Saturday, July 19, 2025

MAWAR HITAM 18

 MAWAR HITAM  18

(Tien Kumalasari)

 

Andra merasa kesal. Ia langsung mematikan ponselnya. Tapi bukan Sinah kalau dia hanya diam dan menerimanya. Ia kembali menelpon. Lalu Andra keluar ruangan, setelah memberi isyarat kepada istrinya untuk dirinya keluar demi panggilan telpon. Andira mengangguk sambil tersenyum. Ia memanggil simbok yang duduk agak jauh, agar melanjutkan menyuapinya, karena ia masih belum diijinkan banyak bergerak.

“Sinah, apa sebenarnya maumu? Kalau kamu sudah tidak mau melanjutkan bisnis rumah makan itu, ya sudah tinggalkan saja, dan lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Jangan lagi bertanya padaku. Apalagi saat ini aku sedang fokus kepada sakitnya istriku.”

“Baiklah, terserah mas mau merawatnya sampai kapanpun, tapi aku punya satu permintaan lagi.”

“Sinah, jangan lagi memerasku. Semua keinginan kamu sudah aku penuhi, aku sekarang berencana untuk menceraikan kamu.”

“Begitukah? Silakan saja kalau mau menceraikan aku, tapi jangan lupa aku masih memegang sebuah kunci untuk menghancurkan Mas.”

“Kamu masih mau memerasku?”

“Sekali ini saja lagi. Penuhilah, setelahnya aku tak akan meminta apapun dari Mas.”

“Apa lagi yang kamu inginkan? Jangan pernah minta lagi uang, karena modal yang aku berikan untuk mendirikan rumah makan itu sudah teramat besar.”

“Bukan uang. Dengar dulu.”

Andra ingin sekali segera mematikan ponselnya, tapi ia sadar sedang menghadapi orang nekat yang tak tahu malu

“Katakan cepat, aku sedang menunggui istriku makan.”

“Duh … duuuh, manis sekali kedengarannya.”

“Cepat Sinah waktuku tak banyak.”

“Mas, dulu kan Mas pernah menawari aku untuk bekerja di kantor Mas kan?”

“Apa?”

“Dulu, sebelum kemudian Mas menuruti permintaanku untuk menikahi aku. Mas pernah kan menawari aku untuk bekerja di kantor?”

“Lalu apa?” keras suara Andra karena kekesalan sudah sampai dipuncaknya. Lalu ia berjalan menjauh dari banyak orang yang berseliweran di sekitar tempat itu.

“Aku ingin bekerja saja sekarang, dikantor Mas.”

“Apaaa?” Suara teriakan Andra menggema, dan mau tidak mau beberapa orang kemudian menoleh kearahnya yang sudah turun dari lobi rumah sakit.

“Mas, jangan berteriak. Apa tak ada orang di situ?”

“Kamu semakin ngelunjak ya, kamu benar-benar tidak tahu diri, dan juga tidak tahu malu. Kamu sudah memeras aku habis-habisan, tapi  kamu masih saja punya keinginan. Yang tidak mungkin pula.”

“Tidak mungkin bagaimana Mas, pasti mungkin lah, bukankah Mas pernah menawarkan aku untuk bekerja di kantor ketika Mas keberatan menikahi aku? Berarti ada dong tempat untuk aku. Lagi pula Mas kan bos di sana, pasti Mas bisa melakukannya. Ya kan?” katanya tanpa beban.

“Tidak bisa. Kembalilah mengurus rumah makan itu, lalu aku ceraikan kamu.”

“Baiklah, aku bersedia bercerai, tapi aku tetap minta bekerja di kantor Mas. Aku bosan mengurus rumah makan. Akan aku jual saja rumah makan itu, dan aku bekerja, tinggal menerima gaji, tidak usah banyak pikiran.”

“Bagaimana kalau aku tidak mau?”

“Mas harus mau dong. Bukankah kedua mertua Mas masih ada di sini? Apa Mas ingin aku mendekati mereka dan mengatakan semuanya?” ini sebuah ancaman yang membuat hati Andra tiba-tiba menciut.

“Kamu gila Sinah! Apa sebenarnya yang kamu inginkan?”

“Kan sudah aku katakan semua keinginanku. Dan aku bilang ini yang terakhir, setelah ini … tidak lagi.”

“Nanti aku pikirkan, sekarang aku sedang fokus mengurus istriku,” kata Andra tandas, tapi sebenarnya dia merasa tak berdaya.

“Baiklah, aku tunggu berita dari Mas, waktu Mas hanya seminggu.”

Kali ini Sinah yang lebih dulu menutup ponselnya, membiarkan Andra merasa lemas. Hanya seorang Sinah,  bisa mengatur hidupnya?

Ketika ia melangkah menuju kembali ke ruang rawat sang istri, ayah dan ibu mertuanya melihatnya. Ia baru kembali dari makan siang.

“Andra, kamu dari mana?” tanya sang ayah.

“Oh, Bapak sama Ibu dari mana?”

“Bukankah tadi aku sudah bilang kalau kami mau makan diluar. Ibumu juga membelikan makan untuk kamu dan simbok.”

“Oh, ya ampun, saya lupa,” katanya sambil menepuk keningnya.

“Kamu seperti sedang banyak pikiran?”

“Iya tuh, wajahmu juga berkeringat,” sambung sang ibu mertua.

“Oh, benarkah?” kata Andra tersipu sambil meraih saputangan dari dalam sakunya, lalu dipakainya untuk mengusap wajahnya.

“Sedang ada masalah, di kantor?”

“Sedikit Pak, karena beberapa hari saya hampir tidak ke kantor. Tapi bukan apa-apa, semua sudah teratasi.”

“Kamu harus sering bersama istrimu, masalah perusahaan jangan kamu nomor satukan,” kata ibu mertuanya.

“Perusahaan tetap harus dipikirkan, tapi istri juga jangan dikesampingkan. Kalau perlu ajak dia ke kantor, beri kesibukan di sana, supaya kalian bisa sering bersama-sama,” sambung sang ayah mertua.

Andra terkejut. Mengajak istri ke kantor, lalu Sinah juga ingin bekerja di kantor? Sekali lagi ia mengusap wajahnya karena kembali berkeringat.

“Makanlah dulu setelah ini,” kata bu Sunu sambil masuk ke dalam ruang rawat Andira.

“Tadi saya sedang manyuapi Andira,” kata Andra.

“Aku sudah selesai Mas, simbok melanjutkannya,” sambung Andira dari tempatnya berbaring.

“Oh, syukurlah.”

“Ini ibu membawa makanan untuk suami kamu, dan untuk simbok. Kalian makanlah dulu. Ini Mbok, taruh di meja, yang satu untuk kamu,” kata bu Sunu kemudian kepada simbok.

“Baik Nyonya. Yang untuk Tuan dan Nyonya besar?”

“Kami sudah makan tadi, ini hanya untuk Andra dan kamu.”

“Oh, baiklah, terima kasih, Nyonya.”

“Mbok, kamu nanti pulang sebentar mengambil baju-baju aku ya. Seperti yang tadi aku bilang.”

“Baik, Nyonya.”

***

Tapi Andra makan hanya sedikit, pikiran yang tidak tenang membuat selera makannya hilang. Ia sangat marah. Tentu saja marah. Ia seorang pimpinan perusahaan, dihormati dimana-mana, tapi ia harus tunduk kepada seorang Sinah, perempuan dusun yang tidak terpelajar, yang rakus, yang licik, dan tidak tahu malu. Andra merasa terjebak oleh kelakuannya sendiri pada malam kelam itu. Ia menyesal menuruti tamu bisnisnya yang mengajak minum-minum di sebuah bar, padahal dia bukan peminum. Dia pulang dalam keadaan mabuk, dan terjebak oleh kelakuannya sendiri, yang kemudian membawanya ke sebuah kesulitan demi kesulitan yang tak pernah berhenti. Kuncinya hanya satu, perusahaan akan runtuh kalau sampai mertuanya mendengar kelakuannya. Itu yang membuatnya lemah tak berdaya. Ia memijit-mijit keningnya ketika simbok mengambil piring kotor bekas makan Andra.

“Tuan belum selesai makan?” tanya simbok yang takut mengambil piring dengan makanan baru termakan separuh.

“Tidak, aku sudah kenyang. Bawa saja ke sana.”

“Tuan makan hanya sedikit sekali?”

“Aku sudah kenyang, tadi sudah makan cemilan macam-macam. Bawa saja ke sana.”

“Baiklah, Tuan.”

Simbok membawa piring kotor dan membuang sisa makanan itu ke tempat sampah.

“Mas makan hanya sedikit?” tanya Andira yang mendengar celetuk simbok.

“Tidak, sudah lumakan banyak kok, nanti aku jadi gendut seperti kamu,”candanya.

“Mas meledek aku ya, kan aku sudah berjanji kalau setelah pulang nanti aku akan diet keras, agar tubuhku langsing.”

“Tidak usah begitu, nanti malah jadi sakit.”

“Tidak, temanku ada yang tadinya gemuk, lalu jadi langsing, aku mau mengikuti dia, bagaimanapun caranya.”

Andra hanya tertawa. Ia melihat senyuman di bibir Andira, dan lesung pipit itu dulu yang membuatnya kemudian jatuh cinta. Ia mengelus lembut pipi istrinya.

“Kamu masih cantik, tidak usah berpikir yang macam-macam.”

“Benarkah?”

“Tentu saja benar.”

“Nanti setelah kamu diperbolehkan pulang, aku akan pulang ke rumah setiap hari,” katanya lagi.

“Benarkah?”

“Aku sudah ngomong, dan itu berarti benar.”

“Terima kasih Mas, semoga kita segera bisa punya anak,” kata Andira yang pada kalimat terakhir itu diucapkannya sambil berbisik.

Andra tertawa pelan. Benarkah mereka bisa punya anak? Andra sadar dirinyalah yang tidak sehat. Tapi mertuanya sudah mengatakan akan ikut berusaha. Siapa tahu berhasil. Tiba-tiba Andra benar-benar berharap tentang hadirnya seorang bayi dikehidupan mereka.

“Tadi telpon dari siapa?”

Pertanyaan Andira membuyarkan angan-angan Andra tentang seorang anak. Ia menjadi gelisah. Hanya ada waktu seminggu untuk berpikir, dan mau tidak mau ia memang harus menurutinya. Kalau tidak …

“Mas, ditanya kok malah ngelamun.”

“Eh, kamu tanya apa? Telpon tadi? Dari kantor, tidak apa-apa, hanya laporan.”

“Besok Mas pergilah ke kantor, kalau Mas terus-terusan menunggui aku, nanti pekerjaan Mas terbengkalai.”

“Ya, besok aku akan ke kantor. Ada pegawai baru, aku akan memperkenalkan melalui forum rapat.”

“Oh ya, yang Mas pernah bilang itu? Dia manager keuangan yang baru?”

“Ya, benar.”

“Kemarin bapak bertanya, apa aku mau di suruh ikut kerja di kantor?”

“Lalu kamu jawab apa?”

“Nggak tahu aku, aku harus kerja apa? Aku kan tidak pernah bekerja, nanti malah membuat repot.”

“Kalau kamu kerja, nanti tidak bisa jalan-jalan, makan-makanan enak diluaran?”

Andira tertawa.

“Aku kan sudah bilang, akan mengurangi makan, diet ketat, agar bisa langsing.”

“O iya, aku lupa.”

Keduanya terkekeh. Sudah lama sekali mereka tidak melakukannya, bercanda bersama, saling meledek, saling menumpahkan cinta. Ke mana semuanya selama ini? Andra seperti kehilangan moment-moment yang sesungguhnya sangat berarti, dan bisa mengisi hari-harinya sehingga kehidupan rumah tangganya menjadi penuh warna.

***

Sinah duduk di kantornya sambil termenung. Keputusannya sudah bulat. Ia harus bekerja di kantor Andra, demi apa? Demi Satria. Laki-laki yang dipujanya itu harus tahu bahwa dia bisa lebih menarik dari Dewi.

“Bener lhoh, Dewi itu, biarpun anak orang kaya, tapi lihat saja, dandanannya sederhana, sama sekali tidak mengikuti mode, kelihatan culun. Huhh, mana menariknya? Dasar Satria bodoh, lihat saja aku…” gumam Sinah sambil menaruh kaca kecil dari tempat bedaknya, di depan wajahnya. Ia tersenyum-senyum sendiri seperti orang kurang waras.

“Andra tak akan menolak, aku yakin, apalagi ada mertuanya di sana. Mana berani dia membuat kesalahan sampai diketahui dua orang mertuanya?  Tidak apa-apa kalau dia mau menceraikan aku. Memang aku kan tidak cinta sama kamu? Memang aku kan hanya ingin hartamu? Aku juga ingin bisa menjadi orang terhormat, tidak menjadi begundal selamanya. Dan sekarang, aku hanya ingin Satria. Aku belum lega kalau belum bisa menaklukkan yang namanya Satria. Dia harus tahu kalau Mawar itu lebih segalanya dari kekasihnya yang culun itu”

Sebuah ketukan di pintu terdengar.

“Masuk,” titah sang juragan.

Ria, orang kepercayaannya masuk ke ruangan, lalu duduk di depan Sinah.

“Ini laporan pemasukan dan pengeluaran tiga hari ini.”

“Ada perbaikan?”

“Sedikit ramai, tapi baru sedikit. Tampaknya iming-iming potongan duapuluh persen itu tidak membuat orang tertarik.”

“Tidak apa-apa, aku sudah bosan mengurus rumah makan ini. Tolong buatkan tulisan bahwa rumah makan ini dijual. Sertakan nomor kontakku, kalau ada yang berminat.”

Ria terbelalak.

“Dijual Bu? Ibu serius?”

“Memangnya aku pernah bercanda sama kamu?” hardiknya, lalu membuat Ria mengkeret.

“Maaf, saya hanya tidak menyangka.”

“Memang aku sudah bosan. Kamu tidak usah khawatir akan kehilangan pekerjaan. Yang akan membeli nanti pasti tetap membutuhkan kamu dan kawan-kawan kamu.”

Ria hanya mengangguk, lalu Sinah menyuruhnya keluar.

Sinah menghitung uang yang masuk dan sudah sesuai dengan catatan, lalu dimasukkannya ke dalam laci.

Belum sampai laci ditutup, ponselnya berdering. Bagus kembali menelponnya, setelah beberapa panggilan tidak digubris, kali ini Sinah menerimanya.

“Bagus, kamu masih butuh uang kan?”

“Kamu ini gimana sih, aku menunggu kamu. Tidak kasihan pada ibuku ya?”

“Begini, aku akan memberikan uang sebanyak yang kamu minta, tapi kamu harus melakukan sesuatu. Aku berikan uangnya kalau kamu berhasil.”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

39 comments:

  1. Replies
    1. Tugas baru menanti Bagus ?? Apa kira² tugasnya ?? Kita tunggu besuk Senin nggih Bu Tien...Salam Sehat utk keluarga di Solo...🙏🙏🙏

      Delete
    2. Sami2 pak Indriyanto
      Salam sehat juga.

      Delete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 18" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  3. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda sehat walafiatsalam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  4. 🍓🥝🍓🥝🍓🥝🍓🥝
    Alhamdulillah 🙏💐
    Cerbung eMHa_18
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🤲. Salam seroja🦋
    🍓🥝🍓🥝🍓🥝🍓🥝

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari
      Aduhai

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 18 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  7. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  9. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 18 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  10. Alhamdulillah MAWAR HITAM~18 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  11. Wah Sinah ingin jadi orang kantoran. Jadi tukang sapu mau ya.. Tapi mana mungkin, pasti minta yang tampak keren. Biar tidak malu kalau mendekati Satria.
    Tapi rencana untuk menyingkirkan Dewi itu loh membuat ketar ketir. Semoga Satria bisa melindungi.
    Salam sukses mbak Tien yang aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  12. Niat apa lagi ya ni mawar....

    Terima kasih mbu tien, moga seht trs bersama keluarga trcnta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Zimi

      Delete

  13. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung * MAWAR HITAM 18
    * sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  14. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat dan bahagia bersama amancu. Salam aduhai selalu 💖🌹

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 18..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Andra tak perlu takut lah sama Sinah. Bicaralah dengan jujur ke mertua mu tentang Sinah. Minta maaf lah sama mereka krn wkt itu kamu khilaf. Ajaklah Satria, agar mereka percaya bahwa Sinah telah memeras mu. Ok..😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  16. Alhamdullilah MH 18 sfh tayang..terima ksih bundaqu..salam seroja dan aduhai unk bunda dan bpk sekel 🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete
  17. Hmm...apakah Sinah akan dipertemukan dengan Andira di kantor Andra? Ataukah malah hubungan Sinah dan Bagus yg terbongkar, agar Andra bisa terlepas dari jerat pemerasan Sinah? Ditunggu kelanjutan kisah seru ini, bu...☺️

    Terima kasih dan semoga ibu Tien sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Nana

      Delete
  18. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu sekeluarga, selamat berlibur....

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 18

  MAWAR HITAM  18 (Tien Kumalasari)   Andra merasa kesal. Ia langsung mematikan ponselnya. Tapi bukan Sinah kalau dia hanya diam dan menerim...