M E L A T I 44
(Tien Kumalasari)
Nurin menggenggam ponselnya, menatap Daniel dengan takut-takut.
“Anjani mengirim pesan sejak kemarin, tapi aku tidak membuka ponselku. Ia … mengingatkan aku … tentang ….”
“Kamu tidak perlu mengingat ingat. Kamu urung menjadi pendamping pengantin.”
“Ttapi … dia ….”
“Itu kan pertanyaan basi. Dia sudah menelpon aku. Aku menjadi pendamping, tidak bersamamu,” katanya dingin. Rasa kesal dan marahnya kepada Nurin belum juga hilang, walau gadis itu telah meminta maaf.
“Mas Daniel, sebenarnya tidak apa-apa, mbak Nurin pasti sudah siap untuk melakukannya. Apalagi sudah berjanji untuk_”
“Tidak ada janji-janji. Sudah aku putuskan,” potong Daniel yang tidak suka membicarakan soal pendamping pengantin itu.
“Tapi ….”
“Masukkan sepeda kamu, biar ditaruh sini saja.”
“Maksudnya?”
“Sudah hampir malam, aku akan mengantar kamu.”
“Tap.. pi… “
“Mana kunci sepeda, biar aku saja memasukkannya. Kamu tidak usah naik sepeda, apalagi malam-malam. Sengaja ya, biar diculik orang ganteng?” seloroh Daniel, walau wajahnya tetap serius.
“Sama mbak Nurin juga kan?” tanya Melati sambil menahan senyum.
“Aku pulang sendiri saja. Mana bisa bonceng berdua,” kata Nurin.
“Jangan.” Melati meraih lengan Nurin.
Melati baru ingat, sekarang Daniel punya mobil, hadiah dari adik iparnya. Ia melihat Daniel memasukkan sepedanya di garasi samping yang semula ditutup. Nurin melihat ada mobil berwarna silver di sana. Jadi Daniel sudah punya mobil, pikir Nurin, tapi dia tidak mengucapkan apapun.
“Aku pulang sendiri saja,” katanya kepada Melati, tapi Melati menggenggam tangannya erat.
“Jangan khawatir, pasti sampai rumah kok. Sebenarnya saya lebih suka bersepeda seperti tadi, asyik kan? Tapi mas Daniel itu kalau sudah punya kemauan, sulit ditahan. Dia akan marah kalau kita menolak.”
“Dia hanya mau mengantarkan kamu,” kata Nurin sedih.
“Kata siapa? Aku mana membiarkan mbak Nurin pulang sendiri? Kita berangkatnya sama-sama, jadi pulangnya juga harus sama-sama.”
Sementara itu Daniel sudah mengeluarkan mobil barunya. Bukan untuk pamer, memang dia ingin mengantarkan kedua gadis yang mendatanginya sore itu, jadi tidak mungkin ia membawa motornya.
“Ayo naik,” titah Daniel tanpa menatap keduanya.
Melati menarik tangan Nurin, mendekati mobil.
“Melati di depan, aku bukan sopir.”
Ya ampun, ternyata Daniel kalau marah juga tampak sangar. Tapi gantengnya itu, kenapa tak juga hilang? Melati menatapnya, menahan debar jantungnya. Ia tahu Daniel masih kesal, tapi ketika dia meminta agar Nurin meminta maaf supaya dia mau mencabut laporannya, hal itu sudah terlaksana. Melati pasti akan menagih janji itu. Kalau tidak ….
Mobil berjalan melaju. Dalam keadaan biasa, Nurin pasti mengatakan, atau bertanya. Mobilnya baru ya? Tapi ia tak mengucapkannya. Masih merasa ngeri melihat tatapan Daniel yang tajam seperti belati baru di asah.
Ketika kemudian sampai di rumah Nurin, Melati ikut turun. Daniel menegurnya.
“Hei, mau ke mana kamu?”
“Mengantarkan mbak Nurin lah mas, masa dibiarkan turun begitu saja,” kata Melati yang kemudian membukakan pintu belakang untuk Nurin.
“Terima kasih Mas,” katanya sebelum turun.
“Hmm,” hanya itu jawaban Daniel.
Melati mengantarkannya sampai ke depan rumah. Ia ingin langsung pamit, tapi tiba-tiba bu Nely keluar dari dalam rumah. Ia menatap keduanya dengan pandangan marah.
“Dari mana kamu?”
“Dari … pergi sama Melati.”
“Saya mengantarkan mbak Nurin, Bu,” kata Melati sambul agak membungkukkan badannya.
“Kamu ada-ada saja. Apa kamu pikir Melati akan bisa menolong kamu dari jeratan hukum? Aku sibuk mencari pengacara, kamu malah pergi nggak jelas,” omel bu Nely sambil menarik tangan Nurin, tanpa mempedulikan perkataan Melati.
“Saya permisi dulu,” kata Melati yang kemudian membalikkan badannya.
“Terima kasih, Melati,” teriak Nurin sambil masuk ke dalam rumah, karena ibunya menarik lengannya dengan kasar.
Ketika sampai di luar, Daniel menegurnya dengan wajah masam.
“Kok lama sekali sih?”
“Masa lama? Aku hanya mengantarkan, kemudian balik lagi ke sini.”
Daniel menjalankan mobilnya pelan.
“Mas jangan marah-marah terus. Bukankah mbak Nurin sudah meminta maaf?”
“Bisa-bisanya kamu memaksa orang untuk meminta maaf.”
“Eh, siapa yang memaksa? Dia sendiri yang mau kok. Lagian kalau orang sudah minta maaf, ya harus diberi maaf. Allah saja memaafkan umatNya yang bertobat, masa Mas enggak?”
“Siapa bilang aku tidak memaafkan? Tadi kan aku sudah bilang bahwa dia aku maafkan?”
“Sepertinya nggak tulus.”
“Tulus lah, aku hanya tidak ingin dia berbaik-baik lagi sama aku. Ujung-ujungnya pasti nggak enak. Jadi aku bersikap dingin saja, supaya dia tahu bahwa aku tidak mudah dipermainkan.”
“Baiklah. Tapi itu sudah terjadi, dia sudah meminta maaf, jadi ….”
“Mengapa kamu begitu ingin agar aku mencabut laporan aku?”
“Ya ampun Mas, dia sudah menyesal. Dia sudah mengakui kesalahannya.”
“Baru tadi dia bilang begitu, tapi kan kamu memintanya sudah sejak kemarin, sebelum dia meminta maaf.”
“Aku kasihan pada dia. Sebetulnya dia baik.”
“Kalau dia baik, nggak akan melakukan hal licik seperti itu,” Daniel masih cemberut.
“Ya sudah, lupakan saja.”
“Lupa? Mana mungkin aku bisa lupa?”
“Maksudku, jangan diingat-ingat lagi, biarlah semuanya berlalu.”
Daniel diam, tapi sesungguhnya dia sangat mengagumi hati Melati. Terbuat dari apa, hati sebaik itu?
“Oh ya, bagaimana tentang pendamping pengantin itu?”
“Kok masih tanya sih, kan aku sudah jawab tadi, dan aku juga sudah ngomong sama Anjani.”
“Sepertinya dia ingin, sebenarnya apa salahnya kalau dia saja yang berpasangan dengan Mas?”
Daniel diam, mendongkol karena Melati tetap bersikeras memikirkan Nurin, yang jelas-jelas kelakuannya sangat tidak terpuji. Dirinya saja masih marah, bagaimana Melati masih bisa bersikap sebaik itu?
“Ya Mas?”
“Apa?”
“Dia sepertinya ingin.”
“Apa aku harus memenuhi setiap keinginan orang lain? Tidak. Aku hanya mau menuruti keinginan kamu.”
“Baiklah, tentang mencabut laporan itu kan?”
“Besok aku urus!”
Melati tersenyum. Ia tahu Daniel bukan laki-laki yang jahat. Dia hanya belum bisa menghilangkan sakit hatinya akibat kelakuan Nurin yang keterlaluan. Tapi bahwa dia memaafkan, itu benar. Melati senang ketika kemudian tak harus ada lagi permusuhan diantara mereka.
***
Malam itu Baskoro menunggu Daniel, yang katanya sedang berbelanja keperluan lamaran. Tapi ketika datang, Daniel tak membawa barang apapun, kecuali dua bungkus lontong sate yang kemudian diletakkannya di meja makan.
“Ayo Pak, kita makan, saya cuci tangan dulu ya.”
"Mana belanjaannya, katanya belanja?” tanya Baskoro ketika Daniel sudah kembali.
“Sudah aku serahkan pada Nilam, biar dia mengurusnya. Kita laki-laki, mana bisa mengurus pernik-pernik lamaran. Tadi saya belanja juga sama Nilam.”
“Syukurlah kalau begitu. Saya sedang berpikir untuk meminta tolong tukang daging langganan, yang anaknya pinter membuat isian baki lamaran.”
“Sudah diurus Nilam, biarkan saja.”
“Baiklah, calon pengantin juga tak akan mampu mengurus segalanya.”
“Masih lamaran. Tapi saya berharap bisa segera menikah.”
“Benar, apalagi hadiah pernikahan sudah diterima. Ya kan?” seloroh Baskoro.
Daniel tertawa.
“Saya nggak nyangka dapat hadiah dari mas Wijan. Oh ya Pak, besok kalau saya pindah ke rumah baru, pak Baskoro tetap tinggal disini saja, atau mau ikut ke rumah baru saja?”
“Ya enggak Nak, masa aku ngikutin pengantin baru? Nanti malah mengganggu. Jadi biar saya tetap di sini, menjaga rumah lama nak Daniel.”
“Ya sudah, terserah pak Bas saja.”
“Katanya mau benah-benah rumah baru? Kapan mulai? Nanti saya kan bisa bantu-bantu.”
“Sebenarnya sudah ditata rapi, tapi nggak tahu nanti, Melati mau yang seperti apa. Selera perempuan itu beda dengan selera laki-laki.”
Keduanya makan sambil berbincang tentang rencana pernikahan. Daniel ingin secepatnya.
“Saya senang, akhirnya nak Daniel menemukan wanita yang tepat.”
“Penantian saya akhirnya membuahkan hasil.”
“Kemarin nak Daniel jadi mencabut laporan itu?”
“Sudah selesai. Habis … Melati tidak mau dilamar kalau aku nggak mau mencabut laporannya.”
Baskoro terkekeh geli. Permintaan calon pengantin putri terdengar sangat aneh, tapi kalau Daniel menurutinya, mengapa tidak? Itu hal baik, berarti memaafkan.
“Padahal nak Nurin itu bukan siapa-siapanya, bukan?”
“Mereka kenal belum lama. Tapi Melati memang terkadang aneh, sedikit menjengkelkan, tapi selalu membuat saya kangen,” kata Daniel sambil menggigit sate terakhirnya.
Baskoro kembali terkekeh. Ia maklumlah, kan pernah muda, dan dulu dia juga petualang cinta. Tapi kan sudah berlalu. Sekarang adalah masa tua, yang berharap bisa melakukan sesuatu untuk darah dagingnya. Kegilaan masa lalu sudah lewat. Dia juga tidak segagah dulu. Kehidupan di penjara mengubah segalanya. Tampilan fisik maupun perasaannya sudah berubah. Sekarang saatnya mengubah hidupnya, menjalani hidup yang tenang dengan disertai hati bersih.
***
Bu Nely marah-marah, karena pengacara yang dihubungi tidak segera memberinya kabar. Nurin yang menunggu datangnya sidang dan vonis yang membuatnya miris, gelisah sepanjang hari.
Melihat Nurin mengutak atik ponsel, bu Nely semakin kesal.
“Sebenarnya apa yang kamu lakukan? Pergilah ke kantor dan urus bisnis kamu, untuk menghilangkan kecemasan. Di sana kamu pasti terhibur, karena kesibukan yang selalu ada.”
“Nurin tidak mau ke kantor lagi Bu, tolong Ibu saja yang mengurusnya. Untuk apa Nurin mengurusinya sekarang, toh tidak lama lagi Nurin akan masuk penjara.”
Nurin memutar nomor kontak Melati. Hanya ketika berbincang dengan Melati, maka hatinya akan menjadi tenang. Gadis lugu dan sederhana itu, memang bukan termasuk kalangan orang berpunya. Tapi Nurin menyadari, bahwa Melati yang berhati lembut, selalu menebarkan pesona yang menenangkan.
Tapi sebelum Melati mengangkatnya, bu Nely merebut ponsel itu dan mematikannya.
“Ibu, ada apa sih Bu?”
“Ibu tidak suka kamu berhubungan dengan Melati. Kamu lupa, bahwa dialah yang membuat Daniel berpaling darimu. Sekarang ini, biarpun kelihatannya baik, tapi dia pasti sedang menyoraki penderitaan kamu. Kamu sangat bodoh, tidak mengerti apa-apa.”
“Melati itu baik Bu, dia selalu bisa menenangkan hati Nurin.”
“Selalu menenangkan hati kamu? Kalau dia bisa membuat kamu terbebas dari ancaman hukuman panjara, barulah dia gadis yang luar biasa.”
“Mana ponsel Nurin, Bu.”
“Tidak akan ibu berikan, selama kamu masih selalu menghubungi dia.”
Tapi tiba-tiba ponsel bu Nely berdering. Ketika dilihatnya, ternyata dari pengacara yang sudah dibayarnya.
“Ya Pak, bagaimana? Pastinya Bapak menemui anak saya dulu, dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.”
“Saya baru saja mendapat pemberitahuan, bahwa bapak Daniel telah mencabut laporannya.”
“Apa? Mencabut laporan? Maksudnya?”
“Saya sudah menghubungi bapak Daniel, untuk menanyakan kebenarannya. Ternyata memang bapak Daniel telah mencabutnya. Dia bilang, itu atas permintaan calon istrinya.”
Bu Nely tertegun, sehingga beberapa saat lamanya dia hanya menggenggam ponsel itu. Daniel mencabut laporannya, dan itu karena permintaan calon istrinya? Bukankah calon istrinya adalah Melati yang baru saja dimaki-makinya?
***
Sehari setelah lamaran Daniel yang membahagiakan Melati, gantian Anjani bersama Jatmiko, yang berhasil mengayuh hidupnya yang bermuara pada tulusnya cinta. Seperti juga Nilam dan Wijan, Anjani serta Jatmiko adalah bekas kanak-kanak yang membawa mereka kedalam kehidupan penuh cinta yang sebenarnya cinta. Liku-liku kehidupannya yang rumit tapi unik, terkadang membuat mereka tersenyum-senyum sendiri. Bahkan di hari pernikahan mereka, kilasan-kilasan kisah masa kecil mereka, bergantian melintas.
Daniel dan Melati bukannya sang pengantin, tapi penampilannya yang menampakkan ketampanan dan kecantikan, bagai menyamai sang pengantin itu sendiri. Dua pasang manusia yang mirip dewa dewi itu membuat para tamu berdecak kagum. Melati yang tidak mengira akan menjadi perhatian hampir seluruh tamu, tersenyum malu-malu.
Tapi tiba-tiba mata Melati menangkap sosok orang yang sangat dikenalnya. Nurina, dan juga ibunya. Rupanya Anjani juga mengundangnya, karena mereka sempat berkenalan saat bertemu di rumah Nilam waktu itu.
Untuk apa bu Nely datang? Jangan-jangan akan mempermalukan dirinya.
***
Besok lagi ya.
❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah......
Melati_44 sdh tayang.
Matur sembah nuwun Mbak Tien,
Salam sehat, Salam ADUHAI
❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹❤️🌹
Sami2 jeng Ning
DeleteSehat dan aduhai deh
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
ReplyDelete𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘔𝘌𝘓𝘈𝘛𝘐 𝘌𝘱𝘴_44 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶.
Bu Nelly akhirnya mengaguminya hati❤💞 Melati yang tulus.
𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 😘💕
𝘮𝘉𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯, 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘌𝘙𝘖𝘑𝘈 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘈𝘋𝘜𝘏𝘈𝘐 😘💕
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
Sami2 mas Kakek
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Delete💚☘️💚☘️💚☘️💚☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 44 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien
yang baik hati.
Semoga Bu Tien tetap
sehat & smangaats.
Salam Seroja...🌹😍
💚☘️💚☘️💚☘️💚☘️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteHamdallah...cerbung Melati 44 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Melati oh Melati sungguh mulia hati mu, akhir nya Nurina menyadari kesalahan nya dan minta maaf ke Daniel.
Sing legawa ya, skrng gantian relakan Melati jadi pengiring manten nya Anjani dan Moko ya...😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke empat puluh empat
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹...
Wadouhhh telat dech😊
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur nuwun, bu Tien cantiiik.... salam sehat untuk sekeluarga, ya💕
ReplyDeleteSami2 jengMita
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillaah tayang makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteAlhamdulillah. Baru saja tak tutup eh sudah banyak komen. Ada Nurina dan bu Nely...semoga tidak ada huru hara. Aamiin. Salam sehat selalu katur bu Tien yang selalu kreatif. Ditularkan dong
ReplyDeleteHehee... emangnya virus?
DeleteMakasih ibu Noor
Salam sehat juga
Matur nuwun, bu Tien. Salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSalam sehat juga
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteSebentar lagi ganti Melati bersanding dengan Daniel dipelaminan di bawah tenda biru yang xinyayikan oleh Nurina... Terimakasih bunda Tien salam sehat dan aduhai selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteSalam srhat aduhai deh
Sami2 ibu Komariyah
DeleteSalam sehat aduhai deh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Nah... sudah terbukti 'becik ketitik' ada pada Melati.
ReplyDeleteEpisode 45 nanti lamaran dulu apa sampai pernikahan Daniel - Melati ya...
Tunggu besok lagi ya..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Salam sehat dari Solo pak Latief
DeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteEeee Bu Nelly ,,,,hayooo malu gak ???
Sami2 mbak Yaniiiikkk
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 44* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah MELATI~44 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah Melati - 44 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, sehat dan bahagia selalu Bunda...
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
ReplyDeleteMelati & Daniel sambut masa bahagiamu 🌹
Maturnuwun cerbung hebat 👍🌷🙏🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillaah, akhirnya Bu Nely sadar kl Melati itu tulus n ikhlas serta baik,, semoga kehadiran diacara Anjani & Jatmiko untuk minta maaf ,,
ReplyDeleteTinggal tunggu Daniel & Melati menikah , selesai deh 🤩🙏🤭
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ,🤗🥰🌿❤️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga selalu sehat penuh barakah....aamiin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT
AAMIIN YRA
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Nah gitu dong...Daniel bisa tegas juga. Coba kemarin2 kan ga jadi masalah dengan Nurin...wkwk. Jadi pendek dong ceritanya?😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Saya kira tadi Mbak Tien menamatkan cerita ini...
ReplyDeleteBerhari-hari lamanya MbakTien mempermainkan perasaan pemirsa kok tega²nya menamatkan cerita ini?...
Untunglah masih ada kata "Besok lagi ya"...
Terimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteHeheee... mosok gak boleh tamat sih
Btw matur nuwun perhatiannya
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu. Aduhai
Alhamdulillah
DeleteSami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Terima kasih ibu Umi
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Uchu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Salam sehat aduhai juga
Terimakasih bunda Tien... sehat selalu dan bahagia bersama amancu Aduhai
ReplyDelete