MAWAR HITAM 48
{Tien Kumalasari}
Melihat majikannya kelihatan bingung, simbok mendekat.
“Tuan, saya tadi kan bercerita banyak pada Tuan, tentang apa yang pernah Tuan lakukan kepada seorang gadis. Apa Tuan lupa?”
“Kamu tadi bercerita tentang aku, yang pada suatu pagi melihat seorang gadis terluka dipinggir jalan.”
“Ya Tuan. Apa Tuan lupa bahwa Tuan melakukan suatu perbuatan mulia, dengan menolong gadis itu, membawanya pulang, lalu Tuan memanggil pak Mantri?”
“Sebentar, aku kok lupa-lupa ingat.”
“Karena Tuan lupa-lupa ingat, maka saya ingatkan.”
“Gadis yang Tuan tolong itu, ya dia ini. Yang cantik dan baik hati, yang selalu menyenangkan hati Tuan.”
“Kamu, gadis itu?” tanyanya sambil menatap Dewi dengan tatapan tajam.
“Dan kakek memanggil aku Bening.”
“Masa aku lupa pada cucuku sendiri. Kamu sama sekali tidak mirip Bening.”
“Benar Tuan. Non Dewi ini sebenarnya tidak mirip non Bening. Tapi Tuan tetap saja memanggilnya Bening. Sejak awal dia mengatakan kalau namanya Dewi, tapi Tuan memaksakan kehendak. Tuan selalu menganggap bahwa non Dewi ini adalah non Bening.”
Pak Hasbi masih menatap Dewi tak berkedip.
“Aku melakukan itu? Padahal gadis ini tidak mirip Bening. Ya kan Mbok?”
“Benar Tuan. Sama-sama cantik tapi tidak mirip satu sama lain.”
“Dia gadis baik,” gumam pak Hasbi.
“Dan non Dewi ini sangat menyayangi Tuan. Selama Tuan sakit, Non Dewi datang kemari setiap pagi dan siang, untuk menyuapi Tuan makan, mengambilkan minum, dan bercerita banyak pada Tuan.”
“Tapi kemarin ketika datang, dia mengatakan bahwa namanya Bening. Mengapa dia berbohong?”
“Karena selama ini Kakek selalu memanggilku Bening. Aku pikir Kakek masih menganggapku Bening, jadi aku mengatakan kalau aku adalah Bening. Tapi aku senang Kakek sudah ingat bahwa Bening sudah tidak ada. Hanya saja aku sedih karena Kakek melupakan aku.”
“Aku tidak lupa, hanya lupa-lupa ingat. Wajah yang tidak asing, tapi aku belum sepenuhnya ingat dari aku menolong kamu, sampai kemudian aku terbaring di sini. Sebenarnya kenapa aku ini? Mengapa aku terluka?”
“Ada suatu peristiwa, dimana Kakek sedang menemui aku, ketika aku bertemu dengan kedua orang tuaku di kampus. Kakek dan ayahku berseteru, karena kakek mengatakan bahwa aku adalah Bening, lalu mengajak aku pulang, sedangkan ayahku merasa tak ingin kehilangan aku.”
“Apa aku berantem?”
“Kakek menarik aku, lalu ayahku mendorong kakek.”
“Lalu aku terjatuh?”
“Kakek tidak sadar, kami membawanya ke rumah sakit. Ayahku menyesal telah membuat kakek sakit. Maafkan ya Kek. Pada suatu hari nanti ayahku akan menemui Kakek untuk meminta maaf.”
Pak Hasbi memijit-mijit kepalanya.
“Kakek kenapa? Pusing ya? Biar aku yang memijit,” kata Dewi yang langsung memijit kepala kakek.
“Siapa dia?” tanya pak Hasbi ketika melihat Satria, berdiri diam agak jauh dari Dewi yang berdiri di seberangnya.
“Dia Satria, calon suami aku.”
“Calon suami kamu?”
“Aku jadi ingat Bening. Dulu aku ingin menjodohkan Bening dengan anak sahabatku. Dia pengusaha yang sukses, tapi kemudian bangkrut. Nama anak itu Andra.”
“Andra?”
Satria terkejut.
“Tapi karena waktu itu Bening masih SMA, dia tidak mau menikah. Aku dengar Andra kemudian menikah dengan anak seorang pengusaha besar, namanya pak Sunu, anak gadisnya bernama Andira. Dari pak Sunu itu kemudian Andra menjadi menantu dan kepercayaannya. Lalu entahlah, aku sudah kehilangan orang-orang yang aku cintai, tidak ingin melakukan apa-apa lagi,” kata pak Hasbi sendu.
Dewi saling pandang dengan Satria. Pastilah Satria mengenal semuanya.
“Kakek, sekarang ini, Satria bekerja di perusahaan milik pak Sunu,” kata Dewi yang pastinya sudah tahu semuanya. Hanya saja Dewi belum tahu kalau Andra sedang terkena masalah sehingga pak Sunu memecatnya.
“Benarkah? Ya sudah, aku agak pusing karena mengingat-ingat, aku mau tidur dulu.”
“Kakek beristirahat saja dulu, saya dan Satria mau pulang. Besok saya kemari lagi.”
“Pulang? Kamu kan belum menyuapi aku?”
Dewi tertegun.
“Eh, bukan menyuapi, aku hanya ingin minum.”
Dewi tersenyum, ia segera mengambil gelas di atas meja, lalu mengambil sedotan, sehingga pak Hasbi dengan mudah meminumnya.
“Bening,” bisiknya setelah minum, dengan wajah menengadah ke atas. Ada yang diingatnya, ada juga yang dilupakannya.
***
Satria mengantarkan Dewi dengan sepeda motornya. Mereka mampir ke sebuah warung wedang ronde, karena hari sudah sore.
Mereka duduk saling berhadapan, menekan kerinduan yang menyesak. Mereka berhadapan, hanya mata mereka yang bicara.
“Pengalaman kamu luar biasa. Aku tak bisa membayangkan, kalau akhirnya bisa bertemu dalam suasana yang sangat aneh.”
“Aneh, menurutmu?”
“Aneh, karena kita bertemu, saling tatap, tapi tak bisa saling bicara dan melepaskan rasa kangen, gara-gara pak tua itu. Tapi akhirnya aku bisa bernapas lega karena semuanya telah berlalu.”
“Ini semua gara-gara Sinah tergila-gila sama kamu,” kata Dewi sambil menyendok bulatan ronde berisi kacang dicampur gula jawa.
“Aku menyesal. Bukan hanya kamu yang terkena imbasnya, tapi juga pak Andra. Sekarang dia masih ada di rumah sakit, dan dia dipecat oleh ayah mertuanya sendiri.”
“Dipecat?”
“Sebuah cerita yang sangat sulit dibayangkan. Apa kamu tahu, mengapa Sinah kemudian menjadi pengusaha rumah makan lalu menjadi kaya?”
“Itu yang ingin aku tanyakan, entah kepada siapa. Aku tidak percaya Sinah menjadi kaya, dan bisa bertindak sejahat itu.”
Lalu secara singkat Satria menceritakan semuanya, karena sejak awal Andra memang berterus terang kepadanya.
“Gitu ya? Yang aku heran, mengapa yang namanya Andra itu begitu menuruti kemauan Sinah? Bahkan yang tidak masuk akal sekalipun.”
“Ancamannya adalah kalau pak Andra tidak mau menuruti kemauannya, maka Sinah yang sudah beralih nama menjadi Mawar, mengancam akan melaporkan kejadian malam itu kepada keluarga bu Andira.”
“Bu Andira juga tidak tahu?”
"Tidak. Pak Andra takut di depak dari kedudukannya di perusahaan pak Sunu, dan takut diceraikan dengan istrinya yang sangat dicintai. Tapi karena Sinah sudah bertindak sangat keterlaluan, saat bertemu pak Sunu dia sendiri kemudian berterus terang.”
“Mengatakan tentang hubungannya dengan Sinah?”
“Ya, hari itu juga pak Sunu memecatnya, dan menyuruhnya bercerai dengan istrinya.”
“Kasihan, padahal sebenarnya pak Andra juga adalah korban. Tapi saat kejadian kan dalam keadaan mabuk?”
“Ya, sudahlah, tapi sebenarnya pak Sunu ingin menariknya kembali ke perusahaan, hanya saja pak Andra kelihatannya tidak mau.”
“Mungkin malu, terlanjut dipecat. Sekarang pak Andra masih sakit?”
“Ya, nanti malam setelah istirahat sebentar, aku mau membezoeknya. Dia terluka, juga karena anak buah Sinah. Jadi terkadang aku merasa bahwa semua kejadian ini sumbernya adalah aku,” kata Satria penuh sesal.
“Ya sudah, tidak perlu disesali Sat, bukankah apa yang kita lewati ini adalah sebuah perjalanan? Sedangkan orang berjalan saja kadang juga tersandung, kadang terjatuh, kadang terluka. Ya kan? Bahwa kemudian kita bisa melewatinya, kita harus mensyukurinya.”
“Sejak kapan calon istriku bisa berkata bijak seperti ini?”
“Aku adalah bagian dari kehidupan ini Sat. Aku juga sedang berjalan, melintasi padang, melintasi belantara, mengarungi lautan, mendaki gunung menuruni lembah yang curam.”
“Tapi percayalah bahwa pada suatu hari kita akan sampai di sebuah muara yang semoga penuh dengan keindahan.”
“Aamiin.”
“Kalau sudah selesai, kita pulang. Hari sudah sore, nanti malam aku mau membezoek pak Andra, semoga saja keadaannya sudah lebih baik.”
“Aku mau ikut, boleh?”
“Aku tahu mengapa kamu ingin ikut. Kamu ingin melihat pak Andra, yang katanya pernah dijodohkan dengan Bening kan?”
Dewi terkekeh lucu. Banyak yang aneh di dunia ini.
***
Saraswati sedang berada di kamar mbok Manis, yang sudah beberapa hari terbaring sakit. Saraswati tahu, mbok Manis terlalu sedih memikirkan anaknya. Ya memikirkan kejahatan yang dilakukannya, ya memikirkan hukuman yang akan dijalaninya.
“Mbok, makanlah. Kalau kamu tidak makan, tidak bisa segera sembuh.”
“Tidak bisa menelan makanan, Den Ayu. Hati simbok ini seperti sudah hancur berkeping-keping.”
“Dulu ketika aku sedang bersedih, kamu pernah bilang, bahwa manusia itu sekedar menjalani. Baik suka maupun duka, itu merupakan jalan hidup yang harus dilewati. Mengapa kamu sendiri seperti ini?”
“Ternyata semuanya tidak semudah kata-kata.”
“Apa kamu tahu, Sinah sudah ketemu.”
“Ya, yu Randu sudah mengatakannya. Apa bedanya semua itu bagi saya? Sinah tetap akan dihukum, dan sekarang pasti akan lebih berat karena dia nekat kabur dari tahanan.”
“Kita doakan ya Mbok, semoga semuanya baik-baik saja.”
Mbok Manis tak menjawab. Matanya menerawang menatap langit-langit. Tak ada air mata menetes, yang barangkali sudah kering karena sehari-hari hanya menangis yang dilakukannya.
“Kamu ingin menemuinya Mbok?”
“Tidak Den Ayu. Kalau saya ketemu, hati saya hanya akan bertambah hancur.”
“Siapa tahu dengan pertemuan itu, hati simbok merasa lega, dan Sinah juga merasa bahwa ada orang tuanya yang memperhatikan dia.”
“Entahlah, apakah pertemuan itu bisa membuat saya lega, atau justru membuat saya bertambah hancur.”
“Simbok adalah seorang ibu. Seorang ibu memiliki kekuatan yang tak ada duanya. Ia sanggup merasa sakit, sanggup menderita, demi anak yang dilahirkannya. Kekuatan seorang anak juga ada pada ibunya. Kalau keadaan simbok sudah lebih baik, tengoklah dia.”
Mbok Manis tidak menjawab. Dia tidak menggeleng, tidak pula mengangguk. Ketika menyadari bahwa Sinah tidak mematuhi pesannya, ia merasa bahwa Sinah sudah meninggalkannya.
***
Andra masih berada di rumah sakit, tapi besok pagi ia ingin pulang. Ia merasa bahwa istirahat di rumah lebih nyaman daripada di rumah sakit. Lagi pula semakin lama di rumah sakit, biayanya akan semakin membengkak. Andra bertekad akan mempergunakan sisa uangnya untuk berusaha. Hidup harus berlanjut, dan hidup perlu biaya. Untuk makan, berpakaian, dan masih banyak kebutuhan lainnya. Apalagi kalau Andira tetap ingin selalu bersamanya. Walau begitu Andra masih ragu. Sang istri yang terbiasa hidup mewah, apakah bersedia hidup serba kekurangan bersamanya?
“Mengapa Mas selalu meragukan aku? Aku mencintaimu, dan aku akan selalu bersamamu.”
“Dalam suka maupun duka?”
“Dalam suka maupun duka, dalam sedih atau bahagia.”
“Baiklah. Aku akan mencoba mencari kotrakan untuk rumah kita setelah keluar dari rumah sakit.”
“Mengapa harus ngontrak? Mas kan punya rumah.”
“Rumah itu dibeli dengan uang perusahaan, aku tidak mau memakainya.”
“Tapi untuk apa Mas, rumah itu kosong. Tidak terpakai.”
“Aku akan memulai hidup ini dari nol.”
“Selamat malam,” sebuah sapa membuat keduanya menoleh ke arah datangnya suara. Satria datang bersama Dewi.
“Sat, apa kabar?”
“Saya baik. Bagaimana dengan pak Andra?”
“Saya sudah sehat, besok saya sudah siap keluar dari rumah sakit. Oh ya, kenalkan, ini istriku, Andira.”
Mereka saling bersalaman, demikian juga Dewi.
“Ini Dewi,” kata Satria.
“Sudah sering mendengar namanya, tapi baru sekarang bertemu.”
“Senang bertemu dengan pak Andra dan bu Andira,” kata Dewi ramah.
“Saya juga senang bertemu kalian. Oh ya Mas, aku ada usul, bagaimana kalau rumah yang tadi kita bicarakan, biar dipakai mas Satria ini? Nanti kalau mereka sudah menikah juga butuh rumah kan?” kata Andira kemudian kepada suaminya. Ia sudah tahu tentang Dewi dan Satria karena Andra pernah menceritakannya.
“Usul yang bagus. Bagaimana Sat? Rumah itu kosong, aku tidak mau lagi tinggal di sana.”
“Wah, jangan Pak, saya sudah nyaman tinggal di rumah kontrakan saya.”
“Kamu kan manager, harus punya rumah yang pantas dong. Tuh, Andira sudah mengijinkan.”
“Iya, mau ya? Besok kalian boleh melihat-lihat. Perkakasnya sudah lengkap. Kalau ada yang kurang, bilang saja,” sambung Andira.
“Masalah itu nanti saya pikirkan dulu.”
“Begini Sat, kamu pindah ke rumah itu, aku gantian pindah di rumah kostmu.”
“Apa?” Satria dan Dewi terkejut.
***
Hari itu karena dipaksa, Mbok Manis mau menjenguk Sinah di rumah tahanan, lagi-lagi diantar mbok Randu. Tapi ia kembali tak bisa menemuinya. Kecuali Sinah tak boleh dijenguk, saat itu Sinah berada di rumah sakit.
“Di rumah sakit? Kenapa?”
“Kemarin dia perdarahan, karena ternyata dia hamil.”
“Apa?”
“Lagipula luka-luka di tubuhnya infeksi karena tidak mendapat penanganan ketika dia kabur.”
Mbok Manis terduduk lemas.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien π
ReplyDeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *MAWAR HITAM 48* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 48 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Alhamdulillah MAWAR HITAM~48 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA..π€²
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....
ReplyDeleteAlhamdulillah Mawar Hitam sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam ep 48" sampun tayang . Semoga bu Tien selalu sehat demikian pula pak Tom dan amancu... salam hangat dan aduhai aduhai bun ππ©·π©·
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah πππ¦
Cerbung eMHa_48
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€². Salam serojaπ
ππππππππ
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteTambah seru banget ceritanya, gemes dg Sinah,,lah sekarang hamil... apakah akan bertahan hidup ...trs anak nya diasuh Andra & Andira,,, penasaran
Subhanallaah,
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, eMHa_48 sudah tayang, matur nuwun Bu Tien. Semoga bu Tien sehat, bahagia dan sejahtera selalu.
ReplyDeleteKakek Hasbi sdh sadar, Andra besuk sudah boleh pulang....
Tapi ngajak tukaran rumah dinas/jabatan dengan kontrakan Satria......
Mau ngga ya Satria???
Sugeng dalu sugeng aso salira.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillaah Mawar Hitam - 48 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, senoga sehst dab bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiinπ€²
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tin
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 48..sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.
Weleh...weleh.. krn halim, Sinah bisa berulah lagi nih...
Andra yang pertama kali memaksa nya ber -indehoi-..ππ
Slmt hari mibggu bunda..terima ksih MH 48 nya..slm sehat sll uno bunda sekeluargaππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteWah, apakah kisah ini sudah hampir tiba di penghujung cerita? Apakah Sinah di "benang merah" malapetaka selama ini akan di"tamat"kan riwayatnya, sehingga berakhir bahagia semuanya? M....π€π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat & bahagia.ππ»ππ»ππ»
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete