MAWAR HITAM 17
(Tien Kumalasari)
Sinah terus melangkah, dengan berdebar. Ia tentu saja tak mengira ada mertua Andra di situ, karena ia hanya ingin menemui Andra untuk mengatakan sesuatu. Tapi semuanya sudah terlanjur, mau tak mau ia harus tetap melangkah. Ketika di depan Andra dia sedikit membungkukkan badannya, lalu mendekat ke arah pak Sunu, berlutut dan mencium tangannya, demikian juga ketika berada di depan bu Sunu.
“Saya tidak mengira, Tuan dan Nyonya besar ada di sini.”
“Katanya kamu menikah di kampung?” tanya bu Sunu.
“Iya Nyonya, dipaksa orang tua.”
Andra memalingkan wajahnya. Ia sudah tahu bagaimana Sinah. Ia pintar berpura-pura, licik, dan menyebalkan. Mengapa juga dia tiba-tiba datang ke rumah sakit. Barangkali dia pergi ke kantor lagi dan mendengar tentang Andira yang terjatuh lalu dibawa ke rumah sakit. Entah apa maksudnya, sedangkan sebenarnya dia tidak usah membezoek juga tidak apa-apa.
“Dipaksa menikah? Tapi kamu bahagia kan? Aku lihat kamu bertambah cantik, kulitmu bersih. Memang berbeda ya wanita kalau sudah menikah? Harus pintar merawat diri supaya suaminya tidak bosan,” kata bu Sunu sambil tersenyum.
Sinah tertunduk tersipu, sedangkan Andra kemudian berdiri, meninggalkan tempat itu dengan alasan mau ke kamar mandi.
“Kamu datang kemari karena mendengar bekas majikanmu ada di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan ya?”
“Iya, Nyonya. Bagaimanapun, nyonya Andira adalah bekas majikan saya. Saya sedih mendengar berita ini. Bagaimana sekarang keadaan nyonya Andira?”
“Kami sedang menunggu dia dioperasi.”
“Ya ampuun, harus dioperasi?” kata Sinah sambil mengeluarkan air mata.
“Tulang lututnya terlepas, jadi harus dibetulkan.”
“Astaga, bagaimana simbok menjaganya?” katanya sambil menatap simbok yang duduk agak jauh dari para majikan, dan diam saja walau Sinah tidak menyalaminya.
“Katanya itu dia pergi ke kamar mandi sendiri, sedangkan simbok baru mengambilkan minum yang dia pesan,” kata bu Sunu.
“Dulu ketika saya masih melayani nyonya Andira, tidak pernah melepaskan nyonya sendirian. Saya selalu mendampinginya. Simbok begitu sembrono,” katanya sambil sekali lagi menatap simbok yang tak ingin berdebat untuk membela diri.
“Ya sudah, namanya kecelakaan. Kita doakan saja agar operasinya lancar dan berhasil baik.”
“Iya, Nyonya. Tentu saya ikut mendoakan. Saya tidak pernah melupakan kebaikan nyonya Andira,” katanya sambil mengusap air matanya.
“Duduklah di bangku, jangan ngelesot begitu,” tegur pak Sunu yang sedari tadi diam.
Kedua orang tua Andira sesekali menjenguk Andira setelah menikah, sehingga dia mengenal Sinah yang melayani Andira. Sejauh ini Sinah dianggapnya baik karena Andira tidak pernah mengeluhkan perihal pelayanannya.
“Suami kamu ada di mana?”
“Bekerja Tuan. Dia menjadi carik di kelurahan.”
“Jadi kalian tinggal di kampung?”
“Iya, Nyonya.”
“Dari mana kamu tahu kalau Andira ada di rumah sakit?”
“Kebetulan saya ke rumah, dan mendengar berita ini. Jadi saya langsung pergi ke rumah sakit.”
“Kamu orang baik, masih mengingat keadaan majikan kamu.”
“Sudah menjadi kewajiban semua orang untuk mengingat kebaikan orang lain, ya kan Nyonya?”
Tuan dan nyonya Sunu mengangguk-angguk. Mereka yakin, Sinah orang baik.
Sementara itu Sinah sedang mencari-cari dengan matanya, kemana perginya Andra. Tiba-tiba ia menghilang begitu saja. Padahal ia ingin mengatakan sesuatu, yang ia yakin Andra pasti akan menurutinya. Tapi ke mana dia?
***
Operasi itu sudah selesai, Andira sudah sadar, keadaannya baik, dan siap ditempatkan di ruang rawat inap. Saat dibawa itu Andra ikut mendorong brankar yang membawa istrinya, membuat Andira sangat senang melihat perhatian sang suami.
“Bagaimana keadaanmu? Masih merasakan sakit?” tanya Andra.
“Tidak, sudah banyak berkurang.”
“Nanti kalau biusnya hilang, pasti terasa agak nyeri, tapi tidak apa-apa. Tidak lama lagi kamu akan segera pulih.”
“Iya Mas. Terima kasih juga sudah membuat bapak dan ibuku datang dan menunggui aku operasi.”
“Tentu saja aku harus melakukannya. Jangan cemas, kami semua akan selalu menemani kamu.”
“Terima kasih Mas, terima kasih juga Bapak, Ibu.”
Kedua orang tuanya mengangguk sambil mengelus kepala Andira.
Andira melihat Sinah, sangat terkejut.
“Sinah? Kamu ada di sini?”
“Ya, Nyonya. Saya mendengar kalau Nyonya terjatuh dan dirawat, saya langsung datang kemari. Saya sedih Nyonya jadi seperti ini.”
“Tidak apa-apa, ini kesalahanku sendiri. Ke kamar mandi tanpa menunggu simbok yang sedang aku suruh mengambil minuman.”
“Saya menyesal karena terpaksa harus meninggalkan Nyonya. Habis bagaimana lagi, saya harus menuruti keinginan orang tua.”
“Aku mengerti. Bagaimana kamu tahu bahwa aku ada di rumah sakit?”
Kebetulan mampir ke rumah Nyonya, sehingga mendengar kabar ini. Saya langsung kemari, Nyonya.
“Kamu tahu Sinah, ada seorang pemilik rumah makan, nama rumah makannya Mawar Hitam, nama yang aneh ya, tapi pemilik rumah makan itu wajahnya persis sekali sama kamu.”
Sinah tersenyum, melirik Andra yang kemudian membuang muka ke arah lain.
“Masa sih Nyonya?”
“Iya, kalau aku tidak sedang sakit, kamu pasti aku ajak makan di sana, supaya kamu tahu ada juragan rumah makan yang wajahnya persis seperti kamu.”
Sinah tertawa. Bukan mentertawakan lucunya cerita Andira, tapi mentertawakan kebodohan mereka yang salah mengenali orang. Bukankah Mawar adalah dirinya?
Sampai kemudian Sinah berpamit pulang, ia belum sempat bertemu Andra, apalagi berbicara, karena dia selalu berada di samping Andira, dan juga kedua mertuanya.
Sinah pulang karena merasa lelah, mendengarkan pembicaraan yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.
***
Sampai di rumah, Sinah uring-uringan. Ketika memeriksa laporan, ia melihat bahwa sudah tiga hari rumah makannya sepi pembeli. Ia segera memanggil semua karyawan. Semua karyawan mendapat hadiah kemarahan sang majikan yang merasa bahwa beberapa hari itu tidak mendapat uang sesuai target yang ditentukan.
“Kalian tidak becus melayani pembeli. Mereka tidak merasa puas dengan pelayanan kalian, sehingga memilih makan di tempat lain.”
“Maaf Nyonya, kami juga sudah melayani dengan baik dan ramah. Upaya kami sudah maksimal, tapi bagaimana lagi, hanya sedikit yang datang kemari, itupun hanya bapak-bapak dan anak muda yang sering mengganggu Nyonya. Ketika mereka menanyakan di mana Nyonya, dan Nyonya tidak ada, maka mereka kelihatan sangat kecewa.”
“Bukankah ada pembeli lain, ibu-ibu atau mbak-mbak pegawai kantor di depan itu yang sering makan di sini?”
“Tapi entah mengapa beberapa hari ini tidak pernah datang lagi.”
“Maaf Nyonya, barangkali karena di sebelah sana ada rumah makan baru yang baru seminggu ini buka,” kata salah seorang karyawan yang lain.
“Rumah makan baru? Di mana?”
“Kira-kira seratus meter dari sini. Menurut yang saya dengar, rumah makan itu harganya jauh lebih murah.” kata yang lain.
“Tapi makanan kita kan rasanya enak? Tukang masaknya aku datangkan dari rumah makan terkenal, dan mereka itu koki pilihan, bayarnya juga mahal.”
Tak ada yang menjawab, kecuali hanya menundukkan wajah dengan perasaan kesal kepada majikan. Kalau tidak pada datang makan di rumah makan itu, apakah mereka salah? Mengapa mereka dimarah-marahi?”
“Buat tulisan di depan, pesan tulisan, dengan hurup besar-besar. Ada potongan harga duapuluh persen untuk setiap pembelian, begitu tulisannya,” katanya tandas.
“Kamu, pesan sekarang juga kepada tukang pembuat spanduk. Kamu sudah tahu apa yang aku maksud bukan?” katanya lagi sambil menunjuk kepada salah seorang karyawan laki-laki.
“Baik.”
“Sekarang juga kamu berangkat.”
“Baik,” jawabnya lagi sambil beranjak pergi.
Sinah masuk ke ruang kerjanya. Baru saja ia meletakkan pantatnya, ponselnya berdering. Dari Bagus. Sinah bertambah kesal, tapi ia harus menjawabnya. Ia berharap suatu ketika Bagus bisa dimanfaatkannya untuk melakukan sesuatu.
“Ya, Bagus?” sapanya.
“Mawar, bagaimana kamu ini, sejak tadi aku menelpon, tapi kamu tidak mengangkatnya.”
“Maaf Gus, aku sedang membezoek temanku, dia dirawat di rumah sakit.”
“Kamu perhatikan orang lain, tapi kamu tidak memperhatikan aku,” kata Bagus kesal.
“Bukan begitu, dia adalah temanku, apa kurang perhatian aku sama kamu selama ini?”
“Lalu bagaimana permintaanku kemarin itu. Ini sangat mendesak, ibuku juga sakit, bukan hanya temanmu.”
“Bagus, kamu harus mengerti, saat ini aku sedang kesulitan uang.”
“Seorang pengusaha rumah makan sedang kesulitan uang? Kalau hartamu berkurang sepuluh juta saja, apa itu sangat berat bagi kamu?”
“Beberapa hari ini rumah makan sepi. Sehingga suami aku ikut mengawasinya,” bohong Sinah. Bukankah soal bohong Sinah adalah ahlinya?
“Tapi aku butuh uang sekali, Mawar.”
“Maaf Bagus, bersabarlah dalam beberapa hari ini, bukannya aku tak memikirkan kebutuhan kamu, tapi aku benar-benar sedang ada masalah besar yang harus aku pikirkan dengan sungguh-sungguh. Maaf ya,” Sinah langsung menutup ponselnya. Permintaan Bagus menambah rasa kesalnya. Ia belum bisa ketemu Andra, lalu melihat laporan keuangan yang mengecewakan, ditambah Bagus yang mengejarnya dengan permintaan uang sepuluh juta. Ingin sekali dia menyingkirkan Bagus dari kehidupannya, tapi ia sedang merencanakan sesuatu dan akan meminta agar Bagus membantunya.
Sekarang ini ia berharap Bagus akan bersabar. Ia tahu bahwa alasan bahwa ibunya sakit adalah bohong belaka. Rupanya Bagus lupa kalau dulu pernah mengatakan kalau ayah dan ibunya sudah meninggal semua. Tapi Sinah tak mau mengungkitnya. Kecuali nanti pembicaraan akan bertambah panjang, Bagus pasti punya alasan lain untuk menutupi kebohongannya.
Dengan kesal Sinah menatap keluar melalui kaca pembatas ruangannya, dan benar-benar dia hanya melihat dua orang sedang makan, lalu setelah itu tak ada lagi yang datang.
***
Saat Andira masih dirawat, Andra tidak sepenuhnya berada di kantor. Ia hanya memeriksa beberapa laporan, kemudian kembali ke rumah sakit untuk menemani sang istri. Bukan karena sungkan kepada kedua mertuanya, tapi ia memang ingin membesarkan hati sang istri. Ketika Andira sakit, Andra baru sadar bahwa sesungguhnya ia sangat mencintai istrinya.
“Mas tidak ke kantor?” tanya Andira ketika suaminya menyuapinya makan.
“Tadi pagi ke kantor sebentar, lalu setelah semuanya beres, aku kembali lagi kemari.”
“Bukankah biasanya Mas selalu lebih memperhatikan pekerjaan?”
“Menunggui istriku lebih penting bukan?”
“Benarkah?” kata Andira dengan wajah berseri.
Andra tidak menjawab, tapi ia meraih tangan istrinya dan menciumnya lembut.
“Mas, setelah aku sembuh, aku akan benar-benar mencoba diet, agar badanku langsing lagi, sehingga tidak membuat Mas bosan menatapku.”
Andra tertawa.
“Terserah kamu saja, bagiku, gemuk atau kurus, aku tetap menyayangi kamu kok.”
“Bukankah kalau badanku lebih menarik, maka aku akan lebih Mas sayangi?”
“Sama saja kok. Sungguh.”
“Nggak ah, aku sungguh mau berusaha. Aku akan minta simbok agar mengingatkan aku kalau aku kelebihan makan, dan juga mengingatkan aku kalau aku lebih banyak ngemilnya.”
Andra tertawa dan sekali lagi mencium tangan sang istri.
Tapi tiba-tiba ponselnya berdering.
“Ada telpon Mas, pasti masalah pekerjaan,” kata Andira.
Andra meletakkan piring berisi makanan yang disuapkan untuk sang istri, lalu berdiri sambil merogoh ponselnya. Wajahnya langsung muram ketika melihat bahwa yang menelpon adalah Sinah. Ia menyesal telah lupa mematikan ponselnya. Sekarang mau atau tidak mau dia harus menjawabnya. Kalau tidak, Sinah pasti tak akan berhenti. Bahkan bisa saja dia nekat datang untuk menemuinya.
“Ya, ada apa?”
“Mas, aku mau bicara.”
“Bicara apa lagi? Kamu kan tahu kalau istriku sedang sakit?”
“Aku tak peduli tentang istri Mas, yang penting Mas harus keluar, aku ingin bicara.”
“Bicara saja sekarang, ada apa? Aku sedang menyuapi istriku.”
“Aku bosan usaha rumah makan ini, aku mau berhenti.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 17" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_17
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai ππ¦
ππ«ππ«ππ«ππ«
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 17 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Mawar Hitam 17 dah tayang
Semoga bunda dan pak Tom Widayat
Sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai haii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulilkah, matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat bahagia selalu dengan klg
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Hamdallah...sampun tayang
ReplyDeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 17 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung * MAWAR HITAM 17
* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 17..sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Sinah bikin ulah, bosan dengan usaha RM, ingin bisnis yang lain, yang lebih menguntungkan.
Andra mau nurutin kemauan nya kah. Sementara perusahaan nya sdh ada Satria, sbg Manager keuangan...yang menjaga agar perusahaan mertua nya tdk rugi.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°πΏπΈ
ReplyDeleteKl tidak nekat bukan Sinah ...ππ€
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Andra sekarang tegas. Memang harus seperti itu kalau tak mau hancur oleh wanita licik...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteSinah akan menjual Rumah makannya ya, untuk memburu Satria, menyingkirkan Dewi. Terus ganti usaha minta modal kepada Andra?
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Dasar Sinah, jaoan dia mau berhenti, ada saja alasannya...
ReplyDeleteTapi Andra jelihatannya juga sdh menyiapkan jurus untuk mendepaknya.
Matur nuwun Bu Tien....
Semoga selalu sehat wal'afiat, demikian juga mas Dayat tambah membaik kondisinya.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Kayaknya Sinah pengen kerja di kantor Andra mendekati Satria, menggoda, dan menunjukkan kekuasaan di kantor sebagai 'istri' nya Andra dan mudah mengambil uang perusahaan........
ReplyDelete