Saturday, February 11, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 17

 

SETANGKAI BUNGAKU  17

(Tien Kumalasari)

 

Sampai Ratih menutup ponselnya, Roy masih tertegun di depan teras. Ia mendengar ketika Ratih ditelpon seseorang, mendengar siapa yang menelpon, dan mendengar juga apa yang mereka bicarakan.

“Mas, ayo masuk, kenapa berdiri saja di situ. Hari begini panas, pasti segar minum jus buah,” ajak Ratih mempersilakan.

Roy tersenyum, dan mengangguk. Agak terganggu dengan pembicaraan Ratih di telpon tadi, tapi dia kemudian duduk di teras, dimana Ratih mempersilakannya duduk.

Udara sangat panas, tapi semilir angin yang menyentuh dedaunan dari beberapa tanaman hias di halaman, sedikit menyegarkan.

Ratih yang sedang menuang jus ke dalam gelas, terkejut ketika ibunya menepuk bahunya.

“Apa yang kamu lakukan, Ratih?”

“Ini, akan menyajikan jus buah yang tadi Ratih buat, untuk mas Roy.”

“Bukan itu. Kenapa kamu tidak ikut bersama sopir?”

“Oh, itu. Habis, ketika Ratih lewat, dia ngorok.”

“Kamu kan bisa membangunkan, kalau dia tidur? Bukannya malah kabur? Kamu kelamaan, sudah lumrah kalau dia kemudian ketiduran.”

“Kan Ratih ingin bersepeda, mengapa dijemput mobil?”

“Kamu itu bandel ya,” gerutu ibunya.

Ratih hanya tertawa, kemudian meletakkan jus dalam gelas ke atas baki yang sudah disiapkannya.

“Siapa tamunya? Pratiwi lagi?”

“Bukan Bu, mas Roy.”

“Roy temannya almarhumah?”

“Iya, tadi Ratih bersepeda sama dia juga,” katanya terus berlalu menuju teras. Sang ibu hanya geleng-geleng kepala.

“Silakan diminum Mas, pasti segar deh,” katanya sambil meletakkan jus nya di atas meja.

“Kelihatanya enak.”

“Memang enak.”

“Apalagi kalau yang membuat gadis cantik,” katanya sambil langsung meraih jus nya.

“Memangnya beda, yang membuat siapa atau siapa?”

Roy tertawa, ia hanya ingin memuji, tapi ia kagum, Ratih selalu bisa menjawab apapun yang dilontarkannya.

“Tapi ini benar-benar enak,” kata Roy yang menghabiskan setengah gelas jus yang disajikan.

“Terima kasih. Tapi ngomong-ngomong, mengapa Mas Roy mengikuti aku? Mana mas Ardian?”

“Kok nanyain Ardian terus sih?” protes Roy.

“Kan tadi bersama-sama.”

“Yang ingin mengikuti kamu itu aku, Ardian langsung pulang.”

“Baiklah, tadi aku bertanya, mengapa Mas mengikuti aku?”

“Penting dijawab ya?”

“Penting atau tidak, sebuah pertanyaan sebaiknya dijawab. Ya kan?”

“Aku kasihan sama kamu.”

“Eh, mengapa aku dikasihani? Aku kelihatan memelas, begitu?”

“Baiklah, aku ganti saja istilahnya. Aku tidak tega melihat kamu pulang sendirian. Rumah kamu lumayan jauh, dan kita sudah bersepeda dengan jarak yang cukup jauh sebelumnya.”

“O, itu ya jawabnya.”

“Salah?”

“Nggak. Senang saja diperhatikan.”

Ratih tertawa. Menampakkan sebaris giginya yang putih bersih, berderet bagaikan untaian mutiara, diantara bibir tipis yang sangat menawan. Roy mengalihkan pandangan ke arah lain, khawatir hanyut oleh perasaan aneh yang dirasakannya.

“Mengapa aku berdebar saat melihatnya? Ini tidak aku rasakan ketika aku berada di dekat Aira. Apa aku hanya mengagumi semangat yang dimilikinya? Mengapa rasa kagum bisa menciptakan debar keras yang menghentak-hentak dada ini?” kata batin Roy sambil melihat ke arah halaman, menatap bunga-bunga cantik yang sedang bercanda dengan kehangatan matahari. Diam-diam Roy membandingkan, mana yang lebih cantik, bunga-bunga itu atau gadis yang ada di depannya?”

“Hei, kok ngelamun sih?”

“Apa? Siapa melamun?” jawab Roy sambil kembali menghadapi gadis cerewet yang menggemaskannya ini.

“Tuh, melihat ke arah halaman terus.”

“Melihat bunga-bunga tanaman kamu. Cantik menawan.”

“Itu ibu yang suka bunga. Ia merawatnya setiap pagi. Aku hanya suka memandangi saja,” kata Ratih berterus terang.

“Kecantikan bunga itu, memantul pada wajahmu,” kata Roy yang kaget sendiri, ketika menyadari bahwa dirinya sudah mengucapkan kata-kata yang belum pernah dikatakannya.

“Apa maksudnya itu?”

“Karena kamu suka memandangi bunga, maka kecantikan bunga itu menular pada wajah  kamu.”

Ratih tertawa.

“Mas Roy pintar merayu ya. Itukah sebabnya maka mbak Aira suka sama mas Roy?”

Roy tertegun. Dulu dia tak pernah mengatakan kata rayuan. Apalagi kepada Aira.

“Iya kan?”

“Tidak. Aku belum pernah merayu siapapun.”

“Yang tadi itu namanya bukan merayu ya?”

“Begitukah merayu? Beda ya dengan bujuk rayu?”

Keduanya tertawa riang. Ratih heran, tadinya ia kurang suka pada Roy, karena ia tampak garang dan seram, lebih-lebih matanya yang tajam seperti mata elang. Ia lebih suka Ardian yang lembut dan matanya teduh. Tapi kenapa tiba-tiba semuanya berbeda? Karena dirinya merasa diperhatikan? Ada debar yang tak dimengertinya.

“Bolehkah aku bertanya?” tiba-tiba kata Roy.

“Apa tuh?”

“Siapa yang tadi menelon kamu? Kamu menyebut nama Sony bukan?”

“Oh, iya. Itu mas Sony. Dia itu sangat dekat dengan keluarga aku, karena ayahnya adalah sahabat ayahku. Ayahnya ada di luar negri, memiliki bisnis besar di sana, sedangkan mas Sony memegang bisnis ayahnya yang ada di negeri ini.” 

Ungkapan Ratih ini tiba-tiba membuat Roy cemburu. Tapi bukan itu yang membuatnya mashgul. Ia sedang menduga-duga, apa yang tadi mereka bicarakan.

“Apakah … Sony pacar kamu?”

“Apa?” teriak Ratih, lalu terkekeh geli.

“Kok tertawa sih?”

“Aku mana mau pacaran sama dia? Aku tuh sudah dianggap adiknya, dan aku tidak suka sama dia. Dia itu mata keranjang. Suka bermain wanita, ayahnya sudah kesal karena dia nggak juga mau segera memilih salah satu diantaranya untuk segera dinikahinya. Kalau aku, ogah. Sebenarnya aku kesal melihat kelakuannya.”

“Yang tadi kalian bicarakan itu … Pratiwi? Tentang pekerjaan untuk Pratiwi, bukan?” tanya Roy yang merasa sedikit lega karena ternyata Sony bukan pacar Ratih.

“Iya, benar. Aku juga heran, tiba-tiba dia merasa kasihan pada seseorang. Aku pikir dia tak punya hati.”

“Dia kasihan pada Pratiwi?”

“Iya. Kasihan karena mbak Pratiwi hanya seorang penjual sayuran, lalu dia ingin memberinya pekerjaan, dengan janji gaji yang besar.”

“Hanya kasihan?”

“Katanya sih begitu.”

“Mengapa kamu ikutan merayu Pratiwi agar dia mau?”

“Aku bukan merayu, aku hanya memberi tahu bahwa ada perusahaan yang butuh administrasi, dan menjanjikan gaji besar. Kalau mbak Pratiwi mau, baguslah, barangkali bisa meningkatkan penghasilan dia agar lebih baik. Tapi aku tidak memaksa, aku tahu ibunya sangat bergantung padanya.”

“Jangan lagi membujuk dia. Aku curiga pada maksud baiknya.”

“Nah, aku juga curiga.”

“Kalau curiga mengapa kamu memintanya juga pada Pratiwi?”

“Tidak berarti aku ingin menjerumuskan  mbak Pratiwi lhoh, yang aku pikirkan hanya penghasilan yang lebih baik. Mas Sony yang meminta aku agar mengatakannya. Tapi aku tidak memaksa. Mbak Pratiwi gadis yang sangat baik. Aku juga sudah wanti-wanti sama mas Sony agar jangan mengganggu dia, tapi dia selalu bilang hanya ingin membantu.”

***

Sesampainya di rumah, Ardian mengganggunya dan menuduh Roy jatuh cinta pada Ratih, karena perhatian sangat besar yang ditunjukkannya.

“Kamu jangan mengolok-olok aku tentang jatuh cinta itu. Dengar, kamu ingat kan, tadi Ratih mengatakan pada Pratiwi bahwa ada perusahaan besar butuh pegawai administrasi dengan gaji besar?”

“Kata Ratih, itu perusahaan milik temannya.”

“Yang benar adalah milik Sony.”

“Apa? Milik Sony? Kamu yakin?”

“Ratih sendiri mengatakannya.”

“Jangan biarkan Pratiwi bekerja di sana. Laki-laki itu tidak bisa dipercaya. Dia bisa saja mempunyai niat tidak baik dengan keinginannya itu,” geram Ardian.

“Aku, bahkan Ratih juga curiga. Tapi katanya dia hanya kasihan pada kehidupan Pratiwi.”

“Pratiwi tidak butuh dikasihani. Dia itu terlalu angkuh untuk menerima kebaikan orang lain. Bukan karena sombong, tapi karena tidak mau berhutang budi.”

“Ya, aku tahu.”

“Jangan biarkan Pratiwi menerimanya. Kalau dia bersedia, kita harus menghalanginya. Kasihan yu Kasnah. Sekarang ceritakan, apa yang kamu lakukan di rumah Ratih. Kamu mampir ke rumahnya kan?”

“Iya lah, terlanjur ketahuan.”

“Ketahuan bagaimana? Memangnya kamu mencuri?” ejek Ardian.

“Aku pikir setelah dia sampai di rumahnya dengan selamat, aku mau balik saja. Tapi saat dia belok ke arah rumah, dia menoleh ke belakang, dan melihat aku. Ya sudah, ketahuan deh.”

“Tapi senang kan?”

“Lumayan.”

“Lumayan bagaimana? Katakan terus terang, apa kamu jatiuh cinta sama dia?”

“Kamu ada-ada. Ya sudah, aku lelah, mau istirahat dulu, tadi aku cuma mau ngomong tentang Sony, kamu malah memikirkan yang enggak-enggak,” kata Roy sambil keluar dari kamar Ardian.

Ardian tertawa. Ia bersyukur, akhirnya Roy tertarik juga kepada seorang gadis.

“Lalu bagaimana dengan diriku? Kalau bapak tahu bahwa Roy sudah punya pacar, pasti bapak bertanya juga sama aku,” gumam Ardian sambil merebahkan tubuhnya ke pembaringan.

Tapi tiba-tiba wajah seorang gadis melintas di kepalanya. Pratiwi.

“Mengapa Pratiwi?” gumamnya lagi, lalu menutupi wajahnya dengan bantal, berharap bayangan itu hilang. Tapi tidak, wajah Pratiwi terus saja membayanginya, sampai dia terlelap.

***

Malam hari itu yu Kasnah sedang duduk di teras. Udara yang terasa gerah, membuat yu Kasnah lebih suka duduk di teras, menikmati semilir angin yang bertiup lembut. Yu Kasnah heran, karena Pratiwi yang tadi menuntunnya keluar, tak terdengar lagi suaranya.

“Wi …”

“Ya Bu,” yu Kasnah lega mendengar ternyata Pratiwi masih ada di dekatnya.

“Oh, kamu masih ada di sini rupanya. Kok dari tadi nggak ada suaranya.”

“Iya Bu, Tiwi sedang memikirkan sesuatu.”

“Memikirkan apa?”

“Tadi Ratih menawari Tiwi pekerjaan.”

“Pekerjaan apa?”

“Katanya bekerja di kantoran, punya temannya.”

“Kamu ingin bekerja di kantoran ? Meninggalkan pekerjaan jual sayuran?”

“Bukan ingin sih, hanya berpikir, apakah itu lebih baik untuk kita. Artinya … apakah penghasilan Tiwi nanti akan lebih besar dari kalau Tiwi jualan sayur.”

“Kalau kamu mau mencoba, ya lakukan saja.”

“Mana mungkin Tiwi melakukannya? Bagaimana dengan Ibu, yang pasti akan sendirian ketika Tiwi bekerja?”

“Kalau itu masalahnya, jangan pikirkan. Walaupun ibu tidak bisa melihat, tapi untuk melakukan hal-hal yang setiap hari ibu lakukan, ibu bisa sendiri. Ibu bahkan sudah hafal setiap jengkal tempat yang harus ibu lalui. Ke kamar mandi, ke kamar tidur, makan, ke dapur. Kamu saja yang selalu menuntun ibu, sesungguhnya ibu bisa sendiri.”

“Ibu mengijinkan?”

“Apa jualan sayur benar-benar tidak menguntungkan?”

“Ada sih keuntungannya. Cuma memang agak sepi akhir-akhir ini. Biaya sekolah Nano semakin banyak, belum lagi kita juga harus menyisihkan untuk membayar uang sewa tempat berjualan.”

“Ibu menyesal membebankan semua ini sama kamu, Wi,” kata yu Kasnah sedih.

“Mengapa Ibu berkata begitu? Bukankah setiap manusia punya kewajibannya masing-masing? Ibu yang mengajarkannya bukan? Ketika Tiwi kecil, Nano kecil, ibu merawat kami dengan penuh kasih sayang. Sekarang ini, saat Tiwi sudah bisa berdiri sendiri, kewajiban Tiwi untuk merawat ibu, memenuhi semua kebutuhan ibu. Dan itu bukan beban bagi Tiwi.”

Yu Kasnah diam, dan terharu. Ia bersyukur memiliki anak gadis yang penuh pengertian, juga penuh kasih sayang kepada keluarga.

“Kalau kamu ingin bekerja kantoran, lakukan saja. Tidak usah memikirkan keadaan ibumu. Tapi pikirkanlah untung ruginya. Namanya orang mencari nafkah itu bukan hanya materi yang harus dipikirkannya, karena kenyamanan dalam bekerja, justru adalah yang nomor satu. Kamu mengerti, Tiwi?”

“Iya Bu, Tiwi mengerti. Belum tentu juga Tiwi memilih untuk bekerja di kantoran. Tiwi harus memikirkan baik buruk, untung dan ruginya,”

“Bagus, Tiwi. Apapun yang kamu lakukan, ibu berharap yang terbaik.”

“Mbak, bolehkah aku ngomong sesuatu?” tiba-tiba Nano yang tadinya belajar di  kamar, keluar menemui kakaknya.”

“Ada apa No?”

“Sebenarnya … sudah lama Nano ingin mengatakannya, tapi belum kesampaian.”

“Mengapa tidak segera mengatakannya? Katakan saja No.”

“Nano takut hal ini akan memberatkan. Tapi Kalau tidak, Nano harus mencari teman yang bisa Nano pinjami.”

“Apa itu No?”

“Sekolah menghimbau, agar murid-murid bisa memiliki laptop sendiri.”

“Apa itu lap top?” tanya yu Kasnah.

“Itu semacam komputer Bu, tapi bisa dibawa kemana-mana.”

“Mahal kah harganya?”

“Kata teman Nano sih … mahal. Itu sebabnya Nano tidak berani bilang dari kemarin-kemarin. Kalau tidak bisa beli, Nano akan mencari teman yang bisa diajak berbagi.”

Pratiwi menghela napas, kemudian menghempaskannya.

“Ya sudah No, nanti akan mbak pikirkan. Besok kita lihat barangkali ada yang jual laptop bekas yang harganya murah.”

“Terima kasih Mbak.”

***

Pagi hari itu Pratiwi menyisihkan sayuran pesanan Ratih, lalu diletakkan dalam wadah, dan disimpan di dekat penampung air di dekat dapur. Maksudnya supaya tetap segar sampai Ratih mengambilnya nanti. Ia  sungguh mengharapkan kedatangan Ratih, yang menawarkan pekerjaan untuknya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

34 comments:

  1. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, SB eps 17 sampun tayang, Salam aduhaai dari gn3, Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  2. 🌿🌷🌿🌷🦋🌷🌿🌷🌿
    Alhamdulillah SB 17 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🌿🌷🌿🌷🦋🌷🌿🌷🌿

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun Bunda Tien... 🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  6. Trimakasih bu Tien.... Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  7. Terima kasih mbak tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, sehat selalu mbakyu...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 17 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah..
    Matur nwn bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  11. Terpikir juga untuk kerja kantoran. Tapi kalau nanti tahu ada hubungannya dengan Sony bagaimana... Mengapa bukan Roy atau Ardian yang menawarkan bantuan..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Asyiikkk...makasih, bu Tien sayang...SB17 setia menemani malming yg syahdu dengan rintik hujan gemercik di kediaman kami...😅😀

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~17 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Wow
    Dapat restu dari you Kasnah kalau Pratiwi boleh mencoba kerjaan yang ditawarkan Ratih pada Pratiwi, tapi rupanya keduluan yang ngambil belanjaan Ratih di rumah Pratiwi, bukan yang pesan.
    Waduh sekalian lihat si cakep Ratih, sambil berangkat kerja bro.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tujuh belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  15. Wah wah Raih nakal juga.. Alhamdulillah.terima kasih

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah SB- 17 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  18. Matur suwun bundaqu SB nya..slm sht sll🙏😘🌹

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu ,,🤗🥰

    Pratiwi jgn bingung ya ,,,,nnt bu Tien cari solusinya 🤣 aduhaai

    ReplyDelete
  20. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto, Wirosobokemislegi, Trie Cahyo Wibowo,

    ReplyDelete
  21. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  22. Assalamuallaikum wr wb,
    Sahabat²ku Penggemar Cerbung Tien Kumalasari, kami bekerja sama dengan Panitia JF-4 Jakarta, rencana Rabu, 15 Feb 2023 akan mengadakan zoom meeting Silaturahim virtual dg pembicara *Oma Ning,* dengan presentasi berjudul:

    *KESEHATAN LAMBUNG MEMPENGARUHI FUNGSI ORGAN TUBUH*

    Biaya Pendaftaran / Donasi untuk kas JF 4
    Rp. 50.001
    Transfer ke BCA 7510373906 a.n Bayu Sari Hastuti

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 44

  CINTAKU JAUH DIPULAU SEBERANG  44 (Tien Kumalasari}   Ketiga orang saling menatap dengan perasaan yang berbeda-beda. Mereka juga terkejut,...