Wednesday, December 26, 2018

SEPENGGAL KISAH 101

SEPENGGAL KISAH  101

(Tien Kumalasari)

Simbok sudah selesai masak, ia sedang menata masakannya diatas meja, ketika pintu digedor kembali. Simbok kaget melihat tamunya tak juga beranjak pergi walau pintu rumah dikunci dari dari dalam.

"mBoook.. simboook..."

Simbok pergi keluar dan melihat tamunya berdiri didepan pintu sambil menggedor gedor..

"Minta minum donk mbok, haus nih... yang dingin mboook.."

Simbok terpaksa mengambilkan segelas air dingin, namun ia mengulurkannya dari jendela yang terbuka sedikit. Ia tetap tak mau membuka pintu.

"Ya ampun mbok, jahat banget kamu itu mbok... "

Simbok masuk lagi kedalam, karena kesal ia kemudian menelpon majikannya.

"Hallo," suara dari seberang sana..

"Bu, ibu masih lama nggak?"

"Masih lama, ini mau mampir belanja sekaliyan mbok, ada apa? "

"Ini bu, diluar ada tamu, tapi simbok nggak mau bukain pintu, "

"Kamu nggak kenal siapa tamunya?"

"Nggak bu, nggak kenal, dandanannya seperti artis bu.. cantik.."

"Siapa dia?"

"Dia mengaku bernama Dewi bu, katanya dulu hampir menjadi isterinya mas Bowo."

"Dewi? Ya ampuun.. kamu nggak kenal dia?"

"Beda banget so'alnya bu, simbok lupa, karena itu simbok biarkan dia duduk diluar dari tadi, simbok takut, jangan2 orang jahat bu."

"Sudah lama ?"

"Sudah sejak ibu baru saja berangkat tadi, sampai sekarang belum pergi juga, risih simbok."

"Hm.. Dewi... ya sudah mbok, biarin aja kalau mau tetap duduk disitu, aku nanti pulangnya bisa malam."

"Malam bu?"

"Nggak suka aku sama Dewi, biar saja kalau mau menunggu sampai malam."

"Jadi tetap simbok nggak usah bukain pintunya ya bu?"

"Nggak usah dibukain, biar aja dia diluar."

"Baiklah bu."

Simbok menutup telephonnya dan membiarkan Dewi berteriak teriak sampai sore.

Dirumah Bowo, Pandu senang sekali karena neneknya ada disana sampai sore.

"Nenek, kemarin itu ayam goengnya nenek enak sekali, "

"Oh ya? Pandu suka?"

"Suka banget nek, Pandu makan banyaaak sekali," kata Pandu sambil membentangkan tangannya. Bu Prasojo tersenyum senang.

"Kalau Pandu suka, besok lagi akan nenek buatkan yang lebih banyak."

"Horeeee...."

Hari itu sepulang dari arisan kemudian belanja, bu Prasojo langsung pergi kerumah anaknya. Ia enggan bertemu Dewi yang katanya menunggunya sejak pagi. Mau apa lagi dia kerumah, pikir bu Prasojo.

Asri agak heran mertuanya sangat betah bermain dengan cucunya. 

"Sudah ada kabar dari bapak bu?" tanya Asri

"Belum ada, apa suamimu tidak menelpon kamu?"

"Menelpon juga sih bu, cuma bilang kalau urusannya belum selesai, tapi mas Bowo dan bapak akan pulang secepatnya."

"Ya, sama,bapak juga bilang begitu. Jam berapa ini Asri?"

"Jam tujuh lewat bu."

"Ya sudah ibu mau pulang dulu, pasti dia sudah pulang, masa nggak mau pulang juga sampai malam begini."

Asri heran karena bu Prasojo tidak mengatakan apapun sebelumnya.

"Ada siapa bu dirumah?"

"Kamu tau nggak, Dewi dari pagi ada dirumah, mulai ibu baru saja berangkat pergi sampai siang tadi."

"Dewi ?"

"Iya, kamu ingat Dewi kan?"

"Ingat bu, kemarin pagi ketika Asri belanja juga ketemu dia ,"

"Oh ya, seperti apa dia sekarang?"

"Dia bilang sudah mendapatkan suami kaya. Perginya juga pake mobil mewah lho bu, dandanannya sangat menarik. Asri pangling sebelum dia mengatakan bahwa dia Dewi."

"Pasti anaknya sudah banyak."

"Nggak bu, belum punya, katanya suaminya nggak suka anak, "

"Wah, jangan2 jadi isteri muda dia."

"Ah, ibu..." Asri tersenyum,

"Dengar Asri, para suami yang selingkuh dan mempunyai isteri muda, cenderung tidak suka punya anak dari isteri mudanya, supaya tidak ada masalah dengan isteri tuanya."

"Ya sih, tapi mudah2an tidak begitu. Kasihan kalau dijadikan isteri muda."

"Kamu itu, orang yang sudah menyakiti kamu saja masih kamu kasihani."

"Asri sudah melupakan semua bu, sekarang kan Asri sudah hidup bahagia, punya ibu yang sayang sama Asri, punya suami yang mencintai dan melindungi, punya anak yang lucu dan pintar. Apa lagi kurangnya bagi Asri bu, semuanya sudah cukup.

 "Ya nak, syukurlah. Ibu juga senang punya menantu seperti kamu, yang sayang sama suami dan kedua mertuanya, baik hati.. dan.."

"Sudah bu.. ibu selalu begitu."

"Ya sudah, ibu mau pulang dulu ya, sudah malam, mana Pandu.

"Panduu, ini nenek mau pulang," Asri berteriak memanggil anaknya..

Pandu berlari mendekat lalu memeluk neneknya.

"Mengapa nenek nggak tidur disini aja?" rengek Pandu

"Besok saja ya sayang, so'alnya simbok dirumah sendirian, kasihan kan?"

"Memangnya simbok takut kalau sendirian?"

"Ya takutlah, biasanya kan ada nenek, ada kakek.."

"Dirumah nenek ada hantu?"

Bu Prasojo dan Asri tertawa. 

"Nggak ada lah, kok kamu tau2nya hantu ?"

"Kata temannya Pandu. Dirumah temannya Pandu ada hantunya, kalau malam sering keluar menakut nakuti dia"

"Eeh.. nggak ada itu, temannya Pandu hanya menakuti saja supaya Pandu takut."

"Ya sudah, kamu lagi belajar kan? Ya sudah kembali belajar sana sama kakek."

Begitu bu Prasojo pulang, telepone dirumah Asri berdering. Asri bergegas mengangkatnya, ternyata simbok.

"Hallo, bu Asri,"

"Ya mbok, ada apa?"

"Apa ibu masih disini ?

"Sudah pulang mbok, baru saja. Kenapa, simbok takut?"

"Ya takut lah bu, diluar ada orang yang dari pagi nggak mau pulang."

"Apa? Dewi ? Belum pulang juga?"

"Ya bu, heran, apa maunya dia itu, simbok dari tadi nggak mau bukain pintu, tapi dia tetap saja nggak mau pergi. Apa kira2 ada yang penting ya bu?"

"Ya nggak tau lah mbok, ya sudah, biar nanti ibu yang menghadapi saja, simbok tunggu ya."

"Baik bu."

Telepone ditutup, dan Asri mulai bertanya tanya, ada apa sampai Dewi kerumah bu Prasojo dan menunggu dari pagi nggak mau pergi. Perasaan tak enak kembali mengganggu benak Asri.

 

Bu Prasojo sebenarnya letih sekali. Ia belum istirahat seharian, hal yang belum pernah ia lakukan, karena disiang hari dia harus tidur walau hanya satu dua jam. Tadi rumah Bowo, mana bu Prasojo bisa tidur, ia asyik bercanda dengan cucu kesayangannya, dan lupa akan letih lelahnya.

"Nanti sampai dirumah, kamu boleh langsung pulang No, ibu juga langsung mau istirahat."Bu Prasojo berpesan kepada sopirnya.

"Baik bu."

Begitu memasuki halaman, dilihatnya lampu teras belum menyala, jadi kelihatan sangat gelap.

"Simbok itu bagaimana, mengapa lampu depan tidak dinyalakan. Aduuh.. gelap seperti guha saja."

Mobil itu berhenti dan bu Prasojo menyuruh sopirnya kebelakang, untuk meminta agar simbok menyalakan lampunya. Bu Prasojo keluar perlahan karena halamannya tampak gelap, takut tersandung sesuatu. Tapi tiba2 seseorang memegang lengannya.

"Ibuuuu... apa kabar?"

"Kamu? Kamu masih disini ? "

"Iya bu, menunggu dari pagi, haus lapar, simbok nggak mau bukain pintunya, juga nggak mau nyalain lampu. Jahat banget simbok sama Dewi."Lampu teras sudah menyala karena si sopir sudah memberi tau simbok bahwa ibu Prasojo sudah datang.

Bu Prasojo mengamati Dewi dengan heran, karena penampilannya sungguh tidak pantas.Seperti simbok, iapun hampir tidak mengenalinya. Hanya karena bu Prasojo sudah dikasih tau tentang datangnya Dewi maka dia tau bahwa dihadapannya adalah Dewi.

"Mau apa kamu kemari? Ingat, jangan lagi berbuat yang tidak2 atau mengganggu anak dan menantuku lagi."

"Aduh ibu, Dewi kemari justru akan mengingatkan ibu,"

"Mengingatkan apa?"

"Boleh saya duduk bu, walau di teras Dewi juga mau karena sudah ada ibu, soalnya Dewi mau menun jukkan sesuatu pada ibu."

 

#adalanjutannyaya#

 

 

 

 

Tuesday, December 25, 2018

SEPENGGAL KISAH 100

SEPENGGAL KISAH  100

(Tien Kumalasari)

Asri meletakkan barang belanjaannya karena terasa berat kalau harus berhenti. Ia sibuk mengingat ingat, siapa yang ada dihadapannya. Seorang perempuan cantik, yang tidak muda lagi, tapi berdandan sangat modis. Berkacamata hitam yang besar..

"Siapa ya?" Asri yang tak segera menemukan jawaban segera bertanya.

"Masa lupa sama aku Asri, bener.. nggak ingat sama sekali?" 

Asri menggeleng, sedikit ingat, tapi banyak lupanya..

Wanita itu membuka kacamatanya.

"Aku Dewi Asri.... Dewi..." kata wanita cantik itu sambil tersenyum.

"Oh... mbak Dewi... ya ampun... ya.. ya.. waduh.. betul2 aku pangling mbak, habis mbak Dewi masih kelihatan sangat cantik, seperti gadis belasan tahun saja." kata Asri.

"Hahahaaa... jangan meledek Asri.. masa aku seperti gadis belasan tahun ?"

Asri ikut tertawa, tapi entah mengapa, ada rasa tidak enak ketika bertemu wanita ini. Mungkin Asri teringat masa lalunya yang menyakitkan sebelum ia menjadi isteri Bowo. Dewi sangat ingin menjadi isterinya dan mengaku telah mendonorkan darah bagi bu Prasojo ketika mertuanya itu mengalami kecelakaan. Asri juga heran melihat penampilan Dewi yang agak seronok dan kurang pantas dibandingkan dengan usianya yang tidak muda lagi. Make up yang tebal, pakaian yang bagaikan anak muda belasan tahun saja. Celana pendek, T shirt tanpa lengan, kacamata hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya.. aduhai..

"Kamu memandangi aku seperti sedang melihat hantu saja Asri, aku aneh ya?"

"Ma'af mbak, mbak Dewi cantik kok.. masih cantik seperti dulu.. aaku ,, cuma kagum."

"Baiklah, aku dulu mendengar kamu menikah sama mas Bowo, tapi aku nggak diundang kok, ya sudahlah, memang mereka masih marah sama aku. Tapi aku sudah mendapatkan gantinya lho. Suamiku pengusaha yang juga kaya, yang memanjakan aku dan menuruti semua kemauanku, aku bahagia Asri."

"Ikut senang mendengarnya mbak, putranya sudah berapa?"

"Kami keluarga yang tidak suka anak. Aku dilarang punya anak oleh suamiku, katanya anak itu merepotkan."

Asri tercengang mendengar pendapat seperti itu. Bukahkah punya anak itu membahagiakan? Tapi kan pendapat setiap orang berbeda, hanya saja pendapat ini terasa agak aneh bagi Asri.

"Oh ya mbak, saya permisi dulu, bawa belanjaan banyak dan belum sempat masak nih."

"Mengapa terburu buru Asri, kan kita belum sempat ceritera banyak?"

"Kan bisa lain kali mbak, kapan2 mampirlah kerumah supaya bisa ngobrol lebih lama."

Asri kemudian menyesali kata2nya mempersilahkan Dewi mampir. Obrolan bersamanya terasa tidak membuatnya nyaman, dan diam2 Asri berdo'a mudah2an Dewi tidak tertarik untuk mengunjunginya.

"Oh ya, jangan khawatir, suatu hari aku pasti kerumahmu, aku sudah tau rumahmu lho,"

"Sudah tau?" Asri heran tapi juga kecewa, do'anya tidak terkabul.

"Aku pernah mengikutimu setelah kamu selesai makan2 dirumah makan .."

"Ohh??"

"Baiklah Asri, sampai jumpa,"

Dewi berlalu, masuk kedalam sebuah mobil mewah dan menyetirnya sendiri. Rupanya Dewi sudah menemukan hidup berkecukupan melebihi impiannya tentang Bowo ketika itu. Asri menata kembali bawaannya dan membawanya masuk kemobil.

Namun sepanjang perjalanan pulang itu ada rasa tak enak menggayuti pikirannya. Ia pernah mengikutinya ketika pulang dari makan2. Mengapa harus mengikutinya? Kebetulan atau memang disengaja? Asri mengibaskan perasaan yang tidak2. Menuju rumahnya dan menyelesaikan semuapekerjaannya.

 

"mBok, mobilku sudah disiapkan?" tanya bu Prasojo kepada simbok, pembantunya.

"Sudah dari tadi bu,"

"Baiklah, hari ini ada arisan lagi, kamu boleh masak apa sesukamu mbok, kamu kan sudah tau aku sukanya makan apa?"

"Semur kentang sama bola2 daging bu, bahannya sudah ada di almari es."

"Ya, boleh saja, awas ya, jangan terlalu asin, kamu itu kalau masak tidak diawasi pasti keasinan. Apa kamu masih pengin kawin?"

Simbok terkekeh. :" Masa bu, sudah  berlipat lipat kulit simbok begini masih pengin kawin? Nanti bisa jadi bahan tertawaan."

"Iya, kata orang2 jaman dulu, kalau masak keasinan tandanya pengin kawin."

Simbok masih tertawa sambil mengangkut pirig dan gelas kotor yang ada dimeja, bekas sarapan majikannya.

"Ya sudah aku pergi dulu, nanti kalu bapak menelpon, suruh menghubungi ponsel saja ya mbok."

"Baik bu."

"Jangan lupa kunci pintunya, jangan boleh ada orang yang kamu nggak kenal masuk kerumah ya, jaman sekarang banyak orang jahat pura2 bertamu lalu mengangkuti semua barang2 ."

"Baklah bu."

Simbok mengikuti majikannya dan menunggu sampai mobil yang ditumpanginya berlalu, kemudian masuk kembali kerumah dan mengunci semua pintu. Kemudian ia mencuci semua piring gelas yang kotor, untuk kemudian memasak didapur. Semua harus selesai sebelum bu Prasojo kembali kerumah.

Namun sebelum Simbok masuk kedapur, bel tamu berdering, tergopoh simbok berlari kedepan. Dari balik kaca dilihatnya seorang wanita cantik, tapi simbok tidak mengenalinya. Simbok teringat pesan majikannya, bahwa ia tak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang ia tidak mengenalnya. Jadi ia harus kembali kebelakang tanpa perlu membukakan pintu untuk tamu itu.

"Heeiiii..." 

Simbok berhenti, mendengar tamu itu berteriak. Dilihatnya wanita itu kenggedor pintu rumah dengan keras.

"mBok, buka pintunya donk, aku mau masuk,"

Simbok diam, mengamati wanita itu dari balik kaca, dan mengingat ingat, apakah tamu itu pernah datang kemari. Tapi simbok tidak ingat sama sekali, karena itu ia melangkah kembali kebelakang.

"mBok, gimana to... mbooook..." pintu itu digedor lagi lebih keras. Simbok ketakutan. Mau membuka pintu takut, mau mendiamkan saja juga takut suara kerasnya wanita itu.

"Ma'af nyah, nyonya ini siapa? Mau cari siapa?"

"Waduh, simbok ini gimana, aku mau cari ibu, bu Prasojo. Aku ini Dewi mbok, Dewi !!"

Simbok mengamati lebih seksama. Ia ingat nama Dewi, gadis yang dulu hampir menjadi isteri tuan mudanya. Tapi kok nggak sama ya?

"Gimana simbok ini, masa lupa sama aku mbok, dulu aku ini pernah jadi calon isterinya mas Bowo. Coba amati jelas mbok, apa kamu kira aku mau merampok?" kata Dewi sambil tetap menggedor pintu.

"Ma'af nyah..."

"Nyah.. nyah... panggil aku bu Dewi.. bukan "nyah".. waduh simbok gimana to, mana ibu? Panggil ibu saja."

"Ibu sedang pergi nyah..eh..bu..."

"Kemana?"

"Arisan barangkali, tadi ibu pesan .. simbok tidak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang simbok tidak kenal.. jadi ma'af ya bu, kalau mau ibu menunggu diluar saja."

"Heeiii.. mbok.. aku mau memberikan informasi penting buat bu Prasojo, jadi biarkan aku menunggu didalam."

"Ma'af bu, simbok tidak berani, silahkan menunggu di teras saja."

Simbok kembali masuk kedalam tanpa mau membukkan pintu. Dan Dewi terpaksa duduk diteras depan sambil mengipas kipas karena udara memang sangat panas.

#adalanjutannyalho#

 

 

SEPENGGAL KISAH 99

SEPENGGAL KISAH  99

Pak Marsam mencari kedalam. Biasanya Pandu pulang sendiri karena sekolahnya tidak jauh, dan memang ia bersalah karena agak terlambat menjemputnya. Asri masih berpegangan pada daun pintu itu, tidak menjawab kata2 pak Marsam.Pandu memang belum pulang.

"Asri... Pandu belum pulang?" pak Marsam mulai cemas melihat raut muka Asri yang pucat pasi.

"Belum... mengapa bapak terlambat menjemputnya?" keluh Asri lemas..Ia ingin marah, tapi tak tau harus marah sama siapa. Ia sangat cemas..

"Waduh, ini salah bapak, biar bapak cari dulu dia," pak Marsam bergegas keluar, tanpa membawa sepeda motornya. Asri terduduk lemas, tak mampu menggerakkan tubuhnya. Banyak hal membayang dalam angan2nya. Diculik.. jalan2 sama temannya.. atau apa...

Setelah menguatkan hatinya, Asri berdiri dan melangkah keluar .. ia menyusuri jalan menuju ketempat sekolah anaknya. 

Ia tak perduli pakaian rumah yang dikenakannya, tak perduli sandal japit yang menempel dikakinya, Asri terus saja melangkah sambil matanya melihat kesana kemari barangkali ada terlihat bayangan Pandu kecil sedang bermain atau apa. Namun sampai didepan sekolah Pandu, tak ditemukannya anaknya. Dipintu masuk dilihatnya satpam sedang bebicara dengan ayahnya.

"Bagaimana pak?" tanya Asri pada bapaknya.

"Bapak satpam ini nggak tau, bagaimana mungkin seorang murid keluar dari sini tanpa diketahui olehnya," gerutu pak Marsam.

"Apakah ada orang yang menjemputnya?" Asri bertanya kepada satpam itu.

"Ma'af bu, saya benar2 tidak tau, biasanya Pandu juga pulang sendiri, jadi saya kurang memperhatikannya."

"Dulu dia sering pulang sendiri, tapi sekarang hanya aku yang bisa menjemputnya, dan juga ibunya sendiri." kata pak Marsam kesal.

Asri menarik tangan bapaknya dan mengajakn ya pergi, karena tak ada gunanya berdebat dengan satpam yang tidak tau apa2 itu.

Asri menitikkan air mata sepanjang jalan pulang.

"Ayo kita lapor ke polisi saja nduk,"

"Baiklah pak, kita pulang saja dulu, ambil mobil baru kesana."

Namun begitu keduanya memasuki halaman rumah, dilihatnya pintu depan terbuka lebar. Asri berdebar. Tadi ia hanya membuka separo, mengapa bisa jadi terbuka lebar? Jangan2 ada orang jahat memasuki rumahnya.

Asri melangkah tergesa gesa, lalu memasuki rumah dengan hati2, takut kalau ada orang jahat ada didalamnya. Namun tiba2 :"Horee ibu sudah pulaaang,"

Asri dan pak Marsam terpana. Pandu berjingkrak kegirangan dan memeluk ibunya erat2. 

"Kamu pulang lewat mana Pandu?" tanya kakeknya.

"Ibu mencari kamu disekolah dan tak seorangpun tau kamu pergi kemana." tegur Asri kesal.

"Ada Nancy ..."

Asri dan pak Marsam melihat kesudut ruangan, dilihatnya Nancy sedang duduk dan tersenyum kearah mereka.

"Nancy? "

Nancy bangkit dan menyalami mereka.

"Mengapa kamu menjemput Pandu tanpa sepengetahuan kami? Kami hampir melaporkannya ke polisi," kata Asri tak senang.

"Ma;af ibu, tadi ketika Nancy lewat, Nancy melihat Pandu ditepi jalan sedang menoleh kesana kemari, tampaknya dia menunggu jemputan. Lalu Nancy tawarkan untuk mengantarnya pulang, karena Nancy memang ingin main kemari."

"Tapi kenapa tidak ketemu bapak, harusnya kalau langsung pulang kan pasti berpapasan dengan bapak." pak Marsam tak kalah kesalnya.

"Pandu mengajak beli bola ditoko sebelah selatan sekolah, lalu pulangnya memutar tidak lewat jalan didepan itu."

"Pandu yang minta ibu, ibu jangan marah ya," Pandu yang melihat ibunya seperti marah segera merangkul ibunya kembali. Luluh hati Asri seketika. 

"Ibu sangat cemas Pandu, ibu takut kehilangan kamu."

"Ma'afkan Nancy ibu," 

"Baiklah, kali ini ibu ma'afkan kamu Nancy, tapi lain kali ibu tidak mau kamu melakukannya lagi. Kasihan bapakku kebingungan mencari kesana kemari, dan ibu hampir mati ketakutan."

"Baiklah, tidak akan Nancy ulang ibu,"

"Sekarang Pandu cuci kaki tangan dan ganti bajumu,"

"Baiklah, ayo kakek," Pandu menarik tangan kakeknya diajaknya kebelakang.

Nancy yang merasa bahwa suasananya sangat tidak mengenakkan kemudian meminta pamit.

"Ibu, Nancy minta pamit dulu, dan sekali lagi ma'af."

"Sudah.. lupakan saja, mengapa pamit sekarang? Ibu sudah masak dan sa'atnya Pandu makan siang, kamu harus menemani dia makan." ramah suara Asri setelahnya.

"Tapi.."

"Sudahlah, duduk dulu disini, tunggu Pandu berganti pakaian. Tadi juga ada ayam goreng kiriman neneknya Pandu."

Nancy terpaksa duduk kembali. Ia kagum pada ibunya Pandu, tadi sangat marah, tapi kemudian bisa berbalik jadi ramah. Perempuan ini baik sekali. Pantas kalau papanya mencitai dia. Pikir Nancy. Nancy ingin mengucapkan sesuatu tapi diurungkangnnya. Lebih baik ia pura2 tidak tau tentang hubungan Damar dan Asri.

Siang itu udara sangat panas. Asri mempir dirumah makan kesukaan Pandu untuk membeli satu dua cup besar es krim. Pasti Pandu senang. Setelah Pandu menghilang kemarin, Asri rasanya enggan melepas anaknya pergi, karenanya daripada nanti minta kakeknya untuk mampir untuk membeli kesukaannya, lebih baik disediakan dirumah saja. 

Asri menenteng ta belanjaan besar, masih ditambah tentengan eskrim ditangan kirinya. Tapi tiba2 Asri teringat masih ada satu tas lagi yang ketinggalan. Tas itu berisi sayuran yang akan dimasaknya besok pagi.

Bergegas Asri kembali masuk kedalam rumah makan, dan melihat belanjaannya masih tertinggal disana, didepan gerobag eskrim dimana dia tadi membelinya. Asri mengambilnya dan tampak keberatan membawanya. Baiklah, harus ditata dulu supaya gampang membawanya.

Asri meletakkan semua barang belanjaannya, dan menentengnya satu demi satu.

Tiba2 seseorang menepuk bahunya dari belakang. Asri menoleh dan terkejut. Ia mencoba mengingat ingat, siapa dia itu.

"Biar aku bantu membawakan belanjaanmu," sapanya sambil tersenyum.

Asri masih mengingat ingat siapa dia.



Monday, December 24, 2018

SEPENGGAL KISAH 98

SEPENGGAL KISAH  98

(Tien Kumalasari)

Pagi hari itu setelah mengantar Pandu sekolah, Asri langsung belanja kepasar. Tak banyak yang harus dibelinya karena suaminya sedang tak ada dirumah. Tiba2 seseorang menepuk pundaknya. Asri terkejut, ternyata Danik.

"Kamu buat orang terkejut aja Danik,"

Danik Tertawa " Terkejut ya, kasihaaaan," 

"Kamu mau belanja? Jauh banget pasar ini dari rumahmu Dan....lagi pengin jalan2?"

"Aku tuh mau kerumahmu, ngelihat kamu disini, ya udah aku berhenti dulu disini. "

"Oh gitu, hayuk kerumah sekarang kalau gitu,"

"Nggak usah, ayo kita sarapan saja diwarung itu, kayaknya enak, itu soto kan? Sudah lama aku pengin makan soto"

"Baiklah, apa sih yang enggak buat kamu," kedua sahabat itu tertawa sambil memasuki warung makan yang ada didekat pasar itu.

Mereka duduk agak dipojok. Asri yakin ada hal penting yang ingin disampaikan sahabatnya ini. 

"Ada yang penting ya?" tanya Asri setelah memesan makan dan minum. 

"Nggak sih, cuma mau ngobrol ringan aja. Apa kabarmu?"

"Baik. Kok kamu kelihatan agak gemuk ya? Kamu hamil lagi?" Danik tertawa terkekeh kekeh :

"Mana bisa aku hamil lagi, anakku tiga sudah cukup. Kamu itu yang baru satu, "

"Aku kan sudah tua, kalau aku hamil lagi akan banyak resiko yang harus aku tanggung. Apa aku masih kuat mengejan? Jangan gila kamu." Dan merekapun tertawa tawa..

"Aku tau Damar sering pulang ke Solo," kata Danik tiba2, dan Asripun berdebar debar.

"Darimana kamu tau?"

"Damar itu sering menelpon aku, biar aku sering marahin dia, masih saja dia suka ngoceh yang enggak2. Aku pikir dia itu nggak sepenuhnya waras."

Asri tak menjawab. Tertunduk lesu. Ia menghirup teh panas yang baru dihidangkan.

"Aku ingin mengingatkan kamu, agar kamu berhati hati. "

"Ya, aku tau.."

Mereka makan dan minum sambil berbicara banyak, Danik wanti2 agar Asri ber hati2, tapi Asri enggan mengatakan bahwa baru dua hari lalu ketemu dia dan ngomong banyak, mengeluh banyak, yang ahirnya sangat mengganggu sanubarinya.

"Oh ya, kamu kan mau belanja? Ya udah aku juga sekalian mau belanja. Nanti para suami marah kalau kita terlambat menyajikan makan siangnya."

"Mas Bowo lagi di Jakarta,"

"Oh ya? "

"Tapi besok dia pulang kok, cuma tiga hari disana katanya,"

"Syukurlah, kalau besok sudah pulang, sekali lagi aku ingatkan kamu, agar berhati hati, Asri"

 

Ketika telephone rumah berdering, pak Marsam yang menerimanya, telephone itu dari Bowo.

"Hallo bapak, Apa kabar? Bapak sehat?" suara Bowo dari seberang.

"Iya nak, bapak sehat, nak Bowo dan pak Prasojo juga baik2 saja kan?"

"Iya pak, Kami sehat. Boleh berbicara sama Asri?"

"Oh, Asri baru kepasar nak, mungkin sebentar lagi pulang."

"Oh, baiklah, saya akan telepone ke ponselnya saja. Cuma mau ngabarin kalau kami tidak bisa pulang besok, mungkin baru seminggunan lagi, karena urusan belum selesai."

"Oh, iya nak.. baiklah.. nak Bowo telepone langsung aja sama Asri."

Ketika Asri pulang dari pasar, ternyata Bowo sudah mengabarinya tadi. Ada perasaan tak enak setelahnya, karena sang suami akan agak lama perginya. Bowo mengatakan semingguan.. berarti belum tentu seminggu, bisa lebih.

"Ya sudah nggak usah sedih, nak Bowo kan pergi karena urusan pekerjaan, kok kamu jadi sedih begitu, seperti mau ditinggal setahun saja," ujar pak Marsam.

Asri tersenyum dan mengangguk. Pak Marsam tentu saja tidak tau apa yang dipikirkan anaknya. Seperti pesan Danik tadi, ia takut Damar akan mengganggunya ketika suaminya sedang tidak ada dirumah. Ia kedapur dengan perasaan gelisah. Sungguh Asri tidak bisa membenci Damar, kisah sedih yang diceriterakan sangat membuatnya trenyuh. Rasa trenyuh itu mengalahkan rasa takutnya apabila suatu sa'at nanti Damar mengganggunya. Asri bingung dengan perasaannya.

"Asri, bapak mau menjemput Pandu sekarang,. kayaknya sudah terlambat nih." tiba2 pak Marsam membuyarkan lamunannya.

"Oh, iya pak, sudah lebi 10 menit lho pak, nanti Pandu jalan kemana mana kalau bapak belum sampai disana."

"Ya..ya.. pasti Pandu nungguin kakeknya kok."

"Oh.. ya pak, baiklah, hati2 ya pak, dan jangan mampir kemana mana,"

"Baiklah," jawab pak Marsam sambil berlalu.

Asri melanjutkan memasak didapur. Agak kesiangan, jadi masak yang gampang2 saja supaya Pandu bisa segera makan begitu dia pulang nanti..

Masakan itu sudah siap, dan Asri menatanya dimeja. Ia ingin segera bertemu Pandu, mendekapnya untuk menguatkan hatinya. Ia merasa tiba2 hatinya lemah. Ia benci perasaan ini.

Ting tong... itu suara bel rumah, pertanda tamu datang. Bergegas Asri kedepan dan membukakan pintu. Didepan sudah berdiri bu Prasojo mertuanya, yang kemudian memeluknya erat.

"Ibu, masuklah.."

"Ibu hanya sebentar, tapi ibu masak goreng ayam kesukaan Pandu, nih.. ibu bawakan.."

"Ya ampun bu, iya bener, ini kesukaan Pandu, ibu memasak sendiri?"

"Ya donk, untuk cucu ibu harus tangan ibu sendiri yang memasaknya." 

Asri tertawa senang. Ia menerima sekotak ayam itu dan meletakkannya dimeja makan."

"Nanti ibu sekalian makan siang disini kan?"

"Ma'af Asri, besok saja ibu kesini agak lama, tadi ada temen ibu arisan mau nyamperin siag ini,"

Asri tersenyum, semakin tua ibunya masih juga aktif berkumpul dengan teman2nya untuk arisan atau apalah. 

"Jadi ibu mau langsung pulang?"

"Iya Asri, ma'af, sebetulnya ibu kangen sama Pandu, tapi ibu janji besok mau kesini seharian. Oh ya, bapakmu tadi menelpon bahwa tidak bisa pulang besok."

"Iya, mas Bowo juga sudah menelpon tadi."

"Semoga urusannya segera selesai sehingga pulangnya tidak mundur2 lagi ," ujar bu Prasojo sambil berlalu.

Asri meggeleng gelengkan kepalanya. Ibu mertuanya masih bersemangat untuk pergi kemana mana. Tapi untunglah sekarang ada sopir pribadi yang bisa menemaninya.

Ketika Asri mau masuk kerumah, didengarnya sepeda motor butut ayahnya memasuki halaman.Tapi Aasri heran, di boncengan pak Marsam tidak kelihatan Pandu anaknya.

"Asri... Pandu sudah pulang? Disekolah tadi sudah nggak ada."

Asri terkejut bukan alang kepalang. Dipeganginya daun pintu rumahnya agar tubuhnya tidak jatuh tersungkur.

  #adalanjutannyaya#


Sunday, December 23, 2018

SEPENGGAL KISAH 97

SEPENGGAL KISAH  97

(Tien Kumalasari)

Pak Marsam heran, Asri pulang tanpa membawa belanjaan, wajahnya kusut dan muram, entah apa yang dipikirkannya.

"Lho, kamu tadi katanya belanja, lha mana belanjaannya?" 

Asri bingung untuk menjawabnya. Karena pikirannya kacau dia tak jadi belanja dan langsung pulang. Tapi apa yang harus  dijawabnya ketika ayahnya bertanya?

"nDuk... "

"Oh.. eh.. ya ampun pak.. itu.. itu.. dompet... dompet..."

"Kamu kecopetan? " tanya pak Marsam cemas.

"Oh.. bukan pak.. itu.. dompet.. ketinggalan..." akhirnya Asri menemukan jawaban.

"Walaah... dompet kok bisa ketinggalan. Namanya orang mau belanja itu yang dipikir pertama kali kan harus membawa uang, lah kok malah ketinggalan," omel pak Marsam.

"Iya, Asri linglung..." lalu Asri masuk kedalam kamarnya. Pak Marsam mengikuti dari belakang.

"Lalu kamu mau kembali lagi ..  sekarang?"

"Nggak pak, besok saja, sudah terlanjur capek..,"

"Ya sudah, istirahat saja .. bapak mau menjemput anakmu dulu."

"Ati2 ya pak..." 

"Ya.. " jawab pak Marsam sambil berlalu.

Namun sepeninggal pak Marsam hati Asri gelisah sekali. Pikirannya masih terbawa oleh cerita Damar yang memilukan. Kedua orang tuanya terbunuh, harta nyaris dikuasai, berpisah dengan isteri, punya anak hasil hubungan gelap isterinya dengan seorang bule.  Kepala Asri mendadak sangat pusing. Diambilnya obat gosok dan dibalurkannya pada belakang kepala dan sekitarnya. Aroma minyak angin itu diharapkan bisa sedikit menyegarkan pikirannya. Tapi bayangan wajah Damar yang memelas masih saja menghantuinya.

"Ya Tuhan..." Asri mengeluh. :"Mengapa semua ini bisa terjadi?" 

Asri yang tadinya marah karena merasa diganggu, berbalik menjadi kasihan mendengar kisah sedihnya.

"Ibu.. ibu.. lihat..nilai Pandu seratus lagiii," teriak Pandu begitu masuk kekamar ibunya.

Asri terkejut. Ia bangkit dan dipeluknya Pandu erat2. Buah hatinya ini harus bia menguatkan hatinya. Jangan goyah, jangan terpecah...

"Ibu, lihat dulu nilainya.." dengan bersemangat Pandu mengeluarkan lembar ulangan yang ada nilai seratus diatasnya.

"Oh, anakku sayang, anak ibu pintar.. hebat sekali Pandu, kamu harus selalu begini ya, nilai bagus, pasti bapak sama ibu senang."

"Besok Pandu pasti dapat seratus lagi."

"Bagus Pandu. Sekarang kamu harus ganti baju, cuci kaki tangan pakai sabun ya."

"Ibu sakit?"

"Nggak... apa ibu seperti orang sakit?"

"Bau minyak angin.."

"Oh, cuma sedikit pusing.. nggak apa2.. ayo sana ganti bajumu."

Pandu berlari kebelakang, dan Asri merebahkan lagi tubuhnya. Kepalanya masih terasa sakit. 

Pagi itu Ongky menegur Damar karena banyak urusan pekerjaan yang belum diselesaikan. 

"Ada apa kamu ini Damar, tak biasanya pekerjaan terbengkalai seperti ini."

"Ma'af mas, aku lagi sakit.."

"Sakit hati atau sakit beneran ?"

"Dua2nya..."

"Damar, kamu itu harus tegar. Apapun yang terjadi itu memang sudah harus terjadi, dan kita harus bisa menerimanya. Hidup terus berjalan dan kita tidak boleh tenggelam dalam mimpi2 buruk."

"Ya mas.."

"Wajahmu pucat, kurang tidur itu."

"Ya.."

"Dari tadi ya..ya.. melulu.."

"Aku sudah bertemu dia."

"Dia siapa ?"

"Asri.." 

Ongky terkejut bukan alang kepalang. Asri bukan nama yang asing baginya. Ia pernah mencintai gadis penjual bunga dengan nama Asri. Mungkinkah orang yang sama?

"Namanya Asri?'

"Ya, kenapa?"

Ongky mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah photo. 

"Aku juga punya yang namanya Asri, ini..."

Damarpun terkejut.:"Mas Ongky mengenal dia?"

"Ini? Ya kenal donk, dulu aku hampir melamarnya.."

"Apa "

"Ya, aku hampir melamarnya. Gadis ini benar2 hebat, dia dicintai oleh tiga lelaki sekaligus."

Damar tidak mengerti makssud Ongky. Lalu Ongky menceriterakan semuanya, perkenalannya dengan Asri, lalu sa'at ingin melamar ternyata Asri itu kekasih sahabatnya.. dan sekarang masih ada lagi lelaki yang mencintai Asri.. Ongky menggeleng gelengkan kepalanya setelah berceritera, dan Damar hanya terbengong bengong.

"Dulu waktu aku bilang mau ke undangan teman, tapi kamu kebetulan pergi ke Amerika.. ya Asri itu yang menikah.."

Damar masih saja terbengong. Begitu rumit kisah cinta ini..

"Sekarang lupakan dia, seperti aku juga melupakannya. Kalau kita mencintai seseorang, maka kita harus bisa melihatnya bahagia. Dan Asri sudah berbahagia bersama suaminya."

Tapi Damar yang kacau batinnya berfikir lain. Kalau aku mencintainya maka aku harus memilikinya.

#adalanjutannyaya#

Saturday, December 22, 2018

SEPENGGAL KISAH 96

SEPENGGAL KISAH  96

(Tien Kumalasari)

Asri benar2 terkejut. Ia memundurkan mobilnya dan bermaksud pergi dari sana. Tapi seseorang itu telah menghadang didepannya.

"Apa maksud kamu Damar," kesal Asri menegurnya, sambil membuka kaca mobilnya.

"Asri, turunlah sebentar, aku hanya ingin bicara," Damar memohon.

"Bicara apa lagi Damar, aku kira tak ada lagi yang harus dibicarakan,"

"Tolonglah Asri,"

"Damar, kamu yang harus menolong aku, sungguh ini tidak baik Damar, aku bersuami, tolong hentikan semuanya,"

"Asri.. aku tak akan pergi dari sini, lindas saja aku dengan mobilmu, aku rela mati ditanganmu,"

Asri terperanjat, ancaman Damar tak pernah main2. Ia tau Damar akan nekat. Tak ada jalan lain, ia hars turun.

"Terimakasih Asri," kata Damar sambil tersenyum, :" Kemarikan kunci mobilmu, aku akan mencarikan tempat parkir yang longgar."

Asri menurut, ia tak bisa menolak, banyak mobil akan keluar dari situ dan mobilnya menghalangi mereka. Ingin Asri lari setelah menyerahkan kunci mobilnya, tapi ia yakin Damar akan berteriak teriak dan membuatnya malu. Asri menyerah, baiklah ia mendengar apa yang ingin Damar bicarakan. Hatinya kacau, dan berfikir, bagaimana caranya agar ia bisa menenangkan Damar.

Mobil itu telah mendapatkan tempat parkir, Damar turun dan menyerahkan kuncinya, lalu menggandeng Asri masuk kesebuah rumah makan yang ada dikompleks pertokoan itu.

"Lepaskan tanganmu," Asri meronta, Damar melepaskannya.

Mereka duduk berhadapan, lalu Damar memesan minuman dan makan. Ia masih ingat apa minuman kesukaan Asri, ia juga ingat makanan apa yang Asri suka. Namun kepala Asri terasa pusing. Terbayang wajah Bowo yang sedang berada ditempat jauh, terbayang semua kasih sayangnya, terbayang semua pengorbanannya untuk mendapatkan dirinya dulu. Bowo tak ada cacat celanya.Ia adalah suami dan ayah yang sempurna. Dan wajah Asripun muram. Kesal terhadap laki2 yang sekarang duduk dihadapannya.

"Damar, aku tidak punya banyak waktu, suamiku sedang tidak ada dirumah... dan..." Asri tiba2 terkejut karena telah mengatakan bahwa suaminya sedang tidak ada dirumah, jangan2 hal itu akan dimanfa'atkan Damar untuk mengganggunya.

"Haa.. tidak ada dirumah? Berapa lama?"

"Itu bukan urusanmu Damar, sekarang katakan apa yang kamu inginkan."

"Asri, tataplah wajahku, sebentar saja,"

Tapi Asri memandang ketempat lain.

"Kamu masih cantik seperti dulu," itu kata2 yang diucapkannya waktu berada dipesta Danik, Asri ingin lari...tapi situasi disekeliling tempat itu tak mengijinkan.

"Dan aku yakin kamu masih mencintai aku,"

"Bohong !! "keras Asri berteriak, dan beberapa orang menoleh kearah mereka. Asri tertunduk dan menahan kekesalan hatinya. Entah sampai kapan keadaan akan seperti ini. Asri berfikir, bagaimana caranya lepas dari lelaki ini.

"Jangan bohong Asri, cinta pertama itu sangat sulit dilupakan bukan?"

"Damar, aku tidak melupakan kamu, tapi aku sudah bersuami, dan kamu juga sudah bersteri, sudah punya anak.."

"Dulu kamu bilang salah, aku pernah menikah, isteriku punya anak, tapi aku tidak punya cucu, siapa bilang aku punya cucu?"

"Damar..."

"Asri,  aku menikah dengan Mimi tidak lama.Mimi sudah mengandung anak orang bule ketika menikah dengan aku, lalu aku ceraikan dia."

Asri mengangkat mukanya, ia teringat Danik pernah berceritera tentang sedikit kisah Damar dan Mimi. 

"Anak itu sudah besar, wajahnya seperti indo, memang dia indo."

Seorang pelayan menghidangkan semua pesanan Damar, dan Damar menyodorkan mana yang untuk Asri dan mana untuk dirinya.

"Minumlah dulu," ujar Damar, dan Asri meneguknya karena tenggorokannya memang terasa kering.Damar juga meminumnya, hampir segelas habis diteguknya. Lalu Damar melanjutkan bicaranya.

"Dia menganggapku ayahnya, dan aku tidak sampai hati melukai hati gadis polos itu. Aku biarkan dia menemuiku kadang2, dan memanggilku papa, sampai nanti aku bisa mengatakan padanya bahwa aku bukan ayah kandungnya."

Asri tetap memandangi Damar, ia melihat masih ada sisi baik dari hati bekas kekasihnya ini. Dan ia juga melihat mata Damar berkaca kaca ketika menceriterakan semua kisahnya. Juga ketika ia mengatakan bahwa sesungguhnya kedua orang tuanya meninggal karena dibunuh. Ya Tuhan, Asri menghela nafas panjang. Terlalu sedih mengalami nasib seperti Damar... Hati kecilnya merasa iba, ternyata begitu menyedihkan semua yang dialami Damar. Mata kesalnya mulai meredup, sungguh ia merasa kasihan pada laki2 ganteng yang  matanya sendu dan sedang mengadukan nasibnya ini. Kemarahannya lenyap perlahan.

"Aku hanya ingin mengatakan ini.." lirih suara Damar dan bergetar. Namun hati Asripun tergetar. Senyum menawan yang biasanya terssungging dibibirnya itu terlihat kering, kerontang bagai kemarau tak mengenal hujan.

"Damar, aku sangat prihatin mendengar kisahmu. Aku tidak menyangka .. bahwa kamu sangat menderita. Tapi kamu harus tabah Damar, kamu seorang yang kuat, Kamu perkasa, aku tau sejak dulu bahwa kamu laki2 yang tidak gampang menyerah. Jadi tetaplah menjadi Damar yang dulu."

"Dulu aku tidak akan menyerah, dan ingin membawa kamu lari, sampai ketika seorang laki2 mengatakan dirumah sakit itu, bahwa kamu adalah calon isterinya."

Astri terperanjat. Dulu.. ketika dirumah sakit itu, ketika kakinya patah.. dan Mimi mengamuk, Bowo mengucapkan kata2 itu untuk mengusir Mimi, dan ternyata Damar mendengarnya?

"Aku berada diluar pintu, menutupi wajahku dengan topi lusuh agar Mimi tidak melihatku, tapi aku hancur mendengar laki2 itu berkata demikian. Aku goyah, kehilangan semuanya, lalu aku pasrah pada nasibku, menuruti apa saja kemauan om Surya.. Aku seperti boneka tanpa nyawa, tanpa rasa.. mengalir kemana nasib membawaku... dan ternyata om Surya lah pembunuh kedua orang tuaku, lalu berusaha merebut hartanya..

"Aku tidak bisa melupakan kamu Asri, tidak bisa..." 

"Damar, ya sudahlah, nasib membawa kita kejalan yang berbeda, kamu orang baik, berjalanlah dijalan yang baik juga. Aku hanya bisa berdo'a agar kamu segera menemukan ketenangan jiwamu, dan hidup berbahagia."

Damar meraih tangan Asri, mengelusnya sejenak, lalu dilepaskannya.

Namun pada sa'at itu, sebuah kamera merekam adengan menyedihkan itu.

 

#ada lanjutannyalho#

SEPENGGAL KISAH 95

SEPENGGAL KISAH  95

(Tien Kumalasari)

Damar menoleh kesana kemari, barangkali bisa menemukan yang dicarinya, tapi tak ada siapapun yang dikenalnya. Nancy tau siapa yang dicari ayahnya, dia juga tau bahwa ibunya Pandu adalah wanita yang dincintainya.

"Mereka sudah pergi,"

"Kemana? Mengapa kamu biarkan mereka pergi?"

"Ibunya Pandu memaksa, karena Pandu baru pulang sekolah. Nancy nggak bisa donk menahannya lebih lama."

Damar merasa sangat kesal dan Nancy tiba2 merasa kasihan. Mengapa papanya masih saja mencintai wanita yang sudah menjadi isteri orang, dan tampak sedih ketika mengetahui bahwa mereka telah pergi.

"Papa, tapi Nancy tau alamat rumahnya.."

 

Ketika selesai makan malam Asri menceriterakan kepada suaminya tentang pertemuannya dengan Nancy. Bowo juga heran mendengar ceritera Asri. 

"Jadi teman barunya Pandu itu kulitnya putih, hidungnya mancung, matanya biru? Padahal bapak ibunya orang Solo?" tanya Bowo.

"Iya mas  itu yang dikatakannya pada Asri tadi." 

"Jangan2 bukan anaknya sendiri,"

"Maksudnya..?"

"Bisa jadi ... dia itu anak angkat.. atau.. anak hasil selingkuh.."

"Iih.. mas Bowo jahat deh, masa mengata ngatai orang selingkuh padahal nggak tau kebenarannya."

Bowo tertawa, " Ma'af, aku kan cuma bercanda..."

 Kehidupan yang bebahagia dan sudah sepuluh tahun lebih itu terasa sangat membuat iri bagi yang melihatnya. Mereka pasangan yang sangat serasi, hidup tenang, saling mengasihi, dan mereka juga baik terhadap sesama. 

"Oh ya Asri, besok aku akan ke Jakarta kira2 tiga atau empat hari,"

"Lho, kok tiba2?"

"Ada urusan perijinan yang harus aku tangani sendiri, tapi aku juga sama bapak kok ..."

"Oh, baiklah, nanti Asri persiapkan bekal mas yang harus dibawa. Cuma tiga empat hari kan?"

"Kamu mau ikut ?"

"Ada2 saja mas ini, kalau aku ikut Pandu bagaimana? Kasihan bapak kalau ditinggal sama Pandu sendiri. Mana Pandu itu sekarang penginnya yang macem2, dan kakeknya nurutin aja maunya cucunya."

"Iya, namanya sama cucu ya begitu itu. Ibuku juga kan sama Pandu juga begitu, apa yang diminta pasti dikasih, ya kan?"

"Iya mas, betul, kakek sama nenek itu nggak ada bedanya kalau sama cucu, maunya manjain terus."

"Lha kamu pengin apa, coba bilang, pansti mas Bowomu ini akan turutin semua yang kamu mau."

Asri tersenyum. Ia tau apa yang dikatakan suaminya bukan gurauan. Tapi Asri bukan wanita yang ingin memperalat cinta suaminya untuk sesuatu yang diinginkannya. Ia selalu menerima apa yang diberikan padanya dan tak pernah menuntut apapun. 

"Mas kan tau, semua itu sudah cukup untuk Asri,"

"Ya, aku tau.. Kamu akan selalu berkata begitu." Bowo mencium tangan Asri dengan penuh kasih sayang. 

"Bapak... besok mau ke Jakarta sama kakek Pras bukan?" tiba2 Pandu nyelonong mendekati ayahnya.

"Kamu nguping ya?" kata Bowo sambil tertawa

"Pandu dengar dari tadi, tapi mau langsung nanya ke bapak, dilarang sama kakek,"

"Kenapa?"

"Katanya Pandu harus nyelesaiin PR Pandu dulu baru boleh kesini."

"Ya benar kakek itu, Masa lagi belajar mau ditinggal kemana mana, lagi ngerjain PR lagi."

"Jadi benar, bapak mau ke Jakarta? Pandu boleh ikut?

"Dengar Pandu, Bapak ke Jakarta itu karena urusan pekerjaan, jadi anak kecil nggak boleh ikut. Lagian Pandu kan nggak libur?" Kata Asri 

"Iya bu, tapi Pandu pengin ke Jakarta lagi."

"Besok kalau Pandu liburan, kita akan sama2 kesana, jalan2.. sama ibu..sama kakek juga.."

"Bener ya pak?" Pandu bersorak, lalu berlari lagi kebelakang .

Pagi itu Bowo jadi berangkat ke Jakarta bersama pak Prasojo. Asri akan pergi belanja, untuk beberapa kebutuhan. 

"Bapak, Asri mau belanja, apa bapak mau ikut?"

"Ya enggak nduk, bapak dirumah saja. Lagian nanti kalau sa'at Pandu pulang dan kamu belum selesai belanja, siapa yang menjemput Pandu?"

"Ya nanti kita jemput sama2, sekalian kalau bapak membutuhkan sesuatu."

"Nggak, bapak nggak butuh apa2, semua masih cukup. Bapak dirumah sajalah."

"Baiklah, hati2 ya pak, nanti kalau Pandu minta apa2 jangan langsung dikasih lho pak, suruh tilpun Asri dulu." 

"Ya, baiklah."

Ketika Asri mau berangkat, telepone berdering, ternyata dari bu Prasojo.

"Hallo bu.."

"Hallo Asri, bapak sama suamimu baru saja berangkat,"

"Iya bu, syukurlah,bu sendirian donk,"

"Nggak apa2 Asri, kamu hati2 dirumah ya, "

"Baik bu, apa ibu mau tidur disini saja menemani Asri?"

"Nggak Asri, disini sudah ada ayahmu, ada Pandu, dan ibu sudah ada simbok, ibu cuma mau berpesan supaya kamu hati2.

"Baiklah, ibu, terimakasih. Ini Asri mau belanja, ibu mau dibelikan apa?"

"Ibu sudah belanja kemarin, masih cukup kok, ya sudah berangkat sana, nanti keburu siang."

Bu Prasojo menutup telephone nya,Asri senang atas perhatian ibu mertuanya. Sekarang  Asri bersiap untuk berangkat untuk belanja. Tempat belanja memang tidak terlalu jauh, tapi Asri membawa mobilnya karena mungkin belanjaannya akan banyak.

Jalanan ramai, dan tempat parkirpun hampir penuh. Untunglah masih ada tempat yang agak kepinggir.

Namu ketika ia baru mau memarkir mobilnya, dibelakangnya sebuah mobil nyelonong dan mendahuluinya memarkir ditempat yang akan dipakai Asri.

Asri merasa kesal sekali, ia ingin mendamprat pemilik mobil itu. Tapi ketika pengendaranya turun, Asri sangat terkejut melihat siapa dia.

#adalanjutannyalho"

LANGIT TAK LAGI KELAM 10

  LANGIT TAK LAGI KELAM  10 (Tien Kumalasari)   Rizki menatap tajam ayahnya, dengan pandangan tak percaya. “Bapak bilang apa?” “Apa kurang j...