Tuesday, September 10, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 55

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  55

(Tien Kumalasari)

 

Sebelum sampai, Retno minta agar Galang berhenti diwarung makan untuk membeli makan dan minum untuk mereka.

Mereka tiba dirumah dinas Galang, dan Galang merasa puas dengan hasil kerja pak Tarman. 

"Barang-barang yang mau saya bawa sudah saya kumpulkan pak Tarman, nanti pak Tarman boleh mengusungnya kemari dan menatanya sekalian."

"Baik pak, nanti sore saja ketika pak Galang sudah ada dirumah, jadi gampang mengambilnya," kata pak Tarman.

"Baik," jawab Galang singkat, kemudian mempersilahkan Retno dan Raharjo duduk dibangku taman yang sudah ditata apik oleh pak Tarman. Pohon-pohon mawar sudah tersebar dikebun kecil itu, dan sebagian telah berbunga, merah dan kuning.  

"Semoga Putri senang melihat kebun mawarnya," ucap Galang sambil duduk.

Raharjo menundukkan kepalanya. Ia bahkan tak tau bahwa Putri suka bunga mawar. Rupanya Galang lebih mengerti tentang Putri daripada dirinya. Raharjo mengibaskan perasaan menyesalnya. Ia sudah memilih hidupnya dan itu yang terbaik bagi dirinya. Omelan-omelan Retno selalu terngiang ditelinganya, dan Raharjo tidak menampiknya. Ia harus melanjutkan hidupnya dan tidak tenggelam dalam mimpi-mimpi kosong.

"Nanti setelah selesai, pak Tarman akan membenahi rumah Raharjo, bukankah demikian Jo?"

Raharjo yang semula membuka-buka ponsel mendongakkan kepalanya. Ada WA dari ibunya yang mengatakan bertemu Putri di toko serabi. Tapi Raharjo tak mengomentarinya. Ia juga tak tau mau berkomentar apa, kan dia sudah tau bagaimana keadaan Putri sekarang.

"Jo.., lagi WA nan sama siapa? Asyik bener.." tegur Retno

"Sama ibu, oh ya.. kamu ngomong apa?"

"Huh, kebiasaan deh. Itu, pak Tarman nanti setelah selesai menata rumahnya mas Galang, sekaliyan membenahi rumah baru kamu kan?"

"Oh, iya, tapi kamu saja nanti yang mengaturnya.

"Hm, gitu ya?" jawab Retno sambil tersenyum.

Galang membuka ponselnya, memotret semua isi kebun, rumah dari depan, lalu dia masuk kedalam setelah berpamitan.

"Sebentar ya, mau memotret isi rumah juga, lalu aku kirimkan ke Putri."

"Oh ya mas, silahkan," jawab Retno sambil menata makan dan minumnya dimeja taman itu.

"Pak Tarman, sini... ini minum sama makan pak Tarman dan teman-teman pak Tarman." Kata Retno sedikit berteriak. Pak Tarman tergopoh mendekat dan mengambil jatah yang diberikan Retno.

"Terimakasih bu Retno."

"Sama-sama pak Tarman."

Raharjo masih membuka-buka ponselnya, tapi tak menulis apapun. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Ia melihat sikap Galang belum seperti biasanya.

"Jo, katanya mau ngomong," kata Retno sambil meneguk botol minumannya.

"Oh, eh.. iya.. eh.. apa? Ngomong apa?"

"Waduuh, bener-bener nih orang. Kenapa pak Teguh Raharjo akhir-akhir ini jadi kuper ya?"

"Ya, bener kamu, aku jadi bodoh. Gimana sih, ngomong apa?"

"Katanya mau ngomong sama mas Galang, biar nggak canggung gitu lhoh, masa diem-dieman semua."

"Aku lagi nyusun kata-kata nih."

"Udah jadi belum?"

"Belum,"

"Iih.... "

"Bodoh..bodoh..bodoh..." kata Raharjo mendahului sebelum Retno mengatakannya.

Retno tertawa. Galang sudaah keluar dari dalam, lalu kembali duduk diantara mereka.

"Ini mas, makan dan minum dulu, sudah disiapin lho.." kata Retno. 

"Oh, ya, terimakasih. Ini kalian menunggu aku?"

"Ya iyalah, masa kami makan duluan, bisa kualat mendahului yang tua," canda Retno sambil membuka bungkusan. 

"Sebentar, aku mengirimkan foto-foto rumah ini dan sekitarnya ini dulu buat isteriku," kata Galang yang kemudian sibuk mengirimkan foto-fotonya.

 "Pasti bu Galang senang, dan nanti begitu kembali sudah langsung kerumah ini kan mas?"

"Ya, aku harap begitu. Nah, sudah oke, ayo kita makan," kata Galang dengan sikap sedikit manis. Aneh rasanya duduk bersama dalam suasana kaku.

"Mas Galang," kata Raharjo.

Galang mengangkat mukanya.

"Aku minta ma'af kalau membuat suasana jadi tidak enak," kata Raharjo sambil meraih kotak nasinya untuk mengurangi rasa canggung.

"O, nggak apa-apa kok, ayo makan saja," jawab Galang sambil menggigit dada ayam yang sudah dipegangnya.

"Mas, aku... ingin memberi tau... bahwa.."

Galang menghentikan menyendok nasinya, menunggu.

"Bahwa aku dan Retno... mm.. aku.. akan segera menikah.."

Galang menghentikan menguyah ayamnya.

"Maksudnya aku sama Retno.."

"Haaa..." pekik Galang yang kemudian menggigit lagi ayamnya lalu menyendok nasinya.

"Mohon do'anya," lanjut Raharjo yang mebudian membuka kotak nasinya.

"Jadi... kalian akan menikah?" 

"Ya mas, keburu tua," kata Raharjo saambil tersipu. Ia lega telah mengatakannya, dan berharap berita itu membuat rasa cemburu dihati Galang segera mencair.

 "Aku sudah bilang, kalian cocog, ber kali-kali kan aku bilang?" Galang merasa bahwa nasi ayam yang dimakan siang itu amatlah nikmat.

"Ayamnya enak, bumbunya merasuk sampai kedalam," gumam Galang sambil menggigit lagi paha ayamnya, sampai habis.

"Alhamdulilah, lain kali makan-makan disana ya,"  celetuk Retno.

"Siip.. aku setuju," kata Galang bersemangat. 

"Waduh, dimana cuci tangannya?"

"Itu ada ledeng mas.. yang tampaknya dipergunakan untuk menyiram bunga."

"Oh iya, Galang berdiri untuk mencuci tangannya sementara yang lain belum menghabiskan makannya. Apakah ketegangan mulai mencair?

"Oh ya..ada yang mau saya katakan," kata Galang tiba-tiba setelah selesai mencuci tangannya. Ia memncium bau tangannya, masih amis karena nggak ada sabun. Galang mengernyitkan hidungnya. Retno yang pengertian segera mengambil tissue basah dan diberikannya pada Galang.

"Ini mas, pasti bisa mengurangi amisnya."

"Terimakasih, aduh aku tadi mau ngomong apa ya,hmmm... oh.. itu.. Jo, pak Haris tetap meminta kamu menari bersama isteriku."

Raharjo baru saja menenggak air dalam botol minumannya, tersedak tiba-tiba. 

"Jo, pelan-pelan," kata Retno.

Raharjo menghabiskan minumannya, lalu berdiri untuk mencuci tangan seperti Galang telah melakukannya.

"Pak Haris meminta tarian itu, tapi apakah mas Galang mengijinkannya?" tanya Retno tiba-tiba.

Galang mengelap mulutnya dengan tissue. Raharjo telah kembali dan mengambil tissue basah yang masih terletak dimeja. Kemudian duduk ditempatnya semula. Ia menata degup jantungnya ketika pembicaraan mengarah ke acara tarian itu.

"Pak Haris berkali-kali mengingatkan tentang tarian itu. Tapi aku tidak tau apakah Raharjo bersedia atau tidak," kata Galang seperti berkata pada dirinya sendiri."

"Itu kan tergantung mas Galang, mas Glang mengijinkan atau tidak?" tanya Retno menengahi, karena ia tau Raharjo tak akan bisa menjawabnya.

"Jo, kalau kamu mau, besok ketemu sendiri sama isteriku, tanyakan sama dia, apakah dia mau atau tidak. Kalau mau.. ya.. silahkan.."

***

Putri tersenyum-senyum sendiri ketika membuka ponsel dan Galang mengirimkan foto rumah dinasnya.

"Bagus, aku suka mas Galang menanam mawar untuk aku juga. Ada yang kembang nih, merah sama kuning," pekik Putri sambil membalas WA Galang yang telah mengirimkan foto-foto rumah dinasnya. Sangat menyenangkan. Kamar tidurnya juga besar, box nya Adhitama tak akan memenuhi kamar itu. Ada ruangan cukup untuk Adhitama bermain. Dengan antusias dia membalas WA suaminya.

"Ada apa kamu bicara sendiri nduk?"Tanya bu Broto sambil mendekati Putri.

"Ini bu, ini foto-foto rumah yang akan kami diami nanti, ini rumah dari perusahaan," kata Putri sambil menunjukkan foto-foto itu.

"Wah, bagus nduk, jauh lebih bagus dari rumah kontrakanmu," pekik bu Broto senang.

"Iya bu, itu kan ketika awalnya kami hidup susah."

"Kamu pasti senang, banyak pohon mawar juga, aduh ini yang merah cantik ya."

"Besok kalau mas Galang menjemput aku, ibu ikut ya?"

"Kelihatannya menyenangkan, tapi bapakmu bagaimana? Ibu tuh masih takut pergi jauh, karena bapak kan baru sembuh dari sakitnya. Itupun sudah langsung pergi ke kantor setiap hari. Jengkel aku, susah diingatkan."

"Iya, ibu harus sabar."

"Ya nanti melihat situasi ta nduk, kalau bisa ya sehari dua hari ikut ke Jakarta juga nggak apa-apa."

Suara mobil terdengar memasuki halaman, pak Broto langsung turun dan memasuki rumah. Dilihatnya isterinya sedang duduk bersama Putri. 

"Ada apa nih? Kayaknya lagi pada seneng," tegur pak Broto.

Itu lho pak, Galang mengirimkan foto rumah dinasnya. Coba perlihatkan kepada bapak nduk," pinta bu Broto kepada Putri, yang kemudian mengangsurkan ponselnya.

"Hm, ini rumah biasa saja," kata pak Broto sambil membuka buka foto itu.

"Itu bagus pak, nanti kalau Galang menjemput kita ikut yuk?"

"Ah, enggak bu, kantor lagi banyak pekerjaan. Selama aku sakit semuanya jadi tidak terkontrol."

Bu Broto mengeluh.

Ini ponselmu, bukankah masih bagus rumah yang bapak berikan ketika kamu menikah lalu ditolak oleh suamimu?" kata pak Broto sambil mengembalikan ponsel Putri, lalu berjalan kedalam, diikuti isterinya. Tak ada yang menanggapi kata-kata pak Broto, daripada pembicaraan jadi panjang.

Putri menerima ponselnya kembali dengan wajah cemberut, sedikit kesal atas komentar bapaknya. Lalu dibukanya lagi WA karena ada yang masuk. Ternyata dari suaminya lagi.

"PUTRI, INI AKU SEDANG BERSAMA RAHARJO. PAK HARIS MENGINGATKAN TENTANG TARIAN ITU. KALAU KAMU BERSEDIA, BICARA SENDIRI SAJA SAMA RAHARJO."

Itu balasan WA dari Galang. Putri terkejut sekali. Jadi ia harus menari bersama Teguh?

***

besok lagi ya


















No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...