Thursday, December 21, 2023

BUNGA UNTUK IBUKU 21

 BUNGA UNTUK IBUKU  21

(Tien Kumalasari)

 

Wajah Rusmi berubah menjadi garang, seperti singa betina yang ingin melahap mangsanya. Tak berani bicara keras tetapi tetap menunjukkan kekejaman, dia menatap Barno yang dianggapnya ingkar janji.

“Apa kamu mencari mati?”

“Mengapa kamu melakukannya dan akhirnya menolak uang ini? Kamu ingin berkhianat, dan bermaksud mencelakai aku dan bu Rusmi?” Baskoro menghardik.

Keduanya tak berani berkata keras karena ada dua penjaga di luar pintu.

“Saya berjanji tak akan menyebut nama kalian,” katanya pelan.

“Siapa bisa mempercayai kamu? Kamu berkhianat dan sudah jelas itu akan membuat kami celaka,” lanjut Rusmi.

“Tapi kamu tidak bisa melakukannya. Karena kalau melakukannya, maka keluargamulah yang akan menerima akibatnya. Aku bisa menghabisi mereka," sambung Baskoro

“Apa … apa yang akan Bapak lakukan?”

“Kamu tidak perlu bertanya. Ketika kamu keluar dari rumah sakit ini, kamu sudah tidak akan bisa lagi menemui keluarga kamu. Tak apa kami dipenjara, tapi kamu akan sengsara, hidup tanpa anak dan istri. Kecuali itu kamu juga akan dipenjara, bukan?” ancam Baskoro dengan mata menyala.

Keduanya sangat takut pada sikap Barno yang berbalik arah. Sebelumnya Barno  sudah menerima sejumlah uang, yang mengharuskan Barno melakukan apa yang diperintahkan oleh keduanya. Mencelakai Raharjo dengan pura-pura terjadi kecelakaan. Barno bersedia. Bahkan rela terluka parah ketika mobil meluncur ke jurang dia sudah melompat keluar dari mobil. Tapi mengingat hati  Raharjo yang baik, melihat wajah sendu anak laki-lakinya saat menjenguknya, hati Barno merasa luluh. Ia sangat menyesal, hanya dengan iming-iming uang dia mau mencelakakan orang baik seperti Raharjo. Membuat putranya yang tampan menjadi anak yatim piatu. Barno masih terbayang-bayang akan wajah itu. Bekas air mata yang membuat wajahnya sembab,  wajah polos yang tampak sengsara. Hati Barno sangat teriris. Ia juga punya anak yang seumuran dengan Wijan. Ia bisa membayangkan bagaimana perasaan seorang anak ketika kehilangan orang yang dicintainya. Tidak, ia tak sudi melahap uang kejahatan yang disodorkan untuknya. Sungguh Barno sangat menyesali perbuatannya.

“Hei, mengapa kamu diam?”

“Bu, sungguh saya minta maaf. Saya tidak bisa menerima uang ini. Tapi percayalah bahwa saya tak akan pernah menyebutkan nama ibu, ataupun pak Baskoro.”

Rusmi saling pandang dengan Baskoro.

“Apakah kata-kata kamu bisa dipercaya?”

“Saya tak ingin kehilangan keluarga saya. Saya akan menjaga rahasia ini, dan tidak akan pernah menyebut nama ibu dan pak Baskoro. Saya terima kalau saya harus dipenjara atas kelalaian mengemudi. Saya tidak akan menyebut nama ataupun mengatakan bahwa itu karena atas perintah kalian, sungguh. Saya tak ingin keluarga saya celaka. Tolong percayalah,” kata Barno dengan wajah memelas.

Barno sungguh takut pada ancaman Baskoro. Resiko masuk penjara akan diterimanya, tapi jangan ia memakan uang haram yang disodorkan Rusmi dan Baskoro.

“Baiklah, simpan kembali uangnya Bas. Kita pegang apa yang dikatakan Barno,”

“Tapi kalau sampai kamu melibatkan kami, hm …. kamu tahu sendiri akibatnya,” ancam Baskoro lagi dengan mata bengis. Barno mengangguk. Dalam hati ia bertekat akan menerima hukuman apapun sebagai hukuman atas niyat jahat yang semula memang dilakukannya. Sekarang dia menyesal, dan itu sudah terlambat, Sesal itu akan menghantui sepanjang hidupnya.

***

Wijan masih terduduk lemas ditepi sungai itu. Hujan yang mengguyur tak dirasakannya. Kemudian dia bangkit, berjalan tertatih karena kakinya menginjak lumpur, dan itu berat terasa. Apalagi dia menggendong tas ransel yang dibawanya dari rumah. Berisi beberapa pakaian dan buku-buku. Ada juga ponsel yang terselip di dalamnya. Beberapa langkah ke depan, ia melihat sesuatu. Wijan mendekat, dan itu adalah sepatu. Sepatu ayahnya.

Hujan mulai reda, tapi gerimis masih mengguyur rintik-rintik. Wijan mendekap sepatu itu. Hanya menemukkan satu kaus kaki dan satu sepatu. Rupanya memang ayahnya masuk ke sungai ini, entah bagaimana, sebelah sepatunya terlepas, hanyut tersangkut ranting. Hati Wijan serasa teriris-iris. Selamatkah ayahnya? Di mana sekarang berada? Tiba-tiba Wijan melihat sekelompok orang berdiri di dekat sungai. Siapa mereka? Wijan mendekat.

“Hei, kamu siapa?” tanya salah seorang dari mereka. Lalu Wijan melihat beberapa orang berpakaian polisi diantara mereka.

“Saya Wijanarko, mencari bapak," katanya lirih.

“Oh, ini Wijanarko putra pak Raharjo,” teriak beberapa orang bersahutan.

Salah satu diantara mereka mendekat.

“Beberapa diantara kami adalah karyawan pak Raharjo.” kata orang yang mendekati Wijan.

“Nak, kami mencarinya sudah sejauh limabelas kilometer, tapi tidak menemukan pak Raharjo. Barangkali beliau tidak tercebur ke sungai. Mungkin terlempar ke daratan.”

“Kamu membawa apa?”

“Ini sepatu dan kaus kaki bapak, saya temukan di sana,” jawab Wijan yang mulai lagi menitikkan air mata.

“Benarkah?”

“Berarti dia memang tercebur ke sungai. Tapi dengan tidak ditemukannya jasad pak Raharjo, bisa jadi kemudian dia selamat dan bisa naik ke daratan,” kata seseorang.

“Nak, lebih baik kamu pulang saja. Kami akan terus mencari ayah kamu, bukan hanya di sungai ini, tapi juga di daratan sekitarnya. Siapa tahu seseorang menolongnya.

Wijan mengangguk.

“Nak, bajumu basah kuyup, ayo ikut dan ganti pakaian kamu dengan yang kering, kamu bisa sakit.”

“Saya membawa baju,” kata Wijan sambil menunjuk ransel yang digendongnya.

“Baiklah, ayo aku bantu naik ke atas. Besok kami akan melanjutkan pencarian. Ini sudah sore, sebentar lagi gelap. Tapi kami masih akan ada disekitar tempat ini.”

“Saya akan ikut bersama Bapak.”

“Kamu sudah lelah nak.”

“Tidak, saya akan terus mencarinya.”

Tak ada yang bisa menahannya. Wijan ikut mencari bersama mereka.

Tapi berhari-hari kemudian, tak ada yang bisa menemukan Raharjo. Mereka putus asa, Wijanpun putus asa.

Di hari ke lima, tiba-tiba seseorang mendekatinya. Wijan terkejut, dia adalah pak Rangga yang menyusul setelah diberi tahu bahwa Wijan ada di sana.

“Wijan, kamu ada di sini?”

“Ya, Pak.”

“Aku minta maaf, baru bisa menemui kamu. Banyak urusan kantor yang harus aku selesaikan, apalagi saat pak Raharjo belum kembali.”

Wijan mengangguk, tapi gurat kesedihan itu terus menyelimuti wajahnya. Pak Rangga memeluknya erat.

“Bagaimanapun kita sudah berusaha. Tapi harapan itu akan tetap ada, kita akan terus  berusaha. Hanya saja kamu tidak harus terus-terusan berada di sini. Kami tidak akan membiarkan pak Raharjo hilang begitu saja. Kalau memang pak Raharjo selamat, pasti kita akan bisa menemukannya. Jadi sebaiknya kamu pulang dulu. Bukankah kamu juga harus sekolah? Dan bukankah sekolah itu juga ujud harapan dari bapak kamu?”

Wijan terdiam. Pilu rasanya membayangkan ayahnya benar-benar sudah meninggal, tanpa ditemukan jasadnya. Air matanya bercucuran. Pak Rangga mengusapnya dengan telapak tangan.

“Ayo aku antarkan kamu pulang.”

Tapi Wijan menggelengkan kepalanya. Pulang? Kemanakah dia harus pulang? Ia sudah diusir oleh ibu tiri dan kakak tirinya. Tapi Wijan tak mau mengatakannya kepada pak Rangga. Wijan bukan orang yang suka mengadu atau mengatakan keburukan orang. Dia akan memendamnya sendiri.

“Lalu kamu mau ke mana? Aku mau kembali ke kantor pusat sekarang. Aku bisa mengantarkan kamu, Wijan. Mereka akan terus berusaha, dan akan mengabarkan kepada kamu tentang hasilnya.”

Dipaksapun Wijan tetap tak mau pergi.

“Apa kamu tidak memikirkan sekolah kamu? Pasti bapak akan kecewa kalau kamu tidak kembali ke sekolah.”

“Saya akan pulang sendiri.”

Pak Rangga kehabisan akal untuk membujuknya. Bahkan beberapa orang ikut merayu agar Wijan mau pulang bersama pak Rangga. Tapi Wijan tetap tak mau.

“Baiklah, tapi kamu harus pulang ya, dan memikirkan sekolah kamu,” kata pak Rangga sambil memberikan sejumlah uang, dimasukkan ke saku Wijan, tapi Wijan menolaknya.

“Saya masih punya uang.”

“Tidak apa-apa, bawa saja uangnya, barangkali kamu memerlukannya. Itu juga uang bapak kok. Kalau kamu memerlukan sesuatu, kamu bisa menghubungi aku. Ponsel kamu masih ada?”

Wijan mengangguk. Pastilah ponsel itu mati karena berhari-hari didiamkannya saja di dalam ransel.

***

Nyatanya Wijan belum mau pulang. Ketika semua orang sudah pergi, Wijan duduk di bawah sebuah pohon rindang. Tanah itu basah. Wijan mencari daun pisang untuk alas, agar bajunya tidak basah.

Wijan berbaring dengan alas daun pisang. Menatap langit yang menghitam. Tampaknya sebentar lagi akan turun hujan. Suasana di sekitar mulai gelap. Tapi Wijan tidak peduli. Ia kemudian tertidur karena kelelahan. Berhari-hari ia tidak tidur, hanya makan seadanya , bersama para pencari, yang sekarang sudah tak kelihatan lagi. Entah berapa lama dia tertidur, ketika tiba-tiba merasa ada seseorang membangunkannya.

“Wijan, hari sudah pagi, apa kamu tidak sekolah?”

Wijan terkejut. Ia melihat ayahnya berdiri di dekatnya. Wijan menubruknya dan menangis tersedu di dadanya.

“Ini sudah siang, jangan sampai kamu terlambat ke sekolah.”

Wijan bangkit, lalu duduk. Udara terang menerangi bumi. Rupanya semalam hujan tidak turun. Di sebelah timur tampak warna kemerahan, menyambut sang matahari yang bersiap menerangi dan menghangatkan bumi.

“Ah, sudah pagi rupanya.”

Wijan mencari-cari, dimana ayahnya? Tak terlihat bayangan sang ayah.

“Bapak?”

Wijan bangkit, berlarian ke sana kemari.

“Bapak? Bapak di mana?” teriak Wijan.

Tapi yang didengar hanyalah gema suaranya sendiri.

“Bapak? Bukankah tadi Bapak membangunkan aku?”

Wijan jatuh terduduk. Rupanya dia hanya bermimpi. Tapi suara dalam mimpi itu masih bergaung di telinganya.

“Ini sudah siang, jangan sampai kamu terlambat ke sekolah”

Wijan menutup wajahnya dan tersedu dalam kebimbangan.

Hanya sekedar mimpi, atau itu adalah ujud harapan ayahnya yang tertuang di dalam mimpinya?

Wijan bangkit. Semangat untuk kembali ke sekolah seolah membakar semangatnya. Tapi Wijan tidak akan kembali ke sekolah itu. Ia teringat Nilam yang pasti akan mencari-carinya. Kalau dia masih disekolahnya, Nilam pasti bisa menemukannya, dan memaksanya pulang. Sejenak rasa rindu pada adik tirinya menyergap perasaannya. Gadis manja yang teramat menyayanginya. Ada rasa berat untuk berpisah dengannya. Tapi Nilam bukan darah dagingnya. Nilam adalah darah daging ibu tiri yang membencinya. Wijan mengibaskannya, kemudian ia berjalan meninggalkan tempat itu. Jangan sampai ia terlambat ke sekolah, pesan sang ayah dalam mimpi itu.

Wijan terus melangkah menuju kota, untuk kembali mengurus sekolahnya, sambil terus membisikkan nama ayahnya.

Disebuah mushala, Wijan berhenti. Di sana ditemukannya sebuah kekuatan yang menyalakan keinginannya untuk kembali, tapi bukan kembali ke rumah dimana para penghuninya selalu menindasnya.

***

Bibik sedang menata kembali barang-barangnya, dimasukkannya ke dalam tas besar. Ia sudah bertekat untuk pergi. Beberapa hari ini ia melihat laki-laki bercambang itu tidur di rumah, dan makan bersama sang nyonya majikan. Perilakunya sudah seperti sepasang tuan dan nyonya. Bibik merasa jijik. Kesedihan tentang kepergian tuan yang sebenarnya, tak bisa lenyap dari sanubarinya, ditambah kelakuan istrinya yang sangat tidak tahu malu, membuatnya sangat tertekan. Nilam sudah sembuh, dan besok sudah siap pergi ke sekolah. Tak apa kalau dia meninggalkan rumah itu.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari arah depan. Semua orang pergi, hanya tinggal Nilam yang masih berada di rumah. Rupanya sakitnya agak parah, sehingga seminggu kemudian dia baru bisa keluar dari kamar.

“Bibiiiiik!!”

Bibik terkejut, teriakan itu terdengar dari arah kamar yang semula ditempati Wijan. Ia segera bergegas menghampiri.

“Ada apa Mbak?”

“Mana mas Wijan? Selama aku sakit, dia tak pernah muncul, lihat, ternyata dia sudah pergi. Pakaiannya dibawa, buku-buku dibawa,” kata Nilam sambil menangis.

“Tenang Mbak, jangan menangis begitu.”

“Bagaimana aku tidak menangis? Mas Wijan pergi, aku tidak diberi tahu. Kata bibik sedang ikut mencari bapak, tapi dia pergi dengan membawa pakaiannya. Kenapa aku tidak diberi tahu?”

“Mbak Nilam, memang mas Wijan pergi, sejak mbak Nilam jatuh sakit.”

“Kenapa? Kenapa Bik? Aku mau ikut mas Wijan.”

“Mbak Nilam jangan begitu. Di sini kan lebih nyaman, rumahnya bagus, dekat sama ibu.”

“Aku tidak mau sama ibu, ibu jahat. Ibu bersama si cambang itu di rumah ini, aku benci mereka.”

“Sudahlah, lebih baik sekarang Mbak Nilam istirahat di kamar dulu. Obatnya hanya tinggal sekali ini, sama nanti malam, katanya besok mau sekolah.”

“Aku tidak mau, aku mau ikut mas Wijan.”

“Jangan begitu Mbak,”

“Katakan, mas Wijan ke mana?”

“Mas Wijan diusir sama ibu.” akhirnya bibik berterus terang, membuat Nilam menangis semakin menjadi-jadi.

“Apa? Diusir sama ibu? Kenapa ibu jahat, sekarang kemana perginya mas Wijan? Aku mau ikut.”

“Jangan Mbak, nanti ibu marah.”

“Aku tidak peduli, aku mau mencari mas Wijan.”

Tiba-tiba Nilam berlari keluar rumah, bibik sangat terkejut. Ia mengejarnya, tapi tubuh bibik yang gemuk menghambat laju langkahnya.

“Mas Satpaaam, mas Satpaam, hentikan mbak Nilam!” teriak bibik.

Tapi Satpam itu rupanya sedang terkantuk-kantuk. Tak sadar apa yang sebenarnya terjadi. Ia membuka matanya lebar-lebar ketika bibik berteriak.

“Mbak Nilam pergi, kejar dia!!”

Satpam itu lari keluar, tapi ia tak melihat siapapun.

***

Besok lagi ya.

 

94 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang

    ReplyDelete
  2. Suatu kejahatan tidak akan mudah ditutupi, terlebih jika salah satu tim sudah berbalik arah. Polisi sudah pintar dan piawai mengorek keterangan, mengungkap fakta dan menganalisisnya.
    Rusmi dan Baskoro adalah dua kerbau yang tentu saja, akal sehatnya ditutupi oleh hawa nafsu. Semua gelagatnya bodoh dan bisa segera tercium.
    Horotokono! Membusuklah di penjara !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sarujuk komentarmu, bu dosen ilmu HUKUM, sing sapa nandur, bakal ngunduh wohing pakarti.
      Sak rapet²e wong nyimpen "bathang", gandane bakal sumebar.
      🀦‍♂️🀦‍♂️🀦‍♂️🀦‍♂️🀦‍♂️

      Delete
    2. Jeng Iyeng, matur nuwun
      Salam horotoyoh..

      Delete

  3. Alhamdullilah
    Bunga untuk ibuku 21 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah Maturnuwun ..jadi makin gregetan + penasaran baca cerbung ini..hebat tetap semangat nggih Bunda salam Sehat tiyus πŸ˜„πŸ‘πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  5. Waaaah....tdi pas buka blm ada comment...
    Ternyata ada 5 yg lebih dulu...matur nuwun bu Tien.

    ReplyDelete
  6. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  7. 🐹🐭🐹🐭🐹🐭🐹🐭

    Alhamdulillah Bunga Untuk Ibuku episide 21 sdh tayang.....
    Terima kasih bu Tien, semakin menambah pinisirin lan 'geregetan' ulah "kebo loro" kuwi....
    Salam ADUHAI

    🐹🐭🐹🐭🐹🐭🐹🐭

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillaah dah tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  10. πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚
    Alhamdulillah BeUI_21
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Tetap sehat dan
    smangaats nggih Bu
    Salam Aduhai πŸŒΌπŸ¦‹
    πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚πŸŒ»πŸ‚

    ReplyDelete
  11. Waduh senengnya bisa maduk lebih awal..πŸ₯°
    Matur nuwun bunda Tien..πŸ™
    Salam sehat selalu kagem bunda Tien..

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bu Tien. Moga2 Bu Tien sehat selalu, kami selalu menunggu karya Bu Tien.

    ReplyDelete
  13. 🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹

    Alhamdulillah jam 19:00 theng Bunga Untuk Ibuku_21 sdh tayang.....
    Terima kasih Mbak Tien, semakin menambah 'geregetan' ulah "kebo loro" kuwi....
    Salam ADUHAI

    🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe..salah..jam 19.03..yaa..πŸ™πŸ€­

      Delete
    2. Terpaut 3 menit, dimaafkan yaa ibu Nuning, tadi jalanan macet

      Delete
  14. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 20 ya,,salam sehat dan tetep semangat inggih Wassalam dari Tanggamus Lampung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah.....
      Saiki episide SELIKUR.... dudu RONG PULUH.....

      Delete
    2. Sami2 jeng Sis, salam sehat dan aduhai deh
      Btw ini episode 21 lhoh

      Delete
  15. Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~21 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  16. Terima kasih, Mbak Tien. Semoga selalu sehat.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Bunga Untuk Ibuku - 21 sdh hadir
    Semakin seru dan bikin penasaran lanjutan ceritanya..
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, semakin seru ceritanya. Ibu tetap sehat njih, aamiin....

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah...
    Syukron nggih Mbak Tien.
    Semoga kita semua dalam kondisi sehat ... Pak Raharjo segera diketemukan , Wijan lulus kuliah ... dan happy end 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun jeng Tien
    Mudah mudahan pak Rahardjo diselamatkan orang kampung

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah ..bunga untuk ibuku 21 sdh tayang..terima kasih bunda..semoga bunda Tien selalu sehat dan bahagia salam hangat dan aduhai...

    Semoga pak Raharjo segera ditemukan dan penjahat penjahat dirumahnya segera dimasuklan ke penjara

    ReplyDelete
  22. Baru tengah jalan, penjahat berpesta pora. Lakon menang keri... sudah jadi rumus. Kalau penjahat langsung ketangkap, selesai... tidak jadi cerita.
    Yang asyik itu menikmati proses dari awal sampai akhir.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  23. ADUHAI .. ADUHAI.. ADUHAI.. jeng In

    ReplyDelete
  24. Baca episode 21 ikut sedih membayangkan bagaimana kondisi Wijan dan perasaannya, bapaknya kecelakaan diusir ibu dan kakak tiri dari rumah. Selain sedih juga mengkel dan jijik sama pasangan kumpul kebo. Baskoro itu jan payah tenan, makan anak dan ibu sekaligus..koq bisa ya. Bu Tien hebat ngublek ublek perasaan jadi vampur aduk. Ikut mendo'akan semoga Raharjo ditemukan, pasangan kebo dipenjarakan. aamiin

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun bunda Tien, ini bacanya sambil getem2 pengen nabok Rusmi n Baskoro

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah bundaku... BUI 21 tayang 😍

    ReplyDelete
  27. Terimakasih mbak Tien, yang membuat cerita semakin seru. Semoga mbak Tien selalu sehat dan terus berkarya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin
      Terima kasih ibu Pungpa.
      Eh.. ibu atau bapak ya

      Delete
  28. terima kasih.... mdh mdhn pk Raharjo diketemukan,... nilam hiduo dg bibi dan wijan.... luar biasa ceritanya cuampur aduk, kereen,,,, sehat sllu Mbu Tien bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  29. Wiiih....Bu Rusmi & Baskoro semakin nekat. Penisirin lanjutannya. Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  30. Kasihan Wijan juga Nilam terpaksa berpisah.. mudah-mudahan pak Raharjo ditemukan dalam kondisi hidup... Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai selalu.

    ReplyDelete
  31. Amin
    Bisa komen agak panjang Puji Tuhan mudah mudahan besok bisa komen lagi

    ReplyDelete
  32. Sampai episode ini sejak pak Raharjo kecelakaan ikut 😭 terhanyut nasib Wijan yg sebatang kara. Smg pak Raharjo bisa diketemukan. Terimakasih... Bu Tien sehat selalu ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  33. Makasih mba Tien.
    Penasaran banget nih lanjutannya.
    Salam hangat dan sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  34. Ikut mikir nasib Barno selanjutnya...sudah 'bertobat' masih dihukum gak ya? Biasanya tokoh2 antagonis berakhir tragis dan menerima hukumannya masing2. Sabar menanti...πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien sayang...salam sehat.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete
  35. 😭😭😭Alloh lindungi p Raharjo, Wijan juga Nilam
    Alhamdulillah, matursuwun BuTien, semoga sehat selalu.tetap semangat tuk berkarya

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah mtr nuwun, maaf agak telak bukak, mlm jum'atan dulu.
    Semoga bu Tien diberikan umur panjang dan sehat selalu

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah... Bunga Untuk Ibuku 21 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat, selalu Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Semoga pak Raharjo selamat. Wijan semangat kembali ke sekolah untuk memenuhi harapan ayah nya.

    Bu Rusmi dan Baskoro jadi naik darah krn Barno tdk mau menerima bayaran menjadi Stunman..he..he..

    Pak Rangga tentu sdh melaporkan semua nya ke Polisi. Polisi akan mengusut tuntas dan pastinya Bu Rusmi dan Baskoro akan menjadi tidak tenang.

    Salam maljum nggeh Bunda Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  38. Wah lama banget ga menyapa mbak Tien, meski diam2 tetap menyimak...
    Salam sehat dr wonogiri.

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ˜

    Bacanya jd terharu,, Wijan & Nilam bisa berjodoh nih ,, mengharap ya 🀭
    Makin rame ,,, aduhaiii Mantab ❤️

    ReplyDelete
  40. Pengumuman.
    Berhubung kesibukkan bu Tien hari ini, sd maghrib baru pulang dan blm sempat nicil nulis, maka Wijanarko dan teman²nya terlambat tayang.
    Harap menjadi maklum. Seduluran sak lawase.
    πŸ€πŸ€πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kirain gara2 nonton debat... 🀣🀣🀣

      Delete
    2. Siap pak kakek habi... salam sehat p

      Delete
    3. Njih Pak, sabar menanti. Semoga Bu Tien tetap sehat, aamiin...

      Delete
  41. Hehehe bolak balik ingak inguk jebule trtunda, salam sehat bunda Tien

    ReplyDelete
  42. Katur bu Tien dan ibu ibu penggemar karya bu Tien.
    Selamat hari ibu, semoga senantiasa diberi kesehatan, umur panjang, kesabaran dalam mengelola rumah tangga dan senantiasa semangat dalam berkarya dan berkreasi. Aamiin

    ReplyDelete
  43. Aamiin... Trmksh utk doanya bagi kaum ibu mb Noordiana ... terkhusus utk mb Tien ... Ibu Tien yg tetap produktif di usia yg tdk lg muda ... selalu menghibur para pctk dg mengobrak-abrik pikiran kita dg gaya aduhai nya...

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 42

CINTAKU JAUH Di PULAU SEBERANG  42 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut, sekaligus tersipu. Ia melihat Listyo turun dari mobil dan menghampirin...