Thursday, June 19, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 41

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  41

(Tien Kumalasari)

 

Adisoma menerima amplop itu dengan heran. Ada urusan apa ini? Pikirnya dengan hati berdebar. Segera ia membuka amplop itu, dan terkejut.

“Saraswati menggugat cerai?” gumamnya, walau pelan tapi cukup membuat Tangkil terkejut.

Adisoma melemparkan surat panggilan itu ke tanah begitu saja. Tangkil memungutnya, melipatnya dengan rapi dan memasukkan kembali ke dalam amplopnya.

“Ada-ada saja. Dasar perempuan keras kepala. Mengapa ia menambah sakit kepalaku di saat seperti ini? Coba pikir Kil, Saraswati menggugat cerai? Ini pasti atas desakan Dewi yang baru pulang itu. Bukannya membujuk ibunya agar kembali kemari, malah menyuruhnya meminta cerai. Belum kejadian aku datang untuk menemuinya, dia sudah membuat aku kesal. Lama-lama Dewi itu seperti ibunya. Semaunya dan keras kepala!” Adisoma mengomel tak habis-habisnya. Lalu karena lelah dia berdiri lalu masuk ke dalam rumah. Tangkil mengikutinya sambil membawa amplop itu. Tapi Adisoma menolaknya ketika Tangkil memberikan amplop itu.

“Taruh saja di sembarang tempat.”

“Harusnya Den Mas membacanya, kan ada hari dan tanggal yang_”

“Aku tidak akan datang. Terserah dia mau apa.”

“Harusnya Den Mas menemui den ayu Saraswati.”

“Aku juga mau menemuinya. Aku juga ingin memarahi Dewi. Ia belum bertemu aku, lalu pergi begitu saja. Apa dia sudah tidak menganggap bahwa aku ini orang tuanya? Ini membuat aku kesal. Semuanya membuat aku kesal, dan marah!” katanya dengan suara keras.

Tangkil duduk di lantai, bersimpuh menghadap bendoronya yang duduk sambil menyandarkan tubuhnya pada sebuah kursi di pendopo itu. Wajahnya merah padam, dipenuhi amarah yang menyesak dadanya.

“Den Mas, mohon maaf kalau saya mengusulkan hal yang tidak sesuai dengan apa yang Den Mas kehendaki. Sebaiknya Den Mas menemui den ayu Saraswati, mengajaknya bicara baik-baik.”

“Nanti dia besar kepala. Dikira aku mengemis-ngemis perhatiannya, cintanya. Huhh, sebel banget.”

“Tidak apa-apa, dalam memperjuangkan cinta, maka kita harus mengalah. Menurut saya, daripada Den Mas selalu memikirkan den Arum yang sudah jelas tidak mau melayani Den Mas, tidak mau menjadi istri Den Mas, lebih baik Den Mas memperjuangkan cinta den ayu Saraswati kembali.”

Adisoma tampak diam. Wajahnya masih muram. Tapi tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu. Barangkali memikirkan usulan Tangkil yang sesungguhnya amat setia kepada dirinya. Harusnya Adisoma yakin, bahwa apa yang dikatakan Tangkil memang demi kebaikannya, bahkan juga keluarganya.

Bagus sekali mendekati Saraswati dan minta agar membatalkan niatnya untuk bercerai. Tapi harga diri seorang laki-laki bernama Adisoma, yang priyayi dengan derajat tinggi, yang punya abdi di setiap sudut rumahnya, yang dihormati bagai bendoro yang tak tertandingi, menghambat langkahnya, dan membuatnya ragu.

“Mohon Den Mas mempertimbangkan apa yang saya katakan. Ini demi kebaikan semuanya. Den ayu Saraswati sudah menjadi istri Den Mas selama puluhan tahun. Beliau setia, berbakti dan sangat menghormati, dan tentunya juga menyayangi Den Mas. Ada barang berharga yang sedikit tergores, apakah Den Mas tidak ingin memperbaikinya? Apakah Den Mas lebih suka memungut benda yang sudah jatuh ke tanah dan tidak pantas lagi untuk dibersihkan dari kotoran?”

“Arum bukan perempuan kotor.”

“Tapi dia lebih baik pergi daripada dipungut oleh Den Mas untuk diberi kemuliaan. Dia memilih hidup yang mungkin juga penuh kotoran atau bahkan kehinaan. Berbeda dengan kehidupan di istana kecil ini."

“Ada sesuatu dari perempuan itu, dia memiliki tekad yang kuat, dan tak terkalahkan. Itu pula sebabnya, mengapa dia tidak mau menjadi istri sahku. Sejak awal dia enggan, dan dia tetap enggan, memilih pergi, entah bagaimana nanti kehidupannya. Padahal ada dua orang anakku, yang aku tidak tega melihatnya menderita.”

“Seorang ibu akan menjaga anaknya dengan sebaik-baiknya. Den Arum bukan wanita bodoh, walaupun pendidikannya tidak tinggi. Seharusnya Den Mas tidak usah terlalu memikirkannya.”

 Adisoma meraih surat dari pengadilan agama itu, lalu kembali membacanya. Wajahnya masih muram.

“Besok kalau ada waktu antarkan aku ke Jogya,” katanya kepada Tangkil.

“Baik. Kapan Den Mas akan pergi?”

“Tidak untuk sehari dua hari ini. Di keraton sedang banyak acara. Mungkin Minggu depan.”

“Sendika, kapan saja Den Mas inginkan.”

***

Saraswati sedang menghampiri Dewi yang sedang duduk sambil membaca buku, di taman, ditepi kolam.

“Dewi, kamu tidak kuliah?”

“Nanti agak siang, Kanjeng Ibu. Sebenarnya Dewi ingin bicara dengan Kanjeng Ibu.”

“Bicaralah.”

“Mengapa Kanjeng Ibu menggugat cerai kanjeng rama, bukannya malah memperbaiki hubungan agar kembali menjadi keluarga yang utuh?”

“Tidak bisa lagi, Dewi. Bukankah sebelum melakukannya aku sudah bicara sama kamu?”

“Dewi bisa apa? Keinginan Kanjeng Ibu begitu kuat.”

“Apa kamu tahu? Sebuah cinta yang sudah terbelah, susah untuk menyatukannya kembali. Ayahandamu sangat mencintai Arum. Berbulan-bulan berlalu dia masih terus mencarinya. Karena itu maka perhatiannya terhadap ibundamu ini sudah tak ada lagi.”

“Kanjeng rama begitu mencintai Kanjeng Ibu, Dewi tahu sendiri.”

“Itu dulu. Sebelum semuanya menjadi rusak. Ayahandamu sendiri yang merusaknya. Ibundamu merasa lebih nyaman dengan hidup yang ibundamu jalani ini. Apalagi dengan kepulangan kamu.”

Dewi menghela napas panjang. Ia sudah mulai kuliah selama berbulan-bulan, tapi belum pernah menemui ayahandanya. Ada rasa bersalah yang kemudian mengganggunya. Sang ibunda juga tak pernah mengingatkannya. Barangkali karena perhatiannya kepada sang suami juga sudah menipis.

“Dewi ingin menemui kanjeng rama.”

Saraswati tak menjawab. Ia tidak tertarik untuk mengomentari dengan mengatakan setuju, ataupun tidak.

“Bersama Kanjeng Ibu, ya.”

“Apa maksudmu? Aku sudah pergi dari rumah, dan tak ingin kembali ke sana.”

“Kanjeng Ibu, bukankah memaafkan adalah sebuah perbuatan mulia?”

“Aku sudah memaafkannya.”

“Kalau begitu ayo kita temui kanjeng rama. Dewi sedih kalau sampai Kanjeng Ibu dan kanjeng rama bercerai,” kata Dewi dengan wajah sendu.

“Proses cerai sudah berjalan.”

“Bukankah bisa dibatalkan?”

“Aku sudah merasa nyaman tinggal di sini. Aku bisa melakukan sesuatu tanpa ada keharusan untuk ini dan itu.”

“Walau Kanjeng Ibu tinggal di sini, bisakah untuk tidak bercerai?”

“Dewi, mengapa kamu memojokkan ibundamu ini dengan berbagai perkataan yang seperti menyalahkan? Apakah kamu tidak memikirkan, bagaimana ayahandamu setelah ibundamu ini pergi. Masihkah peduli, masihkah menginginkan ibundamu kembali?”

“Dewi memang bermaksud menemui kanjeng rama untuk itu.”

Saraswati tak menjawab. Rupanya luka yang ditorehkan Adisoma bukanlah sembarang luka. Ada banyak kekecewaan yang dicatatnya sebagai sesuatu yang membuatnya sakit. Memaafkan … sudah, tapi sakit itu masih menggores. Sungguh ia tak menyangka suami yang dicintai dan dihormatinya mampu membohongi sebuah ketulusan cinta. Saraswati selalu merasa sakit, dan mungkin perceraian adalah sesuatu yang bisa menyembuhkannya.

“Ibunda harus merenungkan kembali niatan untuk bercerai itu. Apakah tidak lebih baik mendandani sesuatu yang sedikit rusak, daripada membuangnya?”

“Kamu anak kecil, tidak tahu apa-apa.”

“Dewi sudah dewasa. Banyak pembelajaran dalam hidup yang membuat pikiran Dewi lebih terbuka. Betapa luasnya dunia, betapa indahnya alam, semua itu Dewi nikmati dan membuat Dewi merasa bisa berpikir lebih jauh. Barangkali kata-kata yang tadi Dewi ungkapkan, seharusnya Dewi katakan sebelum Kanjeng Ibu menggugat cerai. Tapi waktu itu kekesalan Kanjeng Ibu seperti tidak bisa diendapkan, hanya karena selalu terpikirkan oleh Kanjeng Ibu, tentang kanjeng rama yang masih selalu mencari keberadaan Arum.”

“Entahlah, sekarang ibundamu ini jadi bingung.”

“Endapkan perasaan Kanjeng Ibu, dan berpikir dengan tenang. Dewi yakin bahwa kanjeng rama masih sangat mencintai Kanjeng Ibu.”

***

Arum sedang membuka kotak perhiasan yang diberikan Saraswati kepadanya. Arum merasa bahwa perhiasan itu tak ternilai harganya, bukan karena perhiasan itu mahal, tapi perhatian yang diberikan Saraswati kepadanya. Mengapa seorang wanita bisa tidak merasa benci kepada wanita lain yang disukai suaminya? Mungkin karena tahu bahwa Arum tidak pernah mencintainya, bahkan membencinya, entahlah. Saat ini Arum sedang berpikir untuk menjual salah satu perhiasan itu, untuk modal berdagang.

“Apa yang sebaiknya aku lakukan? Berdagang apa, atau melakukan apa supaya bisa mendapatkan penghasilan? Berbulan-bulan ini Arum masih mempergunakan sisa uang pemberian Adisoma yang memang selalu berlebih dan aku simpan. Tapi lama-lama uang itu akan habis. Aku harus segera berbuat sesuatu.”

“Bu, saya akan menidurkan mas Aryo,” kata si Yu tiba-tiba, yang masuk ke kamar sambil menggendong Aryo dipundaknya.

“Tidurkan di dekat Sekar, tapi jangan terlalu dekat. Kalau tidur, Aryo polahnya banyak, jangan sampai nanti menindih adiknya.”

Si Yu menidurkan Aryo perlahan, lalu beranjak keluar dari kamar. Tapi Arum menghentikannya.

“Duduklah dulu di sini Yu, ayo kita bicara.”

Tanpa menjawab si Yu segera duduk di depan Arum, yang sedang duduk di pinggiran kasur dimana kedua anaknya terlelap. Kasur itu memang terletak di lantai, untuk menghindari jatuh seandainya nanti Aryo banyak polah.

“Usaha apa menurutmu yang bisa kita lakukan untuk menyambung hidup? Selama ini kita selalu mendapat kemudahan karena pertolongan seseorang. Kita bisa menghemat uang kita karena tidak membayar sewa rumah. Tapi kan kita tidak bisa terus menerus diam. Uang yang aku pegang sudah menipis. Inipun sudah termasuk uang yang diberikan den ayu Saraswati, berikut sekotak perhiasan ini,” kata Arum sambil menepuk-nepuk kotak perhiasannya.

“Bagaimana sebaiknya, terserah Ibu saja. Apa saya harus berjualan makanan? Nasi liwet, misalnya?”

“Kamu bisa?”

“Dulu sebelum ikut Ibu, saya membantu tetangga yang berjualan nasi liwet.”

“Jadi kamu bisa? Memasak sampai menjualnya?”

“Tentu saya bisa. Saya juga bisa menjahit. Tapi kalau menjahit itu belum tentu setiap hari mendapat uang. Kita membutuhkan waktu untuk mencari pelanggan .”

“Kamu juga bisa menjahit?”

“Selepas SMP saya les menjahit, tapi kemudian saya tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak punya peralatan untuk menjahit. Jadi saya bekerja ikut orang, hanya saja itu tidak lama, kemudian saya ikut penjual nasi liwet, lalu saya ketemu lik Tangkil, kenalan tetangga, yang membawa saya kepada bu Arum ini.”

“Banyak juga kebisaan kamu ya Yu?”

“Tapi kan kita membutuhkan modal?”

“Besok aku akan menjual kalung ini. Ini pemberian den ayu Saraswati, yang memang diberikan kalau misalnya saya butuh untuk menyambung hidup bersama anak-anakku.”

“Bukan main, yang namanya den ayu itu ya Bu. Ini kalung bagus. Harganya pasti mahal. Kalau untuk modal beli beras dan lauknya saja pasti masih sisa.”

"Nanti menyewa tempat untuk berjualan. Aku kira aku sudah tidak takut lagi untuk keluar setelah aku terlepas dari ikatan nikah siri itu.”

“Baiklah, Bu. Terserah Ibu saja.”

“Sekarang mumpung anak-anak tidur, saya mau keluar sebentar untuk menjual kalung ini. Soal usaha jualan nasi liwet itu aku juga setuju, tapi nanti setelah aku pulang, kita bisa membicarakannya lagi, barangkali ada yang lebih baik, karena kita juga harus memikirkan anak-anak. Kalau bisa usaha yang tidak usah meninggalkan anak-anak.”

“Ketika saya berjualan, Ibu menjaga anak-anak. Saya kira saya bisa melakukannya sendiri.”

“Baiklah, nanti kita pikirkan lagi setelah aku pulang dan membawa uang.”

***

Arum sedang berjalan diantara deretan toko-toko, dan mencari di mana ada toko emas yang bisa membeli kalungnya.

Ia senang ketika melihat tulisan toko emas, terpampang tinggi dan terbaca dari tempatnya berjalan.

Arum bergegas mendekat, ia akan menjualnya di harga tawaran tertinggi dari toko itu. Ia tak ingin menundanya, karena ia harus terus menjalani kehidupan ini bersama anak-anaknya.

Ia sudah sampai di depan toko itu, lalu segera membelokkan langkahnya.

Tapi tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.

“Arum?”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

54 comments:

  1. Matur nuwun Bu Tien. Mugi Bu Tien & kelg.tansah pinaringan sehat.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah CeJeDePeeS_41 sudah tayang....

    Siapa tuh yang manggil Arum?
    Listyo apa Adisoma???

    Semoga bu Tien dalam keadaan sehat selalu.
    Aamiin yaa Robbal'alamiin 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  5. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul 🀲

    ReplyDelete
  6. πŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung CJDPS_41
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Aduhai

      Delete
  7. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 41" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 41 "sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Matur nuwun Bu Tien, semoga sehat wal'afiat selalu dan Pak Tom semakin sehat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  10. Alhamdulillaah CJDPS-41 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  11. Terima ksih bundaπŸ™slm sht sll unk bunda sekeluarga πŸ™πŸ₯°πŸ‘❤️

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG~41 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  13. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan Pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai.hai

      Delete
  14. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 41...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Cakep saran nya Dewi kpd Ibundanya, pandangan nya sdh kedepan. Sebalik nya Saraswati pandangan nya msh kebelakang, msh menyimpan rasa sakit, yang di pelihara terus 😁 sampai kapan ya 😁

    Arum hati2 di belakang mu ada yang memanggil. Jangan sampai perhiasan yang akan kamu jual raib, gara2 panggilan tsb.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  15. Alhamdulillah,CJDPS 41 telah hadir, ....siapa ya kira2 yg manggil Arumi, biki n penasaran ya,.......kami menunggu dng setia episode selanjutnya Bu Tien, sehat dan bahagia selalu ,salam dari kota pensiunan...❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Tatik
      Kota pensiunan mana ya?f

      Delete
  16. Jangan2 Adisoma...
    Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah CINTAKU JAUH DI PULAU 41 sudah tayang, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillaah, siapa ya ??? yg menyapa Arum,

    Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    ReplyDelete
  19. Terimakasih bunda Tien, sehat senantiasa bersama keluarga tercinta, aduhaaiii

    ReplyDelete
  20. Terimakasih bunda Tien, sehat senantiasa bersama keluarga tercinta, aduhaaiii

    ReplyDelete
  21. Dipanggil siapa? Listyo?
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Hmm...benarkah Arum tidak pernah mencintai Adisoma?πŸ€”πŸ€­

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™πŸ»πŸŒΉ

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun nggih bu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 41

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  41 (Tien Kumalasari)   Adisoma menerima amplop itu dengan heran. Ada urusan apa ini? Pikirnya dengan hati ...