Saturday, November 16, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 14

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  14

(Tien Kumalasari)

 

Mbok Truno heran melihat barang-barang yang dibeli Arumi. Ia membuka keresek yang diletakkan di meja dapur, setelah Arumi membawa bungkusan grontol ke depan, di mana ayahnya duduk, lalu kebelakang lagi dengan membawa bungkusan itu untuk dirinya sendiri dan simboknya.

“Ini Mbok, sudah lama tidak makan grontol. Gurih,” kata Arumi sambil mencomot grontolnya dengan suru.

“Nanti dulu. Ini kamu beli barang-barang sebanyak ini dari mana? Apa kamu membawa duit banyak? Simbok kan hanya memberi kamu sepuluh ribu, limaribuan dua, itupun hanya untuk beli bumbu sedikit.”

“Memangnya kenapa Mbok? Arumi juga membeli sesuai yang simbok pesan, tadi. Kalau grontolnya ini, memang dibelikan mbak Wahyuni, katanya untuk Arumi, untuk bapak dan Simbok.”

“Bukan grontol ini saja. Lihat, bawang merah segini banyak, bawang putih segini banyak, minyak satu botol, lalu apa lagi nih, kok kamu belinya banyak sekali, memangnya kamu membawa duit berapa?”

“Ya ampuun Mbok, berarti tadi Arumi dikasih murah.”

“Dikasih murah bagaimana?”

“Itu tadi belinya di toko pak Carik.”

“Tumben kamu beli di sana, hanya beli sedikit-sedikit, apa mau mereka melayani? Simbok tidak pernah beli di sana.”

“Tadi kan Arumi ketemu mbak Wahyuni, terus ditanya mau beli apa, ketika Arumi mengatakan mau beli bumbu-bumbu, mbak  Wahyuni mengajaknya ke toko ayahnya, katanya di toko itu juga menjual bumbu-bumbu.”

“Memang, simbok tahu. Tapi kalau ke toko itu, tidak bisa membeli sedikit. Paling harus satu ons, seprapat kilo, gitu.”

“Mbak Wahyuni yang ngajak. Arumi juga bilang beli ini itu seribuan, minyak tiga ribu, nggak tahu diberi segini banyak.”

“Apa dia nggak keliru melihat uangmu, lima ribuan dikira seratus.”

“Ya enggak Mbok, kan Arumi ngomong, bukan menunjukkan duitnya. Ya berarti memang diberi murah. Arumi juga heran, sikap mbak Wahyuni tadi aneh sekali. Dari yang biasanya acuh tak acuh kalau ketemu Arumi, tadi sikapnya sangat baik, malah ketika ada yang jual grontol Arumi dibelikannya tiga bungkus.”

“Oh ya? Barangkali Wahyuni sadar akan kesalahannya waktu itu, lalu sebagai permintaan maaf dia bersikap baik sama kamu.”

“Entahlah Mbok, nanti kalau ketemu lagi aku harus mengucapkan terima kasih. Semoga saja sikap baiknya itu benar-benar tulus.”

“Orang jahat menjadi baik itu mulia, kalau orang baik menjadi jahat, itu tidak terpuji. Semoga Wahyuni bisa merubah sikap buruknya, dan bisa berbaik hati kepada semua orang.”

“Iya Mbok.”

“Ya sudah, habiskan dulu grontolnya, lalu nyalakan apinya, dari tadi susah menyala, gara-gara kayunya belum kering benar.”

“Biar Arumi yang menyalakannya,” kata Arumi yang kemudian menuju ke arah tungku.

***

Bachtiar menegur Suyono yang sedang merokok. Entah sudah habis berapa batang rokok dihabiskannya, padahal Bachtiar ingin mengajaknya bicara.

“Berhentilah merokok, Yono. Aku ingin bicara.”

Suyono membuang puntung rokoknya lalu masuk ke dalam kantor Bachtiar.

“Ya Pak, saya kira Bapak sedang sibuk menelpon tadi.”

“Saya peringatkan kamu, jangan terlalu banyak merokok. Ingat paru-paru kamu.”

Suyono tiba-tiba teringat Wahyuni, yang juga mengingatkan dirinya tentang paru-parunya. Sejak kapan gadis itu punya perhatian terhadap orang lain?

“Sekarang masih belum terasa, tapi nanti saat kamu tua, baru tahu rasa,” lanjut Bachtiar.

“Iya Pak. Akan saya kurangi sedikit demi sedikit.”

“Bagus. Harus dikurangi supaya tidak keterusan.”

“Oh ya Pak, kemarin bapak dicari calon istri Bapak. Cantik sekali, serasi sekali kalau bersanding sama Bapak,” kata Suyono.

“Jangan bicara aneh-aneh, aku belum punya calon.”

“Kemarin itu ….”

“Bukan, sudah, jangan pikirkan dan jangan bicara tentang dia lagi. Sebentar lagi akan ada tamu. Kami akan membicarakan proyek baru yang akan segera kami mulai, mungkin bulan depan.”

“Tentang air bersih yang akan disiapkan di beberapa tempat di dusun ini?”

“Ya. Jadi kamu lihat berapa pekan lagi kira-kira proyek ini akan selesai. Aku tidak bisa meninggalkan kantor saat ini.”

“Baik, saya akan bicarakan dengan mandor yang lain,” kata Suyono sambil bangkit. Ketika ia akan meraih bungkusan rokok yang tertinggal di meja, Bachtiar lebih dulu meraihnya dan menyembunyikannya ke dalam laci.

***

Wahyuni tertegun melihat sikap Suyono. Ia merasa, Suyono menatapnya dengan tatapan yang aneh. Tapi kemudian dia disibukkan dengan pekerjaannya yang lain, menjadi kasir, menerima pesanan dan membayar semua piutang pembelian barang oleh sang ayah.

Ketika pak Carik datang dan membawa barang-barang dengan mobil pickupnya, beberapa pegawai menurunkan semuanya.

Pak Carik langsung masuk dan menegur Wahyuni, kenapa tadi membawa Arumi ke toko.

“Arumi mau belanja, apa salahnya membeli barang-barang yang dijual di sini.”

”Apa dia membawa uang banyak?”

“Bukan banyak, tapi ya cukup, dan bisa membayar.”

“Kamu tidak usah terlalu baik pada Arumi. Nanti dia dekat-dekat sama kamu, lalu Sutris melihatnya. Aku tidak suka Sutris mendekati dia.”

“Sutris cinta berat sama Arumi. Nanti kalau dia minggat lagi, Bapak juga bingung kan?”

“Mengapa kamu jadi berpihak pada Sutris? Bukankah tadinya kamu juga tidak suka pada Arumi?”

“Kata ibu, jadi orang itu harus baik kepada siapa saja. Wahyuni melihat, Arumi juga baik, ramah kepada siapa saja.”

“Maksudmu kamu suka, kalau gadis itu menjadi adik iparmu?”

“Nggak tahu lah Pak, setelah Wahyuni pikir-pikir, tidak aneh kalau Sutris menyukai Arumi. Dia kan cantik. Lagipula sekarang ini Sutris sakit, apa Bapak tidak berpikir bahwa itu karena cintanya kepada Arumi tidak tersampaikan.”

“Diam kamu. Kamu kira bapak ini anak kecil apa? Sutris sakit karena minggat dua hari. Kurang makan kurang minum. Ya sudah, kamu pulang saja sana, ini berikan pada adikmu. Tadi bapak beli obatnya di apotek kota, katanya untuk panas, pusing, capek, dan lain-lain.”

Wahyuni menerima obat yang diberikan ayahnya, lalu melangkah keluar menuju pulang sambil mengomel.

“Sakit wuyung dikasih obat.”

***

Begitu sampai di rumah, Wahyuni langsung masuk ke kamar adiknya. Ia meletakkan obatnya di meja dekat tempat tidur, karena Sutris tampak pulas tertidur.

Ketika ia keluar, dilihatnya sang ibu sudah selesai memasak.

“Kok kamu sudah pulang?”

“Bapak sudah ada di toko, Wahyuni disuruh pulang. Tadi bapak juga memberikan obat untuk Sutris. Katanya beli di apotek kota.”

“Sudah kamu berikan?”

“Dia tidur.”

“Ya sudah, nanti saja.”

“Bu, aku mau makan ya, lapar nih.”

“Ya sudah, itu sudah ada di meja semuanya. Setelahnya nanti bawakan makanan untuk adikmu. Bawa ke kamarnya saja.”

Wahyuni duduk di kursi, mengambil piring dan menyendok nasi.

“Ibu makan sekalian?”

“Menunggu bapakmu saja. Tapi aku mau menemani kamu sambil mencicipi sayur bening,” kata bu Carik sambil duduk.

“Bu, tadi aku sudah berbuat baik.”

Bu Carik mengangkat wajahnya.

“Tadi ketemu Arumi, mau belanja bumbu, Wahyuni suruh beli di toko kita, lalu Wahyuni beri sangat murah. Wahyuni juga bersikap baik kepada semua orang, membelikan camilan untuk pagawai toko, untuk Arumi juga. Lalu Wahyuni juga menyapa tetangga-tetangga dengan ramah.”

“Bagus kalau kamu bisa melakukannya. Ibu senang, baru semalam ibu bicara, kamu sudah bisa melakukannya.”

“Apakah dengan sikap baik itu, lalu Wahyuni akan segera mendapat suami yang baik?”

“Yuni, apa kamu melakukan semua kebaikan karena kamu menginginkan sesuatu?”

“Bukankah ibu yang menyuruh?”

“Berbuatlah baik, tanpa berharap mendapat imbalan.”

“Kalau begitu percuma Wahyuni berbuat baik kalau tidak mendapat kebaikan,” kaya Wahyuni cemberut.

“Kalau kamu berbuat baik, bersikap baik, maka Allah akan mencatatnya. Bukankah siapa yang menanam maka dia akan menuai? Kamu melakukannya karena suatu tujuan. Betul kan? Kamu ingin segera mendapat jodoh, maka kamu berbuat baik. Jadi kebaikan yang kamu lakukan itu mempunyai sebuah tujuan. Jelasnya kamu menuntut sebuah imbalan.”

“Jadi harus bagaimana Bu?”

“Teruslah berbuat baik, dan tetap memohon kepada Yang Maha Kuasa. Maka Dia lah yang akan memberi. Tidak ada perbuatan baik kok jadi percuma.”

“Aku tidak mengerti,” gumamnya sambil mengunyah tahu goreng yang masih hangat.

“Begini saja, berbuatlah baik, jangan memikirkan apa-apa.”

“Ibu gimana sih, kan Wahyuni ingin segera mendapat suami, lalu ibu menyuruh Wahyuni berbuat baik.”

“Perbuatan baik bukan untuk mencari suami.”

“Tuh, kan?”

“Perbuatan baik akan membuat kamu menjadi orang baik. Kamu akan dicatat oleh semua orang bahwa kamu gadis yang baik.”

“Lalu banyak orang yang akan meminta Wahyuni agar menjadi istrinya?”

Bu Carik menghela napas panjang. Sesungguhnya Wahyuni memang tidak hanya kurang cantik, tapi juga sedikit bodoh. Tapi bu Carik seorang ibu yang sabar. Harus dengan cara yang berbeda kalau ingin memberi pengertian kepada anak gadisnya.

“Kok kesitu lagi ….” gumam bu Carik sambil menyendok sayur beningnya.

“Ibu membuat Wahyuni bingung,” keluh Wahyuni sambil menyendok lagi nasinya.

“Ya sudah, kamu jangan memikirkan jodoh dulu.”

“Lho, ibu gimana sih?”

“Jodoh itu yang memberi Allah Yang Maha Kuasa. Jadi setiap kamu bersujud, kamu bisa memohon apa yang kamu inginkan.”

“Tidak usah berbuat baik, asalkan memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa. Betul kan Bu?”

“Apa kamu merasa rugi ketika telah melakukan hal baik? Misalnya memberi barang murah kepada Arumi, memberikan makanan kepada orang-orang? Menyapa tetangga dengan ramah?”

“Ya tidak rugi, kan itu pakai uangnya bapak, barangnya bapak?”

“Maksud ibu perasaan kamu bagaimana setelah melakukan kebaikan?” kata bu Carik sedikit gemas.

“Perasaan Wahyuni? Senang tuh.”

“Bagus sekali Nak. Jadi berbuat kebaikan, hati kita menjadi senang. Kamu merasakannya kan?”

“Iya.”

“Nah, teruslah berbuat baik.”

“Lalu_”

“Lalu terus berbuat baik ,”

“Lalu bagaimana dengan_”

“Dan jangan memikirkan jodoh dulu,” potong sang ibu sambil membawa piring kotornya ke dapur.

Wahyuni melanjutkan makan sambil masih saja berpikir. Berbuat baik tapi tidak usah memikirkan jodoh.

“Tapi aku kan semakin tua?” gumamnya pelan.

Bu Carik tidak lagi muncul di dekatnya, sehingga tidak mendengar keluhan anak gadisnya. Ia sedang berpikir untuk memberi pengertian agar si anak bisa memahami apa yang sebenarnya diinginkannya. Ia ingin merubah perilaku Wahyuni yang kurang disukai banyak orang. Tapi Wahyuni menerimanya berbeda.

***

Sutris masih berbaring di tempat tidurnya. Ia membuka matanya ketika Wahyuni membawakan makan ke dalam kamar dan meletakkannya di meja.

“Sebenarnya kamu sakit apa?”

“Pokoknya aku sakit, badanku sakit, hatiku sakit,” gumamnya, tapi kemudian ia bangkit, dan mengeluh lapar.

“Ya sudah, makanlah. Sama minum obatnya.”

“Obat apa?”

“Itu, dari bapak. Katanya bisa menyembuhkan sakit apa saja. Panas, pusing, apa saja, tapi tidak bisa menyembuhkan penyakit wuyung,” ledek Wahyuni.

“Aku tidak mau minum.”

“Tadi aku ketemu Arumi.”

“Di mana? Kamu jangan sekali-sekali menyakiti hati Arumi. Kamu boleh benci, tapi jangan mengusiknya.”

“Aku malah jalan bareng sambil bercanda.”

“Bohong.”

“Aku sudah tahu kalau Arumi itu gadis yang baik.”

“Bagus. Kalau begitu dukung aku.”

“Dukung ke mana? Mana aku kuat?”

“Maksudku bantu aku membujuk bapak supaya mau menjadikan Arumi menantu.”

“Tidak mudah. Kamu kan tahu sendiri bapakmu seperti apa? Kamu sudah minggat dua hari, bahkan sudah mengancam ingin mati, bapak tetap bergeming kan?”

“Masa bapak akan membiarkan aku mati.”

“Mungkin saja, bapak itu keras kepala. Hanya mau melakukan apa yang dia suka. Barangkali ancaman mati yang kamu lakukan juga tidak akan bisa membuat bapak menuruti kemauan kamu.”

“Aku tidak percaya,” kata Sutris sambil meraih piring yang diletakkan di meja.

Sutris makan dengan lahap. Rupanya dia punya taktik yang lain agar bisa meluluhkan hati bapaknya.

***

Hari itu Bachtiar pulang ketika hari masih sore. Ia langsung ke rumah orang tuanya, karena ingin menegur Luki yang dianggapnya lancang telah datang ke tempat kerja dan mengumumkan kepada banyak orang bahwa dia adalah calon istrinya. Bachtiar juga ingin menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mencintai gadis itu.

***

Besok lagi ya.

42 comments:

  1. πŸŒ΄πŸŒ·πŸŒ›πŸŒ›πŸŒœπŸŒœπŸŒ·πŸŒ΄

    ***************************
    Alhamdulillah, KaBeTeeS_14 sudah tayang.

    Terima kasih
    Bu Tien, tetap berkarya.

    Wah Suyono mulai pedekate dgn Wahyuni .....

    ***************************

    πŸŒ΄πŸŒ·πŸŒ›πŸŒ›πŸŒœπŸŒœπŸŒ·πŸŒ΄

    ReplyDelete
  2. πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’
    Alhamdulillah πŸ™πŸ€©
    KaBeTeeS_14 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhaiπŸ˜πŸ¦‹
    πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’πŸ“πŸ’

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun , salam sehat tetap semangat jeng Tien

    ReplyDelete
  6. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  7. Maturnuwun bu Tien, smg bu Tien sekeluarga sll dlm lindungsn Allah SWT, salam sehat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'ala miin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai deh

      Delete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  9. Benar, Wahyuni harus berbuat baik tanpa memikirkan imbalan. Mudah mudahan Suyono tertarik kepadamu.
    Rupanya mas Tiar akan tegas menghadapi tingkah laku Luki yang didukung ibunya. Biar tidak menggangu saja.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Jadi ...janganlah minta imbalan kalo kamu berbuat kebaikan...ya kan Wahyuni...

    ReplyDelete
  11. Wahyuni ternyata agak - agak bagaimana gitu ya,,,,😊🀭

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya
    Tetap aduhaiii 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ika
      Aduhai selalu

      Delete
  12. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 14 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda

    Ciamik salah satu pitutur nya Bunda Tien .di part 14 ini..sbb:....orang jahat menjadi baik itu mulia, ( tetapi ) kalau orang baik menjadi jahat, itu tidak terpuji....πŸ‘πŸ‘πŸ’πŸ’πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni atas ciamiknya

      Delete
  13. Wow! Gimana nanti reaksi pak Carik kalau tahu Wahyuni memberikan barang2 belanjaan Arumi dengan harga sangat murah ya?πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 14* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Terima ksih bundaπŸ™πŸ™πŸ₯°

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 14

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  14 (Tien Kumalasari)   Mbok Truno heran melihat barang-barang yang dibeli Arumi. Ia membuka keresek yang dil...