Friday, December 21, 2018

SEPENGGAL KISAH 94

SEPENGGAL KISAH  94

(Tien Kumalasari)

Pandu mengenal pemilik suara nyaring itu, dengan berjingkrak ia mendekatinya.

"Hai Pandu.."

"Nancy...." Dan Nancy pun memeluk dan mencium Pandu dengan gembira.

"Oh ya, mana papa tadi, Pandu, aku akan perkenalkan kamu sama papa aku, tapi dia lagi ketoko sebelah, nggak tau beli apa, untuk mobilnya. Kamu sama siapa?"

"Sama kakek, kakeek... ini Nancy..," Pandu berteriak kepada kakeknya yang keheranan melihat cucunya kenal dengan gadis cantik. Iapun mendekat dan menerima uluran salam Nancy.

"Apa kabar kakek?" Sapa Nancy ramah.

"Baik nak.. Ayo Pandu, segera beli es krimnya lalu kita pulang, nanti ibu menunggu lama jadi bingung dia." ajak kakek Marsam kepada cucunya.

"Oh, Pandu mau beli es krim? Ayo..ayo.. masuk.. nanti Nancy temenin.." Tanpa menunggu jawaban, Nancy menarik tangan Pandu kedalam rumah makan dan mengajaknya duduk dibangku.

"Tapi Pandu pasti ditunggu ibunya, ia mau beli lalu dibawa pulang nak," kata pak Marsam.

"Nggak kakek, Pandu mau minum disini sebentar, ayo kakek ikut, boleh kan Nancy?" sanggah Pandu.

"Tentu saja boleh, ayo kakek, silahkan,"

Tapi pak Marsam segera melangkah keluar dan mengambil ponselnya lalu menelpon Asri. Setiap kali pergi kemanapun, Asri menyuruh ayahnya membawa ponsel supaya kalau ada apa2 bisa menghubunginya.

"Hallo pak, ada apa? Kok belum pulang nih," tanya Asri dari seberang sana.

"Ya itulah, Pandu minta es krim,...itu.. ditempat yang biasanya kamu mengajak dia makan.. ee.. disini ketemu gadis cantik yang katanya namanya Nancy. Diajak pulang susah, malah duduk didalam tuh."

"Nancy? Asri teringat ceritera Pandu dan ketika ketemu dengan gadis itu hanya sekilas. Asri sangat penasaran. Ia harus menemui gadis itu dan menanyakan siapa sebenarnya dia dan mengapa sangat menyukai anaknya. 

"Begini saja pak, bapak tunggu disitu sebentar, Asri mau menyusul. Ingat, Pandu jangan boleh kemana mana, tungguin Asri sebentar ya, nanti kalau Asri sudah disiitu, bapak boleh pulang duluan."

"Baiklah, aku tunggu diluar saja .. nggak enak aku ikutan duduk sebangku dengn gadis cantik..," canda pak Marsam.

"Loh kenapa pak?"

"Grogy...," Asri tertawa dan menutup telponnya.

Karena rumah Asri nggak terlalu jauh, tak lama kemudian ia sudah sampai dirumah makan itu. Pak Marsam masih menunggui didepan, sambil memegangi sepeda motornya.

"Nggak masuk bener nih pak? Atau bapak pengin makan sekalian?"

"Nggak nduk, aku pulang saja," Asri memberikan kunci rumah dan pak Marsam pun berlalu.

Ketika memasuki rumah makan itu Asri harus mencari cari, dimana Nancy dan anaknya duduk. 

"Ibuuu.." ketika mendengar teriakan Pandu itulah Asri baru menemukan mereka. Asri mendekat, dan Nancy menyambutnya dengan ciuman. Gadis ini sangat ramah, pikir Asri.

"Pandu, dimana mana kamu merepotkan orang lain ya," tegur Asri kepada anaknya.

"Nggak bu, Pandu sama sekali nggak merepotkan kok. Silahkan duduk, saya pesankan makan bu?"

"Terimakasih..Saya minum teh hangat saja dan kroket," sambut Asri sambil tersenyum.

Sementara Nancy memesankan makanan, Pandu dipelototi oleh ibunya." Kamu nakal ya Pandu, awas ya, nanti ibu bilang sama bapak biar dijewer telinga kamu."

"Pandu hanya makan sebentar saja kok bu,"

"Pandu tidak nakal, saya yang memintanya duduk disini. " kata Nancy sambil duduk kembali.

"Rumah kamu dimana Nancy?"

"Agak jauh juga dari sini.. Nancy tinggal sama grandma..sama mama.. di jalan Duku..

"Owh, jalan2nya kok jauh.. sampai sini."

"Tadi saya jalan sama papa, tapi dia lagi beli apa.. gitu.. Nancy disuruh nungguin disini. Nggak tau tuh lama bener...tapi nggak apa2, aku senang ditemani Pandu."

"Ibu heran, mengapa kamu suka sekali sama Pandu, Nancy?

Nancy tertawa. :"Nancy suka karna Pandu itu lucu, dan nggemesin.. nggak nyangka bisa berkali kali ketemu. Saya juga senang bisa berkenalan sama ibu."

"Kamu punya adik?"

"Nggak, Nancy anak satu2nya. Itulah sebabnya Nancy suka sama Pandu, Nancy pengin punya adik seperti dia."

Pandu asyik menikmati eskrim nya yang dari tadi belum habis2 juga.

"Pandu mau tambah es krim nya?" 

"Jangan, dia sudah kebanyakan itu, porsiny besar, sudah habis. Nanti dia pilek."

Teh dan makanan yang dipesan Asri telah datang, Nancy mempersilahkannya makan.

"Silahkan tante, Nancy juga pesan, disini kroketnya enak, sudah tiga kali Nancy kesini sama mama."

"Terimakasih Nancy, kamu masih muda tapi baik sekali. Sikap kamu seprti orang dewasa saja. Berapa umur kamu?"

"Tujuhbelas.."

"Oh ya.. kamu cantik, pasti ibumu secantik kamu."

Nancy tersenyum." Ya, ibu Nancy cantik, tapi lebih cantik dari Nancy.

"Ibu kamu .. ma'af.. Belanda?"

"Bukan, mama asli Solo..."

"Brarti papa kamu yang bule.."

"Bukan juga... Nancy juga keran, Nancy sama sekali nggak mirip papa atau mama. Papaku ganteng lho.. tapi dia juga orang sini."

Asri merasa heran, menyenangkan ya punya anak cantik seperti indo.. hibungnya mancung, kulitnya putih, matanya biru...  Nancy memandangi gadis itu tanpa bosan.

Sementara itu mereka telah selesai makan, Asri segera mengajak pulang anaknya.

"Ayo Pandu, kita pulang.. "

"Rumah ibu dimana? Bolehkah Nancy tau alamatnya? Kalau ada waktu Nancy boleh nggak main kerumah Pandu?"

"Boleh donk, main aja kalau mau.

Asri bergegas membayar semua jajanan, dan Nancy menggerutu. :"Mengapa ibu yang bayar, harusnya Nancy, kan Nancy yang ngajak,"

"Kamu masih kecil nggak pantas mentraktir orang tua," kata Asri sambil tertawa. Ia menggandeng Pandu dan berlalu. Tak lupa Pandu memberi salam pada Nancu yang kemudian menciumnya.

"Ibuuu.. minta alamatnya donk," teriak Nancy

Asri memberikan alamatnya dan menggandeng Pandu pergi. 

Nancy senang sekali. Asri dan mobilnya telah berlalu, tapi Damar belum juga kelihatan. Dengan kesal ia duduk kembali dan menelponnya.

"Papa... masih lamakah papa?"

"Nggak, ini sudah selesai,"

"Kalau masih lama, Nancy akan menyusul kesitu,"

"Nggak usah, ini sudah jalan kesitu."

Tak lama kemudian Damar datang membawa sebuah bungkusan. Tapi pasti bukan makanan karena tadi mengatakan mau beli sesuatu untuk perlengkapan mobilnya.

 " Setelah  ini papa mau balik ke Jogja dan kamu pulang sendiri ya."

"Nggak mau ketemu grandma?"

"Nggak, lain kali saja."

"Mama ?"

"Nggak... nggak usah." Nancy terdiam karena sudah tau bagaimana jawaban papanya.

"Tadi Pandu ada disini, lama,"

Damar terkejut.

"Juga ada mamanya."

Damar bertambah terkejut. 

#adalanjutannyalho"

Thursday, December 20, 2018

SEPENGGAL KISAH 93

SEPENGGAL KISAH  93

(Tien Kumalasari)

"Tumben hari ini masakanmu nggak karuan rasanya nduk," kata pak Marsam siang hari itu ketika Asri menghidangkan makan siangnya.

"Masa sih pak? "

"Lha ini, sayur asem nggak ada asemnya, nggak ada manisnya, nggak ada asinnya.. nggak biasanya kamu begini."

Asri menyendok sayur itu, dan memang seperti nggak ada rasanya. Asri membawanya lagi kebelakang sambil berguman " Asri lupa kasih bumbunya, sebentar ya pak."

"Untung yang makan baru bapak, lha kalau suamimu .. apa nggak malu...

Asri kembali membawa sayur yang sudah dibumbuinya lagi. "Cobain lagi pak.."

"Nah, kalau imi sudah enak. Tapi sebenarnya kamu itu kenapa ta nduk, hari ini kamu agak lain dari biasanya. Apa kamu sakit ?"

"Enggak pak, orang sehat kayak begini kok dibilang sakit.."

"Tapi kok kayaknya agak lain, ada yang kamu pikirkan?"

"Bapak ini ada2 saja, cuma so'al sayur nggak ada rasanya kok terus dikira macam2. Sudah pak, makan saja yang banyak, biar sehat."

Tapi sebagai orang tua, pak Marsam menangkap kebohongan dimata anaknya.

 

Sejak kejadian malam itu, Damar sering sekali pulang kerumahnya yang di Solo. Ia masih berharap banyak akan bisa betemu Asri, dengan situasi yang berbeda. Hangat dan manis. Hm, Damar masih tetap bermimpi. Setiap kali pulang ke Solo ia menyusuri jalan2 atau toko2.. atau rumah makan.. dan berharap bisa menemukan pujaan hatinya. Damar benar2 berubah. Ia tak perduli apapun, hanya mengejar kebahagiaan yang diimpikannya, namun melalui jalan dan pandangan yang keliru. Tempaan dan derita yang bertubi tubi telah melukai hatinya yang semula bersih.

Dikeramaian lalu lintas itu tiba2 seorang gadis berteriak memanggilnya.

"Papaaa.." Damar terkejut. Ia sebetulnya ingin sendirian saja, namun gadis Indo yang memanggilnya papa itu mengejarnya, merangkulnya dan menciuminya sesuka hati. Hati Damar tergetar. Seandanya Nancy benar2 anakku.. yang dilahirkan oleh Astri, alangkah bahagianya aku. 

"Kenapa papa jalan2 sendiri? "

"Kalau nggak sendiri .. lalu sama siapa?"

"Kan papa bisa menelpon Nancy, lalu kita jalan2 bersama."

"Ya, tapi papa lagi pengin sendiri,"

"Mengapa? Papa sedih? Papa tau nggak, mama akan menetap disini bersama grandma dan Nancy."

"Oh.." hanya itu yang diucapkannya. Apakah ada pengaruh baginya berita itu?Damar pura2 tak mendengar.

"Papa mau kemana sekarang?"

"Jalan2 saja,"

"Yuk, temani Nancy makan, lapar nih..." rengek Nancy.

"Makan dimana ?" 

"Dimana aja, asal papa suka.. Oh.. itu pa.. yang dipojokan, Nancy suka es krimnya.." Nancy menarik narik tangan Damar, dan tak ada jalan lain kecuali mengikutinya.

 

Ketika bubaran sekolah, pak Marsam menunggu cucunya pulang. Sebenarnya rumah Bowo tidak jauh dari sekolah anaknya, namn pak Marsam tidak tega melihat cucunya pulang sendiri dan jalan kaki pula. Itulah sebabnya mengapa pak Marsam selalu menjemputnya.

"Kakeeek....." dari jauh Pandu sudah melihat kakeknya, yang menjemputnya dengan sepeda motor bututnya. Pandu berlari lari dengan gembira, dan begitu sampai didekat kakeknya langsung melompat keatas boncengan.

"Bagaimana tadi sekolahmu? " tanya kakek Marsam.

"Pandu dapat nilai seratus kek,"

"Wouw.. hebat cucu kakek, untuk pelajaran apa tuh?"

"Matematika kek," 

"Bagus, hebat .. sekarang kita pulang ?"

"Oke kek.."

Pak Marsam menytarter sepeda motornya, dan berjalan pulang. Tapi Pandu menepuk nepuk punggung kakeknya.

"Jangan kesana kek, kita muter2 dulu," rengeknya.

Pak Marsam menghentikan sepeda motornya. "Muter2 kemana, nanti ibumu menunggu.

"Cuma muter aja, supaya nggak cepat sampe rumah. Nggak asyik kek kalau nggak muter dulu."

Tak sampai hati mendengar rengek cucunya, pak Marsam memutar haluan sepeda motornya, supaya jalan pulangnya agak jauh sedikit. Memang penginnya muter2 sih..

Tapi tiba2 Pandu menepun nepuk lagi punggung kakeknya. Pak Marsam pun menghentikan lagi motornya." Ada apa to le?"

"Kakek, Pandu pengin itu.."

"Apa..?"

"Itu, es krim..."

"Waduh, nanti ibumu marah gimana ? Kamu batuk... atau pilek.."

"Nggak kek, satu aja... ayo kek..cepetan kek.." Pandu merengek rengek terus, dan pak Marsam pun terpaksa berhenti didepan rumah makan itu.

"Janji ya, satu saja dan dibawa pulang, nanti ibumu kelamaan menunggu, trus kamu dijewer bagaimana?"

"Iya.. iya.. yang ada coklat..sama strowbery ya kek.."

"Iya, ayu turun dulu, kakek nggak bisa memilih yang mana yang kamu suka."

Dengan gembira Pandu turun. Pak Marsam menitipkan sepeda motornya dan berjalan masuk sambil menggandeng Pandu.

Namun tiba2 sebuah teriakan gembira terdengar melengking :" Panduuuuu..."

#adalanjutannyaya#

 

 


SEPENGGAL KISAH 92

SEPENGGAL KISAH  93

(Tien Kumalasari)

Asri terbangun sangat pagi, atau boleh dikatakan hampir tidak tidur semalaman. Teriakan yang didengar semalam bagai guntur menggelegar yang merontokkan isi dadanya. "AKU AKAN MEREBUTMU KEMBALI, ASRI!!"

Asri sungguh tak menyangka akan bertemu Damar dipesta itu. Ia akan menegur Danik sahabatnya, tapi apa Danik salah? Ia berpesta dan ingin bersenang senang dengan teman2nya, lalu datang juga Damar, yang kemudian kata2nya seperti sebuah ancaman yang mencekam.

Mengapa Damar bersikap seperti itu? Ia seperti melihat orang lain. Memang dulu ia sangat mencintai Damar, tapi kan itu sudah berlalu. Dengan berjalannya waktu, cinta itu telah layu karena telah tumbuh tunas baru.

Bowo adalah laki2 yang amat mencintainya, melindunginya dan membuatnya nyaman. Ia tak pernah menyangka Damar masih mengharapkan cinta itu, ketika usia menjelang senja, ketika Asri telah merasa nyaman dengan kehidupannya.

"Asri, masih sakit perutmu?" Bowo tiba2 menegurnya ketika melihat Asri duduk termenung ditepi tempat tidur.

"Ah, nggak mas, sudah baikan kok, mungkin aku hanya masuk angin. Ya sudah sekarang mas mandi dulu, sementara aku akan membuatkan sarapan buat mas dan Pandu ya."

Tanpa menanti jawaban suaminya Asri keluar dari kamar. Dilihatnya Pandu telah rapi dan sedang mepersiapkan buku2 sekolahnya.

"Ibu, Pandu sudah mandi sama kakek," celotehnya senang.

"Bagus, sekarang ibu mau buatkan sarapan dulu ya buat Pandu dan bapak.."

"Aku mau telur mata sapi ibu."

"Baiklah, "

Asri berjalan menuju dapur, dilihatnya pak Marsam telah merebus air dan hampir mendidih.

"Biarkan Asri saja yang buat minuman pak, bapak duduk saja disaqna menemani Pandu." tegur Asri.

"Baiklah, tadi bapak bangun kepagian, karena sore2 sudah tidur bersama Pandu. Habis setelah kalian berangkat Pandu minta dikelonin. Jadi ikut tertidur deh bapak,"

Asri tersenyum, senang bapaknya bisa kompak sama cucunya.

Setelah Bowo berangkat sekalian mengantar Pandu kesekolah,  Asri menelpon Danik. Ia menceriterakan peristiwa yang membuatnya ketkutan semalam.

"Ya ampun Asri, ma'aaaf ya, aku nggak nyangka Damar akan seperti itu," suara Danik dari seberang.

"Aku juga nggak nyangka kalau dia akan datang. Aku heran, mestipun ketemu, harusnya dia bersikap biasa saja.. kan kita sudah sama2 tua, dan hampir 30an tahun tidak ketemu, mengapa dia masih begitu."

"Sinting dia itu, setiap sa'at menelpon aku, bertanya kamu tinggal dimana, nggak pernah aku kasih tau lho, aduuh.. aku menyesal telah mengundang dia juga. Nggak kepikiran dia akan berbuat begitu. Apa mas Bowo tau?"

"Untungnya nggak, dia sedang sibuk ngobrol dengan temannya yang kebetulan bertemu disana."

"Ya sudah, nanti aku akan mencoba menghubungi dia dan menegurnya. Sebetulnya kasihan dia itu Asri, penderitaan yang dirasakannya membuat dia menjadi orang seperti kehilangan pegangan. Kalau saja aku bisa menenangkannya..."

Ketika telepon ditutup, Asri terbawa oeh kata2 Danik, bahwa Damar sangat menderita. Ya ampun, mengapa hatinya jadi ikut teriris? Apakah masih ada sisa cinta dihatinya walau hanya sedikit saja? Asri mengibaskan perasaan itu dan bersiap menjalankan tugas2 rutinnya dirumah.

Setelah menerima telepon dari Asri, Danik segera mendatangi kantor Damar. Dilihatnya Damar sedang menulis sesuatu, atau mungkin menandatangani sesuatu, entahlah, tapi itu kan pekerjaan seorang bos seperti Damar.

"Damar," 

Damar mengangkat wajahnya dan tertawa senang :" Hallo, tamu yang tidak sopan, tanpa mengetuk pintu langsung nyelonong masuk. " omelnya sambil tertawa.

"Untuk kamu, apa perlu sopan santun itu?" serius Danik menyambut kata2 Damar.

"Haa... serius amat.. Oh ya, duduklah sayang, aku senang kamu datang, aku baru akan menelponmu untuk mengucapkan terimakasih."

"Terimakasih untuk apa?"

"Karena undangan kamu itu, aku jadi bertemu Asri,bahagia sekali aku."

Danik merengut. :"Dan karena itu maka Asri ketakutan, tau.. "

"Ketakutan? Apa wajahku menakutkan?"

"Sikapmu yang menakutkan. Dengar Damar, kamu tidak pantas membuat onar ditempat pestaku."

"Onar, nggak ada onar kan? Semua baik2 saja sampai acara selesai."

"Itu karena Asri cepat2 mengajak suaminya pulang lewat pintu belakang, kalau sampa suaminya tau, benar2 terjadi perang dirumahku."

Namun Damar menanggapinya dengan tertawa. "Danik, aku itu sungguh masih mencintai dia, dan aku ingin menyatakannya dihadapannya. Salah dia mengapa malah lari."

"Damar .. aku tidak mau berdebat denganmu, kamu ini sakit tau. Dengar, kamu harus tau bahwa Asri itu sudah ada suaminya, sudah ada anaknya, dan mereka sudah hidup tenang dan bahagia. Jadi aku mohon, jangan ganggu dia lagi .. Ingat Damar, kita itu sudah tua, bukan remaja yang pantas memperebutkan sebuah cinta. Ya ampun Damar, jangan gila kamu, sadar cah bagus."

Danik berdiri dan meninggalkan Damar termenung sendiri. Jauh2 datang dari Solo ke Jogya, hanya untuk mengomeli dirinya. Mungkin benar apa yang dikatakan Danik, ia tak boleh mengganggunya, tapi ia merasa mendapatkan derita sementara Asri bahagia.

"Mengapa semesta tidak adil padaku?" Rintih Damar pilu.

#adalanjutannyaya#

Wednesday, December 19, 2018

SEPENGGAL KISAH 91

SEPENGGAL KISAH 91

(Tien Kumalasari)

Damar masih mengamati foto itu dengan wajah kusut dan pucat.Nancy terkejut, reaksi Damar sungguh tak disangka.

"Dimana kamu ketemu dia? Dimana rumahnya?"

"Papa, kan tadi Nancy bilang mau nanya ke papa, apa papa tau rumahnya karena Nancy pengin main kesana, tentu saja Nancy nggak tau."

"Lalu kamu ketemu dimana?" Damar mendesak, seakan ia menuntut bahwa Nancy harus bisa memberinya keterangan yang memuaskannya.

"Nancy ketemu ditoko. Yang pertama ketemu Pandu aja, yang fotonya penah Nancy berikan ke papa beberapa bulan lalu. Terus dua hari lalu tiba2 pas belanja ketemu lagi, dia bersama ibunya."

"Mengapa kamu tidak tanya dimana rumahnya?

"Nggak papa, waktu itu Nancy sudah ditungguin taxy, jadi setelah minta foto bersama, Nancy pergi, nggak sempat nanya  apapun.Nama perempuan itu juga mama yang kasih tau."

Damar terdiam. Ingatan tentang Asri kembali membayanginya. Ia ingin ketemu, ingin bicara, ingin memuntahkan semua isi hatinya, ingin berceritera tentang hidupnya, dan semuanya, seperti ketika mereka masih bersama, seperti ketika mereka melewati manisnya perjalanan cinta mereka...

"Siapa dia papa..?"

"Dia wanita yang papa cintai,"

Nancy terkejut." Perempuan inikah yang membuat papa mamanya bercerai? "Dengan polos Nancy menanyakannya.

Damar menggeleng, dugaan Nancy tidak sepenuhnya benar. Mamang karena Asri Damar tidak bisa mencintaai perempuan lain, tapi penyebab berceainya Damar dan Mimi adalah karena Damar ingin lepas dari bayang2 keluarga Surya, dan juga karena tidak bisa mencintai Mimi.

Ketika kemudian Nancy pulang, Damar belum bisa melepaskan bayang2 Asri. Ia telah mengkopi foto Asri tadi kedalam ponselnya. Dan dipandanginya tanpa henti foto itu. 

"Asri, akhirnya kamu hidup bahagia, punya anak yang tampan.dan pasti sudah melupakan aku. Lalu bagaimana dengan aku Asri? Ini menyakitkan, ini nggak adil buat aku." Gumam Damar berkali kali.

 

 Asri sudah merasa nyaman karena pak Marsam mau tinggal bersama mereka. Pohon2 bunga yang ditinggalkan sedikit demi sedikit diboyong kesana sehingga pak Marsam punya kesibukan lagi. Apalagi ada pohon titipan Ongky yang selalu dirawatnya dengan cermat walau ditinggalkan bertahun tahun.

"Siapa sebenarnya gadis Indo bernama Nancy itu Asri?"tanya Bowo pada suatu ketika..

"Nggak tau  Asri mas, Asri juga heran, seneng banget dia sama Pandu. Mungkin pengin punya adik laki2."

"Rumahnya juga nggak tau?"

"Ya enggak lah mas, kami cuma bertemu sekilas lalu dia buru2 naik taxy setelah meminta foto kami. Pandu yang sudah bertemu dua kali."

"Ya, mungkin gadis itu pengin punya adik, dan Pandu kan memang nggemesin, kayak ibunya," canda Bowo .

Asri tertawa :"Bisa aja mas itu.."

Tiba2 terdengar telephone berdering. Bowo mengangkatnya:" Hallo.."

"Oh ini mas Bowo ya?" suara perempuan dari seberang sana.

"Siapa ya ini? Ma'af.."

"Saya Danik mas.. masa nggak ingat sama suara saya.."

"Oh ya, sekarang ingat. Asri.. ini dari Danik.. " teriak Bowo kemudian kepada isterinya.

"Hallo Danik .. lama nggak kabar2 kamu,"

"Iya, baru pulang dari Samarinda,"

"Oleh2nya dong," canda Asri.

"Ada lah buat kamu. Begini.. aku mengundang kamu untuk datang kepesta perkawinanku, datang ya?"

"Oh ya.. kapan itu?"

"Besok Minggu depan ini, jam 7 malam ya? "

"Dimana nih ?"

"Dirumahku, harus datang lho ya, kalian berdua."

"In shaa Allah Danik, ngomong2 ini perkawinanmu yang ke berapa?"

"Sudah yang ke duapuluh, suamiku ingin merayakannya, mumpung ada rejeki."

"Iya lah, bersyukur, nggak terasa sudah duapuluh tahun ya.. selamat deh.. pasti nanti kami akan datang. Banyak teman2 yang akan datang juga kan?"

"Iya, pasti lah, jangan lupa ya, Minggu depan tanggal 23 jam 7 malam."

"Oke siap. terimakasih undangannya ya,"

Asri menutup telephonnya. 

"Undangan apa?"

"Pesta ultah perkawinan Danik, kita datang ya mas? Minggu depan ini, jam 7 malam.

"Baiklah, nanti biar Pandu sama kakeknya, takutnya kalau pestanya sampai malam."

 

Hari itu Damar masih termenung dirumahnya, sendirian, dan itu membuat hatinya juga semakin sepi. Foto Asri dipandanginya terus menerus. Damar merasa, Asri tak berubah, cantik seperti dulu. Kemana aku harus mencarimu Asri...

Damar benar2 seperti gila. Mungkin karena hatinya limbung, seperti kehilangan pegangan.

Ketika ponselnya berdering ia segera mengangkatnya karena tertulis disana, Danik. Siapa tau ada informasi tentang Asri.

"Hallo ." cepat sekali Damar mnyapanya..

"Hai Damar, kayak orang diburu anjing begitu, biasanya lama nggak diangkat angkat."

"Ada informasi buat aku?"

"Informasi apa, aku mau mengundang kamu besok Minggu."

"Kamu melahirkan lagi?"

"Hush, gila kamu, udah cukuplah anakku 3, Ini lho ada sedikit pesta kecil2an, di ulang tahun pernikahan aku.Besok Minggu tgl 23 ini, jam 7 malam ya.""

"Wah, aku lagi nggak suka pesta. Hatiku sendiri sedang pesta ini, pesta sakit hati."

"Jangan begitu Damar, disana nanti bisa ketemu teman2 lama, waktu kita sekolah dulu, dan itu pasti menyenangkan."

Damar berdebar debar, bertemu teman2 lama? Apakah Asri juga diundang?

"Hallow.. kamu pasti datang kan?"

"Oke, aku datang..aku datang.."

Damar menutup telepone, dan dengan penuh harap ia akan bertemu Asri dipesta itu.

#adalanjutannyalho#

 

 

.

SEPENGGAL KISAH 90

SEPENGGAL KISAH  90

(Tien Kumalasari}

Sesampai dirumah, Nancy tak henti2nya berceritra tentang si kecil tampan yang bernama Pandu, yang kemudian ketemu lagi ketika bersama ibunya. Mimi masih ada di Indonesia ketika papanya meninggal. Mungkin agak lama, atau mungkin tak akan kembali ke Amerika.

"She is beautiful mom..., coba liat fotonya .." kata Nancy sambil menunjukkan foto di ponselnya.:"Ini Pandu yang tampan, dan ini mamanya,"

Tadinya Mimi hanya melihatnya sekilas, tapi ia seperti mengenal perempuan yang katanya ibunya Pandu. Ponsel itu urung diserahkan kembali pada Nancy :"Coba mama liat, hm... kayaknya mama kenal deh sama perempuan ini, Siapa namanya?"

"I don't know ma, Nancy nggak nanya namanya. Kami bertemu sekilas, Nancy udah ditungguin taxy and dia langsung belanja kedalam,"

"Ini Asri.. mama kenal dia, jadi dia sudah punya anak ? Mm.. pasti papa kamu tau.."

"Maksud mama, papa tau tentang Pandu ?"

"Bukan Pandu, tapi mamanya Pandu.. papamu kenal sekali. "

"So... papa tau rumahnya Pandu donk,"

"Mama nggak tau kalau so'al itu."

"Kapan2 kalau Nancy main ke Jogya, boleh donk Nancy nanyain rumahnya, Nancy suka banget anak itu, pengin deh punya adik kayak dia,"

Mimi hanya terdiam. Kenangan tentang Asri sudah lama dilupakannya, dan cintanya pada Damar juga sudah dilenyapkannya dari hatinya. 

"Mama, boleh Nancy ke Jogya besok pagi?"

"Terserah kamu saja, bilang dulu sama grandma.."

"Mama mau ikut?" Mimi menggeleng, ia tak ingin bertemu Damar lagi setelah perceraian itu. Terserah kalau Nancy sering ketemu dan Damar tidak menolaknya. Mimi sedikit lega karena Damar tidak membenci Nancy walau tau bahwa Nancy bukan darah dagingnya.

"Mama nggak rindu sama papa?"

"Enggak, mama sudah lupakan dia," Nancy terdiam, ia tidak mengerti kenapa papa dan mamanya bercerai, dan seperti saling membenci. Tapi Nancy tidak perduli. Papa nya sangat baik dan selalu menerimanyaa dengan baik pula.

"Grandma,besok Nancy mau ke Jogya, mau ketemu papa." kata Nancy ketika melihat neneknya datang.

"Berani sendirian?"

"Berani donk grandma, Nancy kan sudah besar. "

"Ya sudah terserah kamu, tapi cepat pulang, dan hati2..

 

Damar sudah berubah, hantaman2 peristiwa yang membuatnya  jatuh bangun telah menjadikannya seorang yang keras kepala, gampang marah dan kadang tak terkendali. Setiap kali datang Ongky memberinya petuah, tapi tak membuatnya berubah. Dulu waktu masih SMA dia pernah menghajar seorang laki2 yang memboncengkan Asri, padahal laki2 itu temannya sendiri hanya beda kelas. Ia memaqng seorang yang temperament.Kemudian dengan berjalannya waktu, ia berubah menjadi orang yang pasrah. Itu terjadi setelah mengetahui Asri telah punya calon yang ketika itu sebetulnya Bowo hanya ingin menakuti Mimi. Damar mendengarnya dan mengira itu benar. Itulah sebabnya ia menurut ketika pak Surya mengajaknya ke Amerika, menikahkannya dengan Mimi. Ketika itu ia menjadi manusia tanpa rasa.. dan tak perduli walau Mimi telah mengandung bayi yang bukan darah dagingnya. Itulah awal dirinya berontak pada nasib. Ia memilih kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai apapun juga demi menyambung hidup. Ia tak mau lagi bergantung pada pak Surya.  Kemudian diketahui bahwa harta pak Surya sebagian besar adalah milik ayahnya, Lalu atas bantuan pak Darman kemudian menjadikan dia seorang pengusaha yang sukses, meneruskan usaha almarhum ayahnya. Yang terakhir menghantam jiwanya adalah ketika diketahuinya bahwa meninggalnya ayah ibunya karena disengaja oleh pak Surya.

Tidak bisa Damar menerima semua itu. Ia ingin,  segala yang diinginkannya harus terlaksana. Pasrah membuatnya sengsara.

 

Siang hari itu Damar masih bekerja dikantornya. Seseorang mengetuk pintu, dan Damar mempersilahkan masuk. Seorang gadis Indo menghambur kearahnya, memeluk dan menciuminya. Astaga, gadis ini benar2 tak mau tahu akan dendam dan amarahnya terhadap kakeknya . Berkali kali ia datang dan mencurahkan kasih sayangnya seperti kepada ayahnya. Benar2 membuat Damar kebingungan. Tapi masih ada belas kasihan dihati Damar kepada gadis tak berdosa ini. Belum sa'atnya memberitahukan keadaan yang sebenarnya.

"Hallo papa," selalu begitu sapa pertamanya begitu bertemu Damar.

"Kamu sama siapa?"

"Sendiri,"

"Oh.. sudah berani main sendiri?"

"Nancy kan sudah besar papa, boleh nggak Nancy punya pacar?"

"Ada2 saja kamu ini, ya terserah kamu mau cari pacar, kamu kan sudah dewasa."

"Kalau Nancy punya pacar, Nancy akan memilih laki2 yang ganteng seperti papa."

Damar tersenyum.

"Oh ya papa, boleh aku minum?"

"Ambillah sendiri,"

"Papa, aku ingin menanyakan sesuatu," Kata Nancy sambil meneguk minuman dingin yang baru saja diambilnya."

"Menanyakan apa?"

"Kata mama, papa mengenal perempuan yang ada difoto Nancy, tunggu ya papa, ini mamanya Pandu, tapi mama bilang, papa kenal sama dia."

Damar mulai berfikir, siapa dia, dan mengapa Mimi mengatakan kalau dirinya mengenal perempuan itu.

"Nancy suka sekali pada anak kecil itu, Nancy ingin tau dimana rumahnya, supaya Nancy bisa main kerumahnya.. aduh.. mana foto itu.. sebentar ya pa.." Nancy mengotak atik ponsel nya dan mencari cari...

"Naa.. ini dia pa.. kata mama papa kenal dia, so..papa pasti tau dimana rumahnya dong," Nancy menyerahkan ponselnya pada Damar, dan alangkah terkejutnya Damar ketika memandangi foto itu. Dia Asri, kekasih hatinya.

"Bagaimana kamu bertemu dia? Dimana dia?" hampir tak bisa menguasai dirinya ketika Damar memandangi foto itu. Nancy terkejut melihat reaksi ayahnya.

#adalanjutannyalho#

 

 

 

SEPENGGAL KISAH 89

SEPENGGAL KISAH  89

(Tien Kumalasari)

Damar masih terpaku dimejanya. ponselnya tergeletak dimeja, masih terdengar sayup tangis bu Surya dari ponsel itu. Ongky mendekat dan mematikannya.

"Bagaimana ?" tanya Ongky pelan

"Dia sudah mampus." jawab Damar, geram.

Ongky menepuk nepuk punggung Damar, berusaha menenangkannya. 

"Damar, kamu harus bisa mema'afkannya, dia sudah meninggal,"

"Dia sudah membunuh kedua orang tuaku mas, aku sangat membencinya, aku ingin menghukumnya lagi. Tapi dia keburu mampus." 

"Aku bisa mngerti perasaanmu Damar, tapi dia sudah terhukum. Dia menderita selama bertahun tahun, dan sekarang dia meninggal tanpa Tuhan memberinya waktu untuk bertobat. Ma'afkanlah dia Damar, dan terimalah ini sebagai jalan hidup yang harus kamu lalui. Bangkit dan buat kedua orang tuamu bangga. Kalau kamu begini terus, seandainya bisa melihat, mereka pasti sedih."

Damar menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya, air matanya mengalir dari sisi2 jarinya. Ongky pun ikut larut dalam kesedihan itu. Tapi tak berhenti menepuk nepuk punggung Damar.

"Aku ingin ke pusaranya lagi,"

"Baiklah, aku antar kamu sekarang juga, tapi hapus air matamu. Kamu harus kuat, harus tegar Damar."

Namun setiba di tempat pemakaman itu, ia melihat bu Surya ada disana. Sedang menangis dipusara ayah ibunya. Damar terharu, sesungguhnya perempuan baik itu tak tau apa2 tentang sepak terjang suaminya. Ia juga mengasihinya karena menganggap kedua orang tuanya seperti saudara, lalu menganggap Damar seperti anaknya sendiri.

Ketika mendekat, Damar masih mendengar desisnya diantara isak bu Surya: " Sungguh ma'afkan dia Marsudi, dia telah menebus dosa2nya dengaan penderitaan, kalau itu belum cukup, ma'afkan dia.. aku mohon." Bu Surya mencium kedua pusara itu, mengusap air matanya dan berdiri .. tapi ketika membalikkan badan, dia melihat Damar yang segera dipeluknya, dan tangisnya meledak lagi.

"Damar.. Damar.. anakku, janganlah kamu membenci tante juga, ma'afkan suamiku Damar,"

Damar memeluk bu Surya, mencoba meredam kemarahannya dan membalas pelukan itu.

"Sudah tante, semuanya sudah terjadi."

"Om mu akan dimakamkan siang ini, menunggu Mimi datang.."

"Ma'af tante, saya tidak bisa menghadirinya,"

"Tidak apa2 Damar, tante bisa mengerti.."

Setelah menaburkan bunga dipusara ayah ibunya, Damar dan Ongky meninggalkan pemakaman itu. Dia juga tidak bertanya dimana pak Surya akan dimakamkan. Mungkin dilokasi yang sama, karena dilihatnya bu Surya tidak pergi dari tempat pemakaman itu, tapi kemudian menuju ketempat lain agak jauh dari pusara ayah ibunya.

Beberapa bulan telah berlalu, dan Pandu masih suka bermain dengan mobil2an yang diberi oleh seorang gadis cantik dengan nama Nancy. Ayahnya menunggui didepannya sambil membaca koran.Hari itu hari Minggu sehingga Bowo bisa sepenuhnya bersantai dengan anak isterinya. Asri sedang menyiapkan makan pagi untuk mereka,

"Pandu sangat menyukai mobil2an itu, apa ya keistimewaannya? Dia sudah punya yang sejenis itu kan?" tanya Bowo kepada isterinya setelah isternya selesai menyiapkan makanan.

"Nggak tahu tuh, mana yang membelikan siapa saja Asri tidak tau."

"Wah, kecil2 sudah punya penggemar nih anaknya bapak," Bowo tersenyum senang melihat anaknya asyik bermain.

"Namanya Nancy, pak.. orangnya cantik, kayak orang belanda," Pandu menyahut tiba2.

"Wouw, cantik? Cantik mana sama ibunya Pandu?"

"Ibunya Pandu nggak ada duanya.." Bowo dan Asri tertawa.

"Kata siapa tuh?" tanya ibunya.

"Bapak setiap kali bilang begitu, ya kan pak?" jawab Pandu sambil memandangi ayahnya.

"Iya dong, ibunya Pandu paling cantik sedunia.."

"Sedunia begini ini ya pak?" Pandu mmbentangkan tangannya dan Bowo mengangguk angguk.

"Sekarang kita sarapan dulu yuk, nanti kita jadi kerumah kakek kan?" ajak Asri.

"Sebentar bu, sebentar lagi."

"Lho, mainnya kan sudah dari tadi, mana belum mandi juga. Ayo.. nanti ikut nggak ketempat kakek? Kalau nggak mau ikut ya sudah, ibu sama bapak aja yang pergi, ya kan pak?"

Bowo mengangguk angguk. 

"Ketempat kakek Marsam? Iya Pandu suka, sebentar Pandu beresin mainan Pandu dulu ya."

"Nah, gitu dong, anaknya bapak memang pintar, setelah main, mainannnya harus dibereskan." 

 

Hari itu mereka menuju rumah pak Marsam, sudah lama tak bertemu, Asri sangat kangen dengan bapaknya.

"Asri, bagaimana kalau nanti bapak kita ajak saja tinggal dirumah kita."

"Asri kan sudah lama bilang, tapi bapak nggak mau, gimana dong,"

"Nanti kita coba bicara lagi, siapa tau Pandu bisa merayu kakeknya. Ya Pandu?" Bowo menoleh kebelakang dimana anaknya duduk.

"Pandu harus bilang apa sama kakek?"

"Bilang, ajak kakek supaya mau tinggal dirumah kita, gitu,"

"Asyiiik... Pandu suka kalau ada kakek,"

"Nah, jadi nanti Pandu harus bilang sama kakek ya,  kalau perlu paksa kakek," 

"Iya, nanti Pandu bilang,"

Namun ketika sampai dirumah pak Marsam, kakeknya Pandu itu sedang sakit. Asri sangat sedih melihatnya.

"Bapak, Asri kan sudah bilang, bapak harus tinggal bersama kami. Kalau disini, siapa yang mau merawat bapak,"

"Iya kek, nanti kakek ikut Pandu aja, bermain sama Pandu dan menanam bunga seperti disini."

Kakek Marsam tersenyum, dan mengelus kepala cucunya.

"Kakek sudah tua, pasti menyusahkan.."

"Nggak pak, Bowo malah senang kakau bapak mau tinggal bersama kami, Pandu sangat ingini kakeknya selalu ada didekatnya, ya kan Pandu?"

"Ya.. Mau ya kek?"

Pak Marsam terdiam, sedang menimbang nimbang, maukah  ia tinggal bersama anaknya atau tidak. Rasanya dia memang sudah semakin tua. Merawat bunga2nya juga tidak seprti dulu ketika Asri masih ada, dan  pembeli juga sudah semakin berkurang. 

"Sekarang apa yang bapak rasakan, Bowo antar kerumah sakit ya?"

"Oh, tidak nak.. bapak ini cuma kena flu, gara2 kemarin ingin minum es yang dijajakan tetangga sebelah."\

"Lhah biasanya tidak suka es, kok bapak tumben minum es?" tegur Asri.

"Tetangga sebelah itu jualan es yang dijajakan dengan gerobag, karena kasihan lalu bapak beli segelas."

"Sudah minum obat?"

"Sudah..beli diwarung, sudah mendingan kok, kemarin sih agak panas."

"Bapak kalau ada apa2 kabari Bowo atau Asri. Tapi hari ini juga Bowo mau mengajak bapak kerumah."

"Tapi..."

"Tapi apa pak?"

"Bunga2 itu.. titipan nak Ongky juga..?"

"Nanti pelan2 kita usung kerumah, bapak bisa merawatnya disana."

"Horeee...kakek ikut..kakek ikut...."Pandu bersorak kegirangan.

Sepulang dari rumah pak Marsam, Asri mampir ketoko untuk membeli sesuatu, ada yang harus dipersiapkannya karena ia membawa ayahnya serta. Setelah memarkir mobilnya, Pandu yang duduk didepan dan dipangku kakek Marsam tiba2 berteriak. :" Ituu..ana Nancy..,"

Bowo dan Asri melihat kearah yang ditunjuk Pandu. 

"Itu? Gadis Indo itu?"

"Yaa, ayo kesana, Pandu mau bertemu," teriak Pandu yang langsung turun dari mobil.

"Mas, saya mau mengucapkan terimakasih. Mas disini saja menemani bapak ya?" kata Asri sambil turun juga.

"Baiklah,"

Asri mendekati Nancy yang sudah ngobrol bersama Pandu. Ketika sudah dekat, Nancy menyapa ramah:" Hallo, selamat bertemu, ini ibunya Pandu?"

"Benar, saya mau mengucapkan terimakasih, eh.. berapa harga mobilnya, saya mau membayarnya.." kata Asri sambil membuka tas nya.

"Oh, no..no.. saya hanya membelikan buat si ganteng ini. Tidak usah terimakasih, ini bukan apa2, buat seorang teman, bukankah kita berteman, Pandu?"

Pandu mengangguk.

"Bagaimanapun saya mengucapkan terima kasih, untuk mobil itu, untuk pertemanan itu," kata Asri.

"Ya.. sudahlah, lupakan saja. Oh mau belanja? Saya sudah selesai dan mau kembali. Eh nanti dulu, kita berfoto bersama ya Pandu?"

Tanpa menunggu jawaban Asri mereka berfoto bertiga, Nancy senang sekali. :" Lihat, ada perempuaan cantik dan cowok tampan difoto ini."

Asri melihat hasil foto itu dan tersenyum senang.

"Okey, saya mau pulang sekarang, daag Pandu," Nancy berlalu, Pandu masih melambaikan tangan sampai Nancy naik kesebuah taksi yang mungkin sudah dipesannya.

Andai saja Asri tau bahwa pada suatu hari nanti Damar akan melihat foto itu..

#adalanjutannyalho#

 

Tuesday, December 18, 2018

SEPENGGAL KISAH 88

SEPENGGAL KISAH  88

(Tien Kumalasari)

Bu Surya dan Nancy terkejut sekali, mereka berusaha mengangkat pak Surya, kemudian Nancy memanggil ambulan agar secepatnya kakeknya dibawa kerumah sakit.

Sepanjang perjalanan kerumah sakit itu, hati bu Suryo terasa sangat pedih. Ia tak menyangka suaminya berbuat sekeji itu pada keluarga Marsudi, sahabatnya sendiri. Bertahun menderita strook bu Surya sudah merasa bahwa itulah balasan bagi suaminya karena telah menjahati kel. Marsudi dengan berusaha merebut hartanya setelah sahabatnya meninggal. Sekarang, ternyata suaminya juga telah membunuh Marsudi dan isterinya. 

"Ya Tuhan, hamba sungguh tidak mengerti bahwa sejahat itu suami hamba. Ampunilah dia ya Tuhanku, tolong sembuhkanlah dia agar dia memiliki waktu untuk betobat," bisik bu Surya sambil menadahkan tangannya, memohon belas kasih Sesembahannya. Bagaimanapun pak Surya adalah suaminya, sejahat apapun dia harus mendo'akannya, memohonkan ampun baginya.

Nancy hanya terdiam. Sedikit demi sedikit ia mengerti bahwa kakeknya telah berbuat jahat kepada keluarga "papanya". Pantaslah kalau tadi Damar seperti marah padanya. Tapi Nancy berfikir, bukankah Nancy tidak bersalah?

Damar yang terbakar hatinya oleh dendam, segera menelpon pak Darman yang sekarang menjadi rekan kerjanya. Pak Darman juga terkejut mengetahui bahwa kejahatan Surya melebihi yang diperkirakannya., 

"Laporkan saja pada polisi."

"Ya om, sedang bersiap untuk itu,"

Damar benar2 limbung, kenyataan bahwa kedua arang tuanya meninggal karena dibunuh walau secara tidak langsung, membuatnya seperti orang kehilangan pegangan. ia merasa hidupnya sangat sengsara. Harta berlimpah tak ada artinya lagi.Sudah seharian ia bersimpuh dihadapan pusara ayah ibunya, memuaskan tangisnya disana, menyesali kematian yang bukan seharusnya.. Ia tak perduli hari gelap, mendung menggantung, dan gerimis mulai turun. Ia terus saja merangkul pusara kedua orang tuanya, bergantian. Ia merasa tak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya,. sejak berumur 10 tahun. Dan pak Surya yang membuatnya.

"Baapak.. ibu.. bawalah aku serta, apalah artinya hidup ini.. aku benar2 merasa sendiri kini, aku selalu disakiti.. Bapak.. ibu.. mana bahagia untukku? Aku hanya mendapatkan kesengsaraan.. kedukaan.. dan kecewa.. Bawalah aku serta bapaaak.. ibu.. bawa aku bersamamuuu..." tangisnya benar2 meledak, bersamaan dengan gutur yang menggelegar, dan rintik hujan mulai deras.

Air hujan mulai mengguyur tubuhnya, dan membasahi tanah sekitar... Damar tak ingin berdiri.. Damar masih tetap bersimpuh diantara pusara kedua orang tuanya. Menelungkupi nisan yang semakin dingin.. meratapi kepergian mereka..

Basah kuyup dan gigil kedinginan tak dirasakannya, Sampai hujan berhenti ditengah malam itu, Damar masih tetap disana, diam tak bergerak, lunglai tanpa daya.

Ketika tersadar, ia berada disebuah kamar, kamarnya sendiri, Ia juga sudah memakai baju yang kering, tapi itu bukan bajunya sendiri,  dan selimut tebal menutupi hampir seluruh tubuhnya.

Damar merasa heran, apakah semalam aku bermimpi? Bukankah aku berada dipusara ayah ibuku? Dan ini baju siapa?

Tiba2 seseorang masuk, membawa nampan berisi minuman hangat. Damar heran, dia adalah Ongky.

"Kamu sudah bangun, baguslah kamu tidak mati kedinginan," seperti biasa Ongky bicara seenaknya. 

"Mas Ongky? Bagaimana aku bisa..."

"Sudahlah, bangun dulu dan minum minuman hangat ini, aku sudah membelikan bubur untuk kamu. Aku membeli, bukan memaak, masa tamu disuruh memasak." canda Ongky.

Damar  menurut , ia bangkit dan minum minuman itu dengan masih merasa heran.. Tubuhnya mulai dialiri rasa hangat.. pelan2 rasanya lebih segar.  Ongky keluar dan membawa lagi sepiring bubur yang diletakkan disamping Damar.

"Makanlah dulu, dan minum obatnya, badanmu panas semalam, aku sudah mengompresnya, tapi kamu tetap harus minum obat.

Damar mengangguk. Ia mulai memasukkan bubur sesendok demi sesendok kemulutnya.

"Bagaimana aku bisa pulang? " tanya Damar tak sabar sambil menelan buburnya.. kemudian bubur yang masih separo itu diletakkan dimeja sampingnya.

"Kok nggak dihabiskan?"

"Sudah kenyang, daripada nanti aku muntahkan lagi," jawab Damar sambil menelan obat yang disodorkan Ongky.

"Bapak menelpon aku, mengatakan tentang peristiwa itu, aku disuruh bapak kemari, tapi aku tidak mendapatkan kamu dirumah. Aku yakin kamu pasti ke Solo, ketempat pemakaman bapak ibu kamu. Sudah tengah malam ketika aku memasuki pemakaman itu, dan mendapatkan kamu pingsan, basah kuyup dan kedinginan. Aku melarikanmu kerumah sakit. Menggantikan baju basahmu dengan bajuku yang aku bawa dan masih tertinggal di mobil. Tapi hanya sebentar kamu dirumah sakit itu, kamu tersadar kemudian tertidur pulas, lalu aku bawa pulang ketika hari sudah pagi.

Damar pernah tersadar, tapi segera tertidur pulas, tak ia tidak merasakan apa2. 

"Ini sudah siang, coba aku buka jendelanya ya.." Ongky membuka jendela dan seberkas sinar matahari masuk kekamar itu, membuatnya silau.

Damar heran, Ongky bisa merawat dirinya seperti seorang perawat.

"Apa kamu pernah menjadi perawat mas?"

"Perawat untuk diri aku sendiri ini. Aku kan biasa hidup sendiri selama bertahun tahun, jadi kalau cuma memasak, bikin wedang, bukin bubur.. entenglah bagi aku. Cuma seringnya memang jajan diluaran."

"Kamu itu kenapa, ya sudahlah, semua yang terjadi memang sudah digariskan begitu, terimalah semuanya dengan ikhlas."

"Aku merasa tak ada gunanya hidup, aku ingin mati saja," keluh Damar sedih.

"Heiii... apa kamu sadar apa yang kamu ucapkan? Mengharapkan kematian walau untuk dirinya sendiri itu dosa, tau?"

"Tak ada gunanya aku hidup lagi, aku sendirian.."

"Lha memangnya aku ini kamu anggap siapa? Orang tua kita adalah teman, dan kita anak2nya juga akan tetap menjadi teman. Teman yang tulus, dan teman yang selalu siap berbagi. Cuma bedanya, aku sudah berani menikah dan kamu belum." canda Ongky setelah menceramahi temannya.

Damar tersenyum pahit. Memang Ongky akhirnya mendapatkan teman hidup, tapi dirinya tak pernah menginginkannya. Tiba2 ia ingat akan Asri, perempuan yang sangat dicintainya.

"Aku hanya mencintai dia, hanya dia, dan tak tergantikan,"

"Kan dia sudah menjadi milik orang lain Damar, lupakanlah dia,"

"Aku tidak bisa, kalau mungkin aku masih ingin merebutnya."

"Nah, tuh.. otakmu sudah tidak waras .!!

 

Hari itu Damar merasa sudah lebih sehat, walau wajahnya masih terlihat kuyu, tapi dia sdah bisa bangkit dan bekerja. Ongky masih menemaninya disitu, dan akan menemani ketika Damar akan mulai melaporkan kepada polisi, tentang kejadian puluhan tahun lalu ketika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan.

Damar menengok jam tangannya. Harusnya Ongky sudah muncul. Ia ingin menelponnya ketika tiba2 telepone berdering. Dari bu Surya. Damar enggan mengangkatnya. Ketika itulah Ongky muncul.

"Kok nggak diangkat, siapa tau barangkali penting,"

"Dari bu Surya, aku lagi enggan berhubungan dengan keluarganya,"

"Katamu bu Surya itu baik, sudahlah, terima saja."

Akhirnya setelah dibujuk, Damar menurut, sekalian ia akan mengabarkan bahwa hari ini akan melaporkan suaminya ke polisi.

"Hallo," dingin suara Damar ketika menjawab telepone itu.

"Hallo.. Damar..," bu Surya terisak.. Damar membiarkannya.:" Damar, tante minta, Damar mau mema'afkan semua kesalahan om ya? Tante tau dosa om mu benar2 besar kepada keluargamu. Ma'afkan dia Damar." Suara bu Surya masih dengan tangis yang menyayat.

"Tante, Damar bisa mema'afkannya, tapi hukum tetaplah hukum, mohon ma'af, saya tetap akan melaaporkan kelakuan om Surya pada polisi."

"Damaar.. tapi Damar... baru saja om mu dipanggil Tuhan.."

Damar terpaku.

#adalanjutnnyalho#

 

LANGIT TAK LAGI KELAM 10

  LANGIT TAK LAGI KELAM  10 (Tien Kumalasari)   Rizki menatap ayahnya tajam ayahnya, dengan pandangan tak percaya. “Bapak bilang apa?” “Apa ...