SANG PUTRI 03
(Tien Kumalasari)
“Lupi, kamu tidak menjawab pertanyaan ibu?
“Iya bu.. mau.. ada acara.. sebentar..” jawab Palupi sekenanya.
“Acara apa? Itu tasnya berisi apa? Kok penuh sekali? Baju ganti? Atau apa? Coba Mirah, buka tasnya, aku ingin melihat isinya.”
Mirah ragu-ragu, tapi dilihatnya Palupi tak bereaksi, jadi Mirah kemudian membuka ruisleting tas itu. Bu Ismoyo mendekat, melihat aneka makanan disitu.
“Acara apa bawa cemilan segini banyak?” tanya bu Ismoyo sambil menatap menantunya.
Palupi merasa sebal mendengar pertanyaan-pertanyaan mertuanya.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di luar pagar, lalu seorang wanita cantik dengan pakaian seksi, mengenakan topi indah yang berumbai, memasuki halaman.
“Lupi... mau berangkat jam berapa? Nanti kesiangan dijalan, keburu panas. Sudah ditungguin tuh,” wanita itu berteriak.
Bu Ismoyo menatapnya, wanita itu mengangguk.
“Mau kemana nak? Tanya bu Ismoyo sambil tersenyum.
“Oh, ini bu.. mau jalan-jalan ke pantai, Palupi sponsornya.”
Palupi terkejut.
“Haa.. mau piknik? Suami kamu sedang sakit dan kamu mau piknik?” tanya bu Ismoyo dengan wajah marah.
“Ini bu.. acara sudah direncanakan sejak lama. Jadi...”
“Apa sebuah acara main-main tidak bisa dibatalkan dengan alasan suami sakit? Mana yang lebih penting dalam mengurus rumah tangga, melayani suami yang sedang sakit, atau bersenang-senang?”
Wanita yang baru datang itu menatap Palupi yang berdiri tegak kebingungan, tak mampu menjawab kata-kata mertuanya.
“Oh, suami kamu sedang sakit Lupi? Ya sudah, kamu nggak usah ikut juga nggak apa-apa, aku akan mengabari yang lainnya. Permisi, ibu,” pamitnya kemudian kepada bu Ismoyo yang dijawab dengan anggukan.
Palupi merogoh ponselnya, menuliskan pesan singkat kepada temannya.
Bu Ismoyo masuk kedalam rumah, dilihatnya Handoko sedang duduk sambil menatap ke layar televisi.
“Han..”
Handoko menatap ibunya.
“Ibu sama siapa ?”
“Ibu naik taksi, mobilnya dibawa adikmu entah kemana.”
“Silahkan duduk ibu.”
“Mengapa kamu mengijinkan isteri kamu bepergian? Piknik ke pantai lagi, sementara kamu sedang sakit.”
“Tidak apa-apa bu, biarkan saja. Handoko tidak apa-apa, kan ada Mirah.”
“Lhah isteri kamu itu Palupi atau Mirah?”
“Ibu..”
“Kamu ini bagaimana sih, jadi suami harus tegas, nanti isteri kamu bisa melakukan apa-apa yang disukai, tidak memperhatikan keluarga. Bagaimana itu.”
“Kalau anak kecil bisa dilarang bu..”
“Seorang isteri harus berada dalam kendali suami. Dia tidak boleh melakukan sesuatu yang suaminya tidak mengijinkan. Kamu berhak melarangnya kalau apa yang dilakukan itu tidak benar.”
“Ya bu,” Handoko tidak ingin menjelek-jelekkan isterinya didepan ibunya. Diapun diam, sementara Mirah menyuguhkan segelas minuman untuk bu Ismoyo.
“Mana Bintang?”
“Sedang bermain dikamarnya, biar saya panggil bu..” kata Mirah yang kemudian beranjak kebelakang.
Palupi masuk kedalam rumah, melihat mertuanya sedang berbincang dengan suaminya.
“Duduklah disini Palupi,” kata bu Ismoyo.
Palupi tak menjawab, tapi kemudian dia duduk didepan mertuanya.
“Ma’af kalau ibu turut campur. Kamu harus tahu bahwa ibu melakukan ini untuk kamu dan untuk suami kamu. Sebuah rumah tangga itu harus dibangun dengan saling pengertian, saling mengasihi, saling memperhatikan. Ibu sudah pernah mendengar bahwa kamu sering bepekgian, mengikuti organisasi ini.. itu.. tapi keluarga kan harus dinomor satukan? Masa suami kamu sedang sakit begini kamu malah mau pergi bersenang-senang?”
Palupi diam. Dalam hati merasa kesal merasa digurui.
“Enak saja, suamiku saja nggak nglarang.. tapi ya lebih baik aku diam, kalau aku menjawab pasti nanti bicaranya jadi lebih panjang.”
“Kamu mengerti maksud ibu kan?”
“Ya bu..” katanya dengan wajah masam.
“Tampaknya kamu kecewa karena tidak jadi pergi bersama teman-teman kamu. Tapi kan sekarang bukan masanya kamu masih suka bersenang-senang seperti anak-anak muda. Dirumah ada suami, ada anak.. apakah mereka tidak cukup membuatmu senang?”
“Eyaaaang... teriak Bintang yang merosot turun dari gendongan Mirah, lalu Mirah meninggalkannya.
“Aduh.. aduuh.. cah bagus.. lagi main apa tadi?”
“Lagi main robot-robotan..” kata Bintang sambil menggelendot pada neneknya.
“Waduh,, bagus banget mainannya..”
Handoko sedari tadi diam saja, membiarkan ibunya mengomeli Palupi. Tapi ketika melihat Bintang, wajahnya menjadi berseri.
“Bintang kangen ya sama eyang?” tanya Handoko.
“Kangen. Yuk bapak, jalan-jalan sama eyang lagi.”
“Iya Bintang, nanti kalau bapak sudah sembuh ya..”
***
Kekecewaan karena tak jadi ikut piknik membuat Palupi uring-uringan. Seharian ia ngendon dikamar. Bukan kamar dimana biasanya ia tidur bersama suaminya, tapi dikamar lain. Tak seorangpun mengganggunya. Handoko juga sama sekali tak mempedulikannya.
Ketika makan siang, ia juga hanya makan bersama Bintang, dilayani oleh Mirah.
Handoko sedang berfikir, apa yang akan dilakukannya untuk memperingatkan isterinya.
“Setelah ini, Bintang boleh main lagi sebentar, kemudian tidur, ya?”
“Ya bapak.”
“Ini obatnya yang harus diminum pak,” kata Mirah sambil meletakkan cawan kecil berisi obat yang sudah disiapkannya.
“Terimakasih Mirah.”
“Nanti kalau bapak mau tiduran dikamar lagi, panggil Mirah, jangan sendiri, nanti jatuh lagi.”
“Iya.. baiklah,” kata Handoko sambil tersenyum, lalu menelan tiga butir pil yang disiapkan Mirah.
“Bantu aku ke kursi roda, aku menonton acara di televisi dulu.”
Mirah membantu tuan gantengnya agar bisa duduk dikursi roda, lalu Handoko menjalankan sendiri kursi rodanya kearah depan.
Mirah menata debar jantungnya, sesekali dipeluk tuannya, walau hanya untuk menopang tubuhnya sebentar saja, tapi membuat perasaannya jadi tak menentu.
“Janganlah aku menjadi gila. Perasaan ini tidak benar, aku harus bisa membunuhnya,” gumam Mirah perlahan.
Tapi bukankah cinta tak pernah mengenal derajat seseorang? Ia datang ketika ingin datang, ia menebarkan rasa, menyuntingkan bunga-bunga. Aduhai. Tapi cinta harus bisa diatur, harus ada tempat untuk meletakkannya dengan rapi, harus ditata ditaman hati, jangan melompati norma dan merusak nurani. Itu sebabnya Mirah menyimpannya dalam-dalam didasar hati.
Mirah menurunkan Bintang, yang kemudian berlari keruang bermain.
***
“Mirah, bantu aku kekamar ya..” kata Handoko, tapi ia menjalankan kursi rodanya sendiri. Mirah membantunya ketika Handoko akan naik ketempat tidur.
“Kamu liat saja Mirah, aku akan belajar sendiri, agar tidak selalu merepotkan kamu. Kalau kelihatannya aku kesusahan naik keatas, kamu boleh bantu.”
“Baik, bapak.”
Lalu Handoko benar-benar mencoba untuk naik ketempat tidur. Ia bertumpu pada sebelah kakinya, lalu membalikkan tubuhnya, kemudian bertumpu lagi pada kedua tangannya untuk menarik tubuhnya hingga bisa duduk ditepi pembaringan.
“Aaah, bisa Mirah.. “
Mirah bernafas lega. Ia meminggirkan kursi roda, lalu meninggalkan kamar setelah Handoko membaringkan tubuhnya. Tapi kemudian ia berbalik.
“Bapak perlu diselimuti?”
“Tidak Mirah, terimakasih, kamu boleh beristirahat.”
“Baiklah, sambil mengajak mas Bintang tidur.”
Ketika Mirah menutup pintu, Handoko merasa aneh. Beberapa hari ini ia sangat bergantung pada Mirah. Dan Mirah selalu melayaninya dengan sabar. Rasa aneh ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Rasa apa ya..Lalu ditatapnya potret isterinya yang terpampang didekat kaca tempat Palupi selalu berdandan. Wajah cantik itu tersenyum, selalu tersenyum, dan sangat memikat. Handoko sangat mencintainya, lebih dari apapun. Ketika awal pernikahan mereka, dirasanya hidupnya sangat bahagia. Kemudian lahirlah Bintang sebagai buah cinta yang sangat mereka dambakan. Lalu ketika Handoko sibuk dengan perusahaannya, Palupi terjun kedalam banyak organisasi wanita, bergaul dengan berbagai kalangan, dan perlahan perhatiannya terhadap keluarga mulai luntur. Semua keinginannya harus dituruti. Semula Handoko membiarkannya karena barangkali Palupi merasa kesepian sa’at dia sibuk dikantornya. Tapi sangat terasa bahwa Palupi sudah berubah, ketika dirinya mengalami kecelakaan. Dalam keadaan sakit, Handoko memerlukan perhatian lebih dari isterinya, tapi sejak dia dirawat dirumah sakit, Palupi tak pernah menghentikan kegiatannya juga. Bahkan pernah dua hari tidak menjenguknya. Handoko mulai merasa bahwa Palupi tidak bisa menjadi ibu rumah tangga seperti yang diharapkannya. Selalu hanya Mirah yang melayaninya. MIrah, gadis lugu yang dengan telaten meladeninya itu mulai membuka mata hati Handoko, bahwa seperti Mirah lah isteri yang sempurna bagi sebuah rumah tangga.
Lalu gambar potret Palupi itu menjadi kabur, berubah menjadi potret Mirah.. Handoko membelalakkan matanya. Aah, ternyata hanya angan-angannya saja.
“Miraaaah...” sebuah teriakan terdengar. Teriakan isterinya. Tuh kan, semuanya Mirah. Lalu Handoko memejamkan matanya.
Mirah tergopoh mendekati ndara putrinya, yang keluar dari kamar dengan wajah kusut.
“Sedang apa kamu?”
“Sedang menjerang air untuk membuat teh sore, bu. “
“Kamu kira aku tidak lapar?”
“Oh, ma’af bu, saya kira ibu tidur, saya tidak berani membangunkannya. Kalau ibu mau makan, akan saya siapkan sekarang.”
“Agak cepat sedikit ya.”
“Baik bu.”
Palupi masuk kedalam kamar untuk berganti pakaian. Dilihatnya seaminya memejamkan mata, barangkali tidur, entahlah, Palupi tak perduli. Ia membuka semua pakaiannya lalu menggantikannya dengan pakaian rumah. Ia duduk didepan kaca, menyisir rambutnya yang awut-awutan. Rasa kesal masih menyelimuti hatinya. Ia besok harus menemui teman-temannya dan meminta ma’af.
Lalu ia keluar dari kamar langsung ke ruang makan.
“Kamu taruh dimana tas yang tadi mau aku bawa Rah?” tanya Palupi sambil duduk menghadapi makanannya.
“Disini bu, dimeja.”
“Keluarkan semua botol minuman, tapi masukkan kembali makanannya kedalam tas.”
“Baik bu, minumannya MIrah taruh di kulkas ya bu.”
Palupi tak menjawabnya, asyik menyendok makanannya karena dia memang kelaparan.
“Besok kalau cari mertua, jangan yang cerewet seperti mertuaku,” Palupi berbicara, entah ditujukan kepada siapa, Mirah tak menjawabnya.
“Kamu sudah punya pacar Rah?”
“Apa?” jawab Mirah terkejut.
“Pacar... kamu sudah punya belum?”
“Ah, ibu.. belum bu..”
“Cari pacar orang kaya, tapi terutama jangan mau mertua yang cerewet.”
Mirah diam saja. Keterlaluan ndrara putrinya ini. Bukankah dia mau bilang bahwa mertuanya cerewet? Bu Ismoyo begitu baik, dan kalau dia cerewet, itu karena kelakuannya yang nggak bener.
Palupi langsung berdiri setelah selesai makan, lalu berjalan kedepan.
Mirah membersihkan meja makan sambil geleng-geleng kepala.
“Orangnya cantik, tapi kelakuannya kok begitu, kasihan suaminya,” gumamnya pelan.
***
“Lha ini, dianya nongol..” seru Dewi ketika Palupi sampai dirumahnya.
“Ma’af Wi, aku sudah mau berangkat, tapi mertuaku tiba-tiba muncul, hadeeww.. aku diomelin panjang lebar.”
“Iya, aku sudah tahu. Kemarin sudah aku bayar semuanya sesuai dengan pesan kamu.”
“Iya, itu tanggung jawab aku, kan aku sudah bilang bahwa aku semua yang akan membayar berapapun habisnya.”
“Sebetulnya ingin aku batalkan, tapi sudah pada datang, jadi langsung berangkat saja. Ini catatannya.”
Palupi membaca catatan pengeluaran acara piknik itu, lalu mengeluarkan sejumlah uang untuk menggantinya.
“Aku menyesal nggak bisa ikut, mau bagaimana lagi?”
“Aku kan sudah mengingatkan, mengapa suami sakit kamu malah ngajakin piknik kita-kita? Akhirnya malah kamu sendiri yang nggak bisa ikut kan?”
“Nggak apa-apa, lain kali aku mesti ikut lah.”
“Ayuk sarapan.. aku belum sarapan nih..”
“Kemana ?”
“Pokoknya berangkat saja dulu. Kemananya nanti difikirkan sambil jalan. Aku juga mau nyamperin beberpa ibu yang lain, sebagai permintaan ma’af karena kemarin batal ikut.”
“Ya sudah, kalau begitu aku ganti baju dulu.”
***
“Danang... mau berangkat sekarang?”
“Iya bu, ada apa?”
“Ibu sama simbok ikut sampai ke Ngapeman ya?”
“Mau ngapain ibu ke Ngapeman?”
“Mau belanja lah, masa ibu mau jalan-jalan.”
“Baiklah, mana simbok ?”
“Sebentar, sudah ibu suruh ganti baju. Kamu biasanya juga nggak tergesa-gesa kan?”
“Iya bu, Danang tunggu didepan ya bu.”
“Tinggal menunggu simbok,” kata bu Ismoyo sambil duduk juga di teras bersama Danang.
“Ibu kemarin kerumah mas Handoko?”
“Iya, mau bareng kamu, tapi kamu keburu sudah pergi.”
“Ibu naik taksi sendiri?”
“Naik taksi sendiri, simbok kan masak. Ibu kesal sama Palupi.”
“Memangnya kenapa bu?”
“Dia itu ternyata benar-benar seorang isteri yang tidak pantas menjadi isteri.”
“Lho... kenapa sih bu?”
“Ketika ibu datang, dia sudah bersiap untuk berangkat dengan mobil.”
“Kemana?”
“Piknik. Pantas tidak, sementara suaminya sedang sakit, nggak bisa jalan pula.”
“Oh, iya.. waktu Danang kesana dia bilang mau piknik hari Minggunya. Malah Danang diajak lho bu.”
“Kok kamu tidak mengingatkan bahwa itu nggak bener?”
“Kan mas Handoko tidak melarang. Danang bisa apa? Lagian teman mbak Lupi itu banyak, cantik-cantik pula.”
“Kamu itu kalau diajak ngomong.. ngomongnya apa.. jawabnya apa.. sama sekali nggak nyambung.”
“Sudahlah bu, mereka itu kan sudah punya rumah tangga sendiri, ibu tidak usah memikirkannya, nanti tensi ibu naik lagi.”
“Ibu itu kan seorang ibu. Memang tidak boleh ikut campur, tapi membenarkan langkah yang salah kan boleh saja?”
“Iya, tentu saja boleh, tapi jangan terus-terusan ibu fikirkan. Nanti Danang mau mampir kerumah mas Handoko, supaya melarang isterinya berfoya-foya.”
“Handoko seperti tak bisa melarang isterinya.”
“Salahnya sendiri, memilih isteri cantik, tapi tidak perhatian sama suami.”
“Kamu juga, mengapa tidak segera mencari isteri? Dan ingat ya Nang, hati-hati mencari isteri, jangan asal cantik.”
“Iya bu, nantilah, Danang baru memilih-milih.”
“Lha kamu gonta ganti pacar maksudnya apa?”
“Ya memilih-milih itu bu, kalau yang tidak menyenangkan ya Danang putusin.”
“Bukan begitu caranya. Sudah dipacarin lalu bilang nggak cocog. Kasihan kan? Ya sudah ibu saja yang mencarikan buat kamu. Sepertinya ibu melihat ada gadis yang baik dan cocog menjadi menantu ibu.”
Danang hanya tertawa.
Danang menurunkan ibunya disebelah selatan perempatan. Disitu bu Ismoyo mau belanja.
“mBok, kamu sudah membawa catatannya yang tadi mau kita beli?”
“Sudah bu, ini didompet simbok.”
“Ya sudah, kalau tidak dicatat sering ada yang kelupaan.”
Ketika keduanya memasuki supermarket, tiba-tiba didengarnya derai tawa banyak wanita. Tertawanya sangat keras dan terdengar heboh. Bu Ismoyo terpaksa menoleh dan melihat beberapa wanita baru saja turun dari dalam mobil.
“Itu.. ada bu Palupi..” seru simbok.
Bu Ismoyo terkejut melihat Palupi ada diantaranya.
***
Besok lagi ya
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinahyù, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imelda, Triniel,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi,
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
Akhirnya.....
DeleteAlhamdulillah.......
Sang Putri 03 sudah hadir
Matur nuwun sanget Ibu Tien,
Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
Alhamdulillah Sang PUTRI 03 sudah tayang.
DeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari, semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam hangat dari Karang Tengah Tangerang.
Besok lagi yaaa.. .
Alhamdulillah Terima kasih mbak Tien ..SP 3 . Telah hadir. Salam sehat bahagia 🙏. dari TMG .
DeleteSelamat malam, terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu ,Aamiin 😍😍😍
DeleteTrimakasih Bu Tien, yg anget semakin anget panas kyk baru kluar dr oven nggih, hehehe... Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteAlhamndulillah.... Terimakasih mbak tien
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien salam dari Magelang
ReplyDeleteTks mbak Tien ,sang putri 3 sdh saya baca terasa br sebentar kok sdh besok lagi,jd penasaran nih.
ReplyDeleteTerus semangat ya mbak Tien,salam seroja dari Tegal.
Selamat mlm Bu Tien..
ReplyDeleteTerimakasih dah keluar cerbungnya...
Semoga Bu Tien selalu sehat. Salam Seroja dari Boyolali
Alhamdulillah sudah tayamg episode 3 Sang Putri
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien Cerbung nya Kutunggu kelanjutannya Semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
Salam sehat dan hangat dari Salamah Purworejo
Alhamdulillah. ... Sdh tayang.... Tks Bu Tien... Sehat sll .... Salam dr sby
ReplyDeleteMatur nuwun mbak tien-ku...sudah hadir menghibur kami.
ReplyDeleteNaahhh...watak memang sulit diubah. Tukarkan saja dengan yang baik (???).
He..he..he..seperti barang saja ditukar-tukar.
Yang jelas setia menunggu ceritera selanjutnya.
Salam sehat dari Sragentina ... wilujeng ngaso mbak Tien Kumalasari .
Tu kan Palupi mbuat masalah lagi. Pasti marah lagi deh mertuanya. Emang dasar tuan puteri... semaunya sendiri.
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien SP 3 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat. Salam seroja selalu dari Semarang.
Alhamdulillahsudahhadir sang putri 3..Semiga Palupidiberi kesadaran bahwa tanggung jawab istri dan seorang ibu ya ngurusi pekerjaan rumah, melayani suami mendidik anak dll..tidak hanya berfoya foya menghabiskan uang. Bisa bisa nanti Handoko jatunh cinta sama Mirah kalau Palupi terlena..Eh..tergantung penulisya bu. semoga bu Tien sehat dantetap semangat berkarya
ReplyDeleteWah Palupi terciduk ibu mertuanya ..dan Handoko sdh mulai mempunyai rasa yg lain...akankah ada cinta yg? Siapakah juga wanita yg disebut ibunya Danang? Mirah kah? Kita tunggu bsk saja lagi ya... slm seroja..
ReplyDeletePaling bahagia punya menantu seperti.... PALUPI..." Wonder women". Mantap Mbak Tien.. 👍. Andaikan itu menantuku..tak bawain becak..gak pulang syukur Alhamdulillah...kalo dia pulang tak tanyain... ngapain Pulang??🙏 .kira" demikian 😂
ReplyDeleteAlhamdulillah. Salam hangat dan sehat sll dr Bekasi mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien,smg selalu sehat dan semangaaat...
Nah Palupi ketahuan lagi
Selalu seru... kemana mau di bawa cinta nya handoko...?
ReplyDeleteCeritanya mengalir banget. Serasa sedang ada di situ betulan
ReplyDelete"Tapi cinta harus bisa diatur, harus ada tempat untuk meletakkannya dengan rapi, harus ditata ditaman hati, jangan melompati norma dan merusak nurani. Itu sebabnya Mirah menyimpannya dalam-dalam didasar hati".
ReplyDeleteHmmm...kalimat indah itu sarat dengan pesan moral yang selalu diselipkan dalam setiap tulisan mb Tien.
Terimakasih mbakyu..semoga selalu sehat dan penuh inspirasi untuk karya-karya selanjutnya.
Salam dari
Iyeng Sri Setiawati Semarang
Waduh Yustinhar g bisa komen, ketutup iklan.
ReplyDeletePuji Tuhan Ibu Tien sehat, semangat, produktip, shg SP3 hadir cantik.
ReplyDeleteRupanya Mirah ingin dijodohkan Danang. Bagus sih ceweknya anak baik cowoknya agak2....
Yustinhar Priok menunggu lanjutannya. Matur nuwun Berkah Dalem...
Puji Tuhan Ibu Tien sehat, semangat, produktip, shg SP3 hadir cantik.
ReplyDeleteRupanya Mirah ingin dijodohkan Danang. Bagus sih ceweknya anak baik cowoknya agak2....
Yustinhar Priok menunggu lanjutannya. Matur nuwun Berkah Dalem...
Makasih mba Tien . Sehat selalu
ReplyDeleteHaduh. paluli bukannya sadar malah. Makik.jadi...
ReplyDeleteKasihan handoko
Teroma. Kasih bu Tien ..sehat selalu kahem. Bu tien dan keluarga
Makasih Bunda dan selamat beristirahat jaga kesehatan.
ReplyDeleteLanjut bu Tien...semoga sehat selalu🤗🤗🤗
ReplyDeletewahh tertangkap basah lagi deh
ReplyDeleteSuwun mb Tien SP 03 sdh hadir.....smg sehat sll..
ReplyDeleteSalam hangat dr blora 🙏
Alhamdulillah Sang Puteri 03 sudah hadir
ReplyDeleteNah..Palupi ketahuan lagi.,
Semakin seru dan bikin penasaran ceritanya
Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat dan sukses selalu.
Salam hangat dari Bekasi
Wah kena damprat lagi Palupi ini....
ReplyDeleteSalam sehat selalu mbak Tien
Bagaimana perjalanan cinta Handoko?
ReplyDeleteSelalu menunggu kelanjutan critanya,salam sehat,semoga bahagia bu Tien, maturnuwun
Matur nuwun... Mbak tien... Sehat selalu
ReplyDeleteMulai agak memanas nih ceritanya. Monggo Bunda dibikin ceritanya lebih memanas lagi.....Semoga Bunda sehat sll. Aamiin....🙋♂️🙋♂️
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu...
Alhamdulillah sang putri pujaan 03 sdh tayang yg langsubg seru ..... membuat tegang pembacanya, dan ingin cepat tahu bagaimana kekakuan palupi selanjutnya ...... trimakasih bu tien .....semoga bu tien n kelg selalu sehat2 ..... salam hormat dari arif .... mojokerto
ReplyDeleteMba Tien sayaang.. Mksih SP 03 nya.. Rupanyatambah seru jg nih antara ibu mertua dan menantu.. Ksihanjg ydgn suaminya.. Ygtegas dong mas Handoko ke isyrinya.. MbaTien smg sht sll y.. Muuaahhdri sukabumi🥰🥰
ReplyDeleteIya....
DeleteSuami, sbg imam kok g tegassss
Alhamdulillah selesai dibaca Sang Putri-03.
ReplyDeleteTERIMA KASIH ya, Bunda Tien. Ditunggu episode-04 nya.
Semoga Bunda Tien tetap dalam keadaan sehat, bahagia lahir dan batin, serta selalu dalam perlindungan ALLAH SWT. Amiin ya ROBBAL alamiin.
Peluk cium dari ananda ������
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSdh longak longok dr tadi
ReplyDeleteKok blm muncul jg yaaa...
SANG PUTRI tetap kutunggu
Selalu sabar menunggu .... Sambil bolak balik ngintip ....
ReplyDeleteSalam sehat dari Kudus ....
Hehehe... belum muncul juga ep 4. Sabar menanti... kutunggu dan kutunggu lagi...
ReplyDeleteKutunggu dan kutunggu lagi Insya Allah Jeng Tien sayang selalu selalu sehat dan penuh inspirasi
ReplyDeleteAlhamdulilah sudah bisa mengikuti 3 eps Sang Putri. Mdh2an lancar2 terus untuk lanjutan2. Kami selalu sabar menunggu. Salam Jum'at berkah dan M Tien Sehat selalu. Aaamiiin UB
ReplyDelete