HANYA BAYANG-BAYANG 15
(Tien Kumalasari)
Ketika Sekar mengajak suaminya melewati rumah di mana ia melihat Srikanti dan Priyadi memasukinya, mereka melihat rumah itu tertutup. Tapi tidak, pelan-pelan Suwondo mengendarai mobilnya, dan melihat mobil itu terbuka, dan melihat seorang gadis keluar dari dalamnya.
Sekar belum pernah bertemu Nilam, sehingga tidak tahu bahwa wanita itu adalah Nilam.
“Apakah dia pemilik rumah itu? Masih muda.”
“Eh, bukankah itu Priyadi?” tiba-tiba Sekar berteriak.
Suwondo hampir menghentikan mobilnya, tapi Sekar memintanya agar Suwondo terus menjalankannya.
“Jangan berhenti Mas, mau apa?”
“Rupanya Priyadi berada di situ. Kenal sama pemilik rumah? Kalau pemiliknya Priyadi ya tidak mungkin, itu rumah bagus. Pastinya mahal. Bukannya merendahkan Priyadi, tapi secara logika saja Priyadi kan hanya sopirnya bapak, masa dia punya uang cukup untuk membeli rumah sebagus itu.”
“Lalu siapa perempuan itu? Tadi kelihatan sangat akrab. Priyadi keluar sambil memegangi pundak wanita itu.”
“Priyadi sudah punya pacar? Lumayan cantik gadis itu.”
“Tapi mengapa ibu kemarin ikut ke rumah itu bersama Priyadi?”
“Sepertinya ibu sudah tahu kalau Priyadi punya pacar yang tinggal di rumah itu.”
“Ah, mengapa juga kita memikirkan mereka? Ayo pulang, aku belum masak nih. Tapi mengapa ya, aku merasa penasaran tentang Priyadi dan perempuan itu?”
“Priyadi kan lajang. Artinya tidak punya istri. Kalau dia ingin berhubungan dengan perempuan manapun, ya wajar saja kan.”
“Iya sih Mas, aku seperti kurang kerjaan ya, memikirkan mereka?”
Suwondo tertawa lucu.
“Tapi memang ada yang membuat aku curiga. Coba saja kita mampir ke rumah bapak untuk menanyakannya.”
“Enggak ah. Ayo pulang saja. Lagi pula besok aku mau ke kantor bapak juga. Ada masalah yang ingin aku tanyakan pada bapak.”
“Tentang usaha?”
“Ya, tentang usaha. Sekarang pulang saja, aku mau masak, nanti keburu lapar.”
“Iya benar, aku kangen makan masakan kamu,” kata Suwondo sambil menatap istrinya.
“Makanya tadi aku belanja banyak, agar persediaan makan cukup. Soalnya aku memang ingin masak untuk kamu, padahal persediaan dapur sudah menipis. Bahkan kemarin itu, ketika Puspa datang dan ingin masak mie instan, aku tidak punya persediaan mie.”
"Puspa sering ke rumah?"
“Akhir-akhir ini beberapa kali datang. Coba Mas tebak, apa yang dia katakan padaku.”
“Apa? Dulu kamu pernah bilang kalau tampaknya dia sedang jatuh cinta pada seseorang.”
“Nah, kemarin itu lanjutannya. Mas tahu nggak siapa laki-laki yang disukai Puspa?”
“Teman kuliahnya kan?”
“Iya, tapi ia bukan sekedar teman kuliah.”
“Maksudnya?”
“Dia itu anaknya bik Supi.”
“Apa? Puspa pacaran sama anaknya bik Supi?”
“Belum pacaran sih, tapi Puspa bilang suka.”
“Wah, kelihatannya berat. Apa bapak ngijinin? Apa lagi ibumu yang suka nyinyir kalau ada orang miskin,” kata Suwondo.
“Puspa minta agar aku mendukung dia. Bagaimana ya caranya?”
“Ribet. Harusnya kamu menghentikannya daripada ribet.”
“Bagaimana caranya menghentikan orang jatuh cinta?”
“Beri Puspa pengertian, mumpung belum terlanjur. Baru suka kan? Belum sampai jadian kan? Belum terlambat untuk mengingatkannya.”
“Kelihatannya susah. Puspa itu kan keras kepala.”
“Apa hebatnya anaknya bik Supi sehingga Puspa tergila-gila?”
“Entahlah. Mungkin dia ganteng, mungkin dia pintar, mungkin dia pernah merayu Puspa. Nyatanya Puspa minta agar aku mendukungnya, berarti dia akan nekat.”
“Laki-laki itu juga mencintai Puspa?”
“Nah, itu yang belum aku tanyakan.”
“Puspa masih sangat muda. Biarlah semuanya berkembang seperti mestinya. Kalau memang jodoh, pasti bisa terlaksana.”
Pembicaraan itu berhenti ketika mereka sudah sampai di rumah.
***
Puspa sudah berdandan rapi, hari ini kan libur, ia ingin mengajak bibik berjalan-jalan. Entah mengapa Puspa ingin selalu dekat dengan bik Supi.
“Puspa, kamu mau pergi?” tanya tuan Sanjoyo.
“Iya, Puspa pengin jalan-jalan sama bik Supi. Minta sangunya ya Pak?” canda Puspa sambil menadahkan tangannya.
Pak Sanjoyo tertawa. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan dompet dan mengulurkan sejumlah uang.
“Terima kasih Pak.”
“Apa? Kamu mau jalan sama siapa?” tiba-tiba Srikanti muncul.
“Sama bibik. Kasihan, bibik itu kerja nggak pernah ada liburnya.”
“Tidak bisa, bibik harus masak, tadi aku sudah memberi perintah untuk masak enak karena ini hari Minggu. Bukankah ayahmu akan makan di rumah kalau liburan begini?”
“Tidak apa-apa Sri, bibik juga terkadang ingin istirahat, jalan-jalan. Sudah benar kalau Puspa mengajaknya. Masa disuruh bekerja terus.”
“Namanya pembantu itu ya pekerjaannya bekerja. Mana ada, pembantu jalan-jalan?”
“Ya ada lah Bu, masa pembantu nggak boleh jalan?”
“Pokoknya nggak boleh. Nanti ayahmu mau makan apa?”
“Biarlah Sri, nanti kita makan di luar saja. Sudah lama kita tidak makan di luar kan? Aku ingin jajan.”
“Kalau kali ini diijinkan, nanti bisa keterusan.”
“Tidak. Sudah, Puspa … ajak bibik jalan-jalan, kasihan dia. Nanti bapak mau jalan sama ibumu.”
“Terima kasih Pak,” kata Puspa yang kemudian berlari ke belakang untuk menyuruh bik Supi berdandan.
“Tapi Non, tadi nyonya menyuruh bibik masak.”
“Tidak usah masak, bapak ingin makan di luar. Ayuk bik, cepat, aku bantu ganti baju ya.”
“Eh, Non itu ada-ada saja. Ganti baju kok dibantuin, memangnya bayi?”
“Ya sudah, cepetan.”
“Benar, nih Non?”
“Iya, benar. Aku sudah dikasih sangu sama bapak. Nih, nanti kita jalan-jalan, lalu jajan apa saja yang kita inginkan.”
“Benar Non?” bibik masih tidak percaya.
“Ya ampuun, Bibik gimana sih, aku tungguin di sini, Bibik cepat ganti baju, dandan yang cantik.”
Bik Supi terkekeh sambil menutup mulutnya.
“Orang setua bibik disuruh dandan cantik. Seharian dandan mana mungkin bisa cantik?” katanya sambil masuk ke dalam kamarnya, sementara Puspa menunggu di kursi dapur.
***
Sementara itu, sepeninggal Puspa dan bik Supi, Srikanti masih saja mengomel panjang pendek. Dia menyalahkan suaminya yang memberi ijin Puspa untuk mengajak bik Supi pergi.
“Mas itu ya, pembantu diijinkan jalan-jalan, nanti kalau keterusan bagaimana?”
“Keterusan apa? Bibik kalau tidak diajak ya tidak akan jalan sendiri. Mana dia berani?”
“Aku juga kesal sama Puspa. Dia itu sekarang suka sekali membantah kalau dikasih tahu.”
“Kalau dikasih tahunya itu tentang hal baik, ya pasti dia tidak akan membantah.”
”Masa iya, aku ngasih tahu yang buruk-buruk? Pasti yang baik lah.”
“Puspa bukan anak kecil lagi pasti dia punya pendapat sendiri. Biar saja dia melakukan apa yang dia suka. Kita hanya bisa mengawasinya, dan mengingatkan kalau yang dilakukan itu keliru. Anak sebesar itu pasti tidak suka disetir orang tua.”
“Coba saja Mas lihat, dia itu sekarang dekat sekali sama Bik Supi. Dulunya tidak lhoh. Heran aku.”
“Itu kan tidak salah Bu? Puspa sudah semakin dewasa, dan semakin tahu bahwa dia harus bersikap baik kepada siapapun, walau dia itu pembantu.”
“Ya tidak bisa begitu. Pasti ada batasan antara majikan dan pembantu. Mana ada pembantu duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan majikan?”
“Sejauh ini bibik tidak pernah melakukan hal yang tidak baik. Dia tetap santun dan menghormati kita kan? Tidak ada yang berubah biarpun Puspa dekat dengan dia.”
Srikanti tidak menjawab. Bibirnya merengut.
“Daripada kamu ngomel-ngomel, lebih baik kamu mijitin aku seperti biasanya.”
“Katanya mau makan di luar?”
“Kan masih nanti, ini belum saatnya makan, Bukan?”
“Lebih baik kita panggil saja Priyadi, nanti kita ajak jalan bersama.”
“Lhoh, ini kan hari libur? Mestinya Priyadi ingin liburan bersama anaknya.”
“Kan sama saja kalau kita ajak mereka liburan? Lagipula lebih baik yang setir Priyadi, daripada aku kan? Bapak kan belum bisa setir sendiri?”
“Ya sudah, terserah kamu saja.”
“Biar Nilam bisa merasa bahwa aku benar-benar menganggapnya anak. Alangkah senangnya memiliki ibu bukan?”
“Mengapa kamu begitu perhatian pada anak Priyadi?”
“Aku tuh hanya kasihan, dia hanya punya ayah, tidak punya ibu. Aku telpon dia ya Mas.”
Tuan Sanjoyo hanya mengangguk.
Tapi berkali-kali Srikanti menelpon, tetap tidak diangkat.
“Ke mana orang ini, ditelpon kok tidak diangkat,” omel Srikanti.
“Barangkali mereka sudah lebih dulu bepergian. Atau mungkin Priyadi malah tidur, mumpung tidak ada pekerjaan.”
Lalu Srikanti mencoba menelpon Nilam. Sama saja, tidak diangkat. Lalu Srikanti meletakkan ponselnya di meja dengan kesal.
“Ya sudah, kalau kamu tidak keberatan, kita pergi berdua saja. Tapi kalau kamu enggan menyetir, ya sudah tidak jadi pergi saja.”
“Kita kan harus makan.”
“Ya makan seadanya saja, tidak apa-apa.”
Walau begitu, pada akhirnya Srikanti mau juga mengeluarkan mobil, lalu bepergian bersama suaminya.
***
Bibik terkejut, Puspa mengajaknya masuk ke sebuah toko pakaian, lalu membelikan baju untuknya. Tidak yang mahal-mahal, tapi bagus. Bik Supi sudah berteriak-teriak, tapi Puspa memaksanya.
“Hanya dua baju, untuk ganti Bibik.”
Tapi kemudian Puspa membeli sebuah hem laki-laki.
“Bik, anak bibik sebesar siapa?”
“Apa maksud Non?”
”Aku mau beli baju untuk Nugi. Tapi Bibik tidak usah bilang kalau ini dari aku.”
“Non ….”
“Coba Bibik lihat, apakah Nugi sebesar orang yang di depan itu?” kata Puspa pura-pura tidak tahu sebesar apa badan Nugi.
“Itu, kurang besar Non, anak bibik badannya tinggi besar.”
“Oh ya, kalau begitu Puspa pilihkan yang ini ya Bik, kelihatannya cukup nggak?”
“Non, mengapa Non juga beli untuk Nugi?”
“Mumpung tadi diberi uang banyak oleh bapak. Ya sudah, ini saja ya, warna krem ini bagus. Nanti bibik kirimkan untuk Nugi ya, biar Nugi senang.”
“Bibik tidak pernah ketemu Nugi kalau tidak pulang ke kampung. Tapi bibik punya langganan seorang tukang becak yang bisa bibik suruh menemui Nugi setiap tanggal lima.”
“Mengapa tanggal lima?”
“Bibik kan gajihan tanggal tiga atau empat. Biasanya gaji bibik bibik kirimkan melalui tukang becak itu.”
“O, bagus sekali.”
Puspa mengangguk-angguk, walaupun sebenarnya dia sudah mengerti.
“Jadi besok baju ini Bibik kirimkan setelah gajian, ya Bik?”
“Iya Non, terima kasih banyak. Non ada-ada saja.”
***
Lelah berjalan-jalan, Puspa mengajaknya makan di sebuah warung di pinggir jalan. Ia menjual makanan tradisional yang tidak ada di restoran-restoran.
“Non mau makan di sini?”
“Iya, ini enak. Aku suka, duduklah Bik.”
Baru saja Puspa dan bik Supi duduk, tiba-tiba seseorang menghardiknya.
“Apa ini? Kamu mengajak anakku makan di warung bau dan kotor seperti ini?”
“Ibu, mengapa berteriak?” kata Puspa kesal, sementara wajah bik Supi menjadi pucat.
***
Besok lagi ya.
πππ²πͺ΄π²ππ
ReplyDeleteAlhamdulillahi Robbil'alamiin....
HaBeBe_15 sudah tayang.
Matur nuwun mBak Tien, salam sehat penuh semangat.
Puspa jalan-jalan sama bik Supi, euy.....
π€π€π
πππ²πͺ΄π²ππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteDi tunggu tunggu tayang juga
Terimakasih Bunda Tien. Semoga sehat slalu
Hamdallah sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, duwun mb Tien
ReplyDeleteSmg sht sll π
Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~15 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien π
Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..π€²
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Alhamdulillah yg ditunggu sdh tayang mksh Bu Tien smg sekeluarga sehat sll
ReplyDeleteAlhamdulillah, yg ditunggu tunggu akhirnya tayang.
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien, sehat selaly π€²
Matur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 15 " ππΉ
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.ππ»
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 15 sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin
Srikanti sebaiknya di cekokin daun Sambiloto yang pahit ya, agar tidak uring uringan terus..π
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
ReplyDeleteAlhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 15 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien ... Sugeng dalu π
ReplyDeleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung HaBeBe_15
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
ππππππππ