Friday, August 8, 2025

MAWAR HITAM 35

 MAWAR HITAM  35

(Tien Kumalasari)

 

Satria saling pandang dengan Listyo, ketika polisi menggeledah rumah kecil itu.

Disebuah kamar, ada yang masih berbau obat-obatan. Ada darah mengering yang tercecer di lantai. Disekitarnya penuh barang dengan letak yang tidak beraturan. Benar-benar rumah yang kumuh karena tidak terawat.

“Mereka sudah pergi. Apa penculik itu membawa mobil?”

“Entahlah, saya akan mencoba menghubungi pak Andra lagi,” kata Satria.

Tapi nomor kontak Andra mati.

“Mengapa pak Andra mematikan ponselnya?”

“Saya khawatir, pak Andra dicelakai oleh mereka, karena memberi informasi kepada Satria,” gumam Listyo.

Polisi itu mengiyakan.

Mobil Listyo dan mobil polisi keluar dari halaman, mengikuti arah mobil yang keluar dari halaman rumah Bagus.

Tapi beberapa puluh meter setelahnya, mereka berhenti karena melihat sesuatu yang mencurigakan.

Mereka turun, melihat pentungan kayu memanjang memalang, ketika diamati, ada bekas darah di ujung pentungan itu. Ada jejak sesuatu diseret. Orang? Pikir mereka.

“Apa yang kamu pikirkan Sat?” tanya Listyo kepada Satria.

“Pak Andra sedang berteduh di rumah itu, lalu mencurigai sesuatu. Mereka juga menyebut nama Mawar. Lalu saya mendapat pesan singkat. Pak Andra melarang saya menghubunginya, khawatir dicurigai.

“Jangan-jangan mereka memang curiga sehingga pak Andra dicelakai.”

“Ya Tuhan ….” Satria mengeluh sedih. Benarkah semua itu karena dirinya?

Polisi tak berhenti sampai disitu. Jejak ban mobil itu diikutinya. Kebetulan hujan sudah reda, dan hanya ada satu jejak mobil yang melintas, entah ke mana.

Disebuah jalan besar, mereka tak lagi bisa mengikuti. Jalanan beraspal dan basah. Entah mobil itu mengarah ke kiri atau ke kanan, mereka bingung. Tapi mobil polisi itu memilih bergerak ke kanan, sedangkan mobil Listyo ke kiri.

“Mengapa kita tidak mengikuti mobil polisi itu saja Pak?” tanya Satria.

“Kita tidak tahu persisnya mereka ke mana. Polisi ke sana, lebih baik kita ke arah ini,” jawab Listyo, dan itu ada benarnya. Hati Satria sangat kacau, ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Dewi, dan juga pak Andra.

Sejauh Listyo membawa mobilnya, belum ada tanda-tanda ia melihat bayangan mobil yang dicarinya. Satria sudah pernah melihat mobil Sinah, kalau memang nanti ketemu, ia sudah merasa yakin kalau itu adalah mobil Sinah. Tapi mereka belum menemukan apa yang dicarinya.

“Sebenarnya pak Andra mau ke mana? Sepertinya tak membawa mobil. Dan sepertinya ia menemui celaka."

Satria mengumpat kesal. Sinah adalah orang tidak berpendidikan, tapi sangat licik dan culas. Ia selalu tahu apa yang harus diperbuatnya.

***

Malam itu telpon di ruangan satpam di kantor Andra berdering. Satpam yang berjaga segera mengangkatnya.

“Hallo, selamat malam.”

“Selamat malam, apakah ini kantor perusahaan Andra Kusuma?”

“Ya, benar. Ada apa ya?”

“Kami dari kepolisian. Ada orang menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan di jalan. Kami menemukan kartu nama dan nomor telpon perusahaan ini.”

“Siapa?”

“Sepertinya ia pak Andra, mohon dihubungkan dengan keluarganya, sekarang dia dirawat di rumah sakit umum pusat.”

“Oh, baiklah, baik, terima kasih. Saya akan menelpon keluarganya.”

Satpam itu mengangkat telponnya dengan panik.

***

Malam itu, ditengah hujan deras, Bagus menelpon Sinah. Ia mengatakan bahwa Dewi dibawa ke rumahnya yang kosong, yang sudah lama tidak ditinggali. Lalu Bagus mengatakan bahwa ada orang yang tiba-tiba minta tumpangan untuk berteduh, tapi Bagus curiga orang itu adalah mata-mata. Semenjak bergaul dengan Sinah, tak pernah sekalipun Bagus melihat laki-laki yang katanya suami Mawar. Karena itulah dia tidak mengenali siapa yang datang menumpang. Ia hanya merasa curiga. Bukankah orang yang melakukan kesalahan selalu mencurigai apapun yang tampaknya kurang jelas? Itu sebabnya ia meminta ‘Mawar’ segera datang, lalu membawanya pergi.

Sinah terkejut ketika ia melihat sosok yang terkulai di dalam mobilnya adalah Andra, bekas suami sirinya.

Bagus dibantu anak buahnya yang disuruhnya datang, telah menghajar Andra yang dicurigai adalah mata-mata polisi, lalu menyeretnya masuk ke dalam mobil Sinah yang sudah berhasil membawa tawanannya untuk pergi dari tempat itu.

“Aku mengenali dia. Dia pak Andra, bekas suami aku. Mengapa kalian memukulinya seperti ini?”

“Aku curiga, dia polisi yang menyamar. Aku yakin, ketika dia minta ijin untuk masuk ke dalam dengan alasan ingin ke kamar mandi, hanyalah alasan untuk menyelidiki terjadinya penculikan itu. Ketika dia di kamar mandi, Dewi ngomong yang pasti  mata-mata itu mendengarnya. Maka aku minta teman-temanku datang. Aku suruh dia menghajarnya dan membuatnya tak berdaya.”

“Dia itu direktur utama semua perusahaan besar. Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa menumpang di rumah kamu dalam keadaan kehujanan. Tapi aku yakin dia bukan mata-mata. Dia itu tak tahu apa-apa,” omel Sinah.

“Kita ke rumah sakit dulu. Kamu turun dan bawa dia masuk, katakan kamu menemukannya tergeletak di jalan, lalu tinggalkan saja dia,” perintah Sinah.

Dan Sinah membawa mobilnya memasuki halaman sebuah rumah sakit.

Bagus dan salah seorang temannya membawa Andra yang tak sadarkan diri ke IGD, pura-pura tidak tahu, lalu meninggalkannya begitu saja.

***

Sementara itu Dewi terkulai lemas, badannya panas, dan dia menggigil. Di sebelahnya, dia melihat wanita yang dikenalnya sebagai Sinah. Benar, dia adalah Sinah. Mengapa Sinah begitu bergaya, bisa setir mobil? Berpakaian bagus? Apa yang dilakukannya? Pikir Dewi dalam keadaan setengah sadar. Ia tahu bahwa sedang berada di dalam mobil yang berjalan sangat cepat, ia tak tahu akan dibawa ke mana.

“Si … nah?”

“Hei, jangan sembarangan. Aku Mawar, bukan Sinah.”

“Mau kamu bawa ke mana aku? Apa salahku? Bawa aku pulang..”

Sinah terkekeh …

“Untuk membuat orang celaka, memang harus ada alasannya. Alasannya adalah, aku benci kamu …”

“Kalau begitu kamu mengenal aku, kalau tidak kenal bagaimana bisa benci?”

“Karena kamu merebut kekasihku.”

“Apa maksudmu?”

“Lebih baik kamu diam. Toh kamu tidak berdaya, kedua tanganmu terikat, dan kamu luka parah.”

“Mau kau bawa ke mana aku? Aku tidak merebut siapa-siapa.”

“Kamu merebut Satria, Satria itu milikku. Kamu anak seorang priyayi, Satria orang kebanyakan, seperti juga aku, jadi pantasnya dia sama aku, bukan sama kamu.”

Tiba-tiba terbersit dalam pikiran Dewi, orang yang mengaku Mawar ini memang Sinah adanya. Walau penampilannya tak terbayangkan sebagai Sinah, tapi ucapannya, ungkapannya adalah Sinah.

“Kamu Sinah bukan?”

Sinah yang sedang menyetir mobil menoleh ke arahnya. Wanita bekas bendoronya ini walau berbicara dengan sangat lemah, tapi ucapannya menunjukkan bahwa dia bukan wanita bodoh. Tentu saja, karena Sinah berkata-kata seperti membuka jati dirinya sendiri.

Sinah terkekeh agak lama, tak terasa bulu kuduk Dewi merinding. Ia menahan sakit di sekujur tubuhnya, dan semakin menggigil.

“Tolong pulangkan aku … aku bayar berapa yang kamu minta…”

“Oh ya? Aku tahu lah, kamu pasti bisa membayarnya, karena orang tuamu priyayi yang kaya raya. Tapi aku sendiri sudah kaya, aku tidak butuh uang.”

“Lalu apa maksudmu dengan semua ini?”

“Aku minta kamu lepaskan Satria.”

“Aku … belum menjadi apa-apanya, kalau Satria mau, ambil saja. Dia bukan milik aku.”

“Oh ya? Tapi karena Satria tampaknya tidak mau dan tidak suka aku, maka Satria juga tidak boleh memiliki kamu.”

“Apa … maksudmu?”

“Matilah kamu,” katanya enteng.

Rasa dingin semakin menggigit, dan tampaknya tak akan ada lagi harapan bagi Dewi untuk hidup. Kemudian dia terkulai, dan tak ingat apa-apa lagi.

"Mawar, kalau dia mati, aku tak mau ikutan,” tiba-tiba kata Bagus dari arah belakang.

“Apa maksudmu? Kamu yang melakukannya, lalu kamu bilang nggak mau ikutan?”

“Aku hanya bertugas menculik, dan itu sudah aku lakukan. Mulai sekarang itu urusan kamu. Berikan bayaran aku, dan aku mau pergi.”

“Apa?” Sinah berteriak marah.

“Aku sungguh tidak mau ikutan, kalau dia mati, itu tanggung jawab kamu. Berikan bayaran aku, lalu biarkan aku pergi.”

“Aku tidak mau membayarmu kalau kamu berhenti di tengah jalan.”

“Pekerjaan aku sudah selesai.”

“Kamu masih tetap harus mengikuti aku.”

“Aku tidak mau, ini terlalu berat. Berikan yang duapuluh juta, atau aku bunuh kamu sekalian,” kata Bagus tiba-tiba, membuat Sinah terkejut.

Rasa takut Bagus membuat dia berani mengancam Sinah. Dia memang hanya ingin uang duapuluh juta, dan syaratnya adalah harus bisa menculik Dewi. Itu sudah dilakukannya, maka ia menuntut bayarannya. Kecuali itu Bagus juga takut kalau sampai Dewi benar-benar mati, dan dia terlibat semakin dalam. Tiba-tiba Bagus menyesal tidak menuruti apa yang dikatakan Dewi, bahwa kalau dia melepaskannya maka Dewi akan memberikan uang yang banyak. Kalau hal itu dilakukannya, maka dia akan selamat. Tapi waktu itu dia takut kehilangan Mawar, atau tepatnya uang Mawar yang bisa selalu dimintanya setiap saat. Tapi sekarang Bagus menyesal. Mawar ingin membunuh Dewi dan dia sangat ketakutan.

“Cepat Mawar, turunkan aku dan mana bayaran aku.”

“Bagaimana kalau aku turunkan kamu di kantor polisi dan aku laporkan bahwa kamu menculik seorang gadis?”

“Bagaimana kalau aku bunuh kamu sebelum kamu sampai di kantor polisi?”

“Bagus, kamu benar-benar akan pergi?”

“Berikan dulu uangku.”

“Dengar Bagus, kita sudah kepalang tanggung. Baiklah, aku setuju memberikan uangmu, tapi kita harus menghilangkan jejak kita. Bagaimanapun ini adalah sebuah penculikan, dan polisi tak akan tinggal diam. Aku sekarang juga merasa takut.”

“Ini salahmu, kamu yang punya ide, aku tak mau terlibat.”

“Begini, kita harus pergi. Aku masih punya uang yang cukup untuk pergi jauh. Kamu tahu maksudku bukan?”

“Tidak, aku tidak tahu,” kata Bagus kesal. Sesungguhnya dia bukan pelaku kriminal. Dia hanya suka uang, tapi bukan dengan cara mencelakai orang. Setelah semuanya terjadi, Bagus menjadi ketakutan.

“Dengar, kita dorong mobil ini ke sungai atau ke jurang atau apapun, lalu kita kabur.”

“Mawar, kita membunuh orang,” teriak Bagus.

“Jangan bodoh. Kalau kamu tidak mau melakukannya, kita akan celaka. Lihat di depan itu, ada sungai, kita turun lalu kita dorong mobilnya ke sungai, selesai.”

Bagus terbelalak. Perempuan cantik yang selalu menggodanya dengan tubuh dan uangnya, ternyata bisa berbuat kejam dan bengis.

***

Besok lagi ya.

 

 

28 comments:

  1. Maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam ep 35" sampun tayang . Semoga bu Tien selalu sehat demikian pula pak Tom dan amancu... salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah MAWAR HITAM~35 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien..πŸ™
    Salam ADUHAI..dari Bandung

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah.... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah....
    Matur nuwun, eMHa_35 sampun tayang.
    Mugi panjenengan tansah pinaringan kawilujengan, tinebihna ing rubeda lan kalis ing sambekala.
    Aamiin.....
    Arep tindak ngendi ta Dhe?
    Jalan² karo mbak Otik sing arep kundur ke Jepang suk Minggu???

    ReplyDelete

  7. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *MAWAR HITAM 35* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah Dewi yg ditunggu datang juga....
    Matur Nuwun mbak Tien...
    Sehat2 njiiiih...
    Salam aduhai dari Surabaya πŸ™πŸ˜˜❤️

    ReplyDelete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu bersama keluarga tercinta.... Apakah Dewi bisa selamat dalam kondisi luka parah dan tenggelam di sungai ???

    ReplyDelete
  11. Terima kasih Mbu Tien... mmbacanya sampai tak bsa bernapas.... pk andra sdh selamat, semoga Dewi pun selamat....

    Sehat sllu bersama keluarga trcnta...

    ReplyDelete
  12. Makasih bunda tayangannya, sinah semakin kejam dan bengis, takut juga sama polisi

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 35 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah MH 35 sdh tayang..slmt mlm dan slm istrht bundaqu..slm sht sll unk bunda sekeluargaπŸ™❤️🌹πŸ₯°

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 35 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  17. πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eMHa_35
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai πŸ’πŸ¦‹
    πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒ

    ReplyDelete
  18. Maturnuwun Bu Tien,ceritanya membuat hati deg2an,.....sehat dan bahagia bersama Kel tercinta BuπŸ™

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah Mawar Hitam sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  21. Cerita seru...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 35..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Waduh Sinah benar benar sdh tidak punya hati nurani, ia ingin membunuh Dewi. Pantes klu di juluki Mawar Hitam. Bagaimana cara menangkap nya nih.. jejak nya susah di ketahui.

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bunda Tien, barokalloh , sehat2 ya Bunda

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Sinah bocah nekat...

    ReplyDelete
  26. Waduh, benarkah Sinah berani melepas mobilnya untuk diterjunkan ke sungai? Memang bodoh dia, kan nantinya polisi akan mengenali dan mengejarnya? πŸ€”

    Btw, ada typo ya bu...yang Bagus takut kehilangan uangnya itu Sinah, bukan Dewi kan...terima kasih sudah terus berkarya, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 35

  MAWAR HITAM  35 (Tien Kumalasari)   Satria saling pandang dengan Listyo, ketika polisi menggeledah rumah kecil itu. Disebuah kamar, ada ya...