Thursday, July 10, 2025

MAWAR HITAM 10

 MAWAR HITAM  10

(Tien Kumalasari)

 

Di kantor pimpinan rumah makan Mawar Hitam, Sinah memanggil orang kepercayaannya. Ia akan meninggalkan kantor untuk suatu keperluan.

“Mungkin agak lama, aku serahkan semuanya sama kamu. Sambut tamu seperti aku melakukannya, dan jangan katakan apapun tentang aku. Kalau ada yang bertanya, pimpinan atau pemilik rumah makan sedang keluar.”

“Baik Bu.”

“Suruh satpam mengeluarkan mobilku.”

“Maaf, bukannya saya lancang, mengapa Ibu tidak memakai make up dan hanya berbedak tipis, tidak seperti biasanya?”

“Tidak apa-apa, aku sedang tidak ingin berdandan. Segera suruh sopir menyiapkan mobil, aku lewat pintu samping barat, bukan di depan rumah makan, ya.”

“Baik.”

Sinah memang tidak berdandan menor seperti biasanya. Ia hanya berbedak tipis, dan berpakaian lugas dan sederhana. Ia membawa tas agak besar, yang ditentengnya keluar begitu mendapat laporan bahwa sopir sudah siap.

Pelan ia mengendarai mobilnya, dan ia tersenyum ketika melihat mobil Andira berhenti di depan rumah makan.

“O, ada nyonya Andira gendut juga yang mengenal rumah makanku ini? Untunglah aku sudah keluar, kalau tidak, ia pasti bisa mengenali aku. Baguslah, semoga pembantuku bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,” gumamnya sambil membawa mobilnya keluar dari halaman.

Sementara itu Ria, pembantu kepercayaan Sinah sudah keluar menyambut tamunya.

“Selamat datang Ibu, selamat memilih tempat duduk yang nyaman,” kata Ria ramah, seperti diajarkan majikannya.

Andira hanya tersenyum dan mengangguk. Ia mengajak simbok untuk duduk sebangku, agar bisa melayaninya makan.

Pelayan itu mendekat, ketika pelayan yang lain menyodorkan buku menu.

“Silakan memilih makanan yang Ibu sukai,” katanya.

“Ini rumah makan baru ya?”

“Iya Bu, baru sebulan lebih kurang kira-kira kami buka.”

“Sudah lumayan rame.”

“Iya, karena kami selalu melayani tamu-tamu kami dengan baik.”

“Siapa pemilik rumah makan ini?”

“Bu Mawar. Tapi beliau sedang ada keperluan. Baru saja beliau pergi.”

“O. Hanya bertanya saja. Rumah makan yang agak aneh. Namanya Mawar Hitam, pelayan-pelayannya semua berpakaian serba hitam.”

“Iya Bu.”

“Jadi ingat pelayanku sendiri, yang sudah pergi. Di hari-hari terakhir dia pergi, senang sekali memakai pakaian hitam. Jangan-jangan dia bekerja di sini.”

“Siapa namanya Bu?”

“Sinah. Ada pembantu bernama Sinah?”

“O, maaf tidak ada Bu. Barangkali hanya kebetulan saja dia suka pakaian hitam.”

Andira mengangguk, lalu mengambil buku menu dan melihat menu dan gambar yang ditampilkan.

Ria segera mengundurkan diri, membiarkan tamunya memilih mana makanan yang disukainya.

“Aku kira Sinah bekerja di sini.”

“Masa iya Nyonya, mereka kelihatannya orang-orang pintar, dan melayani dengan hormat para pembelinya. Sinah mana bisa bersikap santun seperti mereka?”

“Iya, kamu benar. Sinah kan pulang ke desanya untuk dinikahkan oleh orang tuanya.”

“Iya, Nyonya.”

“Kamu mau makan apa?”

“Saya terserah nyonya saja. Apapun kan saya doyan.”

“Gudeg aku sudah bosan, di mana-mana aku makan gudeg.”

“Nyonya sudah lama tidak makan ayam goreng. Kemarin Nyonya mengatakan ingin ayam goreng.”

“Iya, kamu benar.”

“Di rumah tadi saya juga mau masak ayam goreng dan trancam sebenarnya, tapi nyonya keburu mengajak bepergian.”

“Tidak apa-apa, saya mau makan ayam goreng, sayur asem pakai jagung muda, minum apa nih, aku es kopyor saja. Kamu apa?”

“Terserah Nyonya saja.”

“Ya sudah, sama saja. Minumnya apa?”

“Saya teh pahit saja.”

“Tanyakan pada sopir, dia mau makan apa.”

“Pasti dia bilang terserah, lebih baik Nyonya pesankan apa saja, nanti biar pelayan membawanya ke sana,” kata simbok sambil melihat ke arah sopir yang duduk di meja sudut, dekat pintu masuk.

“Ya sudah, dari pada susah, sama saja.”

Andira menuliskan semua yang dipesannya, lalu diberikannya kepada pelayan, lalu ia melihat ke sekeliling ruangan yang ditata apik. Di ujung ruangan, terdapat gambar bunga mawar berwarna hitam, sangat besar.

“Mengapa ya, mawarnya berwarna hitam, bukannya merah, atau pink, atau kuning, atau putih. Itu kan warna-warna yang indah?”

“Itu kan kemauanmu Mbok, lha yang punya sukanya hitam. Tapi memang serem ya mbok, warna hitam begitu, seperti gelap auranya.”

“Iya, Nyonya. Kalau saya yang punya, saya namakan saja Mawar Merah,” kata simbok sambil terkekeh.

“Kamu punya uang berapa mau bikin rumah makan? Ini modalnya pasti tidak sedikit. Untuk bangunannya saja sebagus ini. Memang tidak besar sekali, tapi tetap saja mahal.”

“Kalau simbok ini kan nasibnya bukan nasib pengusaha, Nyonya. Nasib pembantu. Jadi selamanya ya jadi pembantu.”

“Meskipun kamu pembantu, tapi gaji kamu besar lhoh. Setelah Sinah pergi gaji kamu kan naik banyak, sebanyak gajinya Sinah, karena khusus melayani aku.”

“Benar Nyonya, simbok ini pembantu yang mewah. Gajinya seperti orang kantoran.”

“Kok kamu tahu gaji orang kantoran?”

“Anak saya yang sudah bekerja itu gajinya lebih kecil dari gaji saya Nyonya. Beneran.”

“Memangnya anakmu jadi apa?”

“Jadi kepala bagian gudang di pabrik gula, Nyonya.”

“Itu gajinya besar, namanya juga kepala gudang.”

“Tapi katanya gajinya lebih kecil dari gaji saya.”

“Supaya kamu nggak minta, barangkali?”

“Ya enggak Nyonya, saya tidak pernah minta kepada anak saya. Ketika dia ingin memberi, saya juga menolaknya. Saya bilang gaji saya sudah besar. Malah saya sering mengirimi untuk cucu-cucu saya.”

“Syukurlah Mbok. Tapi dengan gaji besar itu kamu juga harus bekerja memuaskan, jangan membuat aku kecewa.”

“Sepenuh hati saya akan mengabdi kepada Nyonya.”

Hidangan sudah disajikan. Untuk pak sopir juga sudah diantarkan. Aroma gurih menusuk hidung.

“Mbok, potong-potongkan ayamnya seperti kalau di rumah ya.”

“Iya Nyonya, saya sudah tahu. Saya cuci tangan dulu.”

“Ya, disitu, ada tempat cuci tangan.”

Sampai mereka selesai makan, sama sekali tak terpikirkan bahwa Sinahlah pemilik rumah makan itu.

Tapi ketika Andira hampir sampai di pintu keluar, tiba-tiba seseorang masuk, dan itu adalah Andra, suaminya. Mereka bahkan hampir bertabrakan.

Andira dan Andra sama-sama terkejut.

“Kamu makan di sini?” tanya Andra pada akhirnya.

“Iya, kok Mas juga kemari? Mau makan juga di sini? Kantor Mas kan jauh dari sini?”

“Iya … aku … hanya … ingin mencoba, katanya ada rumah makan baru. Itu … sopir yang mengatakannya.”

“Aku dan simbok sudah merasakannya. Tapi aku hanya makan ayam goreng. Menurutku biasa saja. Sekarang aku sudah mau pulang, apa Mas perlu ditemani?”

“Tidak … tidak, pulang saja sana,” kata Andra buru-buru.

Simbok menuntun nyonya majikan ke mobil, sementara Andra menatapnya heran. Apakah Andira dan Sinah tadi bisa ketemu? Kok Andira tidak mengatakan apa-apa?

Andra melihat Andira sudah masuk ke mobilnya, dan ia meyesal tidak memperhatikan ada mobil istrinya di tempat itu. Untunglah ia segera menemukan jawabannya.

Ketika Andra masuk, semua orang menundukkan kepala sebagai tanda menghormat, karena mereka tahu kalau Andra adalah suami Mawar, majikan mereka.

“Mana Mawar?” tanya Andra kepada Ria.

“Ibu Mawar sedang keluar.”

“Ke mana?”

“Saya tidak tahu, katanya ada suatu keperluan, dan mungkin agak lama. Tapi kami tidak berani bertanya lebih jauh.”

“Baiklah, aku mau istirahat dulu, siapkan minumanku, dan berikan juga makan dan minum untuk sopir,” titah Andra.

 “Baik." 

Mereka sudah tahu. Andra tentunya sudah sering datang dan menginap, dan mereka juga tahu kalau laki-laki gagah itu suami majikannya. Karenanya mereka juga menyiapkan segala sesuatu yang biasanya disajikan setiap kali sang tuan majikan datang.

***

Siang hari itu Arum sedang duduk bersantai bersama anak-anaknya, ditemani si Yu yang setia melayani mereka.

Belum saatnya Listyo datang, karena harus mengajar sampai sore.

“Apakah Ibu akan makan sekarang?” tanya si Yu.

“Biarkan anak-anak saja dulu, aku menunggu pak Listyo datang.”

“Tapi Ibu tidak boleh terlambat makan, bukankah ibu masih menyusui mas Rangga?”

“Iya, aku tahu, tapi aku masih kenyang. Pak Listyo pasti segera datang.”

“Saya tadi mendengar kalau bapak pulangnya sore lhoh. Kasihan mas Rangga kalau ASI ibu tidak lancar.”

“Baiklah kalau begitu, biar aku makan sekarang, tolong Rangga dijagain dulu, tidurnya nyenyak sekali,” kata Arum.

“Baiklah.”

Ketika beranjak ke ruang makan itu, tiba-tiba terdengar bel tamu berdering. Si Yu segera berlari ke arah depan, dan terkejut melihat kedua orang tua Listyo yang datang.

Ia segera membuka pintu dan berteriak memanggil majikannya.

“Bu, ada tamu dari Solo.”

Arum tidak perlu diberi tahu, karena dia sudah berdiri di belakang Si Yu ketika kedua mertuanya datang.

Ia segera mencium tangan keduanya, dan mempersilakannya masuk.

“Silakan, Bapak, Ibu.”

Aryo dan Sekar yang sedang asyik bermain juga menghambur ke arah kakek dan nenek mereka.

“Anak-anak yang baik,” kata den ayu Ranu sambil membungkuk mencium Aryo dan Sekar.

“Listyo belum pulang?” tanya sang ayah mertua.

“Hari ini pulang sore. Bapak dan ibu beristirahat dulu di sini, sambil menunggu kedatangan mas Listyo. Si Yu biar menyiapkan makan siang juga.”

“Baiklah, tidak apa-apa kalau harus menunggu. Tadi kami baru pulang dari  rumah teman. Dia baru pindah kemari. Oh ya.. Ini ada mangga,” kata den ayu Ranu sambil memberikan sebuah bungkusan.

“Ini apa Bu?”

“Tadi di jalan, ketika mampir ke rumah Dewi, ada seorang penjual buah-buahan. Ia menawarkan dagangannya kepada kami. Sebenarnya kami tidak ingin membelinya, buah-buahan di rumah banyak. Tapi karena kasihan pada penjual itu, lalu kami membelinya. Untuk kamu saja nih. Buah mangga, semoga saja manis. Tapi kalau asam lebih baik dibuang saja.”

“Bagus sekali, terima kasih ya Bu.”

“Tadi penjualnya juga mau masuk ke rumah Dewi, tapi waktu itu kan Dewi tidak ada di rumah, entah ada yang mau beli atau tidak.”

“Bu, makan siang sudah saya tata di meja,” kata si Yu tiba-tiba.

“Bapak, Ibu, ayo kita makan dulu,” tawar Arum.

“Ya sudah, kebetulan kami juga belum makan, tapi kami mau melihat Rangga dulu,” kata den ayu Ranu.

“Yu, setelah ini kamu tata kamar tamu,” perintahnya kemudian kepada si Yu.

“Baik.”

Lalu sebelum ke ruang makan, mereka masuk ke dalam kamar, untuk melihat Rangga dan tentu tak berani mengusiknya karena Rangga terlihat sedang tertidur pulas.

***

Dewi baru saja keluar dari kelas, ketika Listyo memanggilnya.

“Kamu mau pulang kan Wi?”

“Iya, kenapa?”

“Bareng saja, aku juga mau pulang..”

“Nggak usah Mas, nanti muter kalau harus mengantar aku dulu.”

“Tidak apa-apa, muter sebentar, daripada kamu naik becak sendirian.”

“Ya sudah, lumayan hemat uang ongkos becak,” kata Dewi sambil tertawa.

“Satria pulang ke Solo setelah wisuda?” tanya Listyo dalam perjalanan mengantar Dewi.

“Iya, tapi mungkin besok atau Minggu sudah kembali kemari, karena ia janjian dengan seorang pimpinan perusahaan, tentang lamaran pekerjaan.”

“Oh, sudah mendapat pekerjaan?”

“Baru mau melamar hari Senin, tapi mudah-mudahan diterima, karena dia kenal dengan pimpinan itu, dan diminta menemuinya hari Senin ini.”

“Syukurlah, aku ikut senang. Semoga benar-benar dia segera bisa diterima bekerja.”

“Aamiin.”

Ketika kemudian Listyo menurunkan Dewi di halaman rumahnya, Dewi melihat mbok Randu duduk di teras depan, lalu berdiri menyambutnya ketika melihatnya datang.

“Nungguin aku Mbok?”

“Tidak, tadi ada Sinah datang kemari.”

“Sinah?”

***

Besok lagi ya.

37 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah
      Sehat2 nggih Mbak Tien...πŸ€—
      Salam ADUHAI dari Bandung
      πŸ™πŸ₯°πŸ˜πŸ’•

      Delete
  2. Alhamdulillah MAWAR HITAM~10 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga tercinta.
    Aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  3. Alhamdulillah eMHa_10 sdh tayang.
    Sinah menyamar jadi tukang buah mangga, mau menghilangkan jejak

    Semoga bu Tien, sehat selalu dan selalu sehat.
    Dan mas Tom juga semakin sehat kondisinya. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  4. 🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’
    Cerbung eMHa_10
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam serojaπŸ¦‹
    🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  5. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 10" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai hai hai

      Delete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 10 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  8. Alhamdulillah sudah tayang
    terimakasih bunda tien semoga sehat walfiat
    salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  9. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Misi apa Sinah ke rumah Dewi ya 😁

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yati

      Delete

  12. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung * MAWAR HITAM 10
    * sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  13. Maturnuwun Bu Tien, tetap sehat,semangat menulis cerbung untuk pembaca setia.

    ReplyDelete
  14. Sinah pinter mengecoh kenalan lama,supaya mereka tidak mengenal samaran nya sebagai Mawar Hitam yg berduri....

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 10 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 10...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Sinah melepas topeng Mawar nya dan jualan mangga ke rumah Dewi. Kok
    nyolowadi timen ya Sinah iki.

    Mawar Hitam kelam dan seram..mungkin mau berniat jahat ya..🀭😳

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien semoga sehat selalu. Aamiin πŸ™

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  19. Sinah "taragak" sama simbok (mbok Manis apa Mbok Randu)?
    Terimakasih Mbak Tien..

    ReplyDelete
  20. Cerita yg bagus, semoga sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bunda Tien, penasaran apa yang akan dilakukan Sina... tunggu besok... Terimakasih bunda Tien, sehat selalu bunda Tien sekeluarga.. Aduhaaii

    ReplyDelete
  22. Hebat juga Sinah... Dapat menjadi Sinah yang orang desa dan menjadi Mawar si Bos rumah makan yang terkenal.
    Pada awalnya penjahat tampak menang, tapi pada akhirnya yang baik dan benar yang menang.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  23. Waah...berani berperan ganda Sinah ya...berarti cukup cerdas dia...atau licik?πŸ€”

    Terima kasih, ibu Tien. Salam hormat.

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 10

  MAWAR HITAM  10 (Tien Kumalasari)   Di kantor pimpinan rumah makan Mawar Hitam, Sinah memanggil orang kepercayaannya. Ia akan meninggalkan...