Wednesday, November 3, 2021

MELANI KEKASIHKU 16

 

MELANI KEKASIHKU  16

(Tien Kumalasari)

 

Abi sangat terkejut, ia tak mengira ada yang memarkir sepeda motornya begitu dekat dengan pagar masuk ke halaman. Ia segera turun, bermaksud mendirikan lagi sepeda motor itu, dan melihat apakah ada yang rusak. Tapi tiba-tiba sebuah tangan mencengkeramnya.

“Kamu tidak punya mata ya? Itu sepeda motor aku.”

“Oh, maaf, aku kan tidak tahu bahwa ada sepeda motor diparkir didekat pagar masuk halaman.”

“Awas ya, kalau ada yang rusak, kamu harus menggantinya! !” hardik Aris sambil mengamati sepeda motor yang sudah didirikan Abi.

“Baiklah, kalau ada yang rusak aku pasti akan menggantinya. Bagaimana?”

“Kamu kecewa karena cinta kamu ditolak Melani kan? Sehingga kamu menjalankan mobil kamu dengan membabi buta?

“Apa ?” tanya Abi terkejut. Dia heran Aris mengetahui hal itu. Abi tidak tahu bahwa Aris keluar dari halaman rumah simbok, karena dia sibuk mendirikan lagi sepeda motor itu.

“Aku tahu bahwa kamu kecewa. Tapi jangan terus ngaco berkendara dong,” kata Aris sambil mengamati sepeda motornya dari ujung depan sampai belakang, lalu dari atas sampai ke bawah.

Abi ingin sekali menghajar laki-laki dengan mulut kurangajar itu,  tapi ditahannya, begitu melihat simbok dan Melani keluar.

“Ada apa ini?”

“Laki-laki yang sedang sedih dan kecewa itu menabrak sepeda motorku mbok. Lihat, ada yang penyok. Kamu harus menggantinya.”

“Bawa ke bengkel, ini kartu nama aku, berapa biayanya aku akan ganti,” kata Abi sambil mengulurkan sebuah kartu kepada Aris.

“Mengapa kamu memarkir motor kamu disini? Dan mengepa kamu bersembunyi disana tadi. Kamu menguping pembicaraan kami ?” tegur simbok dengan marah.

“Begini mbok, saya kan sudah bilang bahwa saya akan menjaga ketertiban di kampung ini. Saya takut dia mengganggu keluarga simbok.”

“Apa katamu? Dia ini, seorang yang sopan dan terhormat. Yang mengganggu itu kamu. Dari tadi bikin onar. Dan kalau sepeda motor kamu rusak, jangan salahkan siapa-siapa. Itu salah kamu.”

“mBok, saya hanya..”

“Diam dan pergilah,” simbok memotong ucapan Aris karena apa yang dikatakannya tak masuk akal.

“Maaf mbok..”

“Jadi anak muda kok tidak bisa menjaga sikap dan tutur kata yang baik. Menguping pembicaraan orang itu sangat memalukan dan tidak sopan!”

“Saya kan sudah bilang, bahwa...”

“Apapun yang kamu katakan, tetap saja kamu tidak sopan. Jangan sekali-sekali menginjakkan kaki kamu dirumah ini lagi.”

“Aku kan sudah minta maaf..”

“Pergilah !!”

Aris mengibas-ngibaskan bajunya yang kotor oleh tempelan daun-daun kering, kemudian naik ke atas sepeda motornya dan berlalu.

“Maaf mbok, aku mengagetkan simbok.”

“Mas Abi tidak salah, bocah itu memang selalu melakukan hal-hal yang menjengkelkan.”

“Aku permisi dulu ya mbok..”

“Hati-hati ya mas, maafkan saya, dan juga Melani,” kata simbok penuh iba, ketika melihat wajah muramnya.

Abi hanya mengangguk, kemudian naik keatas mobilnya tanpa menoleh kepada Melani, yang diam terpaku didepan pagar.

Mobil Abi berlalu, diiringi rasa sesal di hati Melani. Sesal yang tak terhingga karena terpaksa menolak lamaran Abi. Bukan karena tak cinta, tapi hambatan yang ada sangat menakutkannya. Biarkan hatinya luka, asalkan ia bisa hidup tenang.

Simbok menggandeng tangan Melani, mengajaknya masuk kedalam rumah.

“Kamu sedih ?”

Melani tersenyum, tipis dan lesu. Simbok bisa menangkapnya. Ia merangkul pinggang Melani lalu mengajaknya duduk di teras.

“Apakah sesungguhnya kamu juga suka sama mas Abi?”

Melani menggeleng pelan. Ia merasa tak mampu meraih cinta seorang laki-laki yang bagaikan seorang pangeran di sebuah kerajaan, dan dia hanyalah hamba sahaya.

“Ya sudah, sekarang ayo kita istirahat saja untuk menenangkan pikiran, besok kita omong-omong lagi,” kata simbok sambil menarik tangan Melani.

“Apa simbok menyesal keluar dari pekerjaan simbok?”

“Tidak, simbok akan lebih menyesal kalau mendengar kamu disakiti.”

“Melani akan bekerja mbok, Melani kira akan cukup untuk makan kita berdua. Majikan Melani benar-benar mengikhlaskan uang yang hilang, dan membiarkan gaji Melani diterima utuh,” kata Melani sambil menggandeng lengan simbok.

***

Abi tidak langsung ke rumah. Ia menelpon Andra dan mengajaknya makan disebuah warung makan untuk diajaknya bicara. Hati Abi sangat kacau. Ia tahu bahwa ibunya pasti akan menolak Melani, tapi ia sama sekali tidak mengira bahwa Melani akan menolaknya. Benarkah Melani sudah punya pacar ? Abi tak pernah sekacau ini. Ia tidak mengutarakan rasa cintanya sebelumnya, karena ia ingin memberikan kejutan pada Melani. Ia tak menyangka ibunya akan berkata kasar dan menyakitkan. Pasti Melani terluka. Benarkah penolakannya karena luka itu, atau karena benar-benar sudah punya pacar? Abi tidak percaya. Pasti ia sangat terluka.

Abi menunggu disebuah meja disudut ruangan di warung itu, dan duduk melamun tanpa memesan apapun, sampai Andra menghampirinya.

“Ada apa nih ?”

“Aku kacau.. butuh teman untuk bicara.”

“Tampaknya gawat ..”

“Duduklah dan pesan makan minum sesuka kamu.”

“Kamu tadi pesan apa?”

“Belum pesan apa-apa..”

“Baru saja tiba?”

“Setengah jam yang lalu.”

“Ya ampuun.. Sekarang mau pesan apa?” kata Andra sambil melambaikan tangannya pada pelayan.”

“Terserah kamu saja. Butuh yang hangat-hangat, karena aku kedinginan.”

“Kamu kedinginan? Di hari sepanas ini ?”

“Hatiku yang kedinginan..”

Andra tertawa, kemudian menuliskan pesanannya.

“Ada apa nih, parah banget kelihatannya. Kamu tadi jadi menjemput Melani?”

“Jadi.”

“Lalu...”

Abi menghela napas berat, kemudian menceritakan semua yang terjadi, sampai simbok keluar dari rumahnya karena Melani memintanya.

“Waduh, ibu kamu sadis banget nih..”

“Aku tidak mengira..”

“Kamu ikut kerumah simbok? Ibuku menira Melani pulang ke rumah aku.”

“Mereka pulang, aku sudah menemuinya disana. Sedih aku. Melani menolak aku.”

“Menolak ? Ketika aku omong-omong, tak ada tanda-tanda bahwa dia menolak.”

“Dia bilang sudah punya pacar..”

“Bohong ‘kali.”

“Aku juga mengira demikian. Dia masih trauma karena perkataan ibuku yang kasar dan menyakitkan.”

“Jadi kamu harus bersabar sampai dia tenang.”

Abi menghirup wedang jahe yang dipesan Andra dan sudah terhidang di meja.

“Merasa hangat?”

“Dengan adanya kamu, aku merasa hangat.”

“Kamu sudah bilang sama ibu bahwa Melani sebenarnya keponakan ibuku? Barangkali sikapnya akan berubah kalau mengetahui hal itu.”

“Aku baru mengatakan bahwa dia bukan anaknya simbok. Ibu semakin murka. Lagi pula aku tidak ingin ibu menerima Melani karena dia siapa. Aku ingin Melani diterima sebagai Melani, entah dia anak siapa. Karena aku jatuh cinta bukan karena dia adik sepupu kamu.”

Andra mengangguk, dan ikut menghirup es beras kencur yang dipesannya. Ia memang merasa gerah, karena udara sangat panas waktu itu.

“Baiklah, sekarang tenangkan dulu hati kamu. Makan gih, ini lontong gado-gado kesukaan kamu lhoh.”

Abi masih kehilangan selera makannya. Bayangan Melani menari-nari dipelupuk matanya. Wajah cantik sederhana, dengan bulu mata lentik menghiasi sepasang matanya yang sedikit sipit. Bibirnya tipis, gemas kalau melihatnya bicara. Tapi bukan hanya itu yang membuatnya jatuh cinta. Kesederhanaan dalam penampilan dan ucapan, menunjukkan bahwa dia wanita baik. Sekarang bahkan dia tahu bahwa Melani tidak mudah tergiur oleh harta. Ibunya salah menilai kekasih hatinya.

“Makanlah dulu, sebelum kamu pingsan karena kelaparan,” kata Andra sambil mengaduk-aduk makanannya.

“Hm, baunya sedap, sangat mengundang selera,” kata Andra lagi.

Abi menarik piringnya dengan enggan.

“Nanti aku akan bicara sama Melani. Kamu tenang saja. Aku sudah bermimpi mendengar kamu memanggil aku ‘mas Andra’.”

Abi mencoba tertawa mendengar Andra menggodanya. Tapi janji Andra bahwa dia akan membantunya bicara sama Melani, sedikit melegakannya.

***

Malam itu Abi tidak pulang ke rumah. Pak Cokro yang sejak tadi duduk di teras, sebentar-sebentar melongok kearah jalan, barangkali mobil yang terdengar mendekat adalah mobil Abisatya. Tapi tidak, mobil-mobil itu berlalu begitu saja. Pak Cokro mulai gelisah. Ia tahu pasti Abi sangat kecewa dengan penolakan ibunya. Penolakan dengan merendahkan gadis yang dicintainya, menghinanya dan menganggapnya sebagai sampah tak berguna.

“Ibunya Abi memang keterlaluan,” gerutunya.

“Pak, makan malam sudah aku siapkan,” tiba-tiba bu Cokro keluar mendekatinya.

Pak Cokro menoleh sesaat kepada isterinya.

“Ayo makan..” kata bu Cokro lagi.

“Tidak, makan saja sendiri.”

“Kok gitu sih pak.”

“Aku tidak mau makan.”

“Ini sudah lewat jam makan kita, nanti perut bapak sakit.”

“Biarin. Aku menunggu Abi pulang.”

Bu Cokro duduk didepan suaminya.

“Abi itu keterlaluan,” bu Cokro masih akan memulai omelannya. Pak Cokro memalingkan wajahnya. Menatap ke arah halaman rumahnya yang lengang dan remang. Ia bersiap pergi dari tempat itu kalau isternya akan melanjutkan omelannya tentang Abi dan Melani.

“Mengapa aku dianggap salah? Orang tua memilihkan yang terbaik bagi anaknya itu kan tidak salah?”

“Kamu itu hanya memikirkan dirimu sendiri. Ego kamu, kesombongan kamu karena menjadi orang hebat dan terkenal. Tapi kamu tidak memikirkan perasaan anakmu, perasaan orang lain. Kamu menghina, merendahkan, merasa dirimu paling kaya dan tidak pantas berdampingan dengan orang biasa.”

“Nanti Abi kan tahu bahwa aku melakukan hal baik terhadap dirinya.”

“Bagaimana kalau dia tidak mau pulang?”

“Masa dia tidak akan pulang?”

“Kita lihat saja nanti,” kata pak Cokro sambil berdiri dan beranjak kebelakang. Bu Cokro mengikutinya.

“Tadi aku masak rawon, enak. Tidak kalah dengan masakan simbok. Kita makan ya?”

Pak Coko tidak menjawab. Ia bukannya menuju ke ruang makan, tapi masuk ke kamar Abi, dan membaringkan tubuhnya disana.

“Paak, tidak makan ?” bu Cokro melongok kedalam kamar.

Pak Cokro tidak menjawab. Ia memeluk guling dan berbaring membelakangi pintu.

***

Anggoro pulang dari kantor, sudah agak malam. Santi setia menunggunya dengan selalu menampakkan sikap yang amat manis. Ia bergelayut di lengan suaminya dengan kemanjaan yang selalu ditampilkannya.

“Mas, kok pulangnya malam sekali sih ?”

“Banyak pekerjaan di kantor,” katanya singkat, langsung masuk kekamar. Santi mengikutinya.

“Sini aku bantu melepaskan pakaian kamu. Kamu mau mandi dulu atau minum kopi ?”

“Mandi lalu tidur.”

“Lhoh, tidak minum kopi dulu, lalu makan malam ?”

“Tidak, aku tidak lapar. letih sekali, hanya ingin tidur.”

Santi cemberut. Ia sudah berbelanja makanan enak di sebuah restoran untuk makan malam bersama suaminya, dan akan bilang bahwa dia yang memasaknya, tapi suaminya menolak makan. Walau begitu ia tak ingin menampakkan wajah kesal. Ia masih saja tersenyum ketika membantu melepaskan baju suaminya.

“Aku ambilkan handuknya dulu,” katanya ketika Anggoro beranjak ke kamar mandi. Santi dengan hati kesal tapi memperlihatkan senyum manis mengambilkan handuk bersih di almari.

“Mau ditemani mandi?”

“Tidak.” Kata Anggoro dengan wajah sebal. Akhir-akhir ini Anggoro merasa tidak tenang. Apa yang dilakukan isterinya, yang semula dianggapnya manis dan menghanyutkan, sekarang tampak seperti terlalu dibuat-buat. Pikiran Anggoro tiba-tiba lari ke arah Anindita, yang lembut dan menampakkan senyuman dengan tulus. Lalu ia tidak percaya, benarkah wanita sebaik Anindita tega menghianatinya? Ia juga teringat anak semata wayangnya yang masih kecil ketika Anindita membawanya pergi.  Saat itu hari mulai malam, dan langit tampak gelap oleh mendung yang menggantung. Ia tahu bibik amat menyayangi isterinya. Ia membiarkan ketika bibik mengikutinya dengan isak tertahan. Hatinya teriris, ketika melihat Melani kecil menangis dalam gendongan bibik, tapi kemarahan yang disebabkan oleh penghianatan isterinya mengalahkan segalanya.

“Mas, kok lama sekali sih ?” teriak Santi karena Anggoro terlalu lama di kamar mandi.

Anggoro tak menjawab. Ia keluar dari kamar mandi ketika merasa cukup, dan dengan cekatan ia mengelap tubuhnya lalu mengambil pakaian ganti yang sudah disiapkan isterinya. Ia menepiskan tangan Santi ketika Santi ingin membantunya berpakaian. Santi mencoba mengganggunya seperti hari-hari sebelumnya, tapi sedikitpun Anggoro tidak tertarik.

“Apa yang terjadi suamiku yang gagah ini ?” rayunya sambil menggelendot manja.

“Lepaskan, aku hanya ingin tidur,” katanya sambil membaringkan tubuhnya.

“Benar tidak mau makan? Aku lapar nih, belum makan gara-gara menunggu kamu pulang,” katanya merajuk, sambil menampakkan bibir cemberut.

“Makanlah sendiri. Aku hanya ingin istirahat.”

“Baiklah, nanti aku temani kamu tidur.”

Santi keluar, dan Anggoro mencoba memejamkan matanya. Ia memang sangat lelah, dan tak lama kemudian dia terlelap. Tiba-tiba Anggoro terkejut, ketika seorang gadis cantik mendekatinya.

“Kamu... Anindita?”

“Bukan, saya Melani pak..”

“Melani ?” Anggoro berteriak.

“Melaniii? “

Santi bergegas masuk ke kamar, melihat Anggoro duduk sambil memeluk lututnya, dan mulutnya terus menerus memanggil nama ‘Melani.”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

Tuesday, November 2, 2021

MELANI KEKASIHKU 15

 

MELANI KEKASIHKU  15

(Tien Kumalasari)

 

Abi mencengkeram lengan Melani, yang ingin pergi dari hadapan kedua orang tuanya.

“Lepaskan saya mas..” pinta Melani memelas, suaranya gemetar, seperti juga kedua kakinya bahkan seluruh tubuhnya.

“Dia minta kamu melepaskannya, mengapa kamu berkeras memegangnya? Kamu tahu, gadis seperti dia ini, suka sama kamu hanya karena suka sama harta kamu. Mengerti?” kata bu Cokro keras, dan semakin terasa merajang-rajang hati Melani.

Wajah Abi merah padam, sangat marah kepada ibunya, yang berucap sangat menyinggung perasaan.

“Ibu mengapa berkata begitu ?”

“Kamu laki-laki bodoh. Memilih perempuan sembarangan. Menolak pilihan ibu yang jempolan. Lalu apa dia? Hanya bermodalkan wajah cantik dan kamu tergila-gila? Kalau dia menghabiskan harta kamu, baru tahu rasa kamu.”

Melani meronta, dan akhirnya terlepas dari pegangan Abi, ia menghambur masuk kedalam, tapi dibelakang pintu ia bertemu dengan simbok, yang berjalan kearah depan  karena mendengar majikannya berteriak-teriak.

“mBok.. ayo kita pergi dari sini..” pinta Melani sambil merangkul simbok dan menangis terisak di bahunya.

“Tenanglah nduk. Baiklah, simbok tidak begitu mengerti, tapi mendengar apa yang dikatakan  bu Cokro.”

“Ayo pergi mbok, jangan takut miskin, aku akan terus bekerja.”

Simbok maju kedepan dengan Melani masih dalam rangkulannya.

“Bu, Melani minta agar saya pergi dari sini, mohon maaf, saya memang harus pergi.”

“Jangan mbok, mari kita bicara,” kata pak Cokro.

“Iya mbok, tetaplan disini, semuanya akan baik-baik saja,” kata Abi sambil memegang bahu simbok.

“Biarkan dia pergi, memangnya kenapa kalau dia pergi? Membuat aku kesal saja, ini kan namanya ngelunjak, mentang-mentang punya anak cantik,” kata bu Cokro tanpa belas.

“Mohon maaf kalau ada kesalahan saya dan Melani, saya mau menyiapkan barang-barang saya dulu,” kata simbok sambil berlalu ke belakang, diikuti Melani yang kemudian membantu simbok menyiapkan barang-barangnya. Tak banyak yang dibawanya, hanya pakaian yang tidak seberapa. Ia membawanya keluar, diikuti Melani. Didepan pintu, Abi menghadang mereka.

“mBok, aku mohon, jangan pergi, banyak waktu untuk bicara, ibu akan mengerti.”

“Tidak mas, saya minta maaf. Saya tidak tega mendengar Melani dibentak dan dihina. Kami memang orang miskin, tapi tak pernah bermimpi mengharapkan harta siapapun,” kata simbok sambil terus melangkah, melewati Abi yang menghalanginya.

Di teras simbok berhenti.

“Pak, bu.. saya mohon pamit.. Maafkan simbok kalau banyak kekurangan dan banyak berbuat kesalahan,” kata simbok sambil menahan tangis, lalu melangkah keluar sambil menggandeng Melani.

“mBok, tunggu mbok..” Abi ingin mengejar.

“Abi !!” bentak bu Cokro.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu harus sadar, mereka itu siapa?” lanjutnya masih dengan wajah memerah.

“Abi cinta sama Melani.”

“Makan tuh cinta. Bodoh! Pilih perempuan yang sederajat, bukan anak pembantu!”

“Bu! Kamu sungguh keterlaluan !” hardik pak Cokro marah.

“Siapa yang keterlaluan? Ibu atau Abi?” jawab bu Cokro sengit.

“Melani bukan anaknya simbok bu.””

“Apa?” bu Cokro kembali memelototkan matanya.

“Dan kalaupun dia anaknya simbok, Abi akan tetap mencintainya.”

“Lalu anak siapa dia? Kalau bukan anaknya simbok, dia justru anak seseorang yang nggak jelas. Lupakan dia.”

Tapi Abi terus turun dari teras, mengambil mobilnya dan mengejar simbok. Bu Cokro mencak-mencak tidak karuan, melihat Abi lebih memilih mengejar simbok daripada mendengarkan kata-katanya.

“Pembantu itu telah mengotori pikiran Abi. Baru kali ini Abi berani menentang aku,” omel bu Cokro berkepanjangan.

“Ibu juga keterlaluan!” kata pak Cokro yang tak bisa menahan kemarahannya.

“Mengapa bapak memarahi ibu? Ibu kan memilih yang terbaik untuk Abi? Mana mungkin aku berbesan sama pembantu ?”

“Abi bilang Melani bukan anaknya simbok. Lagian memangnya kenapa kalau dia anaknya simbok? Melani cantik dan baik. Abi mencintainya. Apa yang salah?”

“Apa yang salah? Mana mungkin pengusaha seperti pak Cokro berbesan sama mbok Karti? Ibu malu pak.. malu.”

“Bagaimana kalau Abi tetap memilih Melani?”

“Ibu tidak sudi !!”

“Yang menjalani bukan ibu, tapi Abi. Biarkan Abi memilih seseorang yang dicintainya. Doakan dia bahagia.”

“Mana mungkin bahagia? Dia akan kecewa karena si miskin pasti hanya menginginkan hartanya.”

“Bu !!” hardik pak Cokro yang semakin marah.

“Itu benar. Ibu tak akan sudi !!” kata bu Cokro sambil masuk kedalam, meninggalkan pak Cokro sendirian yang merasa pusing akan ulah isterinya.

***

Abi menelusuri jalanan sambil melihat-lihat, barangkali simbok dan Melani masih berjalan. Dia harus mengantarnya pulang. Tapi sampai jauh dia tidak melihat bayangan mereka.

“Pasti sudah naik angkot,” gumam Abi.

Lalu ia memacu mobilnya, menuju ke rumah simbok.

Sedih hatinya mendengar ibunya menghina Melani sampai sedemikian rupa. Tapi ia tak hendak surut. Ia sangat mencintai Melani, ia harus bisa memilikinya. Tadi ia sudah mengatakan bahwa Melani bukan anaknya simbok, tapi ibunya tak peduli. Ia ingin bercerita panjang lebar mengenai orang tua Melani, tapi tak ada waktu. Ia bingung diantara mengejar Melani atau menerangkannya pada ibunya tentang siapa orang tuanya. Tapi bukankah Abi tak peduli entah siapa orang tua Melani? Ia jatuh cinta walau tahu Melani anaknya simbok. Dan ia tak ingin sikap ibunya berubah setelah mengetahui siapa Melani sebenarnya. Tidak, ia ingin Melani diterima karena Melani adalah Melani, entah anak siapa dia.

Ia terus memacu mobilnya. Dan setelah sampai didepan rumah Melani, ia melihat rumah itu masih gelap. Berarti simbok belum sampai di rumahnya.

“Mungkin karena angkot itu kan bisa saja berhenti di setiap tempat, jadi aku bisa datang lebih dulu,” kata Abi sambil meminggirkan mobilnya ketepi.

Tapi tiba-tiba sebuah sepeda motor lewat disamping mobilnya dan berhenti, lalu memukulkan tangannya pada kaca mobilnya.

Abi terkejut. Ia membuka kacanya, dan melihat seorang laki-laki muda masih nangkring diatas sepeda motornya. Hari belum gelap benar, sehingga Abi bisa menatap wajah laki-laki itu. Ia masih muda, badannya kekar, wajahnya biasa-biasa saja, matanya menatapnya dengan marah.

“Ada apa mas ?”

“Ada apa.. ada apa.. Ini jalanan kampung. Mengapa memarkir mobil seenaknya? Kalau ada mobil lain yang lewat bagaimana? Bukan sampeyan saja yang punya mobil. Tahu?”

“Ya ampun mas, bisakah bicara lebih pelan ? Saya hanya menunggu Melani datang,” kata Abi sambil menstarter mobilnya, dan menjalankannya memasuki halaman rumah simbok yang sempit.

Mendengar bahwa Abi sedang menunggu Melani, pemuda itu bertambah kesal. Ia Aris, laki—laki yang mengejar-ngejar Melani walau Melani tak pernah membalasnya. Ia juga membelokkan motornya memasuki halaman, dan berhenti tepat disamping mobil Abi. Abi heran melihat kelakuannya.

“Ada apa lagi mas?” tanyanya kesal.

“Kok parkir disini?”

“Lalu saya harus bagaimana? Kan saya sudah bilang bahwa saya menunggu Melani.”

“Memangnya ada urusan apa sampeyan sama Melani?”

Wah, laki-laki ini sungguh keterlaluan. Memangnya siapa dia dan mengapa ingin tahu apa yang akan dilakukannya?

Abi turun. Aris  juga turun dari motornya. Waduh, Aris yang badannya tegap ternyata masih kalah tegap dibanding Abi. Wajah Abi sudah tampak kesal. Ia merasa laki-laki dihadapannya tak berhak mengaturnya.

“Sampeyan tidak menjawab pertanyaanku? Ada urusan apa sampeyan sama Melani?”

“Mengapa sampeyan bertanya begitu? Sekarang saya ganti bertanya, ada urusan apa sampeyan menanyakan hal itu.”

“O, jadi sampeyan belum tahu siapa aku? Aku ini adalah .... ketua perkumpulan anak muda disini, yang bertugas menjaga keamanan kampung.”

Sebenarnya Aris ingin mengatakan bahwa dia calon suami Melani, tapi diurungkannya. Ia takut Melani marah seperti dulu, ketika dia menemui Andra.

“O, memangnya saya tampak seperti orang yang membahayakan?” kata Abi sambil memandang tajam Aris.

“Seorang penjahat terkadang tampak seperti orang baik-baik,” kata Aris seenaknya. Abi sudah maju selangkah dan siap menampar laki-laki yang bicara seenaknya dihadapannya, ketika tiba-tiba simbok dan Melani muncul.

“Lho, ada mas Abi? Ada apa Ris ?”

“Oh, simbok kenal dia ? Saya curiga karena belum pernah tahu dia.”

“Kalau menanyai seseorang ya nggak usah pakai petentengan begitu Ris, nggak sopan namanya.”

“Maaf mbok, saya hanya menjaga keamanan kampung ini. Apa kabar Melan?” lalu katanya kepada Melani sambil nyengir menyebalkan. Melani tak menjawab, ia langsung bergegas kearah rumah, lalu Aris menyengklak sepeda motornya dan berlalu. Tapi diam-diam Aris hanya menstandartkan sepeda motornya diluar pagar, lalu memasuki halaman serta mendekati rumah dengan berendap-endap. Ia ingin tahu siapa sebenarnya Abi, dan ada maksud apa menemui Melani. Ia menunggu sampai simbok dan tamunya memasuki rumah, barulah dia mendekam dibalik rumpun tanaman dan memasang kupingnya.

“Maaf lho mas, anak itu sering kebablasan..” kata simbok ketika sudah duduk di teras bersama Abi.

“Tidak apa-apa mbok.”

“Mengapa mas Abi datang kemari ?”

“Aku mau minta maaf atas sikap ibuku mbok,” kata Abi dengan wajah murung.

Melani menyalakan lampu, membuat teras itu sedikit terang. Lalu pergi ke belakang.

“Buatkan minum untuk mas Abi ya Mel,” teriak simbok.

“Ya..” jawab Melani dari belakang.

“Jangan dipikirkan mas, sudah biasa kalau orang miskin itu direndahkan. Simbok tidak sakit hati kok. Lha tadi itu kenapa, sampai bu Cokro marah-marah?”

“Aku bilang sama ibu, bahwa aku mencintai Melani.”

“Mas Abi itu aneh. Tentu saja ibu marah, mas Abi itu siapa, Melani itu siapa. Bagaikan bumi dan langit kan?”

“Tidak mbok, aku mencintainya dan tidak peduli dia siapa. Ijinkan aku ya mbok.”

“Aduh.. bagaimana mas Abi ini, kalau simbok terima, nanti dikira simbok berharap harta yang banyak. Maklum orang tidak punya itu kan bawaannya dicurigai melulu. Jadi apa tidak lebih baik mas Abi mengurungkan niat mas Abi itu. Bukankah banyak gadis-gadis cantik yang sepadan dengan kedudukan keluarga mas Abi? Simbok pernah mendengar bahwa ibu akan menjodohkan mas Abi dengan seorang gadis bernama Indira, anak sahabatnya ibu. Bukankah itu lebih baik mas?”

“Tidak mbok, aku sama Indi hanya berteman. Dia juga tidak suka sama aku.”

“Ini mas, silahkan diminum.” Tiba-tiba Melani keluar sambil membawa nampan berisi segelas teh hangat.

“Terimakasih Melani.”

“Melan, duduklah disini, dengarkan apa kata mas Abi,” kata simbok.

“Saya ingin marah sama mas Abi,” kata Melani sambil duduk.

 “Mengapa marah sama aku?”

“Tiba-tiba saja mas Abi bilang begitu sama bu Cokro, mas Abi belum pernah berkata apa-apa sama Melan.”

“Aku ingin bicara dulu sama ibu, kemudian sama kamu.”

“Aduuuh..”

“Aku sudah bicara sama ibu, sekarang aku minta ijin sama simbok untuk bisa menjadikan kamu isteriku.”

“Tapi Melani tidak bisa menerimanya mas.”

“Melani, aku hanya mencintai kamu.”

“Melani tak mau dianggap sebagai gadis yang menginginkan harta mas Abi. Saya memilih hidup sederhana saja sama simbok.”

“Tidak Melan, jangan dengarkan kata-kata ibuku.”

“Mana mungkin mas, kita tidak bisa melangkah tanpa restu orang tua.”

“Tapi bapak bisa menerimanya.”

“Bukankah orang tua itu adalah bapak dan ibu?”

“Aku tidak peduli Melani..”

“Jangan begitu mas, urungkan saja niat mas Abi, itu tidak baik..”

“Kamu menolak aku? Apa kamu sudah punya pacar ?”

“Maaf mas... yy..ya.. sudah..”

“Siapa dia ?”

“Yang jelas anak orang biasa mas, mas Abi terlalu tiggi bagi saya.”

Abi menahan perasaan perih di hatinya. Ia meraih gelas dan menenggaknya sampai habis. Lalu dia berdiri.

“Baiklah Melan, kalau begitu aku mundur saja. Aku pamit ya mbok..” kata Abi sambil berdiri. Ia menyalami simbok, mencium tangannya dan berlalu. Dengan langkah gontai dia masuk kedalam mobilnya, lalu menstarternya mundur. Ketika keluar dari halaman itu, tiba-tiba mobilnya menyerempet sesuatu. Sepeda motor yang diparkir dibalik pagar rumah simbok ambruk, menimbulkan suara keras.

Gubraaak...

“Aduuh.. motorku..!” teriak Aris yang semula mendekam dibalik semak, kemudian berlari keluar.

Simbok dan Melani saling pandang. Aris ada disitu tadi?

***

Besok lagi ya.

Monday, November 1, 2021

MELANI KEKASIHKU 14

 

MELANI KEKASIHKU  14

(Tien Kumalasari)         

 

Andra tersenyum. Ia tahu Abi suka sama Melani. Tadinya hal itu membuat hatinya sedikit risau. Saingannya bukan main-main. Abi bukan hanya ganteng, tapi dia kaya raya dan hatinya sangat baik. Ketika itu sudah tersirat di pikirannya bahwa dia harus mundur. Tapi dengan terbukanya sebuah rahasia besar tentang Melani, rasa itu sudah berubah. Melani adalah adik sepupunya. Cintanya hinggap pada sosok yang salah. Lalu perasaan cinta dan sayang itu sudah menjadi sayangnya kepada adiknya sendiri.

Andra masih tersenyum ketika turun dari mobil dan berjalan kearah depan, mendekati mobil Abi, lalu mengetuk pintu kacanya.

Abi tampak terkejut. Ia membuka kaca mobilnya lalu membiarkan Andra meletakkan kedua sikunya dan kedua telapak tangan memangku kepalanya, sambil tersenyum menggoda.

“Aku bilang apa, kamu harus memanggil aku mas Andra, sebelum kamu mendekati adik aku,” kata Andra.

“Apa maksudmu ?”

“Aku sudah tahu kalau kamu suka dia. Oke, aku senang punya adik ipar seperti kamu.”

“Jadi... kamu sudah berhasil menemukan tante kamu? Dan benar bahwa Melani anak tante kamu?”

“Ada bukti bahwa ya, dia adik sepupu aku, tapi aku belum menemukan dimana keberadaan tante aku itu,” katanya yang kemudian menampakkan wajah sedih.

“Bagaimana kamu bisa tahu bahwa Melani adik kamu? Iklan itu? Ada yang tahu?”

“Benar, ada iblis yang menelpon aku..” geram Andra.

“Iblis ?”

Lalu Andra menceritakan bagaimana seseorang menelponnya dengan suara dan tawanya yang mengerikan. Penuh kebencian dan ancaman.

“Siapa dia?”

“Entahlah, tapi ketika tiba-tiba dia menyebutkan nama tante, aku yakin bahwa Melani adalah sepupu aku.”

“Jadi dia yang mengatakannya?”

“Tidak secara langsung, Dia keceplosan menyebut nama tante. Dan aku yakin kalau memang Melani itu anak tante Anindita. Sayang dia tak mau mengatakan dimana tante berada. Dia bahkan bilang bahwa tante sudah meninggal.”

“Ya Tuhan..”

“Tapi aku tidak percaya. Aku hampir yakin, dialah yang menculik Melani dan diserahkannya pada simbok.”

“Kasihan Melani.”

“Ya.. Dan sekarang kalau kamu mau menjemput Melani, kamu harus sabar. Aku kemari karena ingin mengatakan bahwa dia adalah benar sepupu aku.”

“Melani belum tahu ?”

“Belum. Ibuku bersikeras ingin bertemu Melani, jadi aku akan membawanya pulang lebih dulu. Apa kamu sabar menunggu?”

“Aku mengerti. Baiklah, aku akan sabar menunggu. Sebenarnya aku ingin mengajak Melani kerumah, dan memperkenalkan kepada bapak sama ibu, biarpun aku belum pernah menyatakan suka sama dia.”

“Bagaimana kalau besok ? Mengalah dong sama ibu aku.”

“Hahaaa, iya mas Andra, aku mengalah, tapi bantu aku agar Melani menerima cinta aku ya?”

“Baiklah, adik ipar.”

Lalu Abi pergi setelah mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Ia sungguh takjub, seorang bayi diserahkan kepada simbok, dirawat penuh kasih sayang, dan ternyata dia sepupu sahabatnya. Ini kisah yang luar biasa baginya.

***

Begitu memasuki rumah, Maruti sudah langsung berdiri menyambutnya, dan menghambur ke arah Melani, merangkulnya erat, dan menangis tersedu sedu sambil terus menyebut nama adiknya.

“Melani, anakku, anak Anindita adalah anakku. Akhirnya Allah menuntun kamu agar bisa ketemu aku .”

Melani yang sudah diberi tahu Andra di sepanjang perjalanan , ikut larut dalam kesedihan, apalagi ketika menyadari bahwa ibunya belum diketemukan.

“Kamu datang mengurangi kesedihanku, aku bahagia menemukanmu nak.”

“Melani juga bahagia ketemu ibu yang ternyata kerabat Melani,” kata Melani pelan.

“Panggil aku bude..”

“Bude..” isak Melani.

Panji dan Andra menyaksikan adegan itu dengan penuh haru. Mereka seperti menemukan Anindita kembali.

Terbayang oleh Panji, ketika Anindita mengejar-ngejarnya, selalu mencari kesempatan agar bisa bersamanya, sementara hatinya hanya untuk Maruti.

Setiap Panji mengajak keluar Maruti, Anindita selalu merengek ikut. Lalu gadis yang lugu itu diperalat oleh dokter Santi untuk melampiaskan kemarahannya, karena dokter cantik yang juga jatuh cinta padanya itu tak pernah mendapatkan balasan darinya. Kisah yang sangat menegangkan ketika dokter Santi menyembunyikan Anindita bahkan bersama Sasa anaknya sendiri.

Panji menghentikan lamunannya ketika Melani mendekatinya dan mengulurkan tangannya.

“Pakde...” bisik Melani yang mendekati Panji karena Maruti menyuruhnya.

“Anakku..” Panji memeluknya dengan sayang. Tak ada yang bisa menyembunyikan air mata haru mereka, ketika Melani datang ke rumah itu sebagai anggauta keluarganya.

“Melani, nanti kamu harus tidur disini ya, bude belum puas melampiaskan kerinduan bude kepada keponakan bude yang cantik ini.”

“Tidur disini ?”

“Iya, kamar kamu sudah bude siapkan, nanti kita akan cerita banyak. Ya.”

“Tapi Melani tidak membawa ganti , bude.”

“Kamu bisa memakai pakaian bude, tubuh kita hampir sama besarnya. Kamu boleh memilih mana yang kamu suka.”

Tak ada yang bisa Melani katakan selain meng ’iya’ kan kata Maruti. Masih banyak yang ingin ia ketahui tentang ibunya.

Tapi ketika Maruti minta agar dia tinggal seterusnya dirumah itu, Melani teringat akan simbok yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandungnya.

“Bude, Melani mohon maaf. Selama ini Melani adalah anaknya simbok, jadi Melani tidak bisa meninggalkan simbok begitu saja,” kata Melani.

“Melani, mangapa hal  itu memberatkan kamu? Kamu boleh membawa simbok  tinggal disini. Rumah ini cukup besar dan ada beberapa kamar kosong. Katakan pada simbok bahwa bude memintanya tinggal bersama dirumah ini. Ya kan mas?” katanya kemudian kepada suaminya.

“Tentu saja Melan, kamu bukan orang lain. Sepantasnya kamu dan simbok tinggal bersama bude dan pakde disini. Lagipula Andra akan menjaga kamu.”

“Baiklah pakde, nanti Melani akan bilang dulu sama simbok.”

“Bagus Melani, bude tidak akan ingkar bahwa kamu dirawat simbok sejak masih bayi, dan bude juga akan menganggap simbok sebagai saudara bude.”

“Benarkah ?” tanya Melani dengan mata berbinar. Ia bersyukur menemukan keluarganya sendiri yang begitu baik dan mulia hatinya. Pasti simbok akan senang mendengarnya.

 Malam itu setelah makan, Melani melihat-lihat album lama milik keluarga Panji. Begitu banyak foto-foto Anindita yang ternyata ibunya, bahkan sejak ketika Anindita masih kanak-kanak. Ia memotret foto Anindita kecil dan akan ditunjukkannya pada simbok. Apakah sejak kecil dia sudah mirip Anindita?

“Ini pengantinnya ibu?” teriak Melani ketika melihat foto sepasang pengantin.

“Iya Melan, itu ibumu. Ayahmu bernama Anggoro.”

“Ayahku ganteng sekali,” kata Melani, tapi kemudian wajahnya menjadi redup, manakalah belum ditemukannya dimana ibu dan ayahnya berada dan bagaimana keadaannya.

“Benar, ayahmu ganteng sekali. Semoga kita bisa segera menemukan mereka,” kata Panji yang ikut menemani mereka.

“Aamiin, tiba-tiba Melani merasa sangat merindukan mereka.”

“Kami semua merindukannya Melan.”

Tapi malam itu dia belum ingin mengatakan pada simbok tentang kenyataan bahwa dirinya sudah tahu siapa orang tuanya.
Bicara di telpon sangat tidak nyaman, apalagi kalau ternyata simboknya sedang bekerja. Jadi dia bermaksud menemui simboknya sepulang dari bekerja nanti.”

***

“Abi, bapak bilang kalau kamu sudah punya pilihan, apa itu benar?” kata bu Cokro ketika mereka makan pagi, sebelum Abi berangkat ke kantor.

“Iya bu, jadi ibu jangan bicara tentang Indi terus menerus,” jawab Abi sambil menyuap nasi goreng masakan simbok.

“Siapa gadis itu? Anak pengusaha apa, dimana  rumahnya, dan siapa namanya? Kalau pengusaha di kota ini pasti ibu sama bapak mengenalnya.”

“Enak nasi gorengnya mbok,” Abi berteriak pada simbok, yang entah mendengar atau tidak karena simbok ada di dapur.

“Abi, ibu sedang bicara sama kamu,” kata bu Cokro dengan kesal.

“Oh, iya, habisnya Abi sedang menikmati nasi gorengnya simbok. Hebat simbok ibu, masak apapun enak di lidah,” katanya sambil makan dengan lahap.

“Jawab pertanyaan ibu dong Bi,” kata bu Cokro sambil melotot, sementara pak Cokro pura-pura tak mendengar, asyik menikmati sarapannya yang menurutnya juga nikmat, seperti yang dirasakan Abi.

“Maaf bu, ibu tadi bilang apa?”

“Siapa gadis yang kamu sukai itu? Bapaknya pengusaha apa, rumahnya dimana, namanya siapa,” kata bu Cokro tanpa senyum.

“Nanti Abi akan membawanya ke rumah.”

“Tapi siapa dia?”

“Nanti ibu akan tahu, sekarang Abi sudah selesai, maaf akan segera berangkat. Ada meeting pagi ini dengan staf kantor,” kata Abi sambil berdiri, lalu mencium tangan bapak dan ibunya, dan berlalu.

Wajah bu Cokro muram bagai langit tertutup mendung.

“Nanti dia akan membawanya kemari. Kenapa ibu tampak gusar?” kata pak Cokro ketika tahu bahwa isterinya sangat kesal.

***

Pagi itu Andra mengantarkan Melani pergi bekerja. Dan Melani sangat terkejut ketika Andra mengatakan bahwa Abi menyukainya.

“Itu bohong kan?”

“Benar Melan..”

“Bercanda kan?”

“Serius. Abi sendiri yang bilang, ketika kemarin dia menjemput kamu ke toko.”

“Menjemput saya ?”

“Iya, aku lupa mengatakannya karena sibuk mengatakan tentang diri kamu yang sebenarnya adalah sepupu aku, jadi lupa bilang bahwa Abi tadinya juga menjemput kamu.”

“Kenapa kemudian pergi?”

“Aku suruh dia pergi..” canda Andra.

“Mas Andra kok gitu?”

“Kamu kecewa ya, nggak jadi ketemu Abi?”

“Bukan...” kata Melani tertawa.

“Tuh, menyalahkan aku kan karena aku menyuruhnya pergi?”

“Bukan itu, kenapa mas Andra menyuruhnya pergi ?”

“Kan ibu mau ketemu kamu. Kalau kamu dibawa Abi, kasihan ibu yang sudah menunggu dong.”

“Oh...”

“Bagaimana dengan kamu?”

“Apanya mas ?”

“Kalau Abi suka sama kamu, kamu menerimanya kan?”

“Wah, itu rasanya tidak mungkin mas.”

“Kenapa tidak mungkin?”

“Mas Abi itu siapa, aku itu siapa. Kalau aku menanggapinya, berarti aku ini tidak tahu diri. Lebih baik lupakan saja.”

“Mengapa dengan ‘kamu siapa’ dan ‘Abi siapa’ ?"

“Beda status .. itu hanya mimpi.”

“Tidak, jangan berkata begitu. Rasa itu tidak mengenal status. Kalau kamu suka, bilang suka. Kalau tidak suka, ya bilang saja tidak suka. Kamu tidak suka?”

“Bukan itu..”

“Berarti suka dong, nanti aku bilang pada Abi kalau cintanya diterima.”

“Iih.. apa sih. Mengapa sebuah perasaan harus orang lain yang mengatakannya?”

“Ini bukan Abi yang minta, tapi kemauan aku sendiri. Dan aku kan hanya bilang bahwa Abi suka sama kamu. Lalu aku ingin tahu apakah kamu juga suka. Bukankah aku ini kakak kamu? Aku ingin kamu mendapatkan pendamping yang baik dalam hidup kamu.”

“Hal yang tidak mungkin tidak usah dibicarakan.”

Andra tersenyum penuh arti. Tak ada ungkapan menolak dari Melani, dan Andra senang. Melani hanya takut karena merasa berbeda status.

“Nanti Abi akan menjemput kamu. “

“Aduh.. jadi nggak enak.”

“Kamu sekalian akan ketemu simbok bukan ?”

“Iya sih..”

“Ya sudah, jangan protes. Dan satu lagi, jangan mengingkari perasaan kamu.”

Melani terdiam. Gadis mana yang tidak suka pria ganteng dan baik hati seperti Abi? Tapi Melani lebih berpikir akan keadaan dirinya. Mana mungkin keluarga Cokro mau menerima dirinya sebagai menantu? Dia kan hanya anak pembantu?”

***

“mBok, jam berapa biasanya simbok senggang dari pekerjaan ?” tanya Melani ketika menelpon simbok disaat istirahat siang.

“Kalau sore, setelah menyiapkan minuman dan camilan untuk keluarga. Terus simbok mandi, nah itu waktu senggang. Kalau siang ya setelah masak dan menyiapkan makan siang. Memangnya kenapa?”

“Nanti sore sepulang kerja, Melan mau ketemu simbok.”

“Ya nggak apa-apa, datang saja. Itu kan waktu senggang. Simbok akan segera mandi setelah selesai semuanya.”

“Iya mbok.”

“Tumben kamu ingin menemui simbok? Ada yang mendesak?”

“Iya mbok, ingin segera cerita sama simbok.”

“Soal apa tuh? Kamu dilamar?”

“Ah, simbok kok selalu begitu. Bukan mbok, pokoknya ada yang harus simbok ketahui.”

“Kamu kok tumben-tumbenan bikin teka-teki buat simbok?”

“Hanya ingin bercerita langsung sama simbok, kalau bicara di telpon tidak enak.”

“Baiklah, nanti simbok tunggu.”

Ketika meletakkan ponselnya, hati simbok berdebar. Apakah sudah ada tanggapan dari seseorang tentang iklan itu? Lalu Melani sudah tahu siapa orang tuanya? Lalu apakah dia akan ditinggalkannya? Wajah simbok muram seketika. Ada rasa mengiris di ulu hatinya ketika menyadari hal itu. Memang benar, Melani sudah berjanji akan membawanya biarpun dia akan ikut dengan orang tua kandungnya. Tapi itu kan kemauan Melani, bagaimana kalau orang tuanya tidak suka kalau dia ikut bersamanya?

***

Ketika Melani ikut bersama Abi, bukan karena dia bersedia dipertemukannya dengan keluarga Cokro, tapi karena dia ingin bicara dengan simboknya.

Begitu turun dari mobil, dilihatnya pak Cokro dan bu Cokro sedang duduk diteras.

Melani menunggu Abi turun, lalu mengikutinya dari belakang. Ia membungkukkan  tubuhnya ketika menyalami pak Cokro dan bu Cokro dan mencium tangannya dengan penuh hormat.

“Kok kamu bisa bersama anaknya simbok?” tanya bu Cokro heran.

“Iya, Abi menjemputnya dari tempat dia bekerja.”

“Lalu mana yang kamu bilang ingin membawa pacar kamu ke rumah?”

Abi memegang lengan Melani yang mau beranjak ke belakang.

“Ini bu, gadis yang menjadi pilihan Abi.”

Melani terkejut bukan alang kepalang. Bu Cokro mengangkat kepalanya, matanya melotot dan menyiratkan amarah. Melani melihat bahwa mata itu seperti menyemburkan api, membuat kedua kaki Melani gemetar.

***

Besok lagi ya




 

LANGIT TAK LAGI KELAM 09

  LANGIT TAK LAGI KELAM  09 (Tien Kumalasari)   Pak Hasbi menatap tajam anak angkatnya. Tak percaya akan apa yang didengarnya. “Apa kamu bil...