa saja khilaf.”
“Kamu masih saja membelanya.”
“Tidak usah ibu fikirkan, pasti mas Tejo sudah tahu apa yang harus dilakukan, supaya bapak sama ibu tidak marah.”
“Dan juga tidak menyakitimu. Apa dia bisa melakukannya?”
“Pasti bisalah bu.”
“Benar kata bapak, kamu menerimanya seperti ikhlas, tapi sebagai sesama perempuan, aku bisa merasakan bagaimana perasaanmu.”
“Ah, ibu..”
“Ini sebabnya kamu tidak segera bisa hamil.”
“Tidak bu, memang belum waktunya. Kita harus bersabar bukan?”
“Nanti aku ingatkan Tejo.”
“Ibu, bapak sudah memarahinya tadi, jadi ibu jangan marah lagi sama dia, ya?”
Miranti tahu, kalau ibunya ikut-ikutan memarahi, pasti nanti dia juga yang didamprat oleh suaminya. Atau jangan-jangan malah menuduh dirinya mengadu pada ibunya juga.
“Kamu sangat mencintai suami kamu?”
Miranti bingung. Masa dia harus menjawab tidak? Aduhai..
“Ibu, mengapa ibu bertanya seperti itu? Suami isteri sudah sepantasnya saling mencintai,” jawaban yang berbelok, bukan untuk dirinya, tapi untuk sepasang suami isteri yang lain. Dan tampaknya bu Kusumo puas dengan jawaban itu. Ketika pulang banyak pesan diucapkan, yang sabar ya.. jaga suamimu ya.. tegur dia kalau membuat kamu sakit hati... Aduh...
***
Tejo bingung ketika harus menambahkan lagi saldo di ATM yang diberikan kepada Anisa. Ia menuju ke kasir tapi jawaban kasir membuat hatinya kesal.
“Ma’af pak Tejo, ada pesan dari pak Kusumo, bahwa pengambilan uang di kasir harus seijin pak Kusumo.”
“Apa maksudmu? Kamu tidak tahu siapa aku?” tanya Tejo dengan nada tinggi.
“Iya saya tahu, tapi pak Kusumo berpesan begitu. “
“Untuk aku juga?”
“Benar pak, untuk siapa saja, ini ada surat resminya. Jadi kalau pak Tejo mau mengambil uang, harus mengisi blanko ini dulu dan harus ditandatangani pak Kusumo.”
“Gila, peraturan apa ini?” kata Tejo kesal sambil pergi dari depan kasir itu.
Diruangannya terdengar ponselnya berdering. Aduh, dari Anisa, Tejo tak mau mengangkatnya, tak tahu harus menjawab apa. Tejo justru menelpon bapaknya.
“Ada apa? Kamu mau minta uang ke kasir kan?”
Busyettt.. kasir itu begitu cepat melaporkannya pada ayahnya.
“Bapak, uang Tejo sudah menipis, jadi...”
“Untuk apa? Kalau hanya untuk beli bensin, atau apalah, minta saja kepada isterimu, bukankah kamu memberikan gaji kamu kepada isteri kamu?”
“Ttapi.. “
“Sudah, jangan tapi-tapi lagi. Dan asal kamu tahu, mulai sekarang gaji kamu langsung aku stransfer ke rekening isteri kamu.”
“Apa?” kata Tejo terkejut.
“Ya, dan kamu boleh minta secukupnya, misalnya beli bensin, cuci mobil, servis mobil.. semua ada di isterimu.”
“Bapak, mengapa begitu?”
“Ya, dan ini berlaku sampai bapak yakin kamu tidak lagi berhubungan sama perempuan bernama Anisa itu.”
“Tapi...”
Tapi pak Kusumo sudah menutup pembicaraan itu.
Tejo merasa kesal. Meminta uang kepada Miranti? Alangkah aneh bapaknya ini.
***
Sore itu Tejo pulang kerumah. Ponsel dimatikan karena Anisa berkali-kali menelpon. Pasti untuk mengisi lagi ATM nya untuk membayar baju di butik itu, dan Tejo belum bisa memberikannya.
Memasuki rumah dengan wajah kesal, Miranti tak peduli. Ia membuat minuman hangat dan diletakkan diruang tengah, tanpa menawarkannya kepada suaminya. Ia duduk dan menikmati teh hangat dengan camilan pisang goreng yang baru dibuatnya.
“Hm, kamu sudah seperti nyonya besar dirumah ini .”
“Aku salah apa?” Tanya Miranti tanpa ekspresi dan tanpa menoleh kepada suaminya. Ia mencomot pisang goreng yang masih hangat, sambil menatap kearah layar televisi.
“Dengar, aku banyak ditegur oleh bapak, dan barusan ibu melalui telephone, itu karena kamu.”
“Aku salah apa?” lagi-lagi itu yang diucapkan Miranti sambil terus menikmati camilannya.
Akhir-akhir ini Miranti tak ingin menangisi nasibnya. Seperti janjinya kepada Pramadi, ia akan berusaha tabah dan menjalani hidupnya dengan nyaman. Tidak gampang, tapi Miranti akan mencobanya. Ia acuh terhadap suaminya, dan menikmati apa yang ada dengan tanpa rasa.
Tejo tak menjawab lalu langsung masuk kekamarnya. Miranti juga tak bertanya apapun. Duduk diruang tengah dan beranjak kekamar ketika kantuk menyerangnya.
Ketika dia naik ke pembaringan, dilihatnya Tejo memejamkan matanya. Miranti berbaring pelan, dan menutup tubuhnya dengan selimut karena udara memang dingin, ditambah AC yang selalu menyala.
Tapi Miranti terkejut ketika tiba-tiba ia merasa selimutnya tersingkap. Ia ingin menarik kembali selimut itu tapi tangan Tejo menahannya.
Miranti menatap Tejo, yang entah karena apa, tiba-tiba Miranti menangkap sesuatu yang aneh dimata itu. Miranti membalikkan tubuhnya, tapi Tejo menahannya.
“Ibu ingin kamu segera hamil,” desisnya pelan.
Miranti terpana ketika menyadari sebuah angin puyuh menyergapnya, dan membuatnya tak mampu bernafas, dan Tejo seperti setan rakus melahap semuanya.
Miranti menitikkan air matanya, ia merosot turun dari ranjang sambil menutupi tubuhnya dengan selimut, terisak disana. Semua terjadi bukan karena cinta Tejo kepadanya. Entah setan mana yang menguasainya, sehingga Miranti merasa sakit. Saki jiwa dan raganya. Sakit dengan perlakuan kasar yang membuatnya menyadari bahwa yang ada hanyalah nafsu belaka.
Tejo bangkit dan menudingnya dengan mata menyala.
“Apakah itu mau kamu? Aku hanya ingin menyakiti kamu. Dengar Miranti, tak ada cinta diantara kita. Hargamu seratus juta !!”
Miranti terpuruk dalam dunia yang gulita.
***
Besok lagi ya.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali.
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah... matur nuwun Mbak Tien mugi barokah. Aamiin...
DeleteAlhamdulillah AYMT 03 sudah tayang gasik.
DeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam Hormat dari Karang Tengah, Tangerang.
Semoga Miranti menemukan kebahagiaan, trimakasih Bu Tien.. Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMasih sore sudah hadir
Matur nuwun Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
Alhamdulillah... matur nuwun Mbak Tien mugi barokah. Aamiin...
DeleteTerima kasih mbak Tien.
ReplyDeleteSalam kami dari Yk.
Alhamdulillah AYMT~3 hadir lebih ceoat.. maturnuwun bu Tien, semoga tetap sehat semangat dan terus berkarya.. Aamiin YRA..
ReplyDeleteMakasih Bunda cerbungnya tayang lebih awal.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap senangat dalam berkarya.Salam dari Solo buat Bunda
Alhamdulillah sudah tayamg episode 3 AYMT...
ReplyDeleteTerimakasih Cerbung nya ibu Tien..
Semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta
Salam sehat dan hangat dari Salamah Purworejo untuk ibu Tien dan semuanya Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semuanya aamiin
Alhamdulillah... Mks mbak Tien.π. Lanjutanya udah dikirim... Salam sehat bahagia selalu..# we ❤️ U.
ReplyDeleteAlhamdulillah, Bekasi sll hadir mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia sll tuk mbak Tien & klg, juga semua penggemar
Matur nuwun.... Mbk Tien smg sehat sll jasmani rohani ekonomi yerus berimajinasi..lanjutin cerita ini
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien... datang dengan awal ep 3... matur suwun.. smoga Mbak Tien selalu sehat. Salam seroja dari Semarang.
ReplyDeleteTerima kasih cerbung episode ke 3 sdh terbit... Semoga Bu Tien tetap sehat... Aamiin YRA
ReplyDeletejahat sekali Tejo.. Teganya bilang begitu sama Miranti.. Sabar ya Miranti
ReplyDeleteTrm. Kasih bu Tien kami. Tunggu episode selanjutnya
Alhamdulillah tayang awal. Terimakasih bu Tien. Semoga sehat selalu untuk terus berkarya.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Batanh
Kasihan Miranti. Makasih mba Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSemoga Tejo cepat sadar, jgn menyesal nti disaat Miranti krn keadaan hrs pergi, sesal yg ada
ReplyDeleteMaaaf y bu Tien
Semoga heppy ending utk semua
Sehat sll bu dan sll ditunggu karya" bu Tien sayang...dr yogya penggemar bu Tien sll...
Tejo tega sekali. Belum kena batunya dia...suatu saat nanti dia akan mengemis cinta Miranti...ditunggu episode selanjutnya ya Mbak Tien. Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteIyeng Sri Setiawati-Semarang
hhhh jahat banget Tejo ini. Pengin nyuruh Miranti kabur aja deh
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien cerbungnya, untuk hiburan kami...π
ReplyDeleteAlhamndulillah....terimakasih mbak yien
ReplyDeleteAlhamdulillah episode 3 sdh hadir mksh mb Tien
ReplyDeleteWoow... Mtrnwn bu Tien... Semoga sehat semangat slalu... Salam....sinta semarang..
ReplyDeleteBolak balik dibuka HPnya utk kelanjutan nya..
ReplyDeleteDan taraaa..
Alhamdulillah tayang..
Mtrswn mb Tien..
Cerita yg apik dirangkai...hatiku ikut trenyuh atas nasib Miranti... Semoga tabah d kuat Miranti...
Terus ditunggu episodenya ...
Salam sehat dr YulieSleman
alhamdulilah sudah tayang lebih awal cerbung episode 3 terima kasih bunda tien...salam sehat dan terus semangat
ReplyDeleteJadi lemes membayangkan Miranti yg dibandrol 100 jt.....
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien,semoga hat sll
Alhamdulillah AYMT 03 Sdh hadir
ReplyDeleteDuuh gemes,tambah seru dan bikin penasaran ceritanya
Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat dan sukses selalu
Salam hangat dari Bekasi
Wah saya ketinggalan sdh 3 episode, terima kasih jeng tien
ReplyDeleteKetika hak ditunaikan dg tanpa perasaan alangkah tersiksanya hati dan raga... Trmksh mb Tien ditunggu lanjutannya rasanya Pramadi hrs bersedih krn dtg terlambat..
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien atas sajian yg menarik...konflik di awal...mudah2an kesabaran Miranti berbuah manis dan sakit atas jiwa dan raga akibat kelakuan Tejo suaminya terobati....salam sehat dr Situbondo
ReplyDeleteIh.... jahat banget sih si tejo ini... sakit hatiku...
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,, semoga Bunda sehat selalu Aamiin πππ
ReplyDeleteWah kasian bu tejo ...
ReplyDeleteAduh kasian banget Miranti,sedihhhh.
ReplyDeleteTks mba Tien salam sehat2 selalu dr Tegal
Trimakasih mbak Tien..
ReplyDeleteMiriis sekali dgn sikap tejo pd miranti...semoga nanti berbalik..akankah miranti kuat dgn perlakuan kasar tejo..dan meninggalkannya??
Hanya mbak Tien yg piawai merangkai kata dalam cerita..
Sangat ditunggu lanjutannya..
Pinginnya 2 epsd sekaligus..hehehe..
Salam sehat dari bandung buat mbak Tien n kelg.
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip.
ReplyDeleteSemoga Tejo cepat sadar dan bertobat...
Yustinhar Tg Priok nunggu eps 4. Nuwun...
Gak mau ah. Pisahin aja. Sebel banget
DeleteApakah yg tersisa cinta Miranti bersama Pramadi?
ReplyDeleteKisah cinta memang selalu membekas...
Apakah yg tersisa cinta Miranti bersama Pramadi?
ReplyDeleteKisah cinta memang selalu membekas...
Tajam nian kalimat Tedjo...Smoga msh tersisa maaf utknya suatu hr nanti...
ReplyDeleteMksh bu Tien..smoga sehat slalu bu
Kasian miranti...
ReplyDeleteBaru episode 3, da seru bu..
Ga sabar nunggu kelanjutannya.
Sehat selalu tuk ibu dan keluarga yaa..
Apa gerangan arti hargamu seratus juta...
ReplyDeleteApakah bpk ya Miranti berhutang....
Lantas dia dinikahkan untuk menutup utang bpk nya ????
Salam sehat selalu mbak Tien
Tak bisa berkata2... πππ
ReplyDeletenggemeske banget
ReplyDeleteMaturnuwun mbk Tien
ReplyDeleteSesek di dada ikut terbawa perasaan ...
Hebat mbk Tien
Waduh malah kdrt jgn lapor polisi ya nanti cerbungnya tamatπ...tetap ditunggu kelanjutannya tetap sehat dan semangat ya bu Tien
ReplyDeleteTrimakasih ibu Tien,sehat dan semua novel buTien sangat
ReplyDeleteInspiratif.
Semoga Miranti nti dapatkan bahagia...falsafah menanam mengetam. Makasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam manis dr yogya
Nunggu episode 4 belum muncul jg nih.
ReplyDeleteSdh pengin cepat2 tahu lanjutannya.
Tks mbak Tien,semangattt
Alhamdulillah mtur nuwun Bun...
ReplyDeleteSehat lestari rahayu...