Tuesday, June 24, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 45

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  45

(Tien Kumalasari)

 

Beberapa saat lamanya semuanya terdiam. Semuanya serba tak terduga. Bahkan Adisoma tak mampu mengucapkan apapun. Perempuan yang dicarinya selama berbulan-bulan ternyata ada bersama istrinya? Dia menginginkan mereka berkumpul di rumahnya dan tak ada yang mendukungnya, lalu sekarang mereka benar-benar berkumpul di sini tanpa dirinya?

“Mengapa Kangmas datang kemari?” yang lebih dulu membuka suara adalah Saraswati. Tapi Adisoma masih menatap Arum yang menundukkan wajahnya. Aryo yang berdiri di dekat Saraswati sama sekali tak bereaksi melihat kedatangan sang ayah kandung. Ia bahkan menepuk pangkuan Saraswati berkali-kali, menunggu sang ibu angkat melanjutkan menyuapinya.

“Mammmm … mammmm … “ pekiknya.

Saraswati buru-buru menyuapi lagi Aryo yang tampaknya merasa kelamaan menunggu.

“Kamu ada di sini?” menggelegar kemudian suara Adisoma setelah terdiam beberapa saat lamanya, bukannya menjawab sapaan istrinya, justru menatap Arum dengan mata menyala. Ada marah di sana.

“Ya, saya di sini,” jawab Arum pelan. Tapi tak ada rasa takut melihat amarah terpancar dari mata Adisoma.

“Kamu ini benar-benar keras kepala, dan bertindak semau kamu sendiri. Apa maksudmu sebenarnya?” suara Adisoma lumayan keras.

“Bukankah sejak awal aku sudah bilang bahwa setelah melahirkan aku minta cerai? Sekarang sudah terjadi. Kita sudah bercerai dan kamu bukan siapa-siapa lagi bagiku,” suara Arum tandas, membuat Saraswati kagum pada keberaniannya. Diam-diam Saraswati merasa bahwa Arum memiliki karakter yang sama dengan dirinya. Keras dan berani.

“Itu anakku.”

“Lalu apa? Dia terlahir karena hawa nafsumu yang tak terkendali.”

“Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku akan bertanggung jawab?”

“Aku tidak butuh semuanya.”

“Sekarang dia akan menjadi tanggung jawab saya,” tiba-tiba sebuah suara datang setelah seseorang masuk dari pintu samping.

Adisoma menoleh, dan dengan heran melihat Listyo yang mengatakan bahwa Arum adalah tanggung jawabnya? Dengan mata menyala dia menghadapi Listyo.

“Apa maksudmu?” teriaknya marah.

“Arum adalah calon istri saya, Paman, jangan lagi mengusiknya,” kata Listyo tandas.

“Kamu benar-benar anak kurang ajar!”

Tiba-tiba Adisoma maju dan langsung mengayunkan tangannya untuk memukul wajah Listyo. Listyo yang tak siap menerima serangan terpaksa menerima pukulan itu, yang membuat kepalanya berdenyut. Saraswati dan Arum, juga Dewi yang datang bersama Listyo menjerit keras.

“Hentikaaan!” teriak Saraswati. Tapi Adisoma bukannya berhenti, dia mengulangi gerakannya, dan kembali menghantam kepala Listyo yang membuatnya terhuyung.

Arum melompat ke depan, persis ketika Adisoma melayangkan pukulan selanjutnya. Pukulan itu mengenai kepala Arum yang kemudian membuatnya terjatuh sambil memekik kesakitan.

Listyo marah bukan alang kepalang. Ia memburu Arum yang terjerembab di lantai, dan merangkulnya. Adisoma terpana. Ia ahli berkelahi sejak muda. Pukulannya bukan sembarang pukulan. Ada tenaga tersembunyi yang membuat orang biasa jatuh pingsan, dan sekarang Arum tergolek diam. Ia melihat Listyo menggendongnya dan meletakkannya di sebuah kursi panjang.

“Arum, sadar Arum, mengapa kamu nekat tadi?” pekik Listyo.

Saraswati menggendong Aryo dan memberikannya kepada mbok Randu, yang kemudian membawanya ke belakang sambil mulutnya nyerocos menghibur.

“Kita lihat ayam ya, lihat ayam di belakang … ayuk …”

“Bwwuuuu …” teriakan Aryo lenyap di balik pintu, dan barangkali mbok Randu berhasil membuatnya terhibur karena sudah tak lagi terdengar teriakan Aryo.

Saraswati marah bukan alang kepalang. Ia berlari ke kamar untuk mengambil minyak gosok, lalu membalurkannya ke tubuh Arum.

Adisoma menatapnya seperti orang linglung. Ia tak menyangka Arum berbuat senekat itu, demi melindungi Listyo. Rasa cemburu membakar jiwanya. Gemetar tangannya yang ingin kembali melayangkan pukulan terhadap Listyo, tapi sekarang Saraswati berdiri menghadapinya.

“Apa yang Kangmas lakukan? Ini rumahku, dan tidak seorangpun bisa membuat kegaduhan di sini.”

Adisoma tak mampu mengatakan apa-apa. Hatinya diliputi oleh rasa sesal dan marah tak terkira. Tapi kemudian dia merasa lemas. Semuanya seperti mimpi. Kemudian ia melihat Listyo menggendong Arum, dibawanya keluar.

“Bibi, saya akan membawanya ke rumah sakit,” katanya sambil terus berlalu. Dewi yang sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, mengikuti Listyo ke arah mobil. Lalu terdengar mobil keluar dari halaman.

Adisoma terduduk di kursi dengan tubuh lunglai. Ia mengusap  kasar wajahnya, tanpa mampu mengatakan apa-apa.

“Kalau sampai terjadi apa-apa pada Arum, Kangmas akan menerima akibatnya.”

Sesungguhnya kedatangannya ke rumah Saraswati hanyalah akan mempertanyakan keinginan cerai dari istrinya itu. Ia dengan segala kecongkakannya, tadinya enggan mengalah, dan akan membiarkan saja proses perceraian itu, tapi Tangkil membujuknya agar Adisoma mau mendekati kembali Saraswati, dan membujuknya agar mengurungkan niatnya. Tapi apa hendak dikata, di rumah sang istri dia mendapati Arum, bahkan akan menjadi istri Listyo? Adisoma benar-benar tak mengerti, bagaimana semua ini bisa terjadi.

Rasa marah membakarnya, serasa tak terima Arum menjadi milik orang lain, padahal Arum sudah menceraikannya.

“Bagaimana semua ini bisa terjadi?”

“Mengapa Kangmas marah-marah?”

“Bagaimana ini semua bisa terjadi?” Adisoma mengulang kata-katanya. Kejadian yang tak terduga membuatnya seperti orang linglung. Benar-benar linglung. Melihat keadaannya, Saraswati diam-diam merasa iba. Ia meraih cangkir minuman yang tadi disajikan oleh salah seorang abdi, lalu diberikannya kepada Adisoma.

“Minumlah dulu, biar hatimu tenang.”

Suara lembut yang sudah lama tak pernah didengarnya itu tiba-tiba mengusik perasaannya. Ditatapnya Saraswati dengan pandangan lebih teduh, lalu diterimanya cangkir yang diulurkannya, dicecapnya sampai habis, tandas.

Saraswati menerima cangkir yang sudah kosong itu, meletakkannya di meja, lalu duduk di depannya.

“Listyo menemukan Arum yang terlunta-lunta, lalu memberinya tempat tinggal. Hari-hari yang berjalan, kemudian membuat keduanya saling jatuh cinta. Listyo datang kemari untuk meminta pendapatku tentang wanita yang akan dinikahinya. Aku juga terkejut karena wanita itu adalah Arum. Tapi aku mendukungnya karena Arum adalah wanita yang baik. Entah bagaimana nanti sikap kangmas Ranu, yang jelas Listyo sudah mantap akan memperistrinya. Kangmas cemburu? Kangmas masih mengharapkan dia, sementara dia sudah tak mau lagi menjadi istri Kangmas?”

Saraswati bercerita panjang lebar mengenai hubungan Listyo dan Arum, Adisoma mendengarnya tanpa memotong sepatah katapun, seperti anak kecil mendengarkan sang ibu mendongeng tentang seorang putri dan pangeran berkuda putih, yang membawanya terbang menembus langit biru.

Adisoma meraih cangkirnya lagi, dan Saraswati mengambilkan cangkir lainnya yang masih utuh karena belum pada sempat meminumnya. Adisoma kembali meneguknya habis,

Wajah yang semula merah padam dibakar amarah itu kemudian tampak kuyu memprihatinkan, membuat Saraswati semakin iba. Apakah masih ada cinta yang tersisa dihati Saraswati kepada sang suami? Nyatanya melihatnya lusuh, hatinya masih saja terusik.

“Apakah Kangmas mau kita makan bersama? Mbok Randu sudah mempersiapkan semuanya di ruang makan. Tadi baru Aryo yang makan, aku yang menyuapinya.”

Mendengar kata Aryo, mata Adisoma mencari-cari.

“Aryo sedang melihat ayam di kandang belakang. Sekar ada di depan bersama mbok Manis.”

“Aku ingin melihat Aryo dan Sekar,” katanya lirih. Bagaimanapun mereka adalah darah  dagingnya. Melihat tak ada lagi kemarahan di hati Adisoma, Saraswati segera mengutus salah seorang abdi untuk memanggil mbok Randu dan mbok Manis yang sedang membawa anak-anak Arum.

Tapi begitu dekat, yang diteriaki Aryo adalah Saraswati.

“Bwuuuu …. Bwwuuuu ….”

Saraswati mengambil Aryo dari gendongan mbok Randu.

“Itu bapak … kamu lupa?”

“Tatataaaa … tataaaa …tat…”

Adisoma meraihnya, tapi Aryo merangkul leher Saraswati dengan erat.”

“Dia masih lupa, ayo Kangmas makan dulu saja, aku mau menelpon Listyo, menanyakan bagaimana keadaan Arum.”

***

Walau merasa khawatir ketika Arum sedang dalam penanganan, Listyo bisa menceritakan semuanya yang terjadi, membuat Dewi terheran-heran.

“Jadi Arum itu selir ayahku? Lalu kamu jatuh cinta padanya?”

“Entah bagaimana, tapi rasa cinta itu kan bisa datang kapan saja. Semenjak kamu lari dari aku, aku tak pernah jatuh cinta. Kali ini aku menyadari, bahwa aku benar-benar mencintai Arum, dan aku tak mau kehilangan untuk kedua kalinya.”

“Itu sebabnya tadi ayahanda marah?”

“Arum sudah menceraikannya. Sejak kelahiran anaknya yang kecil, Arum sudah mengatakan bahwa dia minta diceraikan.”

"Sungguh aneh.”

Ketika berbincang itu tiba-tiba ponsel Listyo berdering, ternyata dari Saraswati yang menanyakan keadaan Arum.

“Masih ditangani, Bi. Katanya sih tadi tidak berbahaya. Saya belum bisa bertemu dia.”

“Semoga Arum baik-baik saja.”

“Apakah paman masih di situ?”

“Sedang makan, tampaknya dia sudah bisa mengerti.”

“Tidak marah lagi?”

“Maafkanlah dia, dia juga sangat terkejut dan tidak menduga bisa bertemu Arum di rumah bibi ini.”

”Baiklah. Sebentar Bibi, sepertinya saya dipanggil masuk,” kata Listyo yang kemudian menutup ponselnya, lalu bergegas menghampiri perawat yang memanggilnya.

“Ibu Arum sudah siuman, silakan kalau mau menemuinya.”

Listyo melambaikan tangan ke arah Dewi, diajaknya masuk.

Arum masih terbaring, dengan selang infus terhubung di tangannya. Ia tersenyum ketika melihat Listyo.

“Bagaimana keadaanmu?”

“Aku sudah tidak pusing, aku mau pulang.”

“Nanti dulu, harus mendapat ijin dari dokternya. Lagipula kamu masih diinfus.”

Arum tiba-tiba melihat Dewi datang mendekat.

“Ini Dewi, putri bibiku.”

“Oo, selamat bertemu, Den Ajeng,” sapa Arum sambil tersenyum.

“Mengapa den ajeng? Namaku Dewi.”

“Saya sudah sering mendengar cerita tentang Den Ajeng.”

“Dewi, bukan den ajeng.”

“Tapi den ajeng kan putri den ayu Saraswati.”

“Tapi aku bukan den ajeng, panggil namaku saja. Sebentar lagi mbak Arum kan jadi kakakku?” goda Dewi, membuat Arum tersenyum.

“Entahlah, semuanya kan belum pasti. Hanya Tuhan yang bisa memberikan saya jodoh yang baik.”

“Mas Listyo ini laki-laki yang baik lhoh.”

“Kalau baik, mengapa dulu jeng Dewi meninggalkannya?” kata Arum yang mengubah panggilannya.

“Karena bukan jodohku.”

“Dewi ini sudah punya pacar. Dia Satria, mahasiswaku yang baik dan pintar.”

“Benarkah? Aku ikut senang.”

“Kalau kamu masih belum merasa baik, rawat inap adalah pilihan yang tepat, agar dokter bisa memantau sakitmu.”

“Aku merasa baik. Jangan sampai aku dirawat, bagaimana dengan anak-anakku? Lagi pula mas Listyo tadi juga kena pukulan, lihat, wajahmu sedikit bengkak.”

“Tidak apa-apa, aku merasa baik. Yang penting itu kamu.”

“Aku hanya memikirkan anak-anakku.”

“Anak-anak dirawat oleh bibi dengan baik.”

“Tapi aku tidak bisa meninggalkannya, aku harus pulang.”

“Baiklah, aku akan bicara dengan dokternya dulu.”

***

Akhirnya Aryo mau digendong Adisoma. Sungguh mengherankan karena dengan Saraswati Aryo dengan mudah mengingatnya, tapi terhadap Adisoma membutuhkan waktu untuk bisa ‘berdamai’ kembali.

Saraswati merasa lega, setelah Listyo menelponnya dan mengatakan bahwa Arum baik-baik saja.

“Baru saja Listyo menelpon, katanya Arum baik-baik saja, dan kemungkinan hari ini dia bisa keluar dari rumah sakit.”

“Hm …” hanya itu jawaban Adisoma. Ia merasa belum bisa menerima keadaan yang dilihatnya hari itu di rumah Saraswati.

Tak lama setelah berbincang, Adisoma berpamit kepada istrinya.

“Aku harus pulang siang ini. Nanti malam masih ada acara di keraton.”

“Sebenarnya apa maksud kedatangan Kangmas kemari?”

“Aku ingin membicarakan tentang surat dari kantor urusan agama tentang kamu yang menggugat cerai.”

“Bukankah itu yang terbaik?”

“Tidak, pikirkan baik-baik keinginanmu itu. Sementara aku pulang dulu, kamu bisa memikirkannya. Kamu harus tahu bahwa aku tak ingin bercerai darimu.”

Adisoma pergi begitu saja, tanpa menunggu Arum yang kembali dari rumah sakit.

***

Di perjalanan pulang, Adisoma tak banyak bicara.

“Saya kira Den Mas akan menginap,” tanya Tangkil yang menjadi sopir sejak keberangkatan mereka.

“Tidak, aku butuh menenangkan diri.”

“Apakah terjadi sesuatu tentang den Arum?”

“Tidak. Diamlah, aku akan menelpon seseorang,” kata Adisoma yang kemudian mengambil ponselnya.

“Hallo, ya ini aku, Kangmas Ranu, Adisoma. Ada yang ingin aku katakan.”

Ternyata Adisoma menelpon tumenggung Ranu, ayahanda Listyo.

***

Besok lagi ya.

 

49 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....
    Semoga Aruklm cepat pulang...
    Adisoma sadar...
    Mendukung tumenggung Ranu, jangan menghalangi niat Listyo menilah...

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 44" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra ๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun ๐Ÿฉท๐Ÿฉท

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  5. Terima ksih bunda cerbungnya sdh tayang..slm sht selalu unk bunda sekeluarga

    ReplyDelete
  6. ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ
    Alhamdulillah ๐Ÿ™๐Ÿฆ‹
    Cerbung CJDPS_45
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin๐Ÿคฒ. Salam seroja๐Ÿ˜
    ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ๐Ÿš๐Ÿชธ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  7. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Salamah

      Delete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 45 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga pak Herry

      Delete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibi Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  10. Maturnuwun Bu Tien Kumalasari, semua cerbung nya, semoga sll sehat². Aamiin YRA ๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Nanik
      Apa kabar lama nggak komen

      Delete
  11. matur nuwun Bunda Tien, barokalloh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Yulian

      Delete
  12. Alhamdulillah...
    Syukron nggih Mbak Tien ..
    Kelihatannya dah mau tamat ... Happy End in Syaa Alloh ❤️๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bu Tien ,eps 45 telah tayang dng cakep sekali, semoga Adisoma TDK mendukung tumenggung Ranu yg menghalangi Listyo dan Arum, semoga mereka bahagia, ......Salam sehat dan bahagia dari kota Pati ❤️

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 45...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Waduh sempat terjadi goro goro di rmh Saraswati.
    Adisoma menjelma menjadi Tumenggung Wiraguna yang kuat dan perkasa, pukulan tangan kiri nya memaksa Arum msk rumah sakit. Mungkin klu terkena pukulan tangan kanan nya, Arum ..tak tertolong...๐Ÿ˜๐Ÿ˜

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga pak Munthoni

      Delete
  15. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Reni

      Delete
  16. Alhamdulillaah CJDPS- 45 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semiga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah... terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Yati

      Delete
  18. Saraswati minta cerai karena menurut pendapatnya Arum akan mantap menjadi selir Adisoma . Karena ternyata Arum akan dipersunting Listyo, bisa jadi Saraswati kembali kepada Adisoma.
    Listyo yang sudah mantap dengan Arum mungkin berani mbalelo menentang orang tuanya.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  19. Tambah seru nih... walaupun perang Baratayudha hny sebentar tetap bikin Arum masuk rumah sakit',.
    Nah berita apa yg akan terjadi dg Adisoma dan Ranu ... penasaran apa tambah bumbu jd tdk suka hubungan dg Lystio & Arum .... iiiii

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya ๐Ÿ™๐Ÿค—๐Ÿฅฐ๐Ÿ’–๐ŸŒฟ๐ŸŒธ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun juga ibu Ika

      Delete
  20. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu bersama keluarga tercinta, Aduhaaiii selaluuu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG~45 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga tercinta.
    Aamiin YRA.๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  22. Apakah Adisoma akan memprovokasi Kangmas Ranu atau malah membujuknya agar menerima Arum jadi menantu Kangmas?
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu bersama keluarga tercinta, Aduhaaiii selaluuu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 45

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  45 (Tien Kumalasari)   Beberapa saat lamanya semuanya terdiam. Semuanya serba tak terduga. Bahkan Adisoma ...