Wednesday, April 5, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 13

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  13

(Tien Kumalasari)

 

Aliyah masih berdiri tegak di dekat meja. Agak risih mendengar Alfian memanggilnya Narita. Entah risih karena namanya bukan Narita, atau risih mendengar sebutan itu diucapkannya dengan begitu manis. Tapi bukan untuknya. Aliyah memarahi dirinya yang tiba-tiba punya perasaan aneh.

“Silakan duduk, Non,” kata Farah yang kemudian menyiapkan kursi untuk Aliyah, di depan Alfian.

“Duduklah, sambung Alfian dengan ucapan yang terdengar masih sangat manis. Tapi Aliyah tahu ucapan itu bukan untuk dirinya.

Aliyah duduk. Kursinya sangat bagus. Makanan yang disiapkan sangat menggugah selera. Aliyah belum pernah duduk di kursi sebagus ini. Ia juga belum makan makanan yang begitu beragam dan mengepulkan uap sedap. Ini hanya sarapan, tapi ada sup, ada empal goreng, ada tahu yang entah dimasak apa, ada kerupuk udang di dalam toples, yang kemudian dibuka oleh Farah.

“Silakan Non, ambilkan nasi untuk tuan Alfi,” kata Farah.

“Apa?” Aliyah terkejut. Memangnya dia tak bisa mengambil sendiri? Huh, apakah orang kaya semua kolokan? Hanya mengambil nasi tidak bisa sendiri?

Farah tersenyum.

“Non harus latihan, bukankah beberapa hari lagi sudah menjadi istri Tuan Alfi?”

Aliyah berdebar. Bukan istri sungguhan kan?

“Ayolah Non, mulai hari ini Non harus belajar menjadi nyonya di rumah ini. Non harus melakukan hal-hal yang pantas. Bahkan berjalan pun nanti ada aturannya.

“Apa?” lagi-lagi Aliyah berteriak. Susah ya jadi istri orang kaya? Mengapa berjalan saja juga ada aturannya? Bukan asal melangkah seperti selalu dilakukannya?”

“Nanti juga akan ada guru yang datang kemari, mengajari Non bersikap.”

Aliyah ingin berteriak lagi, tapi Farah sudah mengambilkan sendok nasi, diletakkan di tangan Aliyah, kemudian menunjuk ke arah piring Alfian.

“Ya Tuhan, susah amat,” gumamnya dalam hati. Tapi dia juga menyendokkan nasi ke piring Alfian, dengan tangan gemetar.

Alfian hanya tersenyum. Benar-benar gadis lugu, pikir Alfian.

“Terima kasih, Narita, lauknya aku ambil sendiri saja,” kata Alfian, lagi-lagi Aliyah merasa tak senang dengan panggilan itu.

“Saya bukan Narita,” katanya lirih sambil menyendok nasi di piringnya sendiri.

“Oh iya, maaf. Aku heran, wajah kamu sama persis dengan Narita. Kamu seperti kembar. Atau … jangan-jangan kalian kembar?”

“Mana mungkin. Sejak kecil saya bersama nenek, hanya saya sendiri. Nenek juga tidak pernah cerita bahwa saya punya saudara kembar,” katanya.

“Non, sayurnya,” kata Farah yang masik menunggui di dekat Aliyah.

“Aku tahu, aku hanya heran,” kata Alfian sambil menyuap nasinya.

“Non, mengapa garpu di letakkan?”

“Saya tidak bisa makan pakai ini,” kata Aliyah polos.

“Ini dipegang di tangan kiri, sendoknya di tangan kanan. Garpu itu untuk membantu Non menyendok makanan, supaya gampang masuk ke sendoknya. Begini…" Farah memberi contoh bagaimana menggunakan garpu.

“Oh, saya tidak terbiasa.”

“Non harus membiasakan diri.”

Dengan susah payah Aliyah makan dengan sendok dan garpu. Alfian dan Farah tersenyum mengangguk.

Aliyah menyelesaikan makannya, dan berdiri dengan mengambil piring kotornya, tapi Farah mencegahnya.

“Non duduk saja di sini, minum jus yang sudah di sediakan, biarkan saya membawa piring-piring kotornya,” kata Farah sambil menarik lengan Aliyah, memintanya duduk.

“Narita,” panggil Alfian yang sudah menyelesaikan makannya juga, dan membiarkan Farah mengambil piring-piring kotor serta makanan yang tersisa.

“Jangan panggil saya Narita.”

“Maaf, tapi … nanti di pesta pernikahan dan resepsi, kamu akan tetap dianggap Narita. Sekali lagi aku minta maaf.”

Aliyah diam. Ia merasa, Alfian masih sangat mencintai Narita. Tentu saja. Ketika sambil marah-marah di hari kemarin, Alfian dengan terus terang mengatakan bahwa masih sangat mencintai Narita. Aliyah mencoba mengerti. Bukankah dia hanya gadis pengganti?”

“Nanti, seperti tadi Farah mengatakan, akan ada orang dari … sekolah modeling … yang akan mengajari kamu. Cara kamu bersikap, berjalan, berbicara.”

“Aduh, bukankah aku sudah bisa berjalan dan berbicara? Memang cara bicara orang kaya berbeda? Bersikap itu apa, bukankah aku selalu sopan kepada siapapun?” kata batin Aliyah.

“Kamu harus menurut, karena itu akan menjadikan kamu lebih baik,” lanjut Alfian.

Aliyah mengangguk.

“Kamu tahu, Aliyah …”

Aliyah senang, sekarang Alfian memanggil namanya sendiri, bukan Narita. Ia mengangkat wajahnya, menatap Alfian yang sedang menatapnya lekat-lekat, membuat Aliyah berdebar-debar.

“Kamu sangat cantik.”

Debar di dada Aliyah semakin keras memukul-mukul.

“Bukankah Narita cantik?”

“Kamu ternyata memiliki kecantikan yang berbeda. Narita cantik, liar, kamu cantik, lembut, menghanyutkan.”

“Apa?” tak sadar Aliyah memekik. Narita liar, apa maksudnya? Seperti binatang? Aduh, maaf, mengapa Alfian mengatakan ‘liar’? kata batin Aliyah.

“Kamu cantik, lembut, menghanyutkan.”

“Tuh kan, memangnya aku sungai?” lagi-lagi Aliyah hanya membatin. Setelah tidak lagi marah, cara bicara Alfian terdengar aneh. Apakah nanti orang yang akan mengajari dia, juga akan mengajari bicara aneh?”

Aliyah diam, tapi ada senyum tipis mengembang. Senang dikatakan cantik, lembut, tapi menghanyutkan?

“Apalagi kalau kamu tersenyum,” sambungnya.

“Menghanyutkan itu apa? Liar itu apa?” tak tahan Aliyah bertanya.

Alfian tertawa. Menampakkan giginya yang berderet rapi. Alangkah manis senyum itu. Uups. Aliyah lagi-lagi memarahi dirinya. Mengapa memujinya manis? Idih, memalukan.

“Liar, karena dia terkadang galak, garang. Tapi kamu lembut dan menghanyutkan, artinya, setiap orang akan terhanyut … apa ya … tertarik … sama kamu, begitulah gampangnya.”

“Apakah … Tuan … tertarik sama saya?” lhah, Aliyah kok berani ya, lama-lama. Tapi itu karena dia polos. Sangat polos.

Alfian lagi-lagi tertawa. Ada perasaan aneh ketika menatap gadis polos itu menatapnya lugas, dengan sepasang mata bintang yang memancar dari sana. Aliyah bukan lagi gadis kumuh yang ditemukan sedang belanja di pasar, dan ia menuduhnya Narita yang sedang berpura-pura. Dengan dandanan sekilas yang dilakukan Farah, Aliyah menjadi sangat berbeda. Ia benar-benar sepert Narita, tapi seperti tadi dia mengatakannya, Aliyah lembut dan menghanyutkan. Apakah benar dia terhanyut oleh kecantikannya?

“Lama-lama aku bisa jatuh cinta beneran,” bisik hati Alfian sambil terus menatap Aliyah.

“Kenapa Tuan memandangi saya terus menerus?” akhirnya Aliyah yang merasa risih karena terus dipandang, berani memprotes.

“Aliyah. Itu karena aku sedang terhanyut sama kamu.”

“Apa?” Aliyah lagi-lagi memekik. Bukankah menghanyutkan sama dengan tertarik, dan berarti Alfian tertarik pada dirinya? Pekikan itu bercampur dengan debaran aneh yang memalu dadanya.

“Nona, ibu Lusia sudah datang,” tiba-tiba Farah muncul dari arah depan.

“Siapa Lusia? Saya tidak kenal.”

“Itu, ibu guru yang akan mengajari Non. Beliau menunggu di ruang tamu.”

“Oh, di mana ruang tamu nya?”

“Mari saya antarkan,” kata Farah.

Aliyah berdiri dan melangkah mengikuti Farah, walau tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh ‘ibu guru’ itu.

***

Pak RT tiba-tiba berteriak dari depan rumah. Bu RT yang sedang sibuk di dapur terkejut.

“Ada apa sih Pak? Bikin kaget saja,” gerutu bu RT.

“Ini lho, tiba-tiba ada orang datang, katanya disuruh Aliyah memberikan ini,” kata pak RT sambil memberikan amplop.

“Apa Bapak bilang? Aliyah? Ini surat dari Aliyah?”

“Bukan surat. Isinya uang, aku sudah membukanya, jumlahnya lima ratus ribu rupiah.

“Aliyah? Di mana dia? Dia ada di sini? Sudah pulang ke rumahnya?”

“Tidak, ada orang datang, menemui aku, katanya disuruh Aliyah. Dia mengatakan, ini uang yang diberikan bu RT untuk belanja. Begitu.”

Bu RT meletakkan pisau yang sudah dipakai untuk merajang sayur. Ia memegang amplop itu dan menatap suaminya dengan heran.

“Aliyah menyuruh orang memberikan uang ini? Maksudnya sebagai pengganti uang yang aku berikan untuk belanja waktu itu? Tapi aku hanya memberi dia tiga ratus ribu, dan sebagian besar belanjaan itu tidak hilang. Hanya uang kembalian yang entah ke mana, tapi tidak banyak, paling duapuluh ribuan atau kurang.”

“Nggak tahu aku, dia hanya memberikan itu. Aku juga bertanya, di mana Aliyah, tapi orang itu mengatakan bahwa dia tidak tahu, lalu buru-buru pergi.”

“Ya Tuhan. Apa yang terjadi dengan anak itu? Apa dia sudah menjadi orang kaya, sehingga mengirimkan uang lebih dari uang belanja yang aku berikan?”

“Itulah Bu, jadi aku kan tidak bohong waktu mengatakan ketemu dia, lalu dia pergi bersama seorang laki-laki dengan naik pesawat. Naik pesawat itu kan tidak sembarang orang bisa sih Bu, harus punya uang banyak. Nah, aku pikir Aliyah sekarang sudah hidup enak, sehingga lupa sama rumahnya, lupa sama kita.”

“Ya sudah Pak, kalau memang dia sudah hidup enak, berarti kita harus mensyukurinya. Tapi kok ya dia tidak datang sendiri ke sini, mengatakan apa yang terjadi.”

“Mungkin dia ada di luar negri atau apa, dan hanya berpesan pada orang itu tadi.”

“Benar-benar sudah menjadi orang kaya, punya orang suruhan segala. Yah, syukurlah Pak, sekarang tidak usah memikirkan dia lagi. Dia sudah hidup senang,” kata bu RT sambil melanjutkan kegiatannya memasak di dapur, tanpa melihat wajah kecewa suaminya.

***

 Sore hari itu Pinto main ke rumah pak RT, tapi hanya bertemu bu RT. Pak RT pergi entah ke mana. Ia memang memerlukan sering berkunjung ke rumah itu, hanya untuk mendengar, barangkali sudah ada kabar tentang Aliyah. Tapi berita sore itu, membuatnya sedih.

“Berarti Aliyah tidak diculik, dan sudah hidup enak ya Bu,” katanya setelah bu RT menceritakan tentang orang suruhan Aliyah yang memberinya uang, sebagai ganti uang untuk belanja yang diberikannya.

“Menurutku juga begitu ya Nak. Kita harus bersyukur, kalau memang Aliyah sudah hidup enak, ya kan?”

“Iya Bu,” jawab Pinto sedih. Bu RT mengerti, Pinto kehilangan harapan untuk bisa memiliki Aliyah, karena dia tahu sejak kemarin-kemarin, bahwa Pinto suka sama Aliyah.

“Nak Pinto jangan sedih,” kata bu RT sambil menepuk bahu Pinto.

“Iya Bu," senyum Pinto, senyum yang berisi tangisan.

“Yang namanya cinta tulus itu, ia akan berbahagia, kalau orang yang dicintainya itu juga berbahagia. Iya kan Nak?”

“Benar Bu. Berarti yang pak RT temui  kemarin dulu itu, memang benar Aliyah. Tapi dia sudah keburu pergi ke luar negri.”

“Iya Nak. Tampaknya begitu. Tapi yang membuat aku heran, kenapa dia tidak pulang dulu, mengabarkan ke kita, bahwa dia telah menemukan seseorang yang baik, yang kaya. Iya kan Nak? Anehnya kok dia langsung pergi, tanpa pesan apapun, lalu mengembalikan uang untuk belanja yang dikiranya hilang. Padahal belanjaannya utuh, aku bawa ke rumah. Hanya uang kembalian yang tidak seberapa, ee, aku diberi uang limaratus ribu.”

“Iya ya Bu, kenapa dia tidak pulang dulu, lalu mengabarkan keadaannya.”

“Maka dari itu. Tapi ya sudah Nak, Nak Pinto harus ikhlas, dan mendoakan agar dia selalu hidup senang serta bahagia.”

Pinto mengangguk, tak mampu berkata-kata. Sesungguhnya dia jatuh cinta pada Aliyah. Hanya saja dia belum pernah mengatakannya, apalagi waktu itu Aliyah bilang bahwa dirinya dianggap kakaknya saja.

“Nak Pinto sering-sering datang kemari ya, biarpun Aliyah tidak ada lagi di sini,” kata bu RT ramah.

“Iya Bu, pasti.”

Tapi sore hari itu pula, semua harapan telah pupus. Aliyah sudah menjadi milik orang lain, atau paling tidak sudah pergi dan menemukan kehidupan yang berkecukupan, sehingga tidak lagi bingung untuk mencari pekerjaan.

Ketika ia melangkahkan kakinya ke rumah kost nya, ia merasa bahwa ada yang hilang dari hatinya. Udara sore yang mulai temaram, mengiringi gelapnya hati karena kehilangan cinta yang didambakan.

“Aliyah, semoga kamu bahagia,” bisiknya pilu, sambil menatap langit berwarna jingga, mengiringi datangnya senja.

***

Aliyah berjalan mondar mandir di antara ruang tamu yang cukup luas, seperti ajaran bu Lusia yang dengan telaten menuntunnya, padahal kakinya masih terasa sakit akibat tertusuk pecahan piring, kemarin, sehingga jalannya agak tersendat-sendat..

Aliyah juga belajar, bagaimana menghadapi seseorang yang sedang mengajaknya bicara.

“Janganlah berbicara dengan menunduk, itu menunjukkan bahwa Non tidak percaya diri. Begini, lihat saya. Nah, seperti ini sikap yang baik,” kata bu Lusia sambil tak henti-hentinya memberikan contoh tentang apa yang diajarkan.

Aliyah selalu mengikutinya dengan seksama. Ia sudah pandai berjalan dengan sikap anggun. Ia juga menangkap pembicaraan dengan bu Lusia dengan dagu terangkat.

Pelajaran dilakukan kilat dan sehari penuh, karena hanya ada waktu hari ini dan besok, karena lusa, perhelatan itu sudah diadakan.

Mereka hanya berhenti ketika Farah mempersilakannya makan. Bu Lusia juga mengajarkan bagaimana makan yang baik dan terlihat elegant.

Hari sudah malam ketika bu Lusia memberikan sepatu berhak tinggi, dan Aliyah berlatih belajar berjalan dengan sepatu itu.

Aliyah sudah tampak lelah, tapi dia dengan tekun melatih kakinya yang berjalan dengan sepatu berhak tinggi itu, sementara kakinya semakin terasa nyeri. Ia terus berlatih. Kesana, kemari. Dan pada suatu saat, tiba-tiba kakinya tergelincir dan tubuhnya tersungkur, hampir saja menyentuh lantai, kalau tidak ada tangan kekar menangkapnya.

“Hati-hati,” bisik Alfian yang masih menangkap pinggang Aliyah.

Jantung Aliyah hampir copot.

***

Besok lagi ya.


33 comments:

  1. Replies
    1. Yes.... Jeng Mimiet lagi juaranya.
      Terima kasih bu Tien, sdh tayang gasik walo kesibukkan selalu menyertai bu Tien.
      Salam sehat penuh berkah.
      Tetap ADUHAI, ya Bu Tien.

      Delete
  2. Trimakasih CBE 13 sdh tayang
    Trimakasih bu Tien
    Moga sehat sll

    ReplyDelete
  3. Salam sehat kagem mbak Tien dr Cimah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam sehat juga untuk jeng dokter Mimiet dan mas dokternya.

      Delete
  4. Alhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu
    Semoga sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  6. 〰️🍃🌼🦋🌼🍃〰️
    Alhamdulillah CBE 13 sdh
    hadir. Telat buka HP.
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats. Salam Aduhai
    〰️🍃🌼🦋🌼🍃〰️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~13 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  8. Matur suwun bunda Tien CBE nya..slmt mln dan salam seroja tetap aduhai unk bunda🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah... Matur nuwun mbak Tien Kumalasari..
    Salam hangat dan salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  12. Jangan menangis ya Pinto, nanti akan ada gantinya.
    Apa Aliyah akan bertahan jadi orang kaya ya, tidak rindu kehidupan lamanya..
    Tunggu besok lagi ya..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu, aduhai

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah CBE -13 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, maturnwun, sehat selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillaah tayang ... Makasih bunda, sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Pelajaran table mener mbuh mènêri åpå, gênah dijadikan nona rumah gitu lho, dirumah tuan besar.
    Iya ya si Aliyah di ajari cara menyajikan makan, sikap berbicara sampai jalan pun di ajarkan, sama Bu Lusiyah dari sekolah modeling, aduh asistennya Farah. Wis pokoke digawé gênah kabeh mburiné nganggo ah.
    Malah si Alfian ora gelem pisah hé hé hé, gimana lagi nggak ada yang pas untuk ngegantiin itu pengantin wanita yang tinggal besok lusa perhelatan nya, sedikit ke buru buru juga, syukur lah lancar bisa ngikutin arahan gurunya.
    Moga sukses besok, ngga ada kekeliruan atawa salah nyatanya juga menambah pengetahuan Aliyah.
    Pak RT kaya masih penasaran kemana Aliyah ngumpetnya, Pinto juga sudah disuruh legawa melepas Aliyah, saran Bu RT; cinta yang tulus itu kalau yang dicintai bahagia ya sebaiknya juga ikut senang, karena sudah mapan. Sakitnya tuh disini, halah to Pinto isih mbedegel atimu ya.
    Tapi yå nggak lila yen di sia sia, lagu lama itu to.
    Setelah keruwetan menjelang perhelatan sudah bisa di atasi, Alfian malah nggak mau jauh jauh dari Aliyah.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke tiga belas sudah tayang
    Sehat sehat
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Mbak T'ien, salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah, terima kasih bu tien , salam sehat bu

    ReplyDelete
  21. Wah, error terus nih mau komen, kok ngilang. Matur nuwun ajalah.🙏😀

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwn bu Tien salam sehat wal'afiat selalu dan bahagia

    Aliyah ,,,,aduhaii deh 🤣🤭

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien salam sehat wal'afiat bahagia selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...