A Y N A 14
(Tien Kumalasari)
Ketika jalanan agak sepi, Bintang baru bisa membuka nomor kontak Ayna. Tapi tak ada jawaban. Sama sekali ia tak tahu bahwa beberapa ratus meter dibelakangnya sedang terjadi kecelakaan yang menimpa kekasih hatinya.
Bintang terus menjalankan mobilnya dan terus menelponnya, dan tidak juga ponsel Ayna diangkat.
“Apakah dia sedang dalam perjalanan dan tidak mendengar panggilan telponku ya? Aduh, kemana dia belanja kira-kira?”
Lalu Bintang menelpon Tanti. Barangkali tantenya itu tahu kemana biasanya Ayna belanja.
“Ya Bintang, ada apa?” tanya Tanti ketika Bintang menelpon.
“Ini tante, mau tanya, kemana ya biasanya Ayna belanja?”
“Oh, kamu bukannya menjemput dari toko ?”
“Saya agak terlambat karena jalanan macet dimana-mana tante, tampaknya dia sudah pergi. Saya mencoba menelpon tapi tidak diangkat.”
“Oh, barangkali dia masih di jalan. Tapi kemana ya dia belanja? Kalau kemarin itu belanja yang didekat Ngapeman. Sekarang kesitu lagi atau enggak ya? Tante kurang tahu.”
“Baiklah tante, akan saya cari disitu saja lebih dulu, barangkali juga setelah sampai dia bisa membuka ponselnya lalu gantian menelpon saya.”
“Ya Bintang, ini ibu kamu juga sudah mau pulang. Tapi katanya menunggu sampai Ayna datang.”
“Ya tante, jadi tante bisa ada temannya ngobrol.”
“Ya, kamu hati-hati ya nak.”
“Baik tante.”
Bintang menuju ke arah supermarket yang dikatakan Tanti. Ia berhenti lalu turun dan langsung memasuki supermarket itu sambil mencari-cari.
Tapi beberapa sa’at lamanya Ayna tak juga ditemukannya. Barangkali sudah tiga empat kali Bintang mengitari supermarket itu, tapi bayangan Ayna tak tampak disana. Lalu ia mencoba menelpon lagi, dan kali ini ponsel Ayna mati.
“Ya Tuhan, kemana ya dia?”
Bintang keluar dari supermarket itu dan menaiki mobilnya.
“Kemana ya Ayna kira-kira? Giliran mendapat kesempatan bagus, Ayna malah ngilang. Sekarng ponselnya mati, mungkin karena lupa nge cas. Kemana aku harus mencari kamu?” Bintang terus bergumam dengan perasaan bingung.
“Mungkin ke supermarket yang ada di jalan Slamet Riyadi. Adduhh.. mengapa jauh-jauh kesana? Tapi aku akan mencobanya mencari kesana.”
Tapi susah juga menemukan seseorang didalam supermarket yang begitu besar. Bintang turun ke lantai bawah. Bermacam sayuran ada disana.
“Mana dia... mana.. ? Ayna.. dimana kamu... dimana kamu... ?”
Tapi dia tetap tak menemukannya.
“Di counter tempat menjual baju-baju? Sepatu? Tas? Tidaak.. Ayna bukan pesolek, dia tak akan membuang waktunya hanya untuk membeli segala macam perlengkapan fashion.”
Bintang keluar dari supermarket itu, lalu meluncur kerumah Danang.
“Aku kebingungan setengah mati, dia sudah enak-enak bersantai dirumah, awass kamu Ayna, begitu ketemu aku pasti akan langsung mengatakan cinta. Kelamaan, keburu keduluan Nanda.”
Dan Bintang mengendarai mobilnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
***
Danang sudah sampai dirumah, dan heran melihat Palupi dan Bulan masih ada disana, sementara Tanti tiduran di sofa sambil berbincang.
“Hai... masih ada tamu-tamu cantik disini,” seru Danang.
“Iya nih, menemani aku sambil menunggu Ayna.”
“Memangnya Ayna kemana?”
“Pulang dari bekerja, biasanya kan belanja. Tapi kok belum datang ya mas,” jawab Tanti sambil bangkit.
“Ini pasti karena Bintang,” kata Palupi sambil tersenyum.
“Bintang?” tanya Danang heran.
“Bintang tadi menjemput Ayna, nggak tahu dibawa kemana lagi anak itu.”
“Tapi barusan masih nyari-nyari lho mbak, nggak tahu ketemu atau enggak,” kata Tanti.
“Tapi kalau nggak ketemu kok bisa sampai jam segini?” kata Danang.
“Berarti pastinya sudah ketemu mas..”
“Ya sudah, sekarang aku sama Bulan mau pamit dulu ya, kan Danang sudah pulang, berarti kamu tidak sendirian.
“Iya mbak, terimakasih banyak sudah dibawakan wedang ronde, ditemani makan siang, lalu ditemani menunggu Ayna dan mas Danang. Malah Ayna yang belum pulang.”
“Jangan khawatir Tanti, kalau ada Bintang kan semuanya beres.”
“Benar, pasti Ayna sudah diberesin,” seloroh Danang.
“Lho, diberesin bagamana sih Nang?’
“Artinya semua urusan beres, gitu lho mbak.”
Tapi ketika Palupi dan Bulan sampai di teras, terlihat mobil Bintang memasuki halaman, dan tak kelihatan ada Ayna disampingnya.
“Mana Ayna?” semua heran karena Bintang justru bertanya.
“Lho, bukan pergi sama kamu?” tanya Tanti.
“Aku memasuki semua supermarket yang kira-kira Ayna belanja disana, tapi nggak ada, sampai pegel kakiku. Nanti Bulan harus memijit kaki mas ini ya,” kata Bintang sambil mengacak rambut adiknya.
“Ya, upahnya dulu..”
“Eh.. belum-belum minta upah...”
“Iya dong.”
“Tapi kemana sebenarnya Ayna? Saya kira sudah sampai di rumah, tante.”
“Belum, kami semua mengira dia pergi sama kamu.”
“Aduuh.. kok aneh ini. Apa belanjaannya sangat banyak?” tanya Bintang.
“Tidak, tadi cuma bilang mau beli sayur untuk dua atau tiga hari. Masa begini lama?”
Lalu semuanya kembali duduk. Hati mereka diliputi kegelisahan.
“Coba kamu telpon lagi Bin.”
“Ponselnya mati.”
“Kalau begitu dia kemana? Ini aneh, pasti terjadi sesuatu. Jangan-jangan diajak pulang oleh bapak tirinya,” gumam Tanti dengan khawatir.
“Apa? Mana mungkin Ayna mau,” kata Danang.
“Lalu bagaimana mas, mas harus mencari dia..” rengek Tanti.
Danang menepuk punggungnya lembut.
“Tenanglah Tanti, aku akan mencarinya, belum-belum jangan panik dulu dong.”
“Ini sudah tidak wajar mas. Cobalah, apapun .. carilah dirumah bapak tirinya. Aku curiga dia punya akal-akalan untuk membawa Ayna pulang.”
“Baiklah, biar saya saja kerumah bapaknya, tante. Om Danang baru pulang, pasti capek. Ibu sama Bulan masih mau disini atau pulang?” tanya Bintang.
“Sebaiknya pulang dulu ya, nanti bapak kamu pulang, nggak ada orang dirumah.. Nanti gampang kalau perlu aku akan kemari lagi menemani Tanti.
“Jadi kamu mau kerumah Sarjono sekarang Bin?”
“Iya om. Biar saya yang kesana.”
***
Ketika Bintang sampai dirumah Sarjono, ia melihat pintu rumah itu tertutup. Tapi Bintang terus masuk lalu mengetuk pintu rumah itu.
“Assalamu’alaikum...”
Tak ada jawaban..
Lalu Bintang mengetuk lebih keras.
“Selamat malam..”
Dan akhirnya terdengar langkah mendekat, lalu orang membuka pintu.
“Selamat malam pak Sarjono..” sapa Bintang lebih dulu.
“Selamat malam, apa ini nak dokter.. mm... siapa ya.. lupa..”
“Bintang pak.”
“Ha.. benar, ada perlu apa ya nak?”
Bintang melongok-longok kedalam rumah.
“Mencari sesuatu?” sapa
pak Sarjono ketika melihat Bintang seperti mencari-cari.
“Saya.. mm.. apakah.. apakah Ayna ada disini ?”
“Ayna ? Mengapa nak dokter mencarinya kemari? Sejak pergi dari rumah dia tak pernah mau kembali lagi kemari.”
“Barangkali.. bapak yang mengajaknya, ma’af.”
“Tidak, saya memang pernah mengajaknya, meminta ma’af.. dan memintanya pulang, dengan janji tak akan mengulangi perbuatan buruk saya. Tapi dia tetap tidak mau.”
“Owh..”
“Sebetulnya saya sedang tidak enak badan, jadi.. ma’af kalau saya tidak dapat melayani nak dokter lebih lama.”
“Baiklah, kalau begitu saya permisi.”
Bintang membalikkan tubuh dan pergi setelah melihat pak Sarjono mengangguk kemudian menutupkan kembali pintu rumahnya.
Bintang masih duduk didalam mobilnya dan belum beranjak pergi. Sungguh dia bingung. Pak Sarjono sepertinya memag tidak tahu dimana Ayna. Atau.. dia hanya berpura-pura? Tapi kalau benar dia membawa Ayna, bagaimana mungkin Ayna menurut begitu saja sementara pengalaman terakhir bertemu pak Sarjono dirumah itu membuatnya sangat ketakutan.
Lalu Bintang menelpon Danang.
“Bagaimana Bin? Ada disana?”
“Tidak ada om. Jadi dia belum pulang juga?”
“Belum. Kami menunggu kabar dari kamu.”
“Pak Sarjono ada dirumah dan tampak tidak tahu menahu tentang Ayna.”
“Aku khawatir tante kamu sangat cemas dan itu berbahaya bagi kandungannya. Sejak tadi dia diam, lalu muntah-muntah sampai lemas.”
“Harus ada yang selalu mendampingi dia. Bagaimana kalau saya jemput bu Suprih?”
“Itu ide bagus Bin, tapi terkadang dia ada dirumah mas Pri. Coba kamu telpon dulu, aku rasa nanti ibunya akan bisa menenangkannya.”
“Baiklah om, saya akan menelpon om Pri sekarang juga.”
“Ya, mas Bintang, ada kabar apa?” sapa Pri ketika Bintang menelponnya.
“Apa bu Suprih ada disini ?”
“Oh, baru kemarin yu Suprih pulang. Dia itu selalu tidak kerasan tinggal dimana-mana. Kesini ya paling menginap satu dua hari, lalu pulang. Demikian pula kalau dirumah Tanti. Dia tadi juga bilang kepengin pergi kerumah Tanti.”
“Oh, baiklah, saya akan menjemputnya saja om.”
“Tanti tidak apa-apa kan?”
“Baru ada kejadian yang membuat tante Tanti mungkin agak shock..”
“Kenapa ?”
“Ayna belum pulang sejak dari bekerja tadi. Katanya mampir belanja tapi sampai sekarang belum pulang juga.”
“Jangan-jangan pergi kerumah ayah tirinya, siapa itu namanya..”
“Saya sudah dari sana om. Saya pikir Ayna juga nggak mau lagi pulang kesana setelah peristiwa yang menakutkan bagi Ayna waktu itu. Dan ternyata pak Sarjono juga tidak tahu.”
“Kok aneh. Lalu kemana dia? Sudah bertanya kepada pak Yoga?”
“Belum om. Tapi kalau memang masih ada disana pasti Ayna juga memberi kabar. Sekarang saya mau menjemput bu Suprih dulu, kasihan tante Tanti, harus ada yang mendampinginya, mengingat dia sedang hamil muda.”
“Baiklah, nanti biar Deva yang menelpon kesana. Itu dia baru datang bersama Nanda.”
“Ada apa pak? Siapa yang
menelpon ?” tanya Nanda.
“Mas Bintang. Dia mencari Ayna.”
“Huh, apa dia pikir aku menyembunyikan Ayna?”
“Aduh, bapak salah, Ayna hilang, dia tadi mau menjemput bude kamu supaya menemani mbakyumu Tanti.”
“Ayna hilang? Bagaiman
bisa hilang?” tanya Nanda cemas.
“Deva, coba kamu menelpon pak Yoga, apakah Ayna masih ada disana, atau barangkali pak Yoga tahu Ayna pergi kemana.”
“Kok bisa hilang sih?”
“Sudahlah, cepat telpon, jangan banyak komentar,” desak Nanda.
“Ya Deva, ada apa?” sapa pak Yoga ketika Deva menelponnya.
“Bapak, apakah Ayna masih ada disini?”
“Ayna ? Kamu mimpi apa? Ini sudah malam, dan Ayna sudah pulang sejak jam tiga tadi.”
“Oh, gitu ya. Tapi sampai sekarang dia belum sampai rumah. Apa bapak tahu, barangkali tadi dia bilang mau kemana?”
“Tidak, tadi dia tergesa-gesa , sampai uang gajinya ketinggalan, lalu dia yang sudah ada dijalan aku panggil lagi, kemudian dia kembali mengambil uang lalu pulang. Nggak tahu aku dia pergi kemana, aku langsung mengunci toko.”
“Oh, baiklah bapak, terimakasih.”
“Bagaimana?” tanya Nanda.
“Pak Yoga tidak tahu dia pergi kemana. Tadi dia kembali sebentar karena uang gajinya ketinggalan, lalu pergi lagi.”
“Kemana Ayna?” Nanda tampak gelisah, lalu dia membalikkan tubuhnya dan pergi.
“Nanda, mau kemana ?”
“Kerumah mbak Tanti, pak.”
“Jangan main kabur begitu, pamit dulu sama ibu.”
“Oh, iya.. ma’af.”
Lalu Nanda berlari kebelakang untuk pamit kepada ibunya.
***
“Ibu, Tanti senang ibu datang,” kata Tanti sambil memeluk ibunya.
“Tadi mas Bintang menjemput ibu. Sebenarnya sudah lama ibu ingin kemari.”
“Bu, mengapa ibu tidak tinggal saja disini ?”
“Yang namanya orang tua itu suka nggak kerasan kalau lama-lama meninggalkan rumah nduk, tapi ini ada apa, kok mas Bintang kelihatan bingung.”
“Semua sedang bingung bu, Ayna sampai sekarang belum pulang.”
“Iya, tadi mas Bintang juga sudah cerita sedikit, sekarang pergi lagi katanya mau mencari kerumah sakit, barangkali Ayna mengalami kecelakaan dan dibawa kerumah sakit.”
“Iya bu, Ayna itu sangat baik, Tanti sedih sekali kalau terjadi apa-apa atas dia.”
“Ibu bisa mengerti, karena kamu sudah menganggap dia sebagai anak. Tapi kamu harus ingat bahwa kamu sedang mengandung. Kamu harus memikirkan juga kandungan kamu, jangan sampai terbawa perasaan lalu berpengaruh pada janin ini,” kata bu Suprih sambil mengelus perut Tanti.
“Iya bu.”
“Ibu ada disini untuk menguatkan kamu nak. “
“Terimakasih ibu.”
“Tenangkan hati kamu nak.”
“Ibu tidak tergesa-gesa pulang kan?”
“Tidak Tanti, ibu akan menemani kamu disini.”
“Tanti sedih, Ayna anak baik, kami amat menyayangi dia bu, bagaimana kalau dia kenapa-kenapa?”
“Tanti, kamu tidak boleh terlalu memikirkannya, sudah banyak orang yang mengurusnya, percayalah dan selalu berdo’a untuk keselamatannya, tapi kamu tidak boleh bersedih begitu. Kalau kamu sedih, anak didalam kandungan kamu juga pasti akan ikut bersedih.”
“Benarkah?”
“Benar Tanti, percayalah pada ibu.”
“Itu ada mobil, sepertinya mobilnya Nanda.” Kata bu Suprih.
“Nanda juga sangat menyukai Ayna.”
***
Bintang dan Danang memasuki beberapa rumah sakit, barangkali ada korban kecelakaan yang bernama Ayna. Namun sejauh ini belum ada rumah sakit yang menerima pasien kecelakaan bernama Ayna.
“Tinggal satu rumah sakit ditempat aku bekerja om, semoga ada titik terang,” kata Bintang.
“Tapi kalau benar dia mengalami kecelakaan, kan Ayna membawa data diri, misalnya KTP, atau ponsel dimana mereka bisa menghubungi siapapun yang ada di ponsel itu. Kenapa tidak ada yang menghubungi kita ya Bin?”
“Iya juga sih om, saya juga berfikir begitu."
“Nggak tahu juga kalau ponsel Ayna terlempar entah dimana lalu diambil orang.”
“Nah, terakhir saya menghubungi, ponselnya mati.”
Tiba-tiba ponsel Bintang berdering, dari Nanda.
“Nanda, ada apa?”
“Baru saja pak Yoga menelpon. Katanya siang tadi didepan toko agak keselatan terjadi kecelakaan. “
“Maksudnya Ayna?”
“Belum tahu juga Bin, tapi ada yang mengatakan bahwa korban itu adalah karyawan tokonya pak Yoga. Kemungkinan besar itu adalah Ayna.
“Benarkah? Lalu kemana dia dibawa pergi?”
***
Besok lagi ya.