LANGIT TAK LAGI KELAM 37
(Tien Kumalasari)
Pak Misdi mendekati Misnah yang sudah duduk di tepi pembaringan. Wajahnya tampak cerah, tidak sepucat beberapa hari yang lalu. Selang infus tak ada lagi di sekitarnya.
“Ini cemilan yang kamu minta,” kata pak Misdi sambil menyerahkan bungkusan yang tadi dibelinya.
“Pak, ini siapa?” tanya Misnah ketika melihat Srining, yang berdiri di samping ayahnya.
“Ini …. “ agak berat pak Misdi mengatakan bahwa Srining adalah mantan istrinya.
“Aku Srining, istri bapakmu ini,” katanya sambil tersenyum, dan membuat pak Misdi terkejut.
Misnah menatap tak berkedip.
“Kapan Bapak menikah?” tanyanya polos.
“Maksudnya … mantan,” kata pak Misdi.
“O, ini yang dulu meninggalkan Bapak?”
“Iya Misnah, dulu aku bersalah karena meninggalkan bapakmu ini. Tapi aku menyesal. Aku ingin memperbaikinya,” kata Srining tanpa sungkan.
“Maksudnya … mau kembali menjadi istri Bapak?” tanyanya sambil menatap sang ayah, membuat pak Misdi kebingungan. Mengapa Srining berkata begitu, sementara dia masih punya suami.
“Bagaimana keadaan kamu?” tanya sang ayah untuk mengalihkan perhatian Misnah pada ucapan Srining.
Misnah masih menatap bingung, tapi ia menjawab pelan.
“Aku sudah mengingat semuanya. Ketika aku di rumah sakit, seorang wanita mengajakku, aku ikut saja. Lalu aku diusir oleh seorang wanita. Aku bingung.. dia bilang dia kakakku, mengapa aku diusir? Lalu aku dibawa ke sebuah rumah, badanku sakit semua … aku diusir lagi … lalu aku seperti mimpi ketika melihat Bapak. Lalu tiba-tiba aku di sini.”
Pak Misdi mengangguk-angguk. Tidak semua diceritakan jelas, tapi ada rentetan perjalanan yang diingatnya ketika ia bertemu dengannya, lalu pingsan bersama.
“Sebenarnya ada apa?” tanya Srining yang tidak mengerti apa-apa.
“Diawali sebuah kecelakaan, dia gegar otak, tapi pengobatan terhenti gara-gara dia diculik, entah untuk apa. Seperti yang dia ceritakan tadi, akhirnya kami dipertemukan, saya kelelahan, Misnah lelah dan sakit, jadi dua-duanya pingsan. Polisi menemukannya dan membawa kami ke rumah sakit ini. Tapi aku sudah lebih dulu pulih karena aku kan tidak sakit apa-apa kecuali hanya lelah.
“Ini semua gara-gara Jarot? Tadi kamu bilang itu kan Mas?”
“Bukan … namanya Rizki,” sela Misnah.
“Misnah, ternyata Rizki adalah anak bapak. Dia ini ibunya. Nama aslinya Jarot.”
“Apa? Rizki itu Jarot? Maaf ya Pak, aku selalu memaki-maki dia,” kata Misnah penuh penyesalan.
Pak Misdi menepuk-nepuk bahunya.
“Mengapa minta maaf? Memang dia jahat.”
“Tapi kan dia anak Bapak?”
"Biarpun anak, kalau dia jahat ya harus dikatakan jahat. Sekarang ini dia sudah ditangkap polisi,” kata pak Misdi, wajahnya muram.
“Ditangkap polisi? Ya ampun Pak, pasti Bapak dan Ibu ini sedih sekali,” kata Misnah tulus.
“Sedih karena anak itu banyak melakukan kejahatan, padahal hidupnya kan sudah nyaman. Jadi anak angkat keluarga terpandang, kaya raya pula. Tapi dia telah salah jalan.”
Srining mengusap air matanya.
“Maaf ya Bu.”
“Tidak usah minta maaf, memang dia telah melakukan hal-hal buruk. Semoga semuanya bisa menjadi pelajaran, sehingga bisa berjalan lebih baik nantinya,” kata Srining berusaha tabah.
“Baiklah Nduk, kita siap-siap sekarang, tadi dokter mengijinkan kita boleh pulang hari ini.”
“Senang sekali Pak, aku masih punya perhitungan dengan perusahaan roti, aku punya uang kan, nanti harus aku bayar.”
“Kamu beli roti dan belum kamu bayar?”
“Bukan Bu, saya setiap pulang sekolah selalu mengambil dagangan roti, lalu saya jual. Hasilnya untuk bayar sekolah.”
“Anak baik, nanti kalau urusan ibu selesai, kita akan berdagang bersama-sama. Tapi kita pikirkan nanti, sekarang masih banyak urusan,” kata Srining yang tampaknya berharap bisa rujuk kembali dengan pak Misdi.
***
Ketika Srining pulang ke rumah, ia terkejut melihat wanita yang dilihatnya di kantor Sartono, berada di sana. Bukannya takut ditegur istrinya, Sartono malah memarahi Srining dengan kasar.
“Bagus, kamu masih ingat pulang, setelah dua hari tidak pulang ke rumah.”
“Dan karena itu lalu kamu membawa perempuan itu ke rumah ini?”
“Ya, dia harus tahu keadaan rumah yang kelak dia juga ikut tinggal di dalamnya,” kata Sartono tanpa beban.
“Baiklah, tidak apa-apa, tapi ada apa dengan kamarku? Mengapa berantakan begini?”
“Itu barang-barang kamu, sudah aku keluarkan dari dalam almari, jadi kalau kamu pergi sewaktu-waktu, tidak usah repot mencari-cari mana yang harus kamu bawa.”
“Bagus kalau begitu, aku mau pergi sekarang juga.”
“Kamu membuat aku senang. Semakin cepat semakin baik. Oh ya, ini gaji kamu bulan ini. Hanya separo, soalnya kamu kan tidak harus belanja untuk makan sebulan ke depan. Pakai saja uang itu untuk ongkos kamu pulang ke rumah bekas suami kamu, atau menyewa kamar, atau entahlah, terserah kamu.”
Srining terpaksa menerima amplop yang setengah dilemparkan ke arahnya. Kecuali itu memang haknya, ia juga memerlukan uang untuk menata hidup selanjutnya.
Ia tak sedikitpun menyesal. Suaminya bukan orang yang benar-benar bisa melindungi hidupnya, bahkan tega menyakitinya. Sekarang Srining tahu, bahwa akhirnya Misdilah laki-laki terbaik yang telah disia-siakannya, lalu ia berjanji akan menebusnya kelak.
“Hari ini aku sudah mengurus perceraian kita. Tidak usah datang kalau dapat undangan, agar prosesnya lebih cepat selesai,” kata Sartono enteng, sambil merangkul calon istri barunya yang hanya tersenyum-senyum, tanpa menanggapi.
Srining melanjutkan mengumpulkan barang-barangnya, karena tak ada kopor yang besar, ia membungkusnya dengan taplak. Srining tak peduli pantas atau tidak dia membawanya, yang penting dia pergi dari rumah itu, lalu memanggil becak. Ia sudah tahu di mana rumah sewa pak Misdi, tak perlu malu seandainya dia datang dan mohon tinggal di sana sehari dua hari, sebelum ia mendapatkan rumah sewa yang lain. Ia tahu, tak pantas dia menginap di rumah pak Misdi sementara dia bukan apa-apanya. Tapi keadaan memaksa, kalau perlu dia mau tidur di emperan seandainya memang tak pantas.
***
Citra mau berangkat kuliah, setelah tiga hari Rizki tak datang. Ia tahu Rizki dalam masalah besar, dan dia tak mau diikut-ikutkan. Ketika dia ke kamar untuk mengambil tas kuliahnya, ayahnya berteriak.
“Citra, ada yang mencarimu,” teriaknya tanpa menengok ke luar kecuali hanya terdengar suara permisi, dan menyebut nama Citra.
Citra bergegas keluar, dan betapa terkejutnya ketika dua orang polisi berdiri di tengah pintu.
Citra ingin menutup kembali pintunya, tapi polisi itu menahannya.
“Saya mencari saudari Citra Lestari.”
“Ada apa ya?” tiba-tiba ayahnya muncul di belakangnya.
“Saudari Citra Lestari, dia kan?”
“Bukan … bukan,” Citra menggoyang-goyangkan tangannya.
“Ada apa ini? Dia Citra Lestari, anak saya.”
“Bapaaak!” Cintra memprotes.
“Saya mendapat perintah menangkap saudari Citra atas tuduhan penipuan dan kejahatan lainnya.”
“Apa? Apa yang dilakukan anakku?”
“Tidak, aku tidak melakukan apa-apa. Bapak-bapak ini salah orang.”
“Nanti saudari bisa menerangkannya di kantor, sekarang harus ikut saya.”
Citra meronta-ronta, tapi polisi lebih kuat. Dia memborgol kedua tangannya lalu menaikkannya ke dalam mobil tahanan.
Sang ayah menatapnya, sayup dan semakin menjauh terdengar suara Citra yang berteriak-teriak.
“Aku difitnah! Ini kesalahan, aku difitnah!!”
Lalu suara itu tak terdengar lagi, bersamaan dengan menghilangnya mobil polisi dari halaman rumahnya.
“Benar, pasti ada yang memfitnah Citra,” gumamnya lirih, tapi dalam hati terasa perih.
“Anakku melakukan apa? Penipuan apa? Dia tak pernah pergi ke mana-mana. Kalau pergi paling-paling dengan Rizki, yang katanya anak orang kaya itu. Jangan-jangan Rizki yang membuat anakku terlibat dalam sebuah kejahatan,” ia bergumam tak henti-hentinya, kemudian bersiap menyusul ke kantor polisi.
“Aku harus mendampinginya, kasihan dia,” gumamnya sambil bersiap-siap.
***
Pak Hasbi sudah siuman. Dewi selalu mendampinginya. Ia bersyukur sang kakek bisa tertolong, sementara ketika dibawa ke rumah sakit keadaannya sudah seperti sangat parah.
Kejadian itu sudah dilaporkannya pada polisi, dan semua barang bukti berupa sisa kapsul yang diminum pak Hasbi sudah diperiksa dan siap dijadikan barang bukti.
Pak Hasbi membuka matanya, dan tersenyum melihat Dewi ada di dekatnya.
“Aku jatuh sakit lagi?”
“Iya, tapi Kakek sudah sehat.”
“Tapi aku masih merasa pusing, terkadang kepala seperti berputar-putar.”
“Itu karena masih sedikit sakit.”
“Katamu sehat, tapi ada sedikit sakit?”
“Pokoknya Kakek selamat, tinggal memulihkan kesehatan Kakek.”
“Apakah kapsul-kapsul itu ternyata membuatku hampir celaka? Aku sudah bilang, obat dari pak Mantri lebih bagus,” katanya walau suaranya masih terdengar pelan.
“Bukan obat dari dokter itu yang salah. Tapi ada yang menggantinya, entah siapa, masih dalam penyelidikan.”
“Apa ada orang yang akan membunuhku? Apa salahku? Apa itu perbuatan Rizki?”
“Kakek orang baik. Mana bisa berbuat salah? Sekarang jangan memikirkan apapun, yang penting Kakek segera sehat dan pulih.”
“Aku ingat pak Misdi. Apa Misnah sudah sembuh?”
“Kabarnya hari ini sudah boleh pulang. Mas Listyo yang mengurusnya.”
“Mengapa kamu tidak menjemputnya?”
“Saya kan menemani Kakek?”
“Maksudku, kalau kamu menjemputnya, langsung saja kamu bawa dia ke rumahku. Dia harus kembali ke sana.”
“Itu mudah, nanti Dewi jemput pak Misdi dan Misnah ke rumahnya.”
“Apa kamu tahu di mana dia tinggal?”
“Ya tahu dong Kek, pak Misdi sudah bercerita banyak.”
“Pokoknya aku minta diantar ke rumahku langsung. Suruh simbok membersihkan kamarnya.”
“Baiklah, Dewi akan mengabari mas Listyo sekarang.”
***
“Pak Misdi sudah aku antar ke rumahnya. Baru saja sampai.” kata Listyo ketika ditelpon Dewi.
“Tolong jemput dia. Kakek minta pak Misdi dan Misnah kembali ke rumah kakek.”
“Oh, baiklah.”
Listyo memang mengantarkan pak Misdi dan Misnah pulang, tapi setelah mendapat telpon dari Dewi, Listyo kembali menemui pak Misdi, dan memintanya agar mengikutinya.
“Mas Listyo mau membawa kami ke mana?”
“Ikut saja, ini perintah pak Hasbi.”
“Apa tuan Hasbi masih marah pada kita, Pak?” tanya Misnah khawatir.
“Tidak, pak Hasbi tidak marah, pokoknya ayo ngikut saja, ini pak Hasbi yang minta."
Karena Listyo memaksa, pak Misdi dan Misnah kembali masuk ke dalam mobil Listyo yang kemudian membawanya pergi sesuai permintaan Dewi.
***
Tapi baru saja mobil Listyo meluncur, sebuah becak yang ditumpangi seorang wanita berhenti di pondok kecil itu. Dia adalah Srining, yang membawa sebuah barang berbungkus taplak atau seprei. Ia turun begitu saja, dan langsung mendekati rumah kecil itu.
“Kelihatannya mas Misdi belum pulang?” gumam Srining.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~37 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
πͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung eLTe'eLKa_37
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
πͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»π
Alhamdulillah eLTeeLK_37 sdh tayang. Mohon maaf jika ada bbrp yang salah ketik ... Bu Tien sedang kurang enak badan
ReplyDeleteMohon doa nya.
Alhamdulilah matur nuwun mbakyu TienKumalasari sayang, episode teranyar sudah muncul, salam sehat dari Cibubur inggih
ReplyDeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 37 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 37 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Terima ksih bundaqu cerbungnya..sht2 sll ya bunda..slmr mlm dan slmt isyrhatππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, alhamdulillah Kakek Hasbi bs selamat.
ReplyDeleteSemoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.
Hamdallah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Apa sudah mendekati tamat ya.. Yang jahat sudah ditangkap, yang sakit sudah sembuh, yang bercerai hampir rujuk.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 37 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAlhamdulillaah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin π€²
Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..37...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Asyik....pa Misdi dan Misnah...kembali akan menempati rumah mewah nya kakek Hasbi.
Sementara Srining tinggal di rumah kontrakan nya pa Misdi yang sempit
Kalau..Rizki dan Citra menempati rumah Prodeo..
ππ
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteSelamat ya Citra,,kamu meraih piala π Citra Krn telah memerankan perempuan sadis untuk membunuh kakek Hasbi.... untuk sementara waktu kamu tinggal di hotel prodeo dulu yaππ€
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteWaduh, kok tlisipan Srining dengan pak Misdi? Hehe...tidak semudah itu untuk rujuk lah bu Srining. Wkwk...π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat selalu.ππ»