Wednesday, May 29, 2019

SA'AT HATI BICARA 11

SA'AT HATI BICARA  11

(Tien Kumalasari)

Panji merasa sedih, ia juga merasa bersalah karena kurang memperhatikan kesehatan ibunya. Mengapa tiba2 separah itu? Karena perasaan2 itu Panji jadi tak merasa betapa tangan ibunya mencengkeram tangannya disatukan dengan tangan dokter Santi. Ia juga tak merasa bahwa dokter Santi memperhatikan wajahnya tanpa berkedip. Barangkali baru sekali itu sang dokter cantik melihat betapa ganteng laki2 yang dijodohkan dengannya oleh bu Anjar. 

"Ibu cepatlah sembuh," bisik Panji memelas. Tak terasa butir2 air mata mulai membasahi pipinya.

Kembali bu Anjar tersenyum, ia berusaha membuka masker oksygen yang menutupi sebagian mukanya. Dokter Santi membantunya karena melihat bu Anjar ingin bicara.

"Kamu tidak salah le, tak seorangpun bisa menghindari takdir," pelan bu Anjar bicara, dan agak tersengal. Dokter Santi kembali membetulkan masker itu, dengan isyarat melarang banyak bicara. Tapi bu Anjar menggeleng gelengkan kepalanya tanda menolak;

"Waktuku tak lama, nak.. tapi aku hanya menginginkan pendamping yang baik untuk Panji."

Panji mengelus tangan ibunya lembut dengan sebelah tangannya, karena yang satu lagi masih digenggam ibunya, disatukan dengan satu tangan dokter Santi.

Bu Anjar memejamkan matanya,genggaman itu melemah, dan suara seperti peluit di pendeteksi jantung itu terdengar bersamaan dengan jerit hati Pandji.

"Ibu... mengapa ibu pergi? Mengapa bu?" Panji tertelungkup ditubuh ibunya, dengan tangis yang memilukan.

***

Ditanah pekuburan itu tampak Laras yang selalu mendampingi Panji,  ada Maruti dan Agus, juga Dita.

Dita erat2 menggenggam lengan Maruti, dan berkali kali mengusap air matanya.

"Kasihan mas Panji ya mbak," isaknya. Gadis centhil yang seringkali terlihat manja itu ternyata sangat mudah menangis. Sangat mudah mengasihani orang.

Maruti menepuk nepuk punggung adiknya. Dari jauh ia melihat dokter Santi, berdiri berdekatan dengan Panji. Ada duri yang tiba2 seperti menancap dihatinya. Aduhai, ternyata benar, dan bukankah Maruti bilang akan bersiap patah hati? Mengapa patah hati? Apakah dia jatuh cinta pada pengusaha muda itu?

Sebelum pulang ia sempat menyalami Panji, yang wajahnya tampak lebam karena terus2an menangis.

"Aku ikut berduka ya mas ... semoga mas Panji tabah.. dan semoga ibunda mendapatkan tempat yang mulia disisiNya.."

"Aamiin.., terimakasih Ruti..." serak suara Panji, sambil menggenggam erat tangan Maruti.

Dita yang menunggu giliran bersalaman tak sabar karena Panji berlama lama menyalami kakaknya. Ia  segera menarik tangan Maruti.

"Mas, ikut berduka ya, jangan menangis terus," kata Dita sambil berlinang air mata.

"Terimakasih Dita.."

"Ikut berduka sobat, sabar dan iklas ya." itu suara Agus yang juga kemudian akan segera berpamit.

"Terimakasih Pras, Panji menyalami dengan hangat. Sejak kenal pertama kali ia memanggil Agus dengan sebutan Pras.

"Ruti, kita kembali ke kantor seteleh mengantarkan adikmu ya," tiba2 Agus berkata.

"Oh, baiklah...," Maruti tentu saja tak bisa menolak ajakan Agus, karena memang itu masih jam kerjanya dia.

Maruti mengikuti langkah Agus setelah sebelumnya tangannya melambai kearah Laras. Ia tak sempat mendekati sahabatnya karena Agus telah mengajaknya pergi.Ia juga tak sempat bersalaman dengan dokter Santi yang juga sibuk menerima salam duka cita dari pelayat lainnya. Lagipula Dita sudah terlalu lama meninggalkan ibunya untuk melayat.

***

Malam hari itu Dita terus2an membicarakan meninggalnya bu Anjar. Ia memang belum mengenalnya, tapi kan dia ibunya Panji? 

"Apakah sebelumnya mas Panji pernah bilang kalau ibunya sakit?" tanya Dita. Ia juga melihat kakaknya sedang melamun. Entah apa yang dipikirkannya.

"Nggak pernah, kan mbak jarang ketemu dia," jawab Maruti.

"Menurut orang yang tadi melayat disebelah Dita, katanya meninggalnya tiba2. Paginya masih pergi belanja di tukang sayur keliling.

"Ya, memang begitu kata Laras tadi."

"Kasihan, mas Panji pasti sedih."

"Ya sudah, sekarang kamu tidurlah, ini sudah malam, dan besok mbak harus berangkat pagi2."

Dita mengangguk lalu berlalu dari kamar kakaknya, tapi sebelum sampai ke pintu, ia kembali mendekati Maruti.

"mBak.."

"Ada apa lagi?"

"Pak Agus itu kan baik ya?"

"Ya, kenapa?"

"Tampaknya dia suka sama mbak."

"Dita, kamu itu ngomong yang enggak2 saja. Kalau tadi kita diantar olehnya itu karen aku harus kembali bekerja. Sudah.. jangan berfikiran yang aneh2."

"Semoga dia bisa menjadi kakak iparku," kata Dita sambil nyelonong pergi.

Maruti merasa kesal dengan sikap adiknya. Dia terlalu cepat menyukai seseorang, dan juga terlalu cepat menilai sikap seseorang. Iya lah, dia itu masih kekanak kanakan. Maruti memakluminya.

Namun sampai larut malam Maruti masih juga belum bisa memejamkan matanya. Bayangan dokter Santi yang selalu mendekati Panji sangat mengganggu hatinya. 

***

 Sebulan berlalu setelah meninggalnya bu Anjar, dokter Santi menjadi sering menemui Panji dikantornya. Ada saja alasannya. Terkadang ingin diantar membeli apalah.. apalah. Tapi Panji menerimanya dengan dingin. Ia tak tau bahwa dokter Santi ternyata juga tertarik padanya, dan dengan suka cita ingin memenuhi permintaan ibunya.

Terkadang juga Panji merasa sebal, dan dengan bermacam alasan ia menolak ajakannya.

Tapi mas, hari ini aku tak bisa pergi sendiri. Pasienku seorang laki2, dan aku sungkan untuk kesana walau seminggu sekali. Ia pasien yang tak bisa bangun dari tempat tidrurnya, dan aku dibayar untuk mengontrolnya seminggu sekali.

"Kamu kan dokter dan itu kewajibanmu, mengapa harus sungkan memeriksa pasien segala?" jawab Panji kesal.

"Kalau dirumah sakit sih nggak apa2 mas, tapi itu dirumah, aku mau mas Panji menemani."

"Aku tidak bisa, dan mengapa harus aku?"

"Mas, dia itu seorang duda.. aku sungguh sungkan."

"Bukankah kamu juga seorang janda?" kali ini Panji menyerangnya, kesabarannya sudah habis.

"Mas.. kok mas bilang begitu, justru karena itu aku sungkan menemuinya sendiri."

Panji sangat kesal, dokter Sant seperti memaksakan kehendak, dan itu membuatnya muak.

"Mas, aku dan mas Panji itu kan sudah dijodohkan oleh ibu, jadi sudah sepatutnya kalau aku harus minta perlindungan dari kamu." 

Siapa dijodohkan siapa? Ketika ibu mau meninggal ibu hanya bilang bahwa beliau menginginkan aku mendapatkan pendamping yang baik, dan itu belum tentu kamu."

Dokter Santi terperangan.

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...