Wednesday, January 15, 2020

DALAM BENING MATAMU 86

DALAM BENING MATAMU  86

(Tien Kumalasari)

 

Anggi mendekati mamanya, berusaha menenangkannya.

"Mama, jangan begitu, ini hidupnya Anggi.."

"Kamu terlalu bodoh Anggi !!"

Sementara itu Mirna yang tak mengira Anggi akan berterus terang disa'at itu juga, merasa terguncang. Hatinya terasa perih mendengar penolakan bu Susan yang berteriak sambil melotot ke arahnya, seakan dirinya yang bersalah. Mirna kemudian berdiri, lalu berlari keluar rumah sambil mengusap air matanya yang menitik turun.

Melihat Mirna berlari keluar, Adhit mengejarnya.

"Mirna, tunggu Mirna," katanya sambil memegang lengan Mirna. Mirna meronta, tapi tak berhasil melepaskan pegangan itu. 

Melihat kejadian itu bu Susan bertambah marah.

"Lihat itu, suami kamu Nggi.. lihat, didepan matamu dia berani me megang-megang tangan Mirna, aku sudah menduga bahwa....."

"Tidak mama, mas Adhit hanya menuruti kemauan Anggi. Mirna tidak bersalah. Dia ber kali'kali menolak..." kata Anggi memotong kata-kata mamanya.

"Lalu mengapa kamu bersikeras mempersatukan mereka? Apa kamu sudah gila? Pertahankan rumah tanggamu Anggi, jangan sakiti hatimu sendiri."

"Mama, ini semua kemauan Anggi."

"Kemauan yang bagaimana? Mana mungkin seorang isteri mencarikan isteri lagi untuk suaminya?"

Anggi memegang tangan mamanya.

"Mama tidak mengerti." kata bu Susan masih dengan tatapan marah.

"Nanti mama akan mengerti."

"Tidak kali ini. Kamu aneh, kamu terbius dengan keinginan suami kamu."

"Tidak mama, ini keinginan Anggi. Anggi ingin mas Adhit punya keturunan. Dan Mirna gadis yang tepat buat mas Adhit."

"Tidaaak.... aku tetap tidak setuju.."

"Mama, ini hidup Anggi, biarkan Anggi mencari kebahagiaan dengan cara Anggi sendiri," kata Anggi sambil memeluk mamanya, kemudian setengah berlari mengejar Adhit yang sedang memegangi lengan Mirna.

"Mirna, ma'af kalau kamu merasa kurang nyaman. Tapi ini pilihan aku, tolong penuhilah Mirna."

"Tidak, ma'af tante, mana mungkin...?" Mirna mulai terisak.

"Baiklah, kita naik ke mobil dulu saja, nanti kita bicara lagi," kata Adhit sambil menuntun Mirna masuk kedalam mobilnya.Mirna tak lagi meronta, bukan kerana kesenangan tangannya digenggam Adhit, tapi karena Anggi ikut menggandengnya.

***

Malam itu Mirna bercerita kepada ayahnya tentang semua yang terjadi. Pak Kadir mendengarkan dengan perasaan heran, mengapa Anggi bersikeras meminta agar Mirna mau diperisteri Adhit.

"Bapak tidak mengerti.." gumam pak Kadir.

"Mirna juga tidak mengerti. Mirna bingung bapak. Tante Anggi meminta dengan ber sungguh-sungguh, tapi mana mungkin Mirna bisa memenuhinya? Walau Mirna mencintai pak Adhit, tapi Mirna tak akan bersedia diperisteri olehnya."

"Kamu benar nduk, itu seperti merusak rumah tangga orang."

"Tapi tante Anggi seperti tidak mau mengerti, terus menerus mendesak Mirna agar Mirna mau menjalaninya."

"Lalu apa kita harus lari lagi nduk?Pergi dari sini, dan pindah pekerjaan lagi?" tanya pak Kadir dengan nada mengeluh.

"Mirna sudah lelah .. harus pindah dan pindah.. "

"Kalau begitu penuhilah permintaan nak Anggi."

Mirna terkejut. Dipandanginya ayahnya dengan pandangan tidak mengerti.

"Apa bapak?"

"Barangkali nak Anggi ingin agar suaminya punya keturunan."

"Ya Tuhan...." keluh Mirna sambil mengusap dua titik air mata yang membasah dipelupuknya.

 "nDuk, bapak juga sedih melihatmu panik karena di kejar-kejar permintaan yang bertentangan dengan hatimu. Tapi mari kita pikirkan dengan jernih, apakah permintaan itu mengandung suatu keinginan yang mulia." kata pak Kadir setelah diam beberapa sa'aat lamanya.

"Apa maksud bapak?"

"Nak Anggi merasa tidak bisa memiliki keturunan, dan berharap suaminya menikah lagi agar bisa mendapatkannya. Itu benar bukan?"

"Aduuh, mengapa harus Mirna? Mana sampai hati Mirna melakukannya?"

"Karena nak Adhit mencintai kamu."

Bergetar hati Mirna mendengarnya. Anggi juga pernah berkata begitu. Seandainya situasi tidak seperti sekarang ini, alangkah bahagianya. Mengapa tidak dari dulu bos ganteng tertarik padanya? Dulu itu kalau sedang di kantor, bawaannya dingin dan acuh terhadapnya. Kalaupun tersenyum, walau itu menggetarkan hatinya, tapi sang bos tidak sambil memandangnya. Hatinya sendiri yang jatuh bangun memikirkannnya setiap sa'at, dan rasanya cinta itu tak pernah padam dari hatinya.

"Coba mari kita fikirkan dengan hati jernih. Kalau itu untuk sesuatu yang mulia, jalanilah. Kalau itu akan melukai orang lain, jauhilah," kata pak Kadir sambil berdiri lalu masuk kekamarnya. Barangkali laki-laki setengah tua itu juga sudah lelah memikirkannya.

"Hari sudah malam, istirahatlah," kata pak Kadir sambil menutup pintu kamarnya.

Mirna masih termangu. Terngiang kembali kata bapaknya. Kalau itu untuk sesuatu yang mulia, jalanilah, tapi kalau akan melukai orang lain, jauhilah. Sebenarnya dia ada didalam posisi mana? Yang demi perbuatan mulia, atau akan menyakiti orang lain?

Karena letih Mirna tertidur dikursi, sampai pagi datang dan pak Kadir membangunkannya.

***

Pagi itu Galang terkejut, tiba-tiba ada telepon dari besannya, agak sedikit kesal karena sang besan bicara dengan nada sengit. Ia mengatakan Adhit dan Anggi merupakan keluarga yang aneh.

"Sebenarnya ada apa bu Susan? Saya sampai tidak bisa menangkap satu persatu ucapan yang bu Susan katakan."

"Bagaimana to mas Galang, saya itu bilang tentang Adhit.. Adhitama putranya pak Galang, dan isterinya."

"Ya bu, tadi ibu katakan mereka keluarga aneh, aneh bagaimana bu?"

"Bagaimana tidak aneh, Anggi minta supaya Adhit menikah lagi."

"Oh, benarkah ?"

"Sangat benar, saya berusaha mencegahnya tapi tidak digubris. Mana ada seorang isteri mencarikan isteri untuk suaminya? Nanti Anggi akan menyesal, dan hidupnya akan tersiksa."

"Saya baru mendengarnya bu, coba nanti saya akan bicara sendiri sama Adhit."

"Bagus, dan nasehati dia supaya tetap mencintai isterinya."

"Baiklah bu, kita ini sebagai orang tua mestinya hanya berharap kebahagiaan bagi anak-anak kita. Kita mungkin bisa menasehati, tapi tidak bisa memilihkan sesuatu yang bukan menjadi kehendaknya. "

"Maksud mas Galang.. kalau itu memang kemauan mereka, lalu kita tidak bisa apa=apa?"

"Begitulah bu, karena setelah menikah kan mereka berhak menentukan jalan hidup mereka sedniri. Tidak bisa kita memaksakan kehendak."

"Aduuh... bagaimana ini. Ya sudahlah, terserah. Aku juga nggak mau ikut-ikut lagi ."

"Sebaiknya memang begitu bu, karena anak-anak setelah dewasa tidak harus membebani orang tuanya dengan sesuatu yang mungkin tidak disukai orang tua. Kita hanya bisa menasehati, tapi keputusan tetap ditangan mereka."

Bu Susan memutus pembicaraan itu dengan kesal. Galang menghela nafas.

"Ada apa mas?" tanya Putri.

"Bu Susan mengeluh, katanya Anggi mencarikan isteri lagi buat suaminya."

"Haa, bukankah ibu pernah menuturkan perihal Adhit yang menyukai Mirna? Gadis itukah yang dimaksud?"

"Mungkin juga, aku tidak menanyakannya, bisa panjang nanti kalau aku mengatakan sesuatu. Tadi aku kan hanya bilang bahwa keputusan ada ditangan mereka."

"Jadi mas setuju seandainya Adhit menikah lagi?"

"Setuju atau tidak, kalau Anggi sudah memintanya. Apa lagi yang bisa kita perbuat?"

"Tapi sebaiknya mas bicara lagi sama Adhit. KIta kan hanya mendengar dari ibu dan belum pernah Adhit mengatakannya.Yah, biarpun kita tak bisa mengatur kehidupan mereka, tapi kan ada baiknya kalau orang tua mengetahui apa keinginan anaknya."

"Baiklah, nanti di kantor aku akn menelpon Adhit."

***

Dan pagi itu setelah menelpon Galang, bu Susan pergi ke toko Dewi. Bukan hanya sekedar belanja, tapi ingin mengadu tentang perasaannya setelah Anggi memutuskan untuk menjadikan Mirna madunya.

"Coba jeng pikir, bukankah itu aneh? Apa salah kalau aku bilang tidak setuju, coba jeng, bagaimana menurut jeng Dewi," omel bu Susan.

Dewi yang semula hanya mendengarkan, mengatakan hal yang hampir sama dengan tanggapan Galang besannnya.

"Bu, ketika anak sudah dewasa, dia berhak menentukan apa yang akan ditempuhnya. Mereka pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya."

"Tapi bukankah sebagai orang tua kita wajib mengingatkan?"

"Benar bu, mengingatkan, mengarahkan, tapi akhirnya keputusan akan ada ditangan mereka."

"Hm... sial benar kalau sebagai orang tua sudah tidak digubris nasehatnya."

"Bukan begitu bu, ibu salah menafsirkan. Kalau anak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kemauan orang tuanya, bukan berarti dia tidak menggubrisnya. Dewi nyakin seorang anak tak akan pernah mengesampingkan orang tuanya."

"Buktinya kan dia tidak menurut."

"Mereka bukan lagi anak kecil, bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan kemauan orang tua, mungkin mengecewakan, tapi orang tua tidak boleh terlalu sakit hati, karena mereka sudah dewasa, dan mereka akan melangkah dengan sebuah pertimbangan yang sudah masak digodognya."

"Jadi aku harus diam saja?"

"Orang tua hanya membimbing, dan memberikan restu agar anak-anak hidup berbahagia, dan mendo'akan agar yang dipilihnya adalah yang terbaik bagi hidupnya."

Bu Susan meng angguk-angguk. Kembali ia mendengar penuturan yang sama. Barangkali ia akan memikirkannya setelah belanja nanti.

***

Tapi pagi itu setelah makan pagi dan sebelum berangkat ke kantor, Adhit bertanya lagi pada Anggi tentang keinginannya.

"Anggi, sebaiknya kamu fikirkan lagi keinginan kamu itu."

"Keinginan yang mana mas?"

"Tentang Mirna."

"Oh, itu.. apa mas fikir aku belum memikirkannya?"

"Ini masalah yang cukup berat untuk sebuah rumah tangga. Kamu kan tau bahwa aku tak mau menceraikan kamu? Apapun yang terjadi ini pilihan aku."

"Ya aku tau."

"Dan seperti banyak orang katakan, hidup dimadu itu menyakitkan."

"Tapi itu kan kemauan Anggi mas, bukan kemauan mas. Mungkin mas mau, tapi cuma disimpan dihati. Tapi aku akan mewujudkannya."

Adhit cemberut. Ada rasa kurang enak ketika Anggi mengatakan bahwa dis sebenarnya mau tapi disimpan dalam hati. Benarkah? Barangkali juga benar, tapi masa dia mau mengakuinya.

"Mas, jangan cemberut begitu. Jelek tau !!" canda Anggi.

"Fikirkanlah kembali masak-masak sebelum kamu menemui Mirna lagi," pesan Adhit sebelum berangkat ke kantor.

***

Sepanjang mengerjakan tugasnya itu hati Mirna gelisah bukan alang kepalang. Ia sedang menimbang mulia kah apa yang akan dilakukannya seandainya dia mau, atau justru akan melukai perasaan Anggi? Tapi mengapa Anggi berkeras memaksanya? Dan mengapa ayahnya kemudian juga seperti mendorongnya? 

Seperti janjinya, sore itu Anggi menjemput Mirna ditempat kerjanya. Ia sudah mencarter taksi yang akan membawanya ke sebuah rumah makan tak jauh dari sana, agar bisa berbicara leluasa.

"Sebenarnya saya masih kenyang tante," kata Mirna ketika Anggi menawarkan menu makan mana yang dia pilih.

"Pilih saja yang bukan nasi, yang tidak membuat kemu kekenyangan. Selat Solo saja?"

"Baiklah, terserah tante saja." jawab Mirna yang merasa lebih bebas berucap setelah mengetahui bahwa Anggi masih terhitung tantenya.

Mereka memesan makanan dan minuman, tapi tak banyak yang dikatakan Mirna. Ia sungguh sangat gelisah. Ia tau Anggi pasti akan mengulang permintaan yang diucapkannya sejak berbulan-bulan lalu.

"Mengapa kamu diam  saja Mirna?"

"Saya harus ngomong apa tante?"

"Ngomongnya nanti setelah makan saja, takutnya kamu akan kehilangan selera kalau aku ngomong sekarang."

Mirna menghela nafas. Ia mengaduk es jeruk yang sudah disajikan lebih dulu, lalu menghirupnya perlahan. Ia sudah tau apa yang akan dikatakan Anggi, tapi ia belum tau harus menjawab apa.  Masih terngiang teriakan bu Susan ketika mendengar Anggi mengatakan keinginannya.

"Aku tidak setujuuu...!" teriakan itu kembali bergema ditelinganya.

Mirna meneguk kembali minumannya.

"Ayo makanlah, pesanan sudah disajikan tuh," kata Anggi sambil mendekatkan piring makanan kehadapan Mirna, juga untuk dirinya sendiri.

Mirna makan sambil terus menerus berfikir tentang apa yang harus dilakukannya. Sungguh ia tak percaya kalau Anggi tak akan sakit hati seandainya bermadu dengan dirinya.

"Mirna..."

Mirna mengangkat kepalanya. Tak terasa ia telah melahap makanannya, tanpa merasakan nikmatnya. Dlihatnya Anggi sudah menyilangkan sendok garpunya, dan menyisihkan piringnya dari hadapannya. Mirna juga mendorong piring bekas makannnya kesamping, lalu meneguk minumannya. 

"Pasti kamu sudah tau apa yang akan aku katakan bukan?"

Mirna tak menjawab. Ia menatap Anggi lekat-lekat. Wajah cantik itu tampak begitu tulus menginginkan kebahagiaan suaminya.

"Aku sudah memikirkannya. Aku sangat mencintai mas Adhit, dan tak ingin dia menderita. Kecuali itu mas Adhit ingin memiliki keturunaan, sedangkan aku tak bisa mewujudkannya."

"Ini permintaan yang sulit tante. Dan tante juga harus memikirkan kedepannnya nanti. Satu yang harus tante ketahui adalah, bahwa saya tak ingin merusak rumah tangga orang, apalagi tante adalah kerabat saya sendiri."

"Berbulan-bulan aku memikirkannya, dan keputusanku sudah bulat. Tolong Mirna, mari kita hidup bersama dan saling membahagiakan suami kita."

Ya Tuhan, suami kita, meremang  bulu kuduk Mirna mendengarnya. Tak ada jawaban keluar dari bibirnya. Kembali manik-manik bening terlontar dari sepasang mata indahnya.

"Mirna, percayalah bahwa aku rela berbagi. Atau.... kamu baru akan bersedia menjalani setelah aku mati ?"

Mirna terlonjak mendengarnya.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 


16 comments:

  1. Makin seru bu tien, ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  2. Makin penasaran nih mba'Tien.Jangan lama2 ya lanjutannya

    ReplyDelete
  3. Makin penasaran nih mba'Tien.Jangan lama2 ya lanjutannya

    ReplyDelete
  4. Hebattttt......dirunggu kelanjutannya bu....besok beneran lo ya bu ha ha abisss penasaran banget

    ReplyDelete
  5. Ya memang sebaiknya menunggu spi Adhit benar2 menjadi duda dan Mirna berada terus disamping Anggi spi akhir hayatnya, merawat Anggi krn penyakit yg tdk dpt disembuhkan.....
    Semakin seru saja mbaak...... semoga mbak Tien memperoleh idea utk menulis lebih banyak lg dalam menyelesaikan episode dwmi episode yg menggetarkan hati readers.... Semangaaat mbaak !!

    ReplyDelete
  6. Smakin penasaran.. smoga endingnya membahagiakan semuanya..

    ReplyDelete
  7. Tks mba Tien, semangaaaattt lanjutkan

    ReplyDelete
  8. Luar biasa cerita ini selalu bikin penasaran

    ReplyDelete
  9. Di tunggu part berikutx... 👍👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduuuuuh lanjut emba tambah menggebu gebu membacanya. ... . semakin indah saja antara mirna man anggi. . . seru

      Delete
  10. Keerreeen Bu...,sy suka sekali simak cerbung ibu,luar biasa bikin penasaran

    ReplyDelete
  11. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 31

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  31 (Tien Kumalasari)   Sinah terkejut. Pandangan mata simboknya sangat terasa menghujam di dadanya. Ia tah...