SETANGKAI BUNGAKU
24
(Tien Kumalasari)
Pratiwi mengerjap-ngerjapkan matanya, barangkali ia
salah lihat. Tapi itu benar. Ia melihat Susana dan Sony, memasuki sebuah rumah
makan besar dengan bergandengan tangan. Pratiwi terus mengayuh sepedanya dengan
beribu pertanyaan memenuhi benaknya. Ia urung membeli lauk karena pikirannya
terus tertuju ke arah apa yang tadi dilihatnya, dan membuatnya bertanya-tanya.
“Mengapa bu Susana bisa bersama mas Sony? Pacarnya?
Tampaknya iya. Mereka bergandengan begitu mesra. Kalau begitu, adakah hubungan
semua itu dengan diterimanya aku di perusahaan Megah Perkasa? Karena mas Sony?
Atau apa? Aku harus menanyakannya pada Ratih. Dia yang memberi informasi
tentang pekerjaan itu,” gumam Pratiwi di sepanjang perjalanannya.
Ketika ia memasuki halaman rumah, dilihatnya ibunya
duduk sendirian di teras. Trenyuh hati Pratiwi mengingat ibunya. Ia seperti tak
berdaya, dan ketika tak ada yang menemani, maka pastilah ibunya merasa sepi
senyap. Pratiwi melupakan Susana dan Sony. Ia menyandarkan sepedanya dan
melangkah ke arah teras.
“Tiwi?” sapa sang ibu.
“Iya Bu, ini Tiwi.” Jawab Pratiwi sambil menyentuh
lengan ibunya.
“Bagaimana keadaan Nano?”
“Baik Bu, dia sudah sadar dan banyak bicara.”
“Mengapa kamu tinggalkan dia sendiri?”
“Dia tidak sendiri Bu, banyak teman di satu ruangan
dengannya. Dia justru meminta Tiwi pulang, karena ibu nggak ada temannya.”
“Aku kan tidak apa-apa.”
“Ibu tidak usah mengkhawatirkan Nano. Dia baik-baik
saja. Ibu sudah makan? Tiwi sudah menata semuanya di meja makan, sebelum
berangkat tadi.”
“Belum, ibu belum lapar.”
“Baiklah, nanti bareng Tiwi ya Bu. Sekarang ayo masuk
ke rumah, hawa semakin dingin,” kata Pratiwi sambil membantu ibunya berdiri, dan
menuntunnya memasuki rumah.
“Kapan Nano boleh pulang?”
“Besok Tiwi mau bicara sama dokternya.”
“Kalau dia baik-baik saja, ajak dia pulang, supaya
biaya rumah sakit tidak terlalu mahal.”
“Iya, Bu. Kan harus bicara dulu sama dokternya.”
“Iya, tentu.”
***
Sesungguhnya Nano memang merasa sendiri, dan juga sepi,
walau di kiri kanannya ada beberapa pasien yang dikunjungi banyak kerabatnya,
yang terkadang ada juga yang menyapanya. Karena itulah dia mencoba memejamkan
matanya walau hari masih sore.
“Nano, kamu sendirian?”
Nano membuka matanya, dan melihat sosok ganteng yang
sangat dikenalnya.
“Mas Ardian?” katanya riang.
“Bagaimana kamu ini No, laptop kamu sudah jadi besok,
kamu malah tidur di sini,” kata Ardian sambil mengacak rambut Nano.
“Bukan kemauan saya Mas, mobil itu yang salah,” kata
Nano polos.
“Iya, benar … semoga penabrak ngawur itu segera
tertangkap. Bagaimana sekarang rasanya? Masih sakit?”
“Sedikit, kata mbak Tiwi nanti juga sakitnya pasti
akan sembuh."
“Iya, pasti. Sekarang, mbak Tiwi mana?”
“Sudah pulang, kasihan, ibu sendirian.”
“Anak baik, kamu lebih memikirkan ibu daripada
memikirkan diri kamu sendiri, itu bagus. Nano sudah besar, tidak takut
ditinggal sendiri di sini, ya kan?”
“Temannya banyak. Itu … itu … “ kata Nano sambil
menunjuk ke arah samping kiri dan kanannya.
“Benar. Kamu tidak sendirian. Oh ya, mas Ardian bawa
roti, nih … banyak, kamu mau yang mana, untuk dimakan sekarang?”
“Nanti saja, Nano masih kenyang.”
“Benarkah? Baiklah, aku taruh di sini saja ya, kalau
kamu ingin, kamu bisa mengambilnya sendiri.”
“Ya, terima kasih.”
“Besok kalau laptop nya jadi, aku bawa kemari ya?”
“Tidak usah Mas, bagaimana bisa mempergunakan sambil
tiduran?”
“Oh ya, kamu benar, aku taruh di rumah saja ya, kalau
kamu pulang, kamu bisa segera memakainya. Seneng tidak, punya laptop sendiri?”
Nano tersenyum dan mengangguk.
“Memang bekas sih, tapi masih bagus dan bisa
dipergunakan kok.”
“Iya. Kemarin itu, gara-gara main laptop di rumah
teman, saya pulang terlambat dan terserempet mobil.”
“Itu akan menjadi pengalaman untuk kamu, supaya lain
kali kamu bisa berhati-hati.”
Nano mengangguk.
Ardian berpamit sebentar, menuju ke arah kantor
administrasi, untuk menanyakan berapa biaya untuk Nano. Tapi ia heran karena
semua biaya telah lunas.
“Siapa yang membayar semua biaya yang bernilai puluhan
juta itu?” pikir Ardian yang kemudian meninggalkan kantor itu untuk kembali ke
ruang rawat Nano. Ketika itulah dia ketemu Roy dan Ratih.
“Sudah kamu selesaikan?” tanya Roy ketika melihat Ardian
keluar dari ruang administrasi.
“Sudah lunas semua,” jawab Ardian.
“Syukurlah, kamu tanggap dengan cepat, sehingga tidak
menyusahkan Pratiwi,” kata Roy.
“Bukan aku,” jawab Ardian sambil berjalan di samping Ratih
dan Roy.
“Bukan kamu?”
“Nggak tahu siapa, ketika aku bertanya, katanya sudah
lunas.”
“Siapa membayarnya? Bukan kamu?” tanya Roy kepada
Ratih.
“Mana mungkin, aku baru tahu ketika Mas bilang, tadi,”
kata Ratih.
Ketika mereka kemudian bertanya pada Nano, Nano juga
tak bisa menjawabnya.
“Mbak Tiwi bilang, saya tidak boleh ikut
memikirkannya,” jawab Nano.
“Mereka saling pandang, kemudian berpikir, bahwa yang
bisa menjawabnya hanyalah Pratiwi sendiri.
***
Selesai melayani ibunya, Pratiwi merasa gelisah. Ia
ingin menelpon Susana, tapi diurungkannya. Pasti Susana masih bernama Sony.
Lalu ia menelpon Ratih.
“Ya Mbak, kami sedang ada di rumah sakit, menemani
Nano,” jawab Ratih ketika Pratiwi menelponnya.
“Oh, ada siapa saja di situ?”
“Ada mas Roy, ada mas Ardian. Mereka semua menanyakan
Mbak.”
“Aku sudah pulang, karena harus menemani ibu. Terima
kasih sudah menemani Nano.”
“Nano tampak senang, ada kami bertiga,” kata Ratih.
“Syukurlah. Tapi sebenarnya ada yang ingin aku
tanyakan sama kamu.”
“Ya, tanyakan saja, tentang apa?”
“Sebenarnya pekerjaan yang kamu tawarkan itu milik
siapa?”
“Itu? Apa Mbak tertarik? Menurut aku, tidak usah Mbak
jalani saja, karena sebenarnya perusahaan itu milik mas Sony.”
Pratiwi merasa lemas. Bahkan Ratih mengingatkan dan
melarangnya. Tapi bukankah dia sudah menanda tangani kontrak kerja? Pratiwi terdiam beberapa saat lamanya. Ia tak tahu, apa langkahnya benar, atau salah.
“Mbak, bagaimana Mbak? Apa Mbak ingin bekerja di sana?”
“Ya sudah Ratih, terima kasih banyak.”
Pratiwi menutup ponselnya dengan gelisah. Ia
menimbang-nimbang, hal yang sudah terlanjur di jalaninya. Salahkah, atau benar?
Tapi kan semuanya sudah terlanjur? Bagaimana cara membatalkannya? Uang sudah
diterima, kontrak sudah ditanda tangani. Kalau dia membatalkan kontrak maka dia
harus menukar uangnya sepuluh kali lipat. Apa yang harus dilakukannya?
Bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu untuk membatalkan kontraknya?
Pratiwi terus merenung. Sudah kepalang basah, tak bisa
mundur lagi. Ia berkorban untuk adiknya, dan apapun akan dihadapinya. Bukankah
ia tidak akan berurusan dengan yang namanya Sony?
Pratiwi merasa lelah, tapi rupanya ibunya, walau tak
bisa melihat, tapi merasakan kegelisahan anaknya.
“Tiwi, kamu belum tidur?” tanya yu Kasnah yang
berbaring di samping Pratiwi.
“Mmh, apa Bu? Ibu membutuhkan sesuatu? Mau ke kamar
mandi?”
“Tidak. Kamu belum tidur kan? Apa kamu memikirkan
sesuatu?”
“Tidak Bu, Tiwi sudah mau tidur. Tiwi letih sekali.”
“Tentu saja kamu letih. Ya sudah, tidurlah,” kata yu
Kasnah sambil mengelus kapala anak gadisnya. Tersentuh hati Pratiwi, mendapat
elusan menjelang tidurnya. Tak terasa air matanya menetes. Ia kemudian
menguatkan hatinya, rupanya ia memang harus menjalaninya, betapapun berat jalan
yang harus dilaluinya.
Tak lama kemudian dia pun terlelap karena kelelahan.
***
Sesampai di rumah, Ardian bertanya kepada kedua orang
ibunya. Apakah mereka memberikan uang untuk Pratiwi. Tapi dengan heran mereka
menjawab tidak.
“Tidak, ibu baru tahu, kemudian mengabari kalian,”
kata Ratna.
“Memangnya kenapa, Pratiwi sudah bisa melunasinya?”
sambung Sasmi.
“Iya. Ketika Ardian menanyakan ke petugas, katanya
uang operasi sudah lunas, bahkan sebelum operasi dilakukan.”
“Ibu malah tidak tahu. Coba tanyakan pada Pratiwi.
Jangan-jangan dia pinjam sana, pinjam sini, kasihan kan?”
“Benar, aku juga menduga begitu, pasti Pratiwi
meminjam ke sana-kemari,” sambung Roy.
“Baiklah, besok pagi saja Ardian tanyakan, sekarang
sudah malam, pasti Pratiwi sudah tidur,” jawab Ardian yang kemudian masuk ke
kamarnya.
Tapi Roy tertarik untuk menanyakannya pada Ratih,
karena ketika di rumah sakit, Pratiwi menelponnya.
“Ada apa Mas?” tanya Ratih ketika Roy menelponnya.
“Apa kamu sudah tidur?”
“Belum, kalau aku tidur masa aku bisa menjawab telpon
Mas,” kata Ratih sambil tertawa.
“Iya benar, pertanyaanku salah ya.”
“Ada apa sih, ada yang penting?”
“Bukan, tadi Pratiwi menelpon kamu ketika di rumah
sakit, sebenarnya ngomong apa?”
“O, itu. Dia hanya menanyakan, pekerjaan yang aku
tawarkan itu sebenarnya perusahaannya milik siapa. Aku sudah menjawab bahwa itu milik mas
Sony, dan aku melarangnya untuk menerima tawaran itu.”
“Bagus Ratih, aku juga tidak percaya pada teman kamu
itu. Sekarang sudah malam, tidurlah. Jangan lupa sesuatu,” kata Roy.
“Apa tuh?”
“Mimpikan aku ya.”
Ratih terkekeh.
“Ada-ada saja.”
“Aku serius nih, aku juga ingin mimpi tentang kamu.”
“Baiklah, Semoga ketemu dalam mimpi,” kata Ratih
sambil tertawa.
Roy mengecup ponselnya, baru kemudian menutupnya.
“Ya ampun, aku mengatakan apa tadi? Apa aku
benar-benar jatuh cinta sama dia?” bisik Roy yang kemudian memeluk gulingnya,
dan ketika terlelap, ia berharap ada Ratih dalam mimpinya nanti.
***
Sony masih tergolek di tempat tidur, di hotel tempat
dia menginap. Susana terlelap di sampingnya. Betapapun kesalnya kepada Sony,
tapi ia tak pernah mampu menolaknya. Sony laki-laki yang begitu sempurna, dan
pantas digilainya. Tapi Susana berpikir tentang Pratiwi. Gadis itu sangat
menderita. Ia melakukan hal yang sangat tidak masuk akal, demi membayar operasi
adiknya. Susana yakin, Pratiwi tak ingin melakukannya. Tak ada sinar bahagia
ketika ia menanda tangani kontrak kerja dengan penghasilan yang luar biasa.
Bahkan Susana heran Sony melakukannya. Ia yakin Sony jatuh cinta pada Pratiwi,
bukan hanya penasaran karena gadis itu begitu angkuh dan tak peduli padanya.
“Susan, kamu belum tidur? Apa yang kamu pikirkan?”
“Nggak ada.”
“Kenapa belum tidur?”
“Aku mau pulang.”
“Apa maksudmu? Aku masih di sini dan kamu tega
meninggalkan aku? Padahal besok aku pulang ke Jakarta, pagi.”
“Kata-kata itu seperti kamu sangat membutuhkan aku,”
kesal Susana.
“Memang aku selalu membutuhkan kamu.”
“Tapi bukan karena suka sama aku, kan?”
“Aku suka. Bukankah setiap kali datang aku selalu
mencari kamu?”
“Itu bukan cinta.”
“Susan, jangan bicara soal cinta, aku tidak mengenal,
apa itu cinta.”
Susan terdiam, tapi kemudian dia bangkit, mengambil
bajunya yang berserakan, dan mengenakannya.
“Kamu benar-benar mau pergi?”
Sony meraih tangan Susan dan membuatnya terjatuh
kembali di ranjang.
“Kapan Pratiwi mau mulai bekerja?” katanya kemudian.
“Pratiwi lagi?”
“Ya ampun Susan, kamu tidak boleh cemburu pada Pratiwi.
Kamu kesayangan aku.”
Lalu Susana tak bisa menolak ketika Sony menahannya,
dan mengantarkan ke rumahnya saat pagi, sebelum ia kembali ke Jakarta.
***
Nano sudah kembali ke rumah. Pratiwi membelikannya
kruk agar Nano bisa berjalan. Ia tak ingin berterus terang tentang pekerjaan
yang dijalaninya, kepada siapapun. Ia tahu tak ada yang suka, dan dia, walau
tak suka, tapi harus tetap menjalaninya.
Hari itu ia sudah mulai bekerja, seperti janjinya. Susana
menyambutnya dengan wajah ceria. Ia sesungguhnya kasihan pada Pratiwi. Ia
yakin, pada suatu hari nanti Sony pasti akan melakukan sesuatu yang membuatnya
puas dan tertawa-tawa.
Susana mengajari Pratiwi mengerjakan tugasnya, dan
merasa senang ketika Pratiwi dengan mudah bisa mengerti.
Tapi dalam hati dia berjanji, ia harus melindungi
Pratiwi dari terkaman buas Sony, yang pasti akan dilakukannya pada suatu hari
nanti. Pratiwi gadis malang yang harus dikasihani.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien.
ReplyDeleteeSBeKa_24 sampun tayang. Sugeng dalu, sugeng aso salira.
Alhamdulillah
ReplyDelete🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 24 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Semoga sehat selalu
dan tetap smangaaats...
Salam Aduhai...
🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAkhirnya tayang juga yg ditunggu...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat selalu...
Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Matur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSalam Sehat Selalu dari kota Malang...
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Salam sehat, Salam Aduhai...
ReplyDeleteAlhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 24 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien...
Sugeng nDalu, salam sehat selalu...
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukurlah ada Susana yang akan melindungi Tiwi.
ReplyDeleteBagaimana dengan kecelakaan itu... dapatkah terungkap?
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun bu Tien sugeng ndalu
ReplyDeleteSemoga susana bisa melakukan keinginannya untuk melindungi pratiwi.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat dan aduhai selalu.
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteMakasih bu Tien...sehat selalu salam.aduhai
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~24 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 24 sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah SB-24 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Tuh kan maunya tidak merepotkan orang yang ada disekitarnya, tapi Ardian bertanya tanya dari mana dana sebanyak itu bisa lunas bahkan sebelum tindakan dilakukan.
ReplyDeleteSampai Roy pun penasaran, minta penjelasan pada Ratih.
Tapi nasi sudah jadi bubur, apa yang terjadi terjadilah, yang tahu masalah ini tinggal Susana; keresahan Pratiwi pun nampak terlihat di wajahnya, yang piawai mendeteksi; Ardian, namun mau menanyakan soal dana rumah sakit tapi masih ragu, takut kalau Pratiwi tersinggung, baru ketahuan setelah you Kasnah mengatakan kalau Pratiwi bekerja. Itupun masih merahasiakan masalah isi perjanjian kerja yang membuat Pratiwi resah.
Ah jadi ingin tahu kelanjutannya, seperti apa pedekate Ardian pada Pratiwi, beranikah memerankan sebagai 'kakak' Pratiwi agar bisa jadi pangkalan curhat Pratiwi buat mengurangi beban, tapi adalagi satu pesaingnya; Bondan, bisakah Bondan merebut hati Pratiwi yang sudah menampakan pesonanya; tawa lepas tanpa beban ketika Bondan menyatakan kerinduannya pada Pratiwi.
ADUHAI.
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke dua puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun bu
Semoga Susana bisa menyelamatkan Pratiwi
ReplyDeleteKrn Pratiwi adalah org yg hrs di kasihani itu kata Susana
Yah hati sesama wanita moga bisa menyadarkan hati Sony utk tidak memanfaatkan Pratiwi sebagai pelampiasan nafsunya
Demi cintanya Susan pd Sony
Itu seh harapanku,ujian klrg Pratiwi msh jln menurut kata hati bunda Tien
Ok deh kita tunggu kelanjutannya
Yg pntg bunda Tien ttp sehat selalu doaku,mksh bunda ttp ADUHAI
Trims Bu Tien ....selalu sehat dan bahagia
ReplyDeleteTerima ksih bunda SB nya .slm seroja dan Aduhai dri skbmi🙏🥰😍🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat selalu bu Tien sekeluarga
Aamin
Mantab jd kasihan dg Tiwi ,,, aduhaaii😊
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu bu Tien sekeluarga
Aamin