M E L A T I 45
(Tien Kumalasari)
Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya. Bagaimana kalau nanti membuat onar, atau mempermalukan dirinya.
“Mas, ada bu Nely,” kata Melati pelan.
“Biarkan saja, kalau dia akan membuat onar, akan aku hajar dia,” jawab Daniel.
“Sssst,” bisik Melati khawatir, karena Daniel bicara agak keras.
Sementara itu Nurin menggandeng ibunya memasuki arena resepsi, wajahnya biasa saja, tapi Melati melihat Nurin tampak begitu gembira. Padahal tadinya ia tahu bahwa Nurin ingin sekali menjadi pendamping pengantin bersama Daniel. Bagaimana kalau karena kecewa kemudian Nurinpun bersikap kasar?
Tiba-tiba saja, Nurin terlihat sudah naik ke atas mimbar pengantin, menyalami Anjani dan Jatmiko, menyusul yang lainnya.
“Selamat ya mbak, ikut bahagia melihat Mbak seperti ini,” kata Nurin yang kemudian memeluk Anjani.
“Nurin, senang sekali kamu mau datang. Sama siapa?” tanya Anjani ramah.
“Aku bersama ibu. Ini ibuku,” kata Nurin sambil menarik tangan ibunya.
“Selamat ya Nak. Tadi Nurin memaksa aku supaya ikut datang ke pesta ini.”
“Terima kasih banyak, Bu. Senang sekali ibu mau datang. Tadinya Nurin yang akan menjadi pendamping pengantin, tapi karena Nurin sakit, jadi digantikan Melati. Itu, dia duduk di sana,” kata Anjani lagi.
“Tidak apa-apa Mbak, Melati lebih pantas. Saya senang bisa menjadi bagian dari pesta yang meriah ini.”
“Semoga kamu segera menyusul.”
“Aamiin.”
Setelah menyalami pengantin pria juga, Nurin menarik tangan ibunya, mendekati Daniel dan Melati yang sedang duduk berdampingan. Melati berdebar, ia duduk lebih mendekat ke arah Daniel. Harapannya hanya satu, kalau memang ingin ribut, sebaiknya di luar saja. Tapi ia tercengang, ketika bu Nely menyalami Daniel dengan wajah manis.
“Nak Daniel, saya minta maaf,” katanya sambil menggenggam tangan Daniel. Daniel merasa, telapak tangan bu Nely berkeringat.
“Maaf untuk apa Bu, saya tidak mengerti.”
“Selama ini saya selalu menganggap nak Daniel buruk, gara-gara Nurin melaporkan yang tidak-tidak. Saya terpancing dan tidak bisa berpikir jernih. Tidak tahunya anak saya yang salah.”
“Lupakan saja Bu, silakan duduk,” kata Daniel sambil tersenyum tipis.
“Saya berterima kasih sekali, nak Daniel justru mencabut laporan itu, melepaskan Nurin dari jerat hukum.”
“Bukan saya yang mau, tapi dia,” kata Daniel sambil menunjuk Melati yang duduk di sampingnya tanpa mengucapkan apa-apa.
Bu Nely segera mendekati Melati, menyalaminya dengan hangat.
“Maafkan saya Nak, saya begitu jahat sama kamu, tak tahunya kamu sangat baik dan budimu sangat mulia. Maaf ya Nak,” mata bu Nely berkaca-kaca.
“Tidak apa-apa Bu, dalam hidup memang terkadang kita harus melalui banyak sandungan. Bersyukur kalau kita bisa melewatinya. Sudah, mari silakan duduk,” kata Melati sambil menunjukkan ke tempat kursi yang masih kosong. Nurin yang mengikutinya juga mengatakan hal yang sama, kepada Daniel maupun Melati. Nurin merangkul Melati sangat erat.
“Melati, kapan kalian menikah?” kata Nurin lirih.
“Doakan saja mBak,” lalu Melati membawa bu Nely dan Nurin ke kursi yang tadi ditunjuknya.
“Kamu cantik sekali, Melati,” sambungnya ketika bersama ibunya dia sudah duduk.
“Ah, bisa saja,” jawab Melati tersipu.
“Itu benar, aku ikut berbahagia melihat kamu bersanding dengan mas Daniel. Kalian pasangan yang serasi.”
“Saling doa ya Mbak, semoga mbak Nurin juga segera mendapatkan jodoh yang baik, yang saling mencintai,” jawab Melati yang kemudian berlalu.
Melati kembali ke kursinya dan bernapas lega.
“Rupanya mereka sudah tahu bahwa Mas mencabut laporan itu, dan barulah mereka benar-benar sadar,” kata Melati sambil tersenyum.
“Bukankah dalam hidup kita harus melalui banyak sandungan?” kata Daniel sambil tersenyum. Ia mengulangi apa yang tadi dikatakan Melati kepada Nurin.
“Bersyukur kita bisa melaluinya, bukan? Seperti hidupku ini mas, beberapa sandungan sudah terlewati.”
“Seperti hidupku ini juga.”
“Semoga untuk selanjutnya kita akan menemukan ketenangan.”
“Dan kebahagiaan,” sambung Daniel.
“Aamiin.”
“Melati, kamu tahu apa yang sekarang aku pikirkan?”
“Apa?”
“Aku ingin segera seperti mereka,” bisiknya di telinga Melati, membuat Melati tersipu, sehingga wajahnya kemerahan.
***
Di tempat duduknya, bu Nely masih tampak seperti sedang gelisah. Sikap Daniel yang dingin, menunjukkan bahwa hatinya masih kurang senang.
“Bu, pengantinnya cantik sekali ya.”
“Iya.”
“Mengapa ibu dari tadi diam saja? Karena nggak ada yang kenal?”
“Tidak, ibu sedikit pusing.”
“Apa kita pulang saja?”
“Sebentar lagi saja, kelihatannya kamu masih senang menikmati.”
“Senang lah Bu, melihat wajah-wajah cantik. Melati juga sangat cantik. Harusnya aku yang jadi pendamping pengantinnya.”
“Kamu menyesal?”
“Sesal itu ada, tapi semuanya salah Nurin.”
“Daniel tampaknya masih marah, tadi sikapnya dingin, senyumannya seperti terpaksa. Ibu jadi semakin merasa bersalah.”
“Nurin yang salah Bu, Nurin juga harus minta maaf sama Ibu.”
“Kamu sudah berumur, bagi seorang gadis. Sudah saatnya kamu menikah. Tapi rupanya kamu masih saja suka berhura-hura seperti gadis belasan tahun.”
“Iya Bu, nanti Nurin akan belajar menjadi dewasa.”
“Jangan lagi melakukan kesalahan dalam bertindak. Kamu seorang gadis, harus bisa menjaga kewanitaan kamu. Sebuah kesalahan tidak bisa secara langsung membuat perasaan kita terhapus dari rasa bersalah, walaupun kita sudah mendapatkan maafnya. Rasa berdosa itu akan terus menghantui, dalam waktu yang panjang.”
“Iya, Nurin merasakannya. Sampai sekarang Nurin masih merasa takut kalau bertemu mas Daniel. Kelihatannya dia benci sekali pada Nurin.”
“Jangankan kamu, ibu saja tadi juga merasa, dia menyalami ibu tidak dengan rasa ikhlas. Sampai sekarang kepikiran terus, nggak enak rasanya.”
“Iya, itu benar, Bu.”
Keduanya berdiam beberapa saat lamanya. Di dalam sebuah perjamuan, mereka menumpahkan perasaan yang membebani, dan terasa sakit. Barangkali karena bertemu Daniel, dan sikap Daniel masih seperti ketemu orang asing.
Berkali-kali bu Nely menghela napas panjang.
“Jadi sedih kalau mengingatnya. Sekarang ini, ibu menyesal meninggalkan kamu terlalu lama, sehingga tidak bisa mengawasi kamu, yang ibu kira sudah bisa bertindak dewasa, ternyata belum.”
“Ibu jangan kembali ke luar negri lagi ya.”
“Akan ibu pikirkan. Sebenarnya ibu sedang dalam proses bercerai.”
“Bercerai?”
“Suami ibu selingkuh dengan gadis sebangsanya. Lebih baik memang ibu pulang.”
“Ya ampun Bu, Nurin senang sekali.”
Wajah Nurin berseri, kalau tidak ingat bahwa sedang berada di dalam suasana perjamuan, pasti ia sudah memeluknya sambil menangis.
***
Disebuah tempat duduk yang lain, Nilam mengawasi Melati dan Daniel yang tampak bersanding dengan sesekali bertatapan mesra.
“Mas, lihatlah, mereka serasi bukan?” tanyanya kepada sang suami yang duduk di sampingnya.
“Pengantinnya?”
“Bukaaan, Mas melihat pengantinnya terus ya, belum bisa melupakan bekas pacar?” seloroh Nilam.
“Eh, siapa yang bekas pacar?”
“Halaah, nggak usah ngeles deh, dulu pernah suka kan?”
“Kamu itu ada-ada saja. Buktinya kan aku memilih kamu, berarti memang kamu yang aku cintai.”
“Tapi Mas melihatnya terus dari tadi.”
“Ngawur. Memang namanya pengantin ya jadi pusat perhatian. Kok cemburu sih?”
“Yeee, siapa yang cemburu? Duh, jadi lupa tadi mau ngomong apa …” keluh Nilam.
“Ngomong serasi, aku kira ngomongin pengantinnya.”
“Itu, yang serasi tuh, mas Daniel sama Melati.”
“Oh, iya … dari tadi aku juga mau ngomong begitu. Kapan ya rencananya mereka mau menikah?”
“Kemarin ketika lamaran, ibunya bilang tiga bulan lagi. Kelamaan ya Mas?”
“Nanti kita omong-omong lagi sama mas Daniel. Kelihatannya dulu itu dia juga keberatan. Dia inginnya buru-buru.”
“Benar. Bukankah kita sudah mempersiapkan semuanya?”
“Ya sudah, tinggal menunggu kapan maunya mereka, nanti kita bicara lagi deh.”
Nilam mengangguk senang. Ingin rasanya melihat sang kakak segera hidup berbahagia bersama gadis pilihannya.
“Tapi kita nggak bisa lama lhoh mas, setengah jam lagi kita pulang.”
“Ya, aku sedang memikirkannya, soalnya Ndaru pasti sedang menunggu.”
“Benar, tadi lupa meninggalkan stok ASI di kulkas.”
***
Ketika Melati pulang dari bekerja di suatu sore, dilihatnya sang ibu sedang melamun. Melati langsung mendekatinya.
“Ibu, sedang memikirkan apa?”
“Oh, kamu sudah pulang?” kata sang ibu yang terkejut ketika tiba-tiba Melati sudah ada di dekatnya.
“Tuh … kan, ibu kelihatan sedang memikirkan sesuatu.”
“Iya. Tadi pagi nak Nilam datang kemari, katanya sih cuma mampir, tapi ternyata dia berbicara soal pernikahan kamu nanti.”
“Bu Nilam bicara apa? Tidak ingin membatalkannya kan?”
“Tidak, mengapa kamu berpikir begitu?”
“Soalnya ibu melamun, kelihatan sedang memikirkan sesuatu yang berat.”
“Bukan terlalu berat, cuma agak bingung. Nak Nilam mengusulkan agar pernikahan diadakan bulan depan, bukankah terlalu cepat? Kita belum mempersiapkan apapun.”
“Satu bulan, Bu?”
“Iya, katanya, dia sudah bicara sama nak Daniel, dan nak Daniel sangat setuju. Memang sih, katanya yang akan mempersiapkan semuanya nanti keluarga nak Nilam, tapi sebagai pihak pengantin putri, ibu kan tidak bisa diam saja.”
“Sebenarnya Melati juga ingin, tidak usah terlalu mewah, sederhana saja, toh yang penting itu sah. Tapi mereka bukan orang biasa seperti kita.”
“Itulah yang menjadi beban pemikiran ibu.”
“Bu, kita tidak usah mengimbangi mereka. Ibu mau apa, ya semampu ibu saja. Kalau mereka ingin ada resepsi, terserah mereka. Yang penting nikahan di rumah ini secara sederhana, semampu kita.”
“Ya sudah, ibu punya tabungan cuma sedikit.”
“Melati juga punya, tapi masih ada uang yang dari pak Samiaji itu kan. Pokoknya ibu tidak usah ikut memikirkan. Biar Melati saja.”
Karti merasa lega setelah berbincang dengan anaknya. Memang benar, pernikahan sederhana, semampunya. Karti tidak usah terlalu memikirkannya.
“Sebenarnya Melati juga sedih Bu. Kalau Melati menikah, mas Daniel pasti mengajak Melati tinggal di rumahnya. Lalu … Ibu sama siapa?”
“Mengapa kamu memikirkan ibu. Orang tua bersyukur, kalau anaknya bisa hidup berkeluarga dan bahagia. Soal ibu sama siapa, memangnya kenapa? Kiri kanan kita adalah tetangga yang baik, ia bisa menjadi teman dan saudara bagi ibu. Kita juga sering saling kunjung mengunjungi. Ibu tak akan kesepian.”
“Maukah ibu ikut bersama Melati?”
“Tidak nduk, ibu lebih nyaman tinggal di rumah ini. Kamu tidak usah khawatir, toh setiap saat kamu masih bisa mengunjungi ibu? Kita tidak berjauhan kan?”
“Iya, ibu benar. Kita tidak akan berjauhan," kata Melati sambil memeluk ibunya.
***
Dan hari bahagia itu tiba. Memang, pernikahan diadakan di rumah Karti yang sederhana, tapi hari itu juga, keluarga Wijan mengadakan resepsi yang lumayan besar. Daniel dan Melati yang sebenarnya keberatan, tak bisa menolak, karena keluarga mereka sudah mempersiapkan semuanya.
Tamu undangan yang terdiri dari para pengusaha berdatangan, karena mereka memandang Wijan dan tentu saja Raharjo, sebagai pengusaha yang terkemuka di kota itu.
Melati dan Daniel tampak kelelahan, berdiri menyalami ribuan undangan yang berdatangan.
Hampir tengah malam, kedua pengantin baru bisa masuk ke dalam kamarnya, dengan tubuh letih dan lelah.
Melati sedang membersihkan wajahnya dari make up yang memoles wajahnya, ketika tiba-tiba mendengar sesuatu yang mengejutkan.
Suara orang terjatuh? Melati bangkit dan berlari ke arah datangnya suara. Wajahnya yang masih basah berubah kepucatan ketika melihat Daniel terbaring di lantai. Melati menubruknya dan berteriak memanggil namanya.
“Mas, bangun maas, kamu kenapa mas?” Melati menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan panik.
Ia meraba keningnya, terasa biasa saja, tapi Daniel tak menjawab sepatah katapun.
“Maaas, aduh … apakah ada minyak gosok di sini?”
Melati mondar mandir di kamar pengantin itu, dan tak menemukan obat gosok apapun. Ia kembali mendekati Daniel yang masih saja terdiam.
“Maaas, bagaimana ini, aku akan minta tolong keluar, agar membawa Mas ke rumah sakit,” kata Melati sambil beranjak berdiri, tapi tiba-tiba tangannya terasa dipegang seseorang. Melati terkejut, sehingga ia terjatuh, menimpa tubuh suaminya. Melati terbelalak. Daniel tertawa terbahak. Rupanya ia hanya berpura-pura jatuh untuk menggoda istrinya.
“Mas Danieeeel!! Rupanya modus ya!!”
Bahagia itu sederhana bukan? Malam yang larut, tak membawa gulita, karena bintang bertaburan menghiasi langit biru. Bukankah mendung telah berlalu?
T A M A T
Ketika Satria turun dari mobil, dilihatnya sang ibu sedang berdiri di teras.
“Satria, ibu sudah mendapatkan pembantu dari tetangga sebelah, mengapa kamu mencari pembantu lagi?” tanyanya sambil menatap gadis muda yang datang bersama Satria.
“Ibu, ini calon istri Satria, bukan calon pembantu.”
Woow, cerita apa pula ini? Tungguin ya, judulnya “KUPETIK SETANGKAI BINTANG”
_______________________
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
ReplyDelete𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘔𝘌𝘓𝘈𝘛𝘐 𝘌𝘱𝘴_45 (𝙏𝘼𝙈𝘼𝙏) 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶.
𝘾𝘦𝘳𝘣𝘶𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 "𝙆𝙐𝙋𝙀𝙏𝙄𝙆 𝙎𝙀𝙏𝘼𝙉𝙂𝙆𝘼𝙄 𝘽𝙄𝙉𝙏𝘼𝙉𝙂"
𝙔𝘶𝘬 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶.....
𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 😘💕
𝘮𝘉𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯, 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘌𝘙𝘖𝘑𝘈 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘈𝘋𝘜𝘏𝘈𝘐 😘💕
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
Matur nuwun mas Kakek
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteTAMAT
DeleteSami2 Yangtie
Delete🩵🐋🩵🐋🩵🐋🩵🐋
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 45 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku smoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🤩
🩵🐋🩵🐋🩵🐋🩵🐋
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDelete🌹💐🌹💐
ReplyDeleteAlhamdulillah
Matur sembah nuwun Mbak Tien..🙏
Sehat selalu
Salam ADUHAI
🌹💐🌹💐
Sami2 jeng Ning
DeleteSehat dan ADUHAI deh
Hamdallah...cerbung Melati 45 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Ibarat kata: sudah saat nya Kereta Api akan berhenti di Stasiun Bahtera Rumah Tangga
Kisah nya berakhir dengan Happy and Fun...Daniel dan Melati jadian, hadiah nya oleh Wijan di berikan rumah, lengkap berisi perabot dan mobil buat mereka berdua..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke empat puluh lima
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur nwn bu Tien, semoga sehat selalu 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteTrimakasih Bu Tien .... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
ReplyDeleteMelati & Daniel sambut masa bahagiamu 🌹
Maturnuwun cerbung hebat sambil menunggu Kupetik Setangkai Bintang .oh Aduhai puitis sekali 👍🌷🙏🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Njih, terimakasih Bu Tien.
ReplyDeleteMelati sudah dstang. 🙏
Sami2 Prisc21
DeleteAlhamdulillah .... terimakasih .... semoga Bunda sehat selalu 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tutus
Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteWadooh calon istri jare pembantu🤪🤪🤪
Heheee.. mbak Yaniikkk
DeleteAlhandulillaah Daniel dan melati berbahagia dengan malam pengantinnya, ayo siapa yg ikutan malam pengantin baru hehehe
ReplyDeleteMakasih Bunda
Sami2 ibu Engkas
DeleteRela memaafkan tidak serta merta lupa pada peristiwanya. Perlu waktu meski tidak bisa lupa sama sekali.
ReplyDeleteMenunggu Kupetik Setangkai Bintang dengan sabar.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nuwun sampun tamat Melati
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulillaah, oh betapa bahagianya mereka penuh dg cinta 🌿❤️🌿❤️
ReplyDeleteKupetik Setangkai Bintang,,
Puitis sekali,,, tentunya dg keseruan ceritanya,, kita tunggu 🤩
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya🤗🥰
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Melati ... lancar sampai tamat
Semoga mendapatkan rahmad n barakah dr Allah SWT bagi bu tien seklg
Aamiin yaa rabbal'alamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 45* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Nggeh sami sami bu Tien
DeleteAlhamdulilah melati sudah tamat dengan heppy ending, maturnuwun bu Tien... salam hangat dan aduhai bun ... ditunggu dengan setia karya berikutnya
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam hangat aduhai deh
Alhamdulillah.. Melati episode 45 tamat dengan Bahagia.. Terimakasih bunda Tien salam sehat dan aduhai selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah MELATI~45 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah, matur suwun ibu...mugi tansah sehat lan tansah paring panglupur arupi cerbung....matur nuwun🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Butut
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Sami2 ibu Uchu
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia juga
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endang
Akhirnya Melati merasakan juga...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Akhirnya berakhir happy end. Terimakasih bunda Tien sehat selalu dan bahagia bersama amancu Aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah happy end semuanya. Matursuwun Bu Tien. Sehat2 dan bahagia selalu bersama keluarga
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteDitunggu yg baru .
Salam hangat selalu.Aduhai
Alhamdulillah.... Aduhai sehat selalu... Always
ReplyDeleteAduhai deh
Delete𝘼𝙡𝙝𝙖𝙢𝙙𝙪𝙡𝙞𝙡𝙡𝙖𝙝... 𝙈𝙖𝙩𝙪𝙧 𝙣𝙪𝙬𝙪𝙣 𝙗𝙪 𝙏𝙞𝙚𝙣 𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙚𝙧𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙘𝙖𝙖𝙣 𝙮𝙜 𝙞𝙣𝙨𝙮𝙖𝙖𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙚𝙧𝙞 𝙠𝙚𝙥𝙪𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙜𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖2 𝙥𝙖𝙧𝙖 𝙥𝙚𝙢𝙗𝙖𝙘𝙖..
ReplyDelete𝙎𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙍𝙚𝙬𝙬𝙞𝙣... 🌿
Salam sehat juga cak
DeleteSami2
Nyuwun ngapunten ngantos kesupen dereng matur nuwun amargi Melati sampun kedadosan kaliyan mas Daniel.... MELATI OH MELATI.
ReplyDeleteMaturnuwun sanget bu Tien, mugi berkah .. aaamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Ratna